Revisi Bab Ii
Revisi Bab Ii
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Definisi Novel
a. Pengertian Novel
(Tarigan, 1991: 164-165). Novel atau sering disebut sebagai roman adalah
suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para
tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu
keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel memunyai ciri bergantung pada tokoh,
menyajikan lebih dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih
fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan berbentuk prosa yang
dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Novel juga merupakan jenis karya sastra
yang ditulis dalam bentuk naratif yang mengandung konflik tertentu dalam kisah
mengalami masa percintaan; atau bagian kehidupan waktu seseorang tokoh mengalami
mengalami masa percintaan; atau bagian kehidupan waktu seseorang tokoh mengalami
Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu
kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita; pen.), luar
biasa karena dari kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan
berkaitan dengan unsur intrinsik karya fiksi. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu mengidentifikasi salah satu unsur intrinsik, yakni perilaku tokoh. Selain itu,
pengertian novel yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro lebih jelas dan mudah
dipahami.
Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh sebuah unsur yang disebut unsur
intrinsik. Unsur pembangun sebuah novel tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan
penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur intrinsik sebuah novel
adalah unsur-unsur yang secara langsung ikut serta dalam membangun cerita. Hal
ini didukung oleh pendapat (Nurgiyantoro 2010 : 23). Unsur intrinsik (intrinsic) adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual
akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah
berwujud. Atau, sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita)
inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud,
untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
Unsur intrinsik suatu karya fiksi disebut juga sebagai unsur struktur cerita-rekaan
(fiksi). Unsur tersebut meliputi lima hal, yaitu (1) alur, (2) penokohan, (3) latar, (4)
pusat pengisahan, dan (5) gaya bahasa. Hal ini sesuai oleh pendapat (Esten 2013: 25)
berikut.
1. Alur
2. Penokohan/Perwatakan
3. Latar
5. Gaya Bahasa
(Sukada, 2013: 62) menyebut unsur-unsur penting struktur sebuah cerita rekaan
meliputi (a) tema, (b) penokohan, (c) latar, dan (d) pusat pegisahan. Sedangkan
(Sumardjo, 1984: 54) mengemukakan unsur-unsur fiksi meliputi tujuh hal. Hal-hal
2) karakter (perwatakan),
5) suasana cerita,
6) gaya cerita,
Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut
dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan umum dalam sebuah karya fiksi. Tema
dalam sebuah karya fiksi sebelumnya telah ditentukan oleh pengarang untuk
mengembangkan ceritanya.
Alur
Alur atau plot adalah jalinan peristiwa atau kejadian dalam suatu karya sastra
untuk mencapai efek tertentu. Alur merupakan urutan peristiwa atau kejadian dalam
suatu cerita yang dihubungkan secara sebab-akibat. Alur juga dapat diartikan
hubungan kausalitas. Alur juga disebut sebagai urutan-urutan kejadian dalam sebuah
cerita. Hal ini sesuai dengan pendapat (Stanton 1965: 14). Plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan
penokohan adalah cara seorang penulis menampilkan sifat dan watak dari suatu tokoh.
Penokohan juga dapat disebut sebagai pelukisan gambaran yang jelas mengenai
dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau
petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa dalam
suatu cerita. Latar berfungsi sebagai pemberi kesan realistis kepada pembaca. Selain
itu, latar digunakan untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada
dan terjadi. Hal ini didukung oleh pendapat (Abrams 1981: 175) . Latar atau setting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
Sudut Pandang
Yang dimaksud sudut pandang di sini adalah kedudukan atau posisi pengarang
dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam
cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai
Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah alat atau sarana utama pengarang untuk melukiskan,
dapat diartikan sebagai cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui bahasa yang
digunakan dalam cerita untuk memunculkan nilai keindahan. Contohnya gaya bahasa
seolah-olah hidup.
Amanat
Amanat adalah pesan moral yang disampaikan seorang pengarang melalui cerita.
Amanat juga disebut sebagai pesan yang mendasari cerita yang ingin disampaikan
Tokoh
perlu dipahami. (Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-orang) yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
(Aminuddin, 2013: 79) peristiwa dalam karya sastra fiksi seperti halnya peristiwa
dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku- pelaku tertentu.
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang
atau pelaku yang ditampilkan dalam sebuah cerita atau karya sastra yang memiliki
peranan yang sangat penting. Karena tanpa adanya tokoh dalam suatu cerita bisa
dikatakan cerita tersebut tidak akan hidup dan tidak akan menarik untuk dibaca. Dalam
kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan setiap tokoh tidak sama. Ada tokoh yang
dapat digolongkan sebagai tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh yang dapat
Penokohan
pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi,
penggambaran yang jelas tentang diri seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita,
dengan kata lain penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan
tokoh.
