Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Industri laundry merupakan home industry yang sedang berkembang
di Indonesia. Air limbah yang berasal dari sisa proses kegiatan mencuci
pakaian tersebut mengandung phospat dan amonia yang tinggi. Limbah cair
dari industri laundry tersebut biasanya dibuang langsung ke selokan atau
badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan yaitu eutrofikasi.
Phospat ini berasal dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang
merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam deterjen (Hera,
2003). Dalam deterjen, STTP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan
unsur penting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya
menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga deterjen dapat bekerja
secara optimal. Limbah yang masuk mencemari badan air dapat
mengakibatkan kekeruhan dan menghalangi sinar matahari masuk ke dalam
air (Ananda, 2013). Hal ini dapat mempengaruhi keberlangsungan
kehidupan biota yang ada di badan air tersebut.
Kandungan amonia dalam air yang terdapat dalam limbah cair sangat
berbahaya bagi kehidupan terutama bila amonia berada dalam wujud amonia
bebas karena bersifat sebagai toksik (racun), sedangkan amonia dalam
bentuk senyawa maupun ion sudah sangat berkurang toksisitasnya. Limbah
cair yang mengandung amonia pada konsentrasi tinggi, sangat berbahaya
bagi biota air. Dampak amonia yang membahayakan terhadap biota air
adalah kerusakan insang pada ikan. Bila amonia berada di dalam air maka
akan terjadi kesetimbangan antara ion NH4 dengan amonia bebasnya (NH3).
Semakin tinggi ion NH4 (yaitu pada pH yang rendah) maka NH3 bebasnya
akan semakin sedikit.

1 1
Penanganan air limbah yang akan dibuang dalam suatu perairan
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fisik, kimia maupun
secara biologi. Banyak penelitian yang sangat intensif dilakukan untuk
meningkatkan proses – proses yang berlangsung dan penerapannya.
Penerapan penanganan limbah secara biologi dipilih sebagai obyek
pengamatan karena merupakan cara yang efektif dan murah dengan
memanfaatkan kemampuan mikrobia yang banyak terdapat di alam (Insan,
et al.,2010).
Constructed wetland adalah sistem pengolahan terencana atau
terkontrol yang telah didesain dan dibangun dengan menggunakan proses
alami yang melibatkan vegetasi wetland, tanah berpasir dan mikroorganisme
untuk mengolah air limbah. Pengolahan secara biologi dapat dilakukan pada
semua air buangan yang biodegradable.
Constructed wetland merupakan salah satu aplikasi teknologi rawa
buatan yang menggunakan tanaman akuatik atau semi akuatik salah satunya
tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) yang dalam bahasa Inggris
sering disebut dengan Mexican-Sword Plant dan tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes L.), limbah cair dilewatkan ke dalam reaktor selama beberapa
waktu untuk dibersihkan sebelum dilepas keperairan umum. Tumbuhan
yang hidup dalam sistem constructed wetland sebagai aplikasi rawa buatan,
membutuhkan unsur hara yang terkandung dalam air.
Limbah yang tertahan di dalam unit pengolahan adalah air yang
mengandung bahan pencemar berbahaya bagi lingkungan tapi bermanfaat
bagi tumbuhan, bahan tersebut akan diserapnya. Kerapatan tumbuhan
akuatik memperlambat aliran air yang masuk ke perairan sehingga akan
memacu proses pengendapan partikel bahan pencemar yang terkandung
dalam air. Metode ini dianggap sangat efektif dan murah karena metode ini
hanya menggunakan tanaman sebagai penyerap polutan dalam limbah cair,
seperti : kebutuhan oksigen biologis (BOD), zat padat tersuspensi (SS),
kebutuhan oksigen kimia (COD), amonia (NH3) dan phospat (PO4). Selain
itu, melalui sistem constructed wetland sebagai aplikasi teknologi rawa
buatan bukan saja dapat membersihkan limbah cair tetapi juga dapat

1 2
mendaur ulang bahan pencemar di dalam air untuk menjadi biomassa yang
bermanfaat bagi manusia (Romadhony, 2012).
Selain biaya perawatan dan pengolahannya murah, tidak
memerlukan perawatan khusus dalam prosesnya, biaya yang dikeluarkan
untuk pembuatan alat pengolahannya tidak terlalu besar, sistem constructed
wetland ini dapat dibangun dimana saja, baik dalam skala kecil, menengah
dan besar sehingga proses pembersihan limbah cair dapat dilakukan
langsung di tempat sumber pembuangan limbah. Dengan demikian dampak
negatif dari pencemaran dapat dicegah atau dihilangkan sedini mungkin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, et al. (2015),
karakteristik awal kandungan limbah laundry pada kadar amonia bebas dan
phopat melebihi baku mutu yang ditentukan yaitu untuk amonia bebas
sebesar 5 mg/L dengan baku mutu sebesar 1 mg/L, sedangkan phospat
sebesar 29,625 mg/L dengan baku mutu sebesar 0,2 mg/L. Sehingga peneliti
melakukan penelitian dengan menggunakan parameter amonia dan phospat
pada limbah laundry.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermawati, et al.
(2005), fitoremediasi limbah detergen menggunakan kayu apu (Pistia
stratiotes L.) dan genjer (Limnocharis flava L.). pengukuran parameter
phospat pada tanaman kayu apu mengalami penurunan sebanyak 39,5% dari
hasil pemeriksaan awal 2,900 mg/L menjadi 2,121 mg/L.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2009),
pemanfaatan rumput payung (Cyperus alternifolius) dan melati air
(Echinodorus palaefolius) dalam sistem subsurface wetland pada media
pasir untuk penurunan BOD5 air limbah domestik. Penurunan kandungan
BOD5 air limbah domestik pada tanaman rumput payung rata – rata 74,68%,
sedangkan tanaman melati air mampu menurunkan kandungan BOD5 air
limbah domestik rata – rata 83,81%.

1 3
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.2.1. Bagaimanakah hasil penurunan konsentrasi phospat (PO4) dan
amonia (NH3) pada limbah laundry dengan menggunakan
constructed wetland pada tanaman melati air (Echinodorus
palaefolius) dan kayu apu (Pistia stratiotes L.).
1.2.2. Diantara tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) dan kayu apu
(Pistia stratiotes L.) jenis tanaman manakah yang paling efektif
dalam menurunkan konsentrasi phospat (PO4) dan amonia (NH3)
dengan menggunakan constructed wetland.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.3.1. Mengukur konsentrasi phospat (PO4) dan amonia (NH3) pada limbah
laundry dengan constructed wetland menggunakan tanaman melati
air (Echinodorus palaefolius) dan kayu apu (Pistia stratiotes L.).
1.3.2. Membandingkan antara tanaman melati air (Echinodorus
palaefolius) dan kayu apu (Pistia stratiotes L.) yang paling efektif
dalam penurunan konsentrasi phospat (PO4) dan amonia (NH3)
dengan menggunakan constructed wetland.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1. Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan limbah cair
laundry dan sebagai pembanding guna untuk memperkecil biaya
pengolahan limbah domestik laundry, serta mudah dalam
pengoperasiannya tetapi tetap diharapkan mempunyai efektifitas
perbaikan air limbah yang tinggi.
1.4.2. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan pengetahuan dan
menambah wawasan tentang pengolahan limbah cair laundry.

1 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1.5.1. Limbah yang digunakan adalah limbah cair dari usaha laundry yang
berasal dari Bee Clean Laundry.
1.5.2. Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman
melati air (Echinodorus palaefolius) dan kayu apu (Pistia stratiotes
L.) yang digunakan pada awal penanaman dipengaruhi oleh tinggi
tanaman, lebar daun, jumlah daun, dan akar tanaman.
1.5.3. Parameter yang diukur untuk menentukan besaran tingkat
pencemaran adalah kadar phospat (PO4) dan kadar amonia (NH3).
1.5.4. Variasi tanaman yang digunakan sebesar 60% dari luas permukaan
reaktor dengan aliran kontinyu.

1 5

Anda mungkin juga menyukai