Anda di halaman 1dari 9

ANGKASA PURA II LOLOS DARI DENDA Rp 6,5 MILIAR DARI

DUGAAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)


TERKAIT MASALAH PENYEDIAAN FASILITAS TERMINAL UNTUK
PELAYANAN KARGO

A. Latar belakang :
PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan Badan Usaha Bandar Udara yang memperoleh izin dari
Menteri dan PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara
yang ditetapkan sebagai Badan Usaha Bandar Udara yang bergerak dalam bidang usaha
pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia
Barat. Sebagai Badan Usaha Bandar Udara, PT Angkasa Pura II (Persero) diberi kewenangan
untuk melaksanakan penyelenggaraan, pengelolaan, pengusahaan, dan pengembangan 13 (tiga
belas) Bandar Udara di Indonesia dimana salah satunya adalah Bandar Udara Kualanamu
(Medan).
Pasal 233 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 telah memberikan hak
eksklusif kepada Badan Usaha Bandar Udara setelah memperoleh izin dari Menteri Perhubungan
untuk memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan kepada pesawat udara, penumpang, barang,
dan pos di setiap bandar udara di Indonesia. Pasal 1 ayat (43) Undang-Undang Nomor 1Tahun
2009 menyebutkan bahwa Badan Usaha Bandar Udara adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, atau Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas atau koperasi
yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum.
Pada beberapa waktu yang lalu, Angkasa Pura II, badan usaha milik negara yang bergerak dalam
sektor penerbangan di Indonesia, menghadapi tuduhan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) terkait masalah penyediaan fasilitas terminal untuk layanan kargo. Dalam tuduhannya,
KPPU menyatakan bahwa Angkasa Pura II melakukan pelanggaran dalam hal persaingan usaha
yang adil dan sehat.
KPPU menemukan bukti yang mendukung dugaan bahwa Angkasa Pura II telah melakukan
tindakan yang merugikan persaingan usaha di sektor penerbangan kargo. Salah satu tuduhan
utama yang diajukan oleh KPPU adalah bahwa Angkasa Pura II telah menyalahgunakan
posisinya sebagai badan usaha yang mengelola fasilitas terminal, dengan memberikan perlakuan
yang tidak adil kepada penyedia jasa kargo pesaing.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh KPPU, ditemukan bahwa Angkasa Pura II
memberlakukan kebijakan yang menguntungkan penyedia jasa kargo tertentu, sementara
melanggar hak-hak penyedia jasa kargo lainnya. Kebijakan tersebut mencakup pemberian akses
terbatas ke fasilitas terminal, biaya yang tidak proporsional, serta persyaratan administratif yang
berlebihan.
Akibat dari tindakan tersebut, beberapa penyedia jasa kargo yang tidak mendapatkan perlakuan
yang adil dari Angkasa Pura II mengajukan pengaduan ke KPPU. Setelah melakukan analisis
yang mendalam dan mempertimbangkan semua bukti yang ada, KPPU menyimpulkan bahwa
Angkasa Pura II bersalah dalam melakukan praktik anti-persaingan.
Untuk melindungi kepentingan persaingan usaha yang sehat dan melindungi hak-hak para
pesaing, KPPU memberlakukan sanksi terhadap Angkasa Pura II. Sanksi ini termasuk denda
sebesar Rp 6,5 miliar, sebagai bentuk hukuman dan untuk mencegah terulangnya praktik yang
sama di masa depan.
Namun, setelah melalui proses banding yang dijalankan oleh Angkasa Pura II, perusahaan ini
akhirnya berhasil lolos dari denda tersebut. Melalui bukti dan argumen yang kuat, Angkasa Pura
II berhasil membuktikan bahwa tindakan mereka dalam penyediaan fasilitas terminal untuk
layanan kargo tidak melanggar ketentuan persaingan usaha yang berlaku. Hasil ini menunjukkan
bahwa Angkasa Pura II telah melakukan praktik yang adil dan sesuai dengan peraturan yang ada,
dan mereka dibebaskan dari denda yang dijatuhkan oleh KPPU.
Keputusan ini memberikan Angkasa Pura II kelegaan dan memungkinkan mereka untuk
melanjutkan kegiatan operasionalnya tanpa beban hukum. Namun, kasus ini juga menjadi
peringatan bagi Angkasa Pura II dan badan usaha lainnya dalam sektor penerbangan untuk
memastikan bahwa kebijakan dan praktik mereka tetap berada dalam koridor hukum dan
menjunjung tinggi prinsip persaingan usaha yang sehat.

B. Kasus Posisi :
Kasus di atas melibatkan Angkasa Pura II, sebuah badan usaha milik negara yang beroperasi di
sektor penerbangan di Indonesia. Mereka dihadapkan pada tuduhan dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) terkait masalah penyediaan fasilitas terminal untuk layanan kargo.
Kasus ini juga bermula pada saat KPPU melakukan penelitian dugaan pelanggaran Pasal 17 ayat
1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli oleh Angkasa Pura II, yaitu dalam
penyediaan fasilitas terminal untuk pelayanan kargo dan pos yang dikirim (outgoing) dan
diterima (incoming) melalui Bandara Kualanamu.
Tuduhan yang diajukan oleh KPPU adalah bahwa Angkasa Pura II melanggar prinsip persaingan
usaha yang adil dan sehat. KPPU menemukan bukti bahwa Angkasa Pura II melakukan tindakan
yang merugikan persaingan usaha di sektor penerbangan kargo yaitu Angkasa Pura II
memberlakukan Daerah Keamanan Terbatas (DKT) sejak 1 Mei 2014. Untuk bisa memasuki
DKT, harus punya kartu khusus atau menggunakan jasa mitra Angkasa Pura II. Untuk biaya jasa
dikenakan Rp 350 per kg dan administrasi Rp 500. KPPU menilai penunjukan mitra di atas
melanggar UU 5/1999.
Pada 24 April 2018, KPPU menyatakan PT Angkasa Pura II (Persero) terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. KPPU
menghukum PT Angkasa Pura II (Persero) membayar denda sebesar Rp 6.538.612.000. Salah
satu tuduhan utama yang diajukan oleh KPPU adalah bahwa Angkasa Pura II menyalahgunakan
posisinya sebagai badan usaha yang mengelola fasilitas terminal. Mereka diduga memberlakukan
kebijakan yang tidak adil terhadap penyedia jasa kargo pesaing. KPPU menemukan bahwa
Angkasa Pura II memberikan perlakuan khusus yang menguntungkan kepada beberapa penyedia
jasa kargo tertentu, sehingga melanggar hak-hak penyedia jasa kargo lainnya
Kebijakan yang diterapkan oleh Angkasa Pura II mencakup pemberian akses terbatas ke fasilitas
terminal, biaya yang tidak proporsional, dan persyaratan administratif yang berlebihan. Dampak
dari kebijakan tersebut adalah ketidakadilan dalam persaingan usaha di sektor penerbangan
kargo, dengan beberapa penyedia jasa kargo mengalami kerugian akibat perlakuan yang tidak
adil.
Sebagai tanggapan atas tuduhan yang diajukan oleh KPPU, Angkasa Pura II menjalani proses
banding. Mereka menyajikan bukti dan argumen yang kuat untuk membela diri dan
membuktikan bahwa tindakan mereka dalam penyediaan fasilitas terminal untuk layanan kargo
tidak melanggar ketentuan persaingan usaha yang berlaku.
Setelah melalui proses banding yang berkepanjangan, Angkasa Pura II berhasil membuktikan
bahwa mereka tidak bersalah dan kebijakan yang mereka terapkan sesuai dengan peraturan yang
ada. Akibatnya, mereka dibebaskan dari denda sebesar Rp 6,5 miliar yang dijatuhkan oleh
KPPU.
Keputusan ini memberikan Angkasa Pura II kelegaan dan memungkinkan mereka untuk
melanjutkan kegiatan operasional tanpa beban hukum. Namun, kasus ini juga menjadi peringatan
bagi Angkasa Pura II dan badan usaha lainnya dalam sektor penerbangan untuk memastikan
bahwa kebijakan dan praktik mereka tetap sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang adil dan
sehat serta tidak melanggar peraturan yang berlaku.

C. Permasalahan
1. Bagaimana Angkasa Pura II dapat terlibat dalam tuduhan pelanggaran persaingan
usaha terkait penyediaan fasilitas terminal untuk layanan kargo?
2. Bagaimana proses banding dilakukan dan apa saja argumen yang digunakan oleh
Angkasa Pura II untuk membuktikan ketidakterlibatan mereka dalam pelanggaran
persaingan usaha?

D. Sistematika Pembahasan
1. Bagaimana Angkasa Pura II dapat terlibat dalam tuduhan pelanggaran persaingan
usaha terkait penyediaan fasilitas terminal untuk layanan kargo?
: PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan Badan Usaha Bandar Udara yang memperoleh
izin dari Menteri dan PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara yang ditetapkan sebagai Badan Usaha Bandar Udara yang bergerak dalam bidang usaha
pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia
Barat. Sebagai Badan Usaha Bandar Udara, PT Angkasa Pura II (Persero) diberi kewenangan
untuk melaksanakan penyelenggaraan, pengelolaan, pengusahaan, dan pengembangan 13 (tiga
belas) Bandar Udara di Indonesia dimana salah satunya adalah Bandar Udara Kualanamu
(Medan). PT. Angkasa Pura II (Persero) memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan di Bandar
Udara Kualanamo berupa pelayanan jasa barang dan pos yang salah satunya adalah penyediaan
dan/atau pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan kargo dan pos. PT Angkasa
Pura II (Persero) juga memberikan pelayanan jasa terkait bandar udara meliputi kegiatan jasa
terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di bandar udara yang terdiri
atas pergudangan dan penanganan kargo dan pos. Untuk saat ini, pengiriman (outgoing) kargo
dan pos melalui Bandar Udara Kualanamu harus menggunakan fasilitas terminal kargo yang
dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II (Persero), sedangkan untuk penerimaan (incoming) kargo
dan pos melalui Bandar Udara Kualanamu harus menggunakan fasilitas terminal kargo yang
dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II (Persero) dan fasilitas pergudangan yang dibangun PT
Angkasa Pura II (Persero). Setiap pengiriman dan penerimaan kargo melalui pesawat di Bandar
Udara Kualanamu, pengguna jasa terminal kargo pasti akan menggunakan jasa penyediaan
fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan kargo danpos, dan akan menggunakan jasa
penanganan kargo dan pos di pergudangan Lini II. Dan di Bandar Udara Kualanamu, tidak
terdapat Badan Usaha Bandar Udara lain selain PT Angkasa Pura II (Persero) yang memberikan
pelayanan jasa kebandarudaraan berupa fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan kargo dan
pos serta pelayanan jasa terkait bandar udara berupa pergudangan dan penanganan kargo dan
pos.

Maka Terdapat dugaan pelanggaran dalam perkara a quo berkaitan dengan ketentuan Pasal 17
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan.
Pasal 17 Ayat (1) :
“Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.”
Pasal 17 Ayat (2) :
“Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a) Barang dan
atau jasa bersangkutan belum ada substitusinya; atau b) Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak
dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c) Satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
Adapun gambaran umum terkait permasalahan kasus ini sebagai berikut :
Bahwa PT Angkasa Pura II (Persero) memberlakukan Daerah Keamanan Terbatas (DKT) mulai
tanggal 01 Mei 2014. Dengan pemberlakuan DKT, maka diatur ketentuan sebagai berikut:
- Untuk memasuki DKT disyaratkan harus memiliki izin masuk/pas bandara;
- Bagi yang tidak memiliki pas bandara, dapat memanfaatkan jasa pelayanan yang diberikan
kepada Mitra Usaha Lini 2 (kawasan pergudangan);
- Segala jenis jasa pelayanan terkait dengan penanganan kargo di lini 2 menjadi kewenangan dan
kesepakatan antara Mitra Usaha Lini 2 dengan Pengguna Jasa Kargo.
Mitra Usaha Lini 2 adalah perusahaan yang menyewa ruangan di kawasan pergudangan (area
publik) Bandar Udara Kualanamu. PT Angkasa Pura II (Persero) juga mempersyaratkan
perusahaan yang diperkenankan untuk melakukan pengambilan kargo incoming dari terminal
kargo (lini-1) adalah Mitra Usaha Lini 2 yang mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
perusahaan penerbangan/pengangkut barang. Dengan berlakunya DKT, penerima kargo harus
mengambil kargonya melalui Mitra Usaha Lini 2 dan dikenakan biaya sebesar Rp350,00/kg
ditambah biaya administrasi Rp5.000,00/SMU. Persyaratan tersebut menambah rantai
pengambilan barang sehingga mengakibatkan penambahan biaya dan waktu pengambilan barang
yang merugikan konsumen.
Patut diduga persyaratan yang dibuat PT Angkasa Pura II (Persero) hanya sebagai alasan untuk
mempertahankan keberadaan penyewa gudang di lini-2 karena jika Mitra Usaha Lini 2 tidak
memiliki pekerjaan penarikan kargo, mereka tidak akan menyewa gudang di lini-2. PT Angkasa
Pura II (Persero) juga masih menetapkan tarif incoming sebesar Rp800,00/kg meskipun barang
yang dikirim sudah clear dari tempat asal.
Regulated Agent (RA) PT Apollo Kualanamoo mulai beroperasi pada tanggal 01 September
2015, terhitung sejak tanggal tersebut, PT Angkasa Pura II (Persero) menghentikan pemeriksaan
kargo dengan x-ray di terminal kargo (Lini 1) dan hanya menerima kargo berangkat (outbound)
yang telah diperiksa di Regulated Agent (RA).
Sejak diberlakukannya Regulated Agent (RA), terdapat perubahan sebagai berikut:
Sebelum RA Sesudah RA Operator di Lini 1 PT AP II PT AP II Operator di Lini 2 Mitra
Usaha Lini-2 PT Apollo Kualanamoo Biaya Lini 1 Rp.800/kg + PPN 10% Rp.800/kg +
PPN 10% Biaya Lini 2/RA Rp.350/kg + PPN 10% Rp.1.000/kg + PPN 10% Waktu
pemeriksaan 2 jam 5 jam
Maka, Dengan adanya pengalihan pekerjaan untuk outgoing kargo dari Mitra Usaha Lini 2 ke
Regulated Agent (RA), mengakibatkan menurunnya volume pekerjaan dari Mitra Usaha Lini 2,
namun PT Angkasa Pura II (Persero) tidak mau menanggapi permintaan penurunan tarif sewa
ruangan dan pergudangan di Bandar Udara Kualanamu.
Mitra Usaha Lini 2 merasa tarif sewa ruangan dan pergudangan di Bandar Udara Kualanamu
tidak sesuai dengan fasilitas yang diterima antara lain bocornya atap perkantoran, tidak
berfungsinya lift dan kebersihan kurang terjaga, namun mereka tidak memiliki pilihan karena
persyaratan untuk bisa menjadi mitra dari PT Angkasa Pura II (Persero) wajib untuk
menyewa gudang di public area (lini 2). Maka, berdasarkan Fakta yang terjadi menurut KPPU
TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN MELANGGAR PASAL 17 AYAT (1)
DAN (2) UU NO. 5 TAHUN 1999. Adapun beberpa point penting yang termaktud dalam pasal
tersebut sehingga menyanyikan bahwa Angkasa Pura ll terbukti bersalah melakukan suatu
tindakan monopoli :
1. Posisi monopoli yang dimaksudkan dalam Pasal 17 terdapat dalam ayat (2) yang
mendefinisikan 3 (tiga) bentuk dari posisi monopoli, yaitu :
a. Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya. Pendefinisian posisi
monopoli demikian sesuai dengan definisi teoretis sebelumnya bahwa monopoli adalah suatu
kondisi dimana perusahaan memproduksi/menjual produk yang tidak memiliki barang pengganti
terdekat. Tidak adanya barang pengganti terdekat menunjukkan bahwa produk tersebut belum
memiliki barang substitusi;
b. Mengakibat pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau
jasa yang sama. Seperti telah disebutkan sebelum nya, perusahaan yang memiliki posisi
monopoli akan memiliki kekuatan monopoli. Kekuatan monopoli ini tidak hanya terbatas pada
kemampuannya menentukan harga, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengurangi/
meniadakan tekanan persaingan. Kemampuan ini diperoleh karena perusahaan monopoli
dilindungi oleh sebuah hambatan yang dapat mencegah masuknya (entry barriers) perusahaan
baru ke dalam pasar. Dengan adanya hambatan masuk ini, perusahaan monopoli tidak memiliki
pesaing nyata dan pesaing potensial.
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%(lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pendefinisian cara ketiga ini sering
disebut dengan istilah pendekatan struktur, dimana posisi monopoli didefinisikan berdasarkan
pangsa pasar yang dimiliki sebuah perusahaan. Kekuatan monopoli yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan tidak harus muncul karena perusahaan merupakan satu- satunya penjual di pasar,
melainkan dapat muncul apabila perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang dominan di
pasar. Dengan demikian berdasarkan cara ketiga ini. Posisi Monopoli dapat diterjemahkan
sebagai posisi dominan.
2. Unsur-unsur yang mengakibatkan praktik monopoli
a. bahwa terdapat perilaku praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura II(Persero)
dalam bentuk penetapan tarif yang eksesif dengan cara antara lain Penetapan Harga Pokok
Produksi dari Tarif Jasa Kargo dan Pos Pesawat Udara (JKP2U) dan tarif pelayanan gudang di
Terminal Kargo yang tinggi dan/atau tidak adanya penyesuaian tarif penanganan kargo untuk
kargo outgoing setelah penerapan Regulated Agent (RA) sementara ada sejumlah kegiatan yang
tidak dilaksanakan, dan penambahan kegiatan dan biaya di kawasan pergudangan (public area)
yang tidak memberikan nilai tambah dan merugikan konsumen.
b. Bahwa dengan demikian, perilaku yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura II (Persero) terdapat
unsur penyalahgunaan posisi monopoli sehingga dapat disimpulkan PT Angkasa Pura II
(Persero) telah melakukan praktik monopoli di Terminal Kargo Bandar Udara Kualanamu.
c. Bahwa perilaku praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura II (Persero)
sebagaimana telah diuraikan di atas, juga telah mengakibatkan dampak kepada kepentingan
umum berupa biaya logistik yang tinggi yang akan mempengaruhi perekonomian nasional. Hal
tersebut disebabkan karena pengguna jasa yang menggunakan jasa dari PT Angkasa Pura II
(Persero) akan dibebankan kembali tambahan biaya. Di satu sisi, kargo yang dikirimkan dapat
berupa barang konsumsi maupun barang modal/bahan baku produksi. Jika kargo yang dikirim
barang modal/bahan baku produksi maka akan berdampak terhadap kenaikan secara tidak
langsung barang lain yang diproduksi, sedangkan terhadap barang konsumsi yang dikirimkan
akan berdampak secara langsung. Maka, penjabaran sebagaimana dijabarkan di atas, maka unsur
“praktik monopoli” telah terpenuhi.
3. Unsur-unsur yang mengakibatkan persaiangan usaha tidak sehat
a. Terdapat fakta penetapan Harga Pokok Produksi (HPP) Tarif JKP2U yang tinggi karena
menggunakan metode full costing dan mengabaikan aktivitas yang hilang yang seharusnya
mengurangi Harga Pokok Produksi (HPP) dan adanya fakta terdapat Harga Pokok Produksi
(HPP) biaya pelayanan gudang yang tidak mencerminkan biaya sebenarnya yang dikeluarkan
oleh operator gudang, serta adanya fakta margin keuntungan ganda yang diperoleh, maka hal
tersebut membuktikan adanya perbuatan tidak jujur dari PT Angkasa Pura II (Persero) dalam
menetapkan tarif JKP2U dan tarif pelayanan gudang sehingga berdampak memberatkan
konsumen yang harus membayar lebih terhadap jasa yang diterimanya.