Pengkajian tersebut dapat berupa pemberian nama yang menyiratkan arti, uraian
pengarang secara ekspilisit mengenai tokoh, maupun percakapan atau pendapat tokoh-
tokoh lain dalam cerita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara
dibedakan ke dalam dua cara, yaitu pelukisan secara langsung dan pelukisan secara
tidak langsung. Pelukisan secara langsung atau disebut juga dengan teknik analisis
adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian,
atau penjelasan secara langsung. Pelukisan tokoh secara tidak langsung adalah
pengarang mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
Watak atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap dari para tokoh seperti yang
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh
atau makhluk lain yang mempunyai sifat seperti manusia. Artinya, tokoh cerita itu
haruslah hidup secara wajar mempunyai unsur pikiran atau perasaan yang dapat
Meskipun kata tokoh dan penokohan sering digunakan orang untuk menyebut hal yang
sama atau kurang lebih sama, sebenarnya keduanya tidaklah mengacu pada hal yang
sama persis. Kata tokoh menyaran pada pengertian orang atau pelaku yang ditampilkan
dalam sebuah karya fiksi. Adapun penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones melalui Nurgiyantoro,
Orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah cerita naratif atau drama, yang oleh
pembaca ditampilkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita. Dengan
Di samping kedua istilah di atas, sering pula digunakan kata watak dan
perwatakan mengarah pada sifat dan sikap tokoh cerita. Watak lebih mengacu pada
gambaran kualitas pribadi tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Pelaku
pelukisan rupa, watak atau pribadi tokoh dalam sebuah karya fiksi disebut perwatakan
watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi. Dengan kata lain, penokohan,
perwatakan ataupun karakterisasi menyaran pada hal yang sama, cara melukiskan
watak tokoh. Pelukisan karakter atau perwatakan yang baik adalah menggambarkan
watak dalam setiap ceritanya, sehingga pembaca melihat dengan jelas watak pelakunya
melalui semua tingkah laku, semua yang diucapkannya, semua sikapnya dan semua
yang dikatakan orang lain tentang tokoh ini dalam seluruh cerita.
(Subandi, 1978: 12), mengatakan karakterisasi merupakan pola pelukisan image
seseorang yang dapat dipandang dari segi fisik, psikis dan sosiologi. Segi fisik,
rambut, bibir, hidung, bentuk kepala, warna kulit dan lain-lain. Segi psikis,
bagaimana watak pelaku. Segi sosiologis, pengarang melukiskan watak pelaku melalui
2. Definisi Sastra
a. Pengertian Sastra
muncul dalam benak kita. Pertama, sastra adalah hasil karya seni para pengarang atau
sastrawan, yang antara lain berupa prosa (cerita pendek dan novel), puisi, dan drama,
(naskah drama atau pementasan drama). Sastra yang masuk dalam pengertian pertama
ini disebut karya sastra atau sastra kreatif. Kedua, sastra adalah ilmu pengetahuan atau
bidang ilmu yang mempelajari karya-karya sastra (prosa, puisi, drama), yang dikenal
dengan nama ilmu sastra atau sastra ilmiah. Pengertian sastra dalam Bahasa Indonesia
tidak jauh berbeda dengan Bahasa eropa, seperti literature (Inggris), literatur (jerman),
(latin). Secara umum dalam Bahasa- Bahasa eropa modern, kata yang diturunkan dari
litteratura (Latin) itu menunjukan arti : “ segala sesuatu yang tertulis, pemakaian
Selain itu, sastra juga dapat berarti pengungkapan fakta artistik dan imajinatif
sebagai manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium dan punya
efek positif terhadap kehidupan manusia (Esten, 2013:3) . Pengertian ini menegaskan
hal lain dari karya sastra, yakni imajinasi sebagai gambaran kehidupan manusia.
Dengan pengertian ini, tentu karya sastra sedekat apapun hubungannya dengan realitas
(intensitas alur, sudut pandang, latar peristiwa) harus dianggap sebagai karya imajinati.
Mendekatkan realitas dengan sastra sah-sah saja, tapi mendikotomi sastra sebagai fakta
penderitaan manusia, perjuangannya kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang
dialami manusia. Dengan cipta sastra pengarang hendak menampilkan nilai-nilai yang
lebih tinggi dan lebih agung. Mau menafsirkan tentang makna hidup dan hakekat hidup.
Sebuah cipta sastra yang baik, mengajak orang untuk merenungkan masalah-
masalah hidup yang sulit. Mengajak orang untuk merenung dan berpikir dengan
(Kurniawan, 2012: 12) Sastra dalam sansekerta yaitu sas- yang berarti
sastra dikenal dengan istilah susastra, suku kata su- pada kata tersebut bermakna baik
dan indah atau dalam kata lain susastra dapat dimaknai sebagai alat untuk mengajarkan
sesuatu yang indah. Selain itu sastra juga mempunyai nilai seni atau mempunyai bakat
dalam kesenian dan imajinasi sebagai perwujudan dalam kehidupan manusia melalui
bahasa sebagai ukuran dan punya efek positif terhadap kehidupan manusia. Pengertian
ini menegaskan hal lain dari karya sastra, yakni imajinasi sebagai gambaran kehidupan
manusia.
Dengan pengertian ini, tentu karya sastra sedekat apapun hubungannya dengan
realitas (intensitas alur, sudut pandang, latar peristiwa) harus dianggap sebagai karya
imajinasi. Mendekatkan realitