Anda di halaman 1dari 18

Bab 15

Gangguan Ledakan Amarah yang


Mengancam Kaum Modern

- Energi negatif yang menghancurkan hidup

Sebelum amarah menelan kalian

Kasus pembunuhan mendadak akibat keluhan kebisingan


rumah tangga, serta tindak kriminal acak seperti 'kasus pembunuhan akibat
tindakan kebencian' terus meningkat dengan cepat di tengah masyarakat
modern. 'Amarah' seperti ini tentunya menjadi mesiu yang bersembunyi di
balik kehidupan sosial.

Sebenarnya, bahaya amarah lebih dari sekadar penyebab tindak kriminal


atau kehancuran keluarga. Sebab, amarah bisa menjadi faktor utama yang
membahayakan kesehatan mental orang-orang dengan riwayat penyakit
mental atau tindak kejahatan, serta bahkan orang-orang yang dari luar
kelihatan baik-baik saja.

Contohnya adalah para pekerja di bidang pelayanan yang harus bekeria di


bawah tekanan emosional konstan, orang-orang ramah yang tidak dapat
benar-benar mengekspresikan kemarahannya walau mengalami kekerasan
dalam rumah tangga atau dirundung di kantor hanya karena 'mereka adalah
keluargaku' atau 'itu adalah sumber nafkahku', serta seluruh kaum modern
yang terpaksa harus mendengar kabar mengejutkan melalui media setiap
harinya. Menurutku, tidak berlebihan jika mereka dianggap sedang terkurung
di dalam risiko terkena gangguan ledakan amarah.

{318}
Gangguan ledakan amarah atau intermittent explosive disorder adalah kondisi
saat seseseorang tidak mampu mengekspresikan amarahnya secara sehat.
Gangguan ini menyebabkan penderita mengeluarkan amarahnya secara
meledak-ledak sehingga memicu timbulnya bahaya lebih besar baik untuk
dirinya maupun orang lain.

Alasan pertama kenapa gangguan ledakan amarah dianggap berbahaya


adalah karena orang yang mungkin terluka akibat gangguan ini adalah sosok
paling dekat atau paling dicintai penderitanya. Meningkatnya jumlah orangtua
kandung yang melakukan kekerasan terhadap anak, serta bertambahnya
kasus pembunuhan orangtua kandung adalah bukti bahwa penderita
gangguan ledakan amarah biasanya melampiaskan amarahnya kepada orang
terdekat.

Alasan kedua adalah karena ledakan amarah dapat mengurangi kebahagiaan


dan keefisienan hidup si penderita.
Walau ledakan tersebut terlihat seperti cara untuk melepaskan stres, serta
mampu membuat penderita merasa menang, sebenarnya itu tidak lebih dari
sekadar kegagalan dan kemalangan.

Alasan ketiga adalah karena ledakan amarah bisa berubah menjadi masalah
serius yang membahayakan keselamatan komunitas jika dilihat dari sudut
pandang sosial. Masalah ledakan amarah tidak hanya meluas ke keluarga,
melainkan juga bisa menyebar ke berbagai bentuk kehidupan sosial seperti
kekerasan di tempat kerja atau pelampiasan emosi kepada sembarang orang
melalui komentar pedas di internet.

{319}
Alih-alih menyesal akibat terlanjur marah, kita harus bisa menemukan jalan
kemenangan yang tepat tanpa perlu marah-marah. Tidak mampu
mengekspresikan amarah secara sehat dan menunjukkannya lewat
kekerasan biasanya berawal dari kekecewaan atau kekesalan karena merasa
'aku telah diperlakukan dengan tidak adil: Pemikiran seperti itu membuat kita
berhenti 'berbicara dengan hati terbuka'.

Pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa aku marah, apa yang membuatku


marah, dan harus bagaimana untuk menunjukkan kemarahanku, serta
keyakinan bahwa tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan akan
membuat amarah semakin besar. Orang-orang seperti ini mengira akan
terlihat lemah jika mengutarakan perasaan terasing yang menganggap tidak
ada yang mau benar-benar mendengarkan mereka. Mereka yakin tidak akan
ada seorang pun yang dapat memahami masalah mereka. 'Gengsi tinggi'
tengah mengakar di inti amarah yang disalahtafsirkan itu.

Seneca adalah filsuf Romawi yang dulu pernah melakukan penelitian dalam
terhadap amarah yang dapat menghancurkan manusia. Menurutnya, amarah
akan semakin parah akibat pikiran kenapa aku harus diperlakukan tidak adil
begini padahal aku tidak salah, tidak melakukan kesalahan, atau berbuat apa
pun yang salah sama sekali.

{320}
Berbagai macam nafsu menyesap ke hati kita dengan sangat perlahan. Namun, jika
sudah berkuasa sejenak di hati, amarah pasti akan mengendalikan nafsu-nafsu
lainnya. Amarah mampu menundukkan orang selembut apa pun. Saat marah,
seseorang bisa menusuk orang yang sangat dicintai dengan pisau untuk kemudian
ikut menyambut kematian diri sendiri sambil memeluk tubuh orang itu. Amarah
bahkan sanggup menginjak-injak dengan keji perasaan paling keras kepala dan kaku
bernama tamak, serta mampu menguras habis kekayaan melimpah dalam sekejap.
Amarah bisa membuat seseorang membakar rumah dan harta yang dikumpulkan
seumur hidup menqgunakan segenap tenaga.

-dikutip dari De Ira oleh Lucius Annaeus Seneca (diterjemahkan oleh


Jeong Yoonhee, Soulmate, 2014)

Aku marah akibat penolakanmu

Pikiran 'telah ditolak oleh seseorang yang sangat berarti bagiku' merupakan
penyebab fatal kasus kekerasan ekstrem yang dipicu oleh amarah. Dalam
buku berjudul How to Fix a Broken Heart (diterjemahkan oleh Lim Jiwon,
MunhakDongnae, 2015), psikolog Guy Winch mengungkap bahwa 'perasaan
telah ditolak' merupakan penyebab terbesar yang dapat memicu kekerasan.
Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa penyebab utama perilaku kasar
remaja bukan bergabungnya mereka dengan kelompok kekerasan,
kemiskinan, atau

{321}
penggunaan obat terlarang, melainkan 'pengalaman pernah ditolak:
Keinginan 'membalas dendam karena pernah ditolak' biasanya akan
menjelma menjadi akar amarah.

Amarah di antara pasangan kekasih atau suami istri biasanya bersumber dari
harapan berlebih. 'Keinginan untuk selalu diprioritaskan' dapat memicu
timbulnya amarah besar terhadap kesalahan yang sangat kecil. Rasa
cemburu terhadap pasangan yang masih terlihat memesona di depan orang
lain atau rasa takut pasangan akan menjalin hubungan dengan orang lain
dapat menimbulkan kecemasan 'hubungan kita tidak sesempurna
harapanku'", serta perasaan rendah diri 'aku tidak cukup bagimu.

Kekerasan yang dilakukan kaum lelaki akibat tidak bisa menerima permintaan
pasangan untuk berpisah sudah sering terjadi. Mayoritas kasus pembunuhan
istri atau perempuan yang dilakukan oleh suami atau pacarnya sendiri
biasanya dilakukan setelah pihak lelaki mendengar permintaan putus dari
pasangannya.

Pertama, kita harus menerima bahwa 'amarah tidak akan pernah benar-benar
menyelesaikan masalah dalam kondisi seperti apa pun' agar emosi tidak
menguasai pikiran. Kadang, amarah ditunjukkan untuk tujuan yang baik atau
demi keadilan. Namun, alih-alih marah, seharusnya kita berusaha
memperbaiki keadaan melalui nalar yang tenang, penilaian tepat, serta
praktik-praktik sehat lainnya.

{322}
Kita tidak boleh meminta bantuan dari perasaan 'berang'. Walau kadang
mengekspresikan amarah terlihat mampu menghasilkan sesuatu, kita tidak
boleh sampai "membenarkan' kemarahan itu. Kita juga tidak boleh percaya
dengan perkataan 'kamu terlihat memesona saat marah’.

Amarah adalah benda terlarang yang dapat memicu timbulnya keberanian di


diri untuk membenarkan sebuah tindakan. Langkah pertama yang harus
dilakukan untuk mengendalikan amarah adalah dengan membuat sebuah
'ruangan di dalam hati'. Tanpa ruangan untuk memahami, mengamati, dan
mengritik amarah diri sendiri secara objektif di dalam hati, bisa-bisa kita
kehilangan kesempatan untuk menatap 'aku yang sedang marah' dari sudut
pandang orang ketiga.

Jika kita bisa memanggil sosok diri kita yang lain atau sosok yang sedang
memandangi diri sendiri di 'ruang milikku’, kunci untuk mengendalikan amarah
dan bahkan berbagai stres akan datang dengan sendirinya ke genggaman
tangan. Kita butuh latihan untuk mengamati perasaan sendiri.

Mencoba menuliskan perasaan di atas kertas dengan tenang atau melakukan


meditasi penuh kehati-hatian dengan mengingat-ingat 'kenangan
membahagiakan' merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
membantu menenangkan amarah. Kita harus segera menjauhkan diri dari
pikiran yang membuat kita menganggap cara-cara itu agak ‘kekanakan' dan
fokus pada tugas 'meredakan amarahku’.

{323}
Amarah adalah bencana hati yang tidak bisa dikendalikan jika sudah dimulai.
Karenanya, kita harus bergegas menekannya sejak awal sebelum apinya
semakin menyebar. Menyenandungkan lagu kesukaan di dalam kepala atau
membayangkan wajah bayi polos dapat dilakukan untuk membantu diri ketika
percikan api amarah mulai dirasakan. Hal terpenting adalah kita harus
mampu memanggil sook kedua diri kita. Sosok ini memiliki jarak dengan
amarah yang sekarang sedang membara di dalam 'ruang hat', sosok ini
merupakan diri kita yang lebih rasional dan kuat, serta sudah lebih pulih.

Semarah apa pun, kita tidak boleh melampiaskannya kepada benda-benda


yang tidak bersalah sama sekali. Kita juga tidak boleh menggunakan
'kemarahan' saat ada orang lain berbuat salah kepada kita. Menurut Seneca,
kita harus menarik napas panjang dan melawan sifat buruk yang gigih itu.
Amarah tidak lebih dari sesuatu yang mengerikan dan bukan sesuatu yang
harus ditakuti.

Kita lupa bahwa amarah pada akhirnya adalah jalan pintas menuju
kehancuran diri sendiri. Kondisi ini kemudian membuat kita mengandalkan
bantuan amarah saat bertindak. Kita terjerat pikiran 'aku tidak bersalah sama
sekali, yang Jahat adalah orang lain' hingga akhirnya membalas kemarahan
orang menggunakan kemarahan yang lebih besar. Kita lupa bahwa
kemarahan dimulai dari anggapan bahwa kita tidak bersalah. Ini membuat kita
tidak dapat melihat bayangan diri yang marah sampai ke ubun-ubun di cermin
hati.

{324}
Mari berhenti sejenak saat amarah ingin menjambak rambut kalian. Kalian
harus memberi 'ruang pribadi' untuk diri yang sedang marah. Mari berikan
waktu agar kalian bisa berpikir. Mari ingat kembali bahwa sumber api amarah
dimulai dari sesuatu yang sebenarnya sangat remeh. Mari katakan dengan
mulut sendiri bahwa hidup terlalu indah dan berharga bagi kalian untuk
menghancurkan diri sendiri dan melukai orang lain hanya karena amarah.

Jalan berdamai dengan amarah di diri

Nilai sosial seperti 'bersikap jantan' atau 'bersikap lembut layaknya


perempuan' sebenarnya menyimpan masalah. Kaum lelaki belajar untuk
menyembunyikan air mata dan perasaan karena harus bersikap jantan.
Mereka tidak belajar untuk mengendalikan amarah dan hanya terus
menahannya hingga akhirnya meledak saat merasa sudah tidak tahan lagi.
'Bersikap lembut layaknya perempuan' juga membuat kaum perempuan stres.
Tekanan untuk lebih berhati-hati atau bersikap seperti perempuan terhormat
membuat keinginan alami mereka terasa seperti sebuah 'dosa’.