2. Bagaimana proses banding dilakukan dan apa saja argumen yang digunakan oleh
Angkasa Pura II untuk membuktikan ketidakterlibatan mereka dalam pelanggaran
persaingan usaha?
: Adapun Langkah yang dilakukan oleh Angkasa Pura II yaitu melakukan banding pada
tingkat Kasasi Kepada Pengadilan Negeri Tanggerang terhadap suatu putusan yang diajukan oleh
Komisi Pengawas Persaiangan Usaha yaitu sebagai berikut :
a. menyatakan cacat putusan yaitu putusan Nomor 03/KPPU-I/2017 yang diputus dan dibacakan
tanggal 24 April 2018;
b. membatalkan putusan yaitu Nomor 03/KPPU-I/2017 yang diputus dan dibacakan tanggal 24
April 2018;
c. menyatakan bahwa Pemohon Keberatan tidak terbukti dan meyakinkan melakukan
Pelanggaran Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999; dan
Membebankan biaya perkara sesuai ketentuan.
Maka, berdasarkan keberatan tersebut Pengadilan Negeri Tangerang telah memberikan putusan
Nomor 426/Pdt.Sus.KPPU/2018/PN Tng, tanggal 13 Agustus 2018 yang amarnya sebagai
berikut :
1. Menerima permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan PT Angkasa Pura II Persero;
2. Mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan PT Angkasa Pura II Persero;
3. Membatalkan Putusan Termohon Keberatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU
Nomor 03/KPPU-I/2017 tanggal 24 April 2018;
4. Menghukum Termohon Keberatan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU membayar
biaya perkara sejumlah Rp365.000,00 (tiga ratus enam puluh lima ribu rupiah);
Selanjutnya sesudah putusan Pengadilan Negeri Tangerang tersebut telah diucapkan dengan
hadirnya Termohon Keberatan pada tanggal 13 Agustus 2018, terhadap putusan tersebut
Termohon Keberatan melalui kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 15 Agustus
2018 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 27 Agustus 2018 sebagaimana ternyata dari
Akta Permohonan Kasasi Nomor 426/Pdt.SusKPPU/2018/PN.Tng yang dibuat oleh Plt Panitera
Pengadilan Negeri Tangerang, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang diterima
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 10 September 2018.
Maka, setelah memori kasasi telah disampaikan kepada Pemohon Keberatan pada tanggal 14
September 2018 kemudian Termohon Kasasi/Pemohon Keberatan mengajukan jawaban alasan-
alasan peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang pada
tanggal 27 September 2018;
berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal 10 September 2018 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Putusan ini, Pemohon Kasasi memohon Putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Termohon Kasasi terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17
ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999;
3. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 426/Pdt.SusKPPU/2018/PN.Tng
tanggal 13 Agustus 2018;
4. Menyatakan menguatkan Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-I/2017 tanggal 24 April 2018;
5. Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar seluruh biaya perlara.
Maka,Majelis hakim menimbang terhadap memori kasasi tanggal 10 September 2018 dan kontra
memori kasasi tanggal 27 September 2018 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti,
dalam hal ini Pengadilan Negeri Tangerang tidak salah menerapkan hukum dengan
pertimbangan sebagai berikut :
- Bahwa ternyata tidak dapat dibuktikan bahwa telah terjadi praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan Bandar Udara Kualanamu
yang mengoperasikan Regulated Agent dan pemberlakuan daerah keamanan terbatas pada jasa
pengiriman Kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata putusan Pengadilan Negeri
Tangerang Nomor 426/Pdt.SusKPPU/2018/PN.Tng tanggal 13 Agustus 2018 dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
tersebut harus ditolak; dan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon
Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara;

Anda mungkin juga menyukai