Anda di halaman 1dari 2

Pembelajaran Matematika Yang Bermakna

Hampir setiap bagian dari hidup kita merupakan bagian dari matematika sehingga anak-anak membutuhkan
pengalaman yang tepat untuk bisa menghargai kenyataan bahwa matematika adalah penting bagi kehidupan
mereka. Hal ini didukung oleh firman Allah di dalam Alquran surat An-Nisa’ ayat:11 yang menjelaskan tentang
pembagian harta warisan, dalam hal ini terlihat jelas manfaat matematika dalam kehidupan manusia, yaitu aplikasi
dari materi pecahan yang sudah diperkenalkan dari mulai sekolah dasar.

Pendekatan belajar yang dikemukakan oleh David P. Ausubel mengenai belajar bermakna atau “Meaningfull
learning” mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional
sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motovasi dan keinginan dari siswa, maka tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.

Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-
aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur
kognitif siswa. Proses belajar tidak hanya sekedar menghafal rumus-rumus maupun konsep-konsep saja, tetapi
merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep
yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.

Belajar bermakna atau “meaningfull learning” merupakan pelaksanaan dari teori humanistik, pengertian
humanistik menurut Krischenbaum dalam artikel “what is humanistik education? ” menyatakan bahwa sekolah,
kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada
beberapa pendekatan humanistik dalam pendidikan yang terangkum dalam psikologi humanistik. Dalam teori
belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, sukan dari sudut pandang pengamatnya.

Menurut Rogers (1969) mengemukakan tentang iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna,
yaitu: terimalah peserta didik apa adanya, kenali dan bina peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri,
usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh siswa untuk dapat memilih dan menggunakannya, gunakan
pendekatan inquiry-dicovery, dan biarkan siswa mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan
belajarnya.

Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa. Oleh karena itu
model pembelajaran matematika yang baik haruslah bisa membentuk logika berfikir tidak hanya pandai berhitung.
Tetapi pembelajaran matematika selama ini masih didominasi oleh konsep pengenalan rumus-rumus sehingga
terkesan kalau pelajaran matematika itu sebagai pelajaran yang menakutkan, membingungkan bahkan
menyebalkan. Tidak banyak dari mereka yang berpendapat bahwa belajar matematika itu memang mengasyikkan,
menyenangkan serta sangat akrab dengan yang ada di dunia nyata.

Realita di lapangan menunjukkan bahwa selama ini masih banyak guru yang mengajarkan matematika di sekolah
kurang memperhatikan kemampuan dasar dalam pembelajaarnnya yang berakibat matematika akan sulit difahami
dan dinalar. Akibat lebih jauh adalah matematika akan menjadi mata pelajaran yangcbanyak dihindari siswa.

Di dalam belajar bermakna atau “meaningful learning” merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan. Diharapkan siswa akan tertarik dan tertantang untuk berusaha memahami matematika
karena matematika sangat akrab dengan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika tidak
lagi cenderung pada pencapaian target materi yang diamanatkan dalam kurikulum yang berorientasi pada sukses
ujian nasional dan sukses masuk ke perguruan tinggi negeri tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dari proses belajar
mengajar adalah agar siswa mampu memahami akan sesuatu berdasarkan pengalaman dalam belajarnya.
Mengaitkan pengalaman kehidupan nyat peserta didik dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas
penting dilakukan agar pembelajaran bermakna, sehingga pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada
keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari, contoh: perhatikan tiga
bilangan berikut: (1) 59.105.145 (2) 45.071.918 (3) 28.101.928 Pertanyaannya: Manakah bilangan yang paling
mudah diingat oleh siswa? Apakah untuk dapat mengingat bilangan-bilangan di atas perlu dikaitkan dengan hal
tertentu yang sudah di mengerti siswa?. Bilangan ketiga adalah bilangan yang paling mudah diingat hanya jika
bilangan tersebut dikaitkan dengan hari sumpah pemuda yang terjadi pada 28 Oktober 1928, namun jika bilangan
itu akan sulit di ingat (dipelajari) jika tidak dikaitkan dengan tanggal peristiwa sumpah pemuda.

Anda mungkin juga menyukai