Menurut George Orwell, wajah manusia akan berubah mengikuti topeng yang
mereka pakai. Jangan biarkan topeng mengubah sifat alami kita. Pertama,
mari berlatih hidup sebagai diri sendiri alih-alih hidup layaknya seorang

{325}
lelaki, perempuan, atau orang dewasa. Untuk melakukan itu, kita harus jujur
kepada diri sendiri terlebih dulu. Jujur yang dimaksud bukan dengan cara
meledakkan perasaan-perasaan yang ada. Yang penting adalah untuk
'merasakan bahwa aku memahami perasaanku sendiri'.

Mengekspresikan perasaan bukan berarti 'lemah'. Jika dibiarkan menumpuk,


amarah yang awalnya dimulai akibat hal kecil akhirnya bisa menjadi mesiu
perasaan dengan daya ledak tinggi. Sebab, kita terbiasa tidak
mengekspresikan amarah dan memutuskan untuk terus bersabar, serta
menyembunyikan dan menguncinya di dalam diri.

Kita harus melatih memupuk tekad sebelum situasi yang dapat menguji tekad
tersebut datang menghampiri. Yang terpenting dalam proses pelatihan ini
adalah untuk mempersempit jarak antara 'tubuh' dengan hati' atau membuat
tubuh mengikuti ketetapan hati yang dinilai tepat.

Kita harus berlatih mengalahkan kebiasaan-kebiasaan di keseharian jika ingin


memupuk kekuatan untuk mengendalikan emosi dan menahan diri melakukan
tindakan agresif. Dengan melatih hal kecil itu, percayalah bahwa tekad dan
kemampuan mengendalikan diri akan menjadi lebih kuat dan sangat
membantu saat masalah besar datang.

Contoh latihan yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan waktu


dalam sehari untuk duduk bersandar atau tegak tanpa membungkuk sedikit
pun di kursi walau terasa berat. Selain itu, kita bisa mencoba bersabar atau
memakan

{326}
permen, biskuit, kue, atau makanan manis lainnya ketika ingin mengumpat.
Kita juga bisa menggunakan alat seperti hand grip beberapa kali dalam sehari
untuk menghabiskan tenaga. Percayalah bahwa kita dapat memupuk
kekuatan untuk mewujudkan tekad di diri saat kondisi buruk menghampiri
melalui latihan-latihan sederhana seperti itu.

Menurut Guy Winch, latihan terbaik untuk memperkuat tekad adalah dengan
membiasakan diri selama empat minggu lebih menggunakan tangan kiri bagi
orang yang terbiasa menggunakan tangan kanan dan begitu pula sebaliknya.
Contohnya adalah orang-orang dengan tangan kanan yang dominan. Dari
pukul delapan pagi sampai pukul enam sore, mereka harus mencoba
melakukan segalanya menggunakan tangan kiri, termasuk makan, membuka
pintu, menyisir rambut, memasak, memindai kartu transportasi, dan lainnya.

Dengan melatih diri menaklukkan kebiasaan atau dorongan familier


menggunakan 'tekad diri sendiri' selama empat minggu lebih, percayalah kita
pasti mampu mempersempit jarak antara tekad dengan tindakan ketika
dihadapkan dengan hal lain.

Cara terbaik untuk mengendalikan amarah adalah melalui renungan penuh


keberhati-hatian yang tapa mengandalkan obat-obatan atau meminta bantuan
orang lain. Prinsip dasar keberhati-hatian adalah tidak menilai atau menekan
hati sendiri, melainkan hanya mengamati ke mana dia mengalir. Kita harus
bisa bersikap seperti makhluk asing saat

{327}
mengamati manusia dalam kunjungan pertamanya ke bumi.
Singkatnya, kita harus bisa 'mengambil jarak' untuk menatap hati sendiri.

Dalam kasusku, selain melakukan renungan penuh keberhati-hatian


sebanyak satu sampai dua kali dalam sehari, biasanya aku juga memiliki
'komplemen himpunan kehidupan' yang sangat membantu usahaku untuk
mengendalikan amarah. Sesibuk apa pun, aku selalu menyisihkan beberapa
jam dalam seminggu untuk fokus melakukan 'hal lain yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan’.

Aku memilih belajar bermain musik sebagai komplemen himpunan hidupku.


Walau sudah mempelajari selo selama beberapa tahun, kemampuanku
tergolong biasa-biasa saja. Namun, proses mempelajarinya sangat
membantuku untuk memupuk keberhati-hatian di hati. Alunan selo yang
kumainkan terdengar bagai simfoni indah di dalam hati. Padahal, yang
terdengar di telinga dalam kenyataan hanya suara yang tidak mulus sama
sekali.

Namun, ketika aku menyentuh alat musik yang tidak mau mengikuti
kehendakku, ketika aku pergi ke toko alat musik untuk memperbaiki selo
seperti seorang ibu yang membawa anaknya ke rumah sakit, serta ketika aku
berbagi cerita tentang musik bersama instruktur selo sambil mendengarkan
suara yang mengalun dari alat musik itu, tapa disadari aku telah mempelajari
cara menemukan ketenangan hatiku melalui ‘kegiatan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan’. Hal terpenting adalah aku bisa mempelajari
'cara untuk mencintai walau banyak yang tidak berjalan sesuai kehendak’.

{328}
Sejak dilahirkan, baru kali ini aku dihadapkan dengan sesuatu 'yang tidak
tercapai walau telah berusaha keras’. Walau begitu, aku tetap menyukai selo.
Dibandingkan selo itu sendiri, kadang aku merasa lebih menyukai 'diriku yang
bisa benar-benar menyukai sesuatu walau sesuatu itu tidak selancar harapan
atau membuahkan hasil konkret apa pun’.

Dulu, aku memiliki kebiasaan menyalahkan diri sendiri ‘kenapa aku begini,
kenapa aku memulai sesuatu yang tidak bisa kuakhiri dengan sempurna’
Namun, kini aku sudah bisa melakukan sesuatu dengan gigih karena
menyukainya dan tidak hanya berpatokan kepada hasil.

Sesibuk apa pun, kita harus memiliki waktu untuk dijadikan 'bagian kosong di
hati' seperti ini. Aku mempelajari ini dari selo. Kita harus mengesampingkan
keangkuhan 'semua pasti berjalan lancar asal berusaha' agar bisa benar-
benar merasakan kekuatan musik yang dapat memulihkan. Percayalah kita
akan mendapat kesempatan untuk memulihkan diri melalui waktu senggang
seperti ini.

Jika bisa tidak terpengaruh penilaian orang lain, kita pasti tidak akan merasa
lelah saat harus menunggu hasil evaluasi yang adil. Selain itu, kita juga pasti
bisa mewujudkan energi kreatif untuk mengubah hidup dengan membawa
amarah yang timbul di diri ke arah yang lebih baik. Kita harus memiliki
kemampuan untuk menganalisis faktor-faktor pemicu amarah, serta berdialog
dengan orang-orang yang membangkitkan emosi agar amarah tidak
mengendalikan tali kekang hidup dan meniadi penunjuk arah kehidupan.

{329}
Mencoba untuk melakukan hal-hal berikut dapat membantu kita
meningkatkan kesempatan untuk mengendalikan amarah. Kita tidak pasrah
dan tunduk saat dibenci seseorang. Kita tidak ikut terbawa emosi ketika
melihat orang-orang yang meronta akibat amarah. Kita menemukan 'tindakan
atau bahasa lain sebagai alternatif’ keagresifan untuk mengekspresikan
amarah. Hal-hal seperti ini juga pasti bisa menjadi kekuatan untuk
memulihkan luka di diri.

Kemampuan memulihkan mengejutkan dari 'sarapan'-resep


memulihkan amarah dalam keseharian

Aku tidak bisa tidur sama sekali saat ingin mengakhiri tulisan ini. Padahal, aku
sangat ingin tidur karena tidak sempat beristirahat di hari libur dan hanya
memegangi naskah buku ini selama beberapa hari. Namun, aku mash belum
bisa tidur walau waktu sudah menunjukkan pukul 05.50 pagi.

Beberapa hari belakangan ini, aku hanya mencuri sedikit waktu untuk tidur
saat menyunting naskah di ruang kerja sehingga aku ingin sekali tidur dengan
tenang saat akhirnya bisa pulang ke rumah setelah sekian lama. Momen
seperti ini merupakan masa yang paling menyulitkan bagiku yang mengidap
insomnia. Padahal, aku sudah memitiki tiga unsur sempurna untuk tidur, yaitu
'tubuh yang kelelahan setengah

{330}
mati', 'tekad kuat untuk tidur', dan 'suasana yang mendukung untuk tidur'.
Namun, aku tidak bisa tidur satu menit pun.

Penyebab yang membuatku tidak bisa tidur adalah jeritan rasa nyeri di
sekujur tubuh yang selama ini tidak benar-benar dirawat. Nyeri pinggangku
selalu terasa 365 hari dalam setahun. Belakangan ini jalanku juga jadi
pincang akibat nyeri yang terasa di kelingking kaki kiri setiap melangkah.
Penyakit-penyakit ini membuatku tidak bisa tidur nyenyak di malam hari.
Walau tahu harus ke rumah sakit, aku menundanya selama beberapa minggu
karena berpikir 'perginya setelah naskah selesai saja, deh’.

Selain itu, kini entah kenapa lenganku juga mulai terasa sangat nyeri. Apa
gara-gara terlalu lama memegang laptop? Beberapa bulan ini aku memang
selalu duduk membungkuk di depan laptop yang kuperlakukan bagai kotak
penuh harta karun. Walau senang, di saat bersamaan aku juga telah
berusaha keras berpaling dari kenyataan bahwa tubuhku mulai rusak demi
menulis buku ini. Padahal, sudah lama aku menantikan momen untuk tidur
dengan penuh sukacita.
Namun, kenapa aku malah tidak bisa tidur sama sekali saat momen itu tiba?

Akhirnya, aku menyalakan aplikasi dan mulai melakukan meditasi pemulihan


diri agar bisa tidur. Biasanya, aku langsung tertidur dalam lima menit saat
bermeditasi dalam kondisi lelah. Namun, hari ini cara ini juga tidak mempan.

{331}
Setelah melewati semalam suntuk dengan mata terbuka lebar, aku akhirnya
menyerah untuk tidur saat waktu menunjukkan pukul enam pagi.
Penyebabnya bukan hanya beberapa bagian tubuhku yang terasa nyeri,
melainkan juga pesan 'tulis satu halaman lagi untuk merampungkan buku ini'
yang terus terdengar di hatiku yang dalam. Alam bawah sadarku menjerit
agar aku terus menuliskan kisah yang tidak ada di buku ilmu psikologi mana
pun, yakni kisah kehidupanku dengan jujur apa adanya.

Aku akhirnya menyerah untuk mencoba tidur dan berniat untuk menyalakan
laptop. Namun, mendadak sesuatu muncul di kepala. Aku mendengar jeritan
'sekarang aku tidak mau makan nasi instan lagi'. Entah sudah berapa tahun
aku tidak menggunakan penanak nasi elektrik dengan dalih terlalu sibuk. Ini
membuat hatiku yang dalam menjadi sangat marah padaku. Sebab, aku 'tidak
pernah memberikan nasi rumahan' padanya.

Aku tahu bahwa nyeri yang menggelayutiku sejak lama dan tubuh yang
semakin gontai seperti kapas yang dibasahi air disebabkan oleh keseharian
malasku yang hanya mengandalkan kepraktisan makanan pesan antar.
Selama ini, aku mengabaikan sinyal yang kuterima. Tidak apa walau hanya
ada kimchi dan telur goreng, yang penting makan nasi rumahan. Sosok lain di
dalam diriku terus berteriak seperti itu.

Aku bahkan berhenti berjalan kaki di sekitar lingkungan rumah dengan dalih
merebaknya pandemi Covid-19. Walau

{332}
tahu ini membuat tubuhku semakin lemah, aku berusaha sekuat tenaga untuk
memalingkan wajah dari kenyataan itu. Aku mengabaikan permintaan paling
dasar tubuhku dengan dalih sibuk atau harus menulis. Ternyata, ini telah
membuat diriku marah besar kepada kemalasanku yang seperti itu.
Padahal, aku sedang mengerahkan segenap tenaga sambil berdoa agar bisa
menulis buku yang mampu merawat tubuh dan hati para pembaca. Namun,
kenyataannya aku justru tidak bisa merawat tubuh dan diriku sendiri.

Walau tidak memasak, aku suka membeli peralatan dapur.


Kesukaan ini membuatku menetapkan hati untuk membeli sebuah panci besi
cor beberapa bulan lalu. Saking sukanya, aku berkali-kali mengusap tutup
dan badan panci tebal dan berat yang berbentuk agak melengkung itu. Aku
mengusapnya dengan penuh cinta layaknya sedang mengusap rambut anak
bayi.

Entah kenapa perasaanku jadi senang ketika melihat panci hitam pekat itu.
Mungkin penyebabnya adalah karena aku merasa menemukan kembali naluri
keibuanku, serta karena munculnya ilusi menyenangkan yang
menggambarkan aku bisa makan nasi buatan ibu sepuasnya.

Dulu, aku hanya menggunakan panci indah itu untuk merebus mi instan.
Namun, kini aku menantang diri untuk pertama kalinya 'menanak nasi' walau
tidak tahu apakah nasi akan matang dengan sempurna atau tidak. Selain itu,
ini juga pertama kalinya aku mencoba beras dari campuran dua belas biji-
bijian, termasuk kacang lentil. Aku sudah merasa sangat

{333}
senang ketika baru memulai proses sederhana mencuci dan merendam beras
menggunakan air. Rasa lelah seakan menghilang walau aku tidak tidur sama
sekali. Sebab, aku tahu bahwa akhirnya aku mulai merawat tubuhku lagi.

Saat nasi sudah matang, aku berjanji untuk 'sarapan masakan rumahan'
bersama keluarga dan berjalan kaki mengelilingi lingkungan rumah setelah
sekian lama. Ah, aku juga harus ke rumah sakit walau tidak yakin bisa
menerima dengan gagah tatapan dokter yang akan menegur, "Kenapa kamu
menunggu sampai tubuhmu sehancur ini?" Namun, jika ingin masuk ke dalam
hidup yang membara lagi, aku harus masak nasi, jalan kaki, mengunjungi
rumah sakit, dan merawat orang-orang berharga yang selama ini tidak
sempat kujaga akibat terlalu sibuk.

Aku tidak menyangka sudah bisa sebahagia ini hanya dengan kegiatan
sederhana seperti mencuci dan merendam beras. Aku tidak menyangka
rutinitas untuk merawat tubuh dan hati sekecil ini mampu menidurkan amarah
di dalam diriku.
Aku merasa seakan nyeri di sekujur tubuhku telah berangsur pulih.

Aku menemukan kembali indra untuk merasakan nikmatnya rutinitas


keseharian sederhanaku. Tekstur beras di sela-sela jariku, aroma gurih nasi
yang menguar ke sepenjuru dapur, cahaya fajar menyilaukan yang masuk
melalui jendela, suara bergemuruh mesin cuci yang berputar lagi dengan giat
setelah sekian lama tidak digunakan, serta sensasi yang akan

{334}
diterima ujung lidah dari seteguk kopi manis yang sebentar lagi siap.

Menemukan kembali kenikmatan rutinitas sederhana seperti ini merupakan


langkah pertama untuk memulihkan amarah dan stres di dalam diri. Aku ingin
menganjurkan misi kecil 'membuat sarapan di dapur' kepada kita semua yang
cenderung tidak merawat tubuh dan hati dengan dalih terlalu sibuk atau
depresi. Melalui misi ini, setiap sel di sekujur tubuhku dapat merasakan
kembali nikmatnya hidup sederhana yang dulu perlahan terus menjauh
dariku. Percayalah bahwa kemungkinan menyilaukan hidup yang telah hilang
dapat dimulai kembali melalui rutinitas penuh sensasi itu.

{335}

Anda mungkin juga menyukai