56 100 1 SM
56 100 1 SM
Zaimul Am
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Tangerang)
Abstrak:
Ada keberkaitan erat antara kajian mengenai pengetahuan dan kajian mengenai bahasa
sebagai media untuk mengungkapkan apa yang diketahui. Para filsuf umumnya tertarik untuk
membahas hubungan antara pikiran, kata dan realitas. Sebagian dari mereka telah tiba pada
sebuah kesimpulan bahwa ternyata kata-kata berada di persimpangan jalan: apakah ia ingin
mencerminkan apa yang ada di dalam pikiran ataukah ia ingin mencerminkan apa yang ada di
dalam realitas. Kemudian bagaimana cara membedakan antara kalimat (proposisi) yang benar
dari kalimat yang keliru. Analisis gramatikal berhenti hanya sebatas hubungan antara kalimat
dengan kaidah-kaidah gramatikal sebagai uji kebenaran suatu proposisi. Tetapi bagaimana
menguji kebenaran isi (properti, esensi, substansi) suatu proposisi? Banyak teori filosofis yang
dikemukakan namun tetap saja bahwa seperti hal pikiran merupakan suatu misteri, kata-kata
dan kalimat juga membentuk misterinya sendiri.
2 4
Bertrand Russel, “Introduction” in Ludwig Nicholas Rescher, Epistemology, An
Wittgenstein, Tractatus Logico-Philosophicus, (New Introduction to the Philosophy of Knowledge, (New
York: Routledge, 1974), x York: State University of New York Press, 2003),
3
Michael N. Forster, Kant’s Philosophy of xiii-xiv
5
Language, (Jerman: tijdschrift voor filosofie, 2009), Scott Soams, Philosophy of Language,
488 (Princeton: Princeton University Press, 2010), 1
bahasa: pikiran atau dunia di luar diri metode yang memberikan kebebasan luas
seseorang (fakta-fakta)? Kedua, pikiran bagi peneliti dalam menafsirkan teks selain
berisi hal-hal yang abstrak dan bersifat karena metode ini cocok dengan
universal sedangkan realitas bersifat keseluruhan pendekatan kajian yang
kongkret dan partikular. Dalam konteks ini, memang bersifat analitik.
apakah bahasa dapat menjadi titik temu bagi Adapun pendekatan yang digunakan
kedua ranah yang sangat berbeda itu? dalam penelitian ini adalah pendekatan
Ketiga, adalah sebuah pertanyaan yang filosofis. Hal ini karena pembahasan
sangat serius: bagaimana kita menguji mengenai epistemologi, bahasa dan logika
kebenaran pengetahuan? Jika pikiran kita bahasa membutuhkan pendekatan radikal
tak dapat menangkap realitas dengan utuh untuk memahami hakikat konseptual
dan demikian pula pancaindera, makna masing-masingnya dan cara ketiga aspek
kebenaran sebagai apa yang sesuai dengan dalam kehidupan manusia itu saling
realitas menjadi tak berfaedah. berhubungan satu sama lain.
Penelitian ini berupaya mengurai
seluk beluk hubungan tripartit antara C. Pikiran dan Karakteristika Objek
pikiran, bahasa dan realitas. Pengetahuan Pikiran
mengenai karakteristika pikiran diharapkan Pertanyaan mendasar yang berkaitan
dapat membantu mengungkap duduk dengan pikiran dan karakteristika objek
persoalan yang jelas mengenai misteri pikiran dapat berupa “Apa sebenarnya objek
penggunaan kata ketika ia diletakkan baik pikiran itu?” Proposisi “Aku sedang berpikir
sebagai cermin pikiran maupun sebagai tentang unicorn”6 jelas menunjukkan adanya
sebuah gambar realitas (as a picture of objek tertentu yang sedang dipikirkan. Teori
reality) sebagaimana digagas oleh tentang objek-objek yang ada (subsistent
Wittgenstein. objects) memberikan sebuah jawaban
alternatif dan tampaknya didasarkan atas
B. Metodologi Penelitian pertimbangan bahwa kita tengah berpikir
Penelitian ini merupakan studi naskah mengenai sesuatu saat kita berpikir
(content analysis) sepanjang menyangkut mengenai unicorn. Tetapi G.E. Moore
kajian atas pemikiran para filsuf yang menolak gagasan ini. Menurutnya, teori
mengkaji epistemologi, bahasa dan logika subsistent objects telah gagal dalam
bahasa baik yang berasal dari sumber primer membedakan antara bentuk logika dan
maupun sumber sekunder. Peneliti juga gramatika dari pernyataan semacam “Aku
menggunakan metode deskriptif-analitik tengah berpikir tentang unicorn” dan “Aku
karena penelitian ini merupakan paparan tengah berburu singa.” Propisisi yang
analitik dan kritis atas berbagai pemikiran pertama berisi objek pemikiran yang tidak
para filsuf mengenai epistemologi, bahasa ada di dalam realitas (unicorn) sedangkan
dan logika bahasa. prosisi yang kedua berisi “sesuatu” (singa)
Dalam penelitian ini juga digunakan yang ada di dalam realitas.7
metode komparatif terutama dengan tujuan
untuk menarik persamaan maupun 6
Unicorn adalah wujud rekaan imajinasi atau
perbedaan antara pemikiran para filsuf itu. dapat pula dianggap sebagai sebuah fiksi. Ia lazim
Sedangkan metode penelitian teks yang diilustrasikan dengan gambar rusa bertanduk satu.
7
A.I. Melden, “Thought and It‟s Objects” in
digunakan adalah metode interpretatif yakni Roland Houde and Joseph P. Mullally, Philosophy of
Dalam konteks epistemologis, akal karena itu, pembenaran terhadap sebuah
dipandang sebagai daya pikiran yang proposisi kongkret harus bersifat
dengannya kelemahan pancaindera teratasi. kondisional dan jauh dari kepastian.
Dengan pikiran, pengetahuan mengenai Pembenaran mutlak tak memiliki fungsi
segala sesuatu yang ada di luar diri kita, yang sah kecuali sebatas tindakan
misalnya pengetahuan tentang wujud, fakta- “meratifikasi” intuisi atau demonstrasi. 9
fakta dan berbagai kejadian, diperoleh Para filsuf Muslim juga banyak
dengan cara “melampaui” rentang membahas tentang fungsi akal (pikiran) dan
pancaindera. Pikiran memastikan bagi kita berbagai bentuk pengetahuan yang
bukan hanya hal-hal yang bersifat alamiah, bersumber darinya. Al-Kindi menyebutkan
bersifat imaterial, saat ini, kemarin atau bahwa akal (pikiran) berkinerja ketika
nanti; tetapi meski pikiran berdaya terbatas, genera dan spesies disatukan oleh jiwa,
namun ia bersifat tak terbatas dalam maka keduanya menjadi objek pikiran
jangkauannya. Ia dapat mencapai ujung (intelligibles). Jiwa benar-benar menjadi
alam semesta bahkan hingga Singgasana rasional setelah penyatuannya dengan
Tuhan. Pikiran memberi kita pengetahuan, spesies. Setelah penyatuan ini, secara
apakah real atau tidak pasti, tetap saja potensial, jiwa menjadi rasional. Tetapi,
pengetahuan, di tingkat apapun dari segi segala sesuatu yang berada di dalam
kesempurnaan dan dari sisi manapun. potensialitas tidak tiba ke dalam aktualitas
Newman mengidentifikasi dua fungsi akal kecuali oleh sesuatu yang memang
ketika kita berpikir, yakni penarikan berfungsi untuk membawanya dari
kesimpulan (inferensi) dari berbagai premis, potensialitas menuju aktrualitas. Adalah
dan membenarkan terhadap sebuah genera dan spesies segala sesuatu, yakni hal-
kesimpulan. Perlu diingat bahwa keduanya hal yang bersifat universal, yang membawa
sangat berbeda satu sama lain. Kita sering jiwa yang secara potensial bersifat rasional
membenarkan sebuah proposisi ketika kita agar secara aktual menjadi rasional.10
lupa mengenai alasan bagi pembenaran itu; Menurut al-Farabi, logika merupakan ilmu
sebaliknya, pembenaran juga mungkin saja yang memberikan kaidah-kaidah yang dapat
diberikan tanpa alasan atau didasarkan atas mengkoreksi pikiran dan mengarahkan
alasan yang keliru. Alasan bisa saja manusia ke jalan kebenaran yang jauh dari
merupakan alasan yang lebih baik atau lebih kesesatan. Al-Farabi memandang logika
buruk, tetapi pembenaran bisa saja ada atau memiliki kedudukan yang sama terhadap
tidak. Benar bahwa argumen-argumen objek-objek pikiran (intelligible) seperti
mungkin saja sangat menarik sehingga halnya tatabahasa (grammar) terhadap kata-
pembenaran langsung mengikuti kata dan prosodi (ilmu syair) terhadap bait-
8
kesimpulan. bait dalam syair. Dia menekankan aspek-
Locke berpendapat bahwa tak ada aspek praktikal dan terapan logika yang
kebenaran yang dapat didemonstrasikan di menunjukkan bahwa objek-objek pikiran
dalam hal-hal yang bersifat kongkret dan harus diuji oleh kaidah-kaidahnya seperti
9
Knowledge, (New York: J. B. Lippincott Co., 1960), Anthony Kenny, A New History of Western
115 Philosophy, 147
8 10
Anthony Kenny, A New History of Western Ahmad Fouad El-Ehwawny, Al-Kindi,
Philosophy, (Oxford: Oxford University Press, dalam MM. Sharif, History of Muslim Philosophy,
2004), 147 (Wiesbaden: Otto Harrasaoit, 1963), 433
halnya dimensi, isi dan bobot oleh ukuran- kepada pikiran, akal kemudian diubah dari
ukurannya. Tetapi al-Farabi selalu sebuah akal dalam potensi menjadi akal
memperhatikan perbedaan antara tatabahasa dalam aktifitas (intellect in action).12
dan logika. Yang pertama hanya berkaitan Karena itu, akal aktual, atau kadang
dengan kata-kata sedangkan yang kedua disebut sebagai akal habitual, merupakan
membahas arti atau makna yang dikaitkan salah satu jenjang pikiran dalam
dengan kata-kata selagi arti atau makna itu memperoleh sejumlah objek pikiran. Meski
memang ada hubungannya dengan kata- pikiran tak mampu memahami semua
kata. Selain itu, tatabahasa mengkaji kaidah- objeknya, namun akal aktual lah yang
kaidah bahasa yang berbeda-beda di antara berhubungan dengan apa yang
masyarakat dan ras yang berbeda-beda pula. dipersepsikannya dan akal potensial
Sedangkan logika membahas pikiran berhubungan dengan apa yang belum
manusia yang selalu sama dimana-mana. 11 dipersepsikannya. Objek-objek pikiran itu
Al-Farabi membagi akal ke dalam dua sendiri berada secara potensial di dalam
bagian. Pertama, akal praktis (al-‘aql bi al- objek-objek penginderaan. Manakala objek
fi‘l) yang menarik kesimpulan mengenai apa pikiran ditanggalkan dari objek
yang harus dilakukan dan akal teoretis yang penginderaan, ia menjadi objek pikiran
membantu jiwa mencapai kesempur- secara aktual. Kemudian ketika seseorang
naannya. Akal material dibagi ke dalam tiga telah mencapai tingkatan akal aktual ini, dia
bagian, yakni akal material, akal habitual dapat mengenal dirinya sendiri. Jenis
dan akal mustafad (acquired intellect). pemahaman ini tak ada kaitannya dengan
Akal material, atau seperti yang dunia yang ada di luar dirinya. sebab ia
kadang disebut al-Farabi sebagai akal merupakan sebuah pemahaman mental yang
potensial, adalah jiwa atau merupakan abstrak. 13
bagian dari jiwa yang memiliki daya Perbedaan antara konsepsi rasional
mengabstraksikan dan memahami sifat dan persepsi inderawi ini adalah bahwa yang
material segala sesuatu. Ia nyaris dapat pertama merupakan sebuah bentuk intuisi
disamakan dengan sesuatu yang bersifat atau dengan kata lain, ia merupakan jenis
material yang padanya bentuk segala pemahaman langsung (immediate
sesuatu dipasangkan, persis seperti lilin apprehension). Ini merupakan tingkatan
yang menjadi satu dengan tulisan yang tertinggi dari pemahaman manusia dan
diguratkan padanya. Tulisan itu bukanlah hanya bisa diraih oleh seseorang yang
selain indera dan objek pikiran. Dengan mencapai tingkatan akal mustafad dimana
demikian, objek pikiran berada secara yang tersembunyi menjadi terungkap dan
potensial di dalam segala objek pancaindera dia tiba pada hubungan langsung dengan
(sensibles), dan ketika ia diabstraksikan dari alam para malaikat. 14
pancaindera, iapun secara aktual berada di Dengan demikian, akal mampu secara
dalam pikiran. Hal itu menjelaskan persepsi perlahan naik dari akal potensial menjadi
dan abstraksi, kinerja penting pikiran yang akal aktual dan akhirnya menjadi akal
mengubah semua objek pikiran dari mustafad. Kedua tingkatan yang saling
potensialitas menjadi aktualitas. Ketika
berbagai objek pikiran ini disampaikan 12
Al-Farabi, al-Tsamarât al-Mardhiyyah, 54
13
Al-Farabi, al-Tsamarât al-Mardhiyyah, 49
14
Al-Farabi, Arâ‟ Ahl al-Madînah al-Fâdhilah,
11
Al-Farabi, Ihshâ al-‘Ulûm, 53-62 52.
bertautan itu berbeda satu sama lain meski Kesulitan kedua muncul dari fakta bahwa,
yang lebih rendah selalu berfungsi sebagai meski secara umum Aristoteles berpendapat
anak tangga bagi yang lain. Meski akal bahwa definisi atau esensi sesuatu adalah
potensial berfungsi hanya sebagai penerima bentuknya, namun dia mengatakan di
bentuk-bentuk objek indera, namun akal beberapa bagian penting karyanya bahwa
aktual menjaga objek-objek pikiran dan materi juga terdapat di dalam esensi sesuatu,
memahami konsep-konsep. Akal mustafad sebab jika tidak demikian, tentu kita hanya
naik ke tingkatan kemanunggalan akan memiliki sebuah definisi parsial
(communion), ekstase dan inspirasi. darinya. Kemudian jika kita memandang
Konsepsi merupakan tingkatan yang materi maupun bentuk sebagai pembentuk
berbeda; pada mulanya ia merupakan objek definisi, tentu kita tak akan pernah tiba pada
pikiran yang secara potensial berada di sebuah eksistensi aktual dari sesuatu.
dalam materi; ketika objek pikiran pada Hal inilah yang menyebabkan Ibn Sina
tahapan ini diabstraksikan dari materi, maka berpendapat bahwa dari bentuk dan materi
ia menjadi objek pikiran secara aktual. Yang saja kita tak akan pernah memperoleh
tetap lebih tinggi kedudukannya adalah sebuah eksistensi yang kongkret kecuali
bentuk-bentuk abstrak yang tidak pernah hanya sebatas sifat-sifat esensial dan
berada di dalam materi. 15 aksidental saja. Ibn Sina telah secara
Dalam memahami secara akurat panjang lebar menganalisis hubungan antara
mengenai pikiran dan karakteristika objek bentuk dan materi. Dia menyimpulkan
pikiran, penting untuk dikemukakan dua bahwa materi maupun bentuk bergantung
unsur penting yang berkaitan erat dengan pada Tuhan dan bahwa wujud yang tersusun
objek pikiran, yakni materi dan bentuk. juga tak dapat disebabkan oleh bentuk dan
Menurut Aristoteles, bentuk sesuatu adalah materi saja, tetapi juga oleh “sesuatu yang
jumlah keseluruhan sifat esensial dan dapat lain.” Akhirnya Ibn Sina menyimpulkan
diuniversalkan (universalizable) yang bahwa segala sesuatu selain Tuhan yang zat
membentuk definisinya. Materi pada setiap dan wujud-Nya tunggal membutuhkan
sesuatu adalah materi yang memiliki potensi eksistensi dari yang lain. 16
untuk menerima sifat-sifat ini—bentuk— Upaya untuk menyingkap hubungan
dan yang dengannya bentuk-bentuk menjadi antara pikiran dan objeknya juga dilakukan
sebuah eksistensi individual. Tetapi ada dua oleh Hegel. Teori dialektika Hegel
macam kesulitan besar dalam konsepsi ini mencerminkan sebuah pemahaman
dari segi eksistensi aktual sesuatu. Kesulitan mengenai kebenaran-kebenaran funda-
pertama adalah bahwa bentuk bersifat mental, termasuk kebenaran psikologis,
universal dank arena itu tidak ada. Materi mengenai realitas dan cara ia dipersepsikan
juga, karena menjadi potensialitas murni, dan bagaimana jiwa diciptakan lalu
tidak ada sebab ia hanya diaktualisasikan mencapai aktualisasi utuhnya melalui
oleh bentuk. Lalu bagaimana kemudian interaksi kesadaran diri dan kesadaran
sesuatu dapat menjadi ada oleh sebuah mengenai sesuatu yang lain (consciousness
bentuk yang tak bereksistensi dan oleh of an-other). Sistem Hegel pada dasarnya
sebuah materi yang tak bereksistensi pula? berkaitan dengan jiwa sebagai produk
15 16
Al-Farabi, Arâ‟ Ahl al-Madînah al-Fâdhilah, Fazlur Rahman, Ibn Sina, dalam MM.
46 Sharif, History of Muslim Philosophy, 433
interaksi dialektik antara pikiran subjektif ide kekal menjadi prinsip-prinsip pengarah
dan alam objektif, antara logika dan alam dan memiliki berbagai pola inheren yang
semesta. Segalanya bermula dari logika, berhubungan dengan segala sesuatu yang
demikian Hegel, yang didefinisikan sebagai kita tangkap dengan pancaindera. Segala
hakikat gagasan (the Idea in itself) yang sesuatu di dalam alam (fenomena)
membahas pikiran manusia dan kehidupan berkembang dari satu tingkatan ke tingkatan
batin pikiran. Ia kemudian diiringi oleh lain di sepanjang waktu karena ingin meniru
Filsafat Alam yakni ilmu ilmu tentang atau bersesuaian dengan ide-ide yang kekal
gagasan di luar dirinya sendiri atau untuk itu.19
dirinya sendiri yang membahas alam fisik. 17 Aristoteles menolak pemisahan tajam
Wittgenstein memberikan gambaran antara kedua alam yang berbeda itu—yakni
yang lebih jelas mengenai pikiran dan objek alam ide dan alam objek-objek yang
pikiran. Dia menyatakan bahwa sebuah dipersepsikan oleh setiap orang. Dia lebih
pikiran dapat diungkapkan sedemikian rupa memilih paham empirisistik bahwa ide-ide
sehingga unsur-unsur tanda proposisional dipostulatkan oleh Plato itu sesungguhnya
berhubungan dengan objek-objek pikiran. membentuk esensi objek-objek dari persepsi
Yang dimaksud oleh Wittgenstein dengan pancaindera. Realitas Ideal Plato
objek pikiran adalah unsur-unsur fisik yang mengungkapkan dirinya di dalam alam
hubungannya satu sama lain membentuk fenomena—alam di sekeliling kita yang kita
pikiran. 18 ketahui melalui pengalaman indera. Bagi
Diskursus tentang pikiran dan Plato, alam indera memanifestasikan dirinya
karakteristika objek pikiran dapat dianggap dengan cara meniru alam ide. Sedangkan
sebagai kelanjutan dari perdebatan kuno bagi Aristoteles, alam ide Platonik
antara Plato dan Aristoteles mengenai memanifestasikan diri melalui alam
bentuk dan materi serta hubungan keduanya fenomena. Menurut Aristoteles, konsep
dengan alam ide maupun alam fisik. Para Plato tentang yang universal (the universals)
filsuf Yunani kuno pada umumnya selalu akan selalu terdapat di dalam hal-hal yang
berupaya untuk mengentaskan paradoks bersifat partikular (objek-objek
yang inheren pada kelanggengan dan pengalaman). Secara ontologis, konsep Plato
perubahan sebagai karakteristika realitas. tentang objek yang real (Ide-ide) diberi
Jika sebuah objek secara permanen real, istilah esensi oleh Aristoteles. Di saat yang
bagaimana ia dapat menjadi sesuatu yang lain, dia juga menyebutnya sebagai bentuk
berbeda? Jika hukum alam menetapkan (forms) atau esensi yang menjadi objek
realitas tertinggi itu abadi dan tak berubah, pikiran (intelligible essences). Menurut
bagaimana kita dapat menjelaskan fenomena Plato, esensi (Ide-ide) sungguh-sungguh
gerakan dan perubahan?. Plato berupaya independen dari segala sesuatu yang bersifat
mengatasi persoalan di atas dengan cara partikular. Bagi Aristoteles, esensi hanya
menggagas dualism yang di dalamnya ide- akan menjadi real jika ia diaktualisasikan,
yakni ketika ia memanifestasikan dirinya di
17
dalam alam fenomena lalu ia mengambil
Hester Solomon, “The Trancendent Function
and Hegel‟s Dialectical Vision”, in Journal of
Analytical Psychology, vol. 39, (London: Blackwell
19
Publishing Ltd., 1994), 78. William S. Sahakian, History of Philosophy,
18
Anthony Kenny, Philosophy in the Modern (New York: Barnes and Noble Books, tanpa tahun),
World, (Oxford: Clarendon Press, 2007), 208 66
bentuk yang dapat ditangkap oleh komponen dari apa yang ingin
20
pancaindera. dikomunikasikan oleh bahasa. Gagasan
Dari apa yang diuraikan di atas adalah yang mendasari hal ini adalah bahwa kata-
dapat dikemukakan bahwa akal adalah daya kata merupakan komponen dasar bahasa
jiwa yang memiliki kemampuan berpikir. sehingga arti dari kata-kata haruslah
Ada dua kategori besar objek pikiran, yakni: menjadi komponen dasar dari apa yang
Pertama, pikiran itu sendiri jika dilihat dari dimaksudkan oleh bahasa. Mungkin saja
segi norma dan hukum-hukumnya. Kedua, orang akan berpikir bahwa arti (apapun itu)
realitas yang sarat dengan perubahan yang dari kata-kata yang menjadi komponen
berada di dalam dunia materi (material bahasa adalah sama dengan arti (apapun itu)
world) atau alam fenomena (the world of dari kata-kata yang menjadi komponen
phenomena). kalimat. Kalimat dibentuk oleh kata-kata
dan bagaimanapun ia diucapkan atau ditulis,
D. Fungsi Bahasa: Sebuah Tinjauan ia tetap saja disusun di dalam kalimat.
Filosofis Tetapi mengapa kita harus berpikir bahwa
Seperti halnya terdapat misteri dalam kata-kata menjadi komponen dasar kalimat?
hubungan antara materi dan bentuk, Bagaimana halnya dengan hurup (jika
demikian pula terdapat misteri dalam kalimat ditulis) atau suara (jika kalimat
hubungan antara pikiran dan konsep di satu diucapkan)? Jawabannya adalah bahwa
pihak, dengan bahasa di pihak lain. kata-kata dianggap sebagai komponen dasar
Dalam konteks ini tentu patut dibahas kalimat selama ia berkaitan dengan arti. Arti
fungsi dasar bahasa (proposisi). kalimat secara sistematik bergantung pada
Sesungguhnya ada teori yang menyatakan arti kata-kata yang membentuknya. Tetapi
bahwa esensi proposisi adalah untuk makna kata-kata tidak secara sistematik
mewakili atau mencerminkan (to represent) bergantung pada makna bagian kata-kata.22
sesuatu. Proposisi mencerminkan dunia Dalam hubungan kata dengan arti ada
dengan cara apapun. Sekiranya proposisi- beberapa teori filosofis yang dapat
proposisi tidak mencerminkan dunia, dikemukakan. Salah satunya adalah teori
sulitlah untuk memandangnya sebagai referensial. Gagasan besar teori ini adalah
pengemban tertinggi nilai-nilai kebenaran. bahwa ungkapan-ungkapan lingustik
Proposisi juga dapat dipandang sebagai memiliki arti karena merepresentasikan atau
objek pikiran dalam pengertian modern.21 mencerminkan sesuatu. Arti suatu suatu
Dikatakan pula bahwa yang ingin ungkapan terletak pada apa yang
dikomunikasikan oleh bahasa adalah direpresentasikannya. Dalam teori ini kata-
pikiran. Jika dilakukan ekstraksi terhadap kata menjadi label. Kata-kata merupakan
bahasa tentu yang akan muncul adalah kata symbol yang mencerminkan, menyatakan,
sebagai komponen pembentuk kalimat. menamakan, mengartikan atau merujuk
Dengan istilah lain, kata-kata kepada entitas-entitas di dalam dunia: nama
memberikan pengertian mengenai Adolf Hitler mengandung arti (orang) Hitler,
kata benda “harimau” merujuk kepada
20 harimau, dan seterusnya. Kalimat “kucing
William S. Sahakian, History of Philosophy,
67
21 22
Michael Jubien, “Propositions and the Michael Morris, An Introduction to the
Objects of Thought” in Philosophical Studies 104 Philosophy of Language, (Cambridge: Cambridge
(Netherlands: Kluwer Academic Publisher, 2001), 47 University Press, tanpa tahun), 15
44
Ibid., 16
45
Al-Farabi, Ihshâ al-‘Ulûm, op.cit., 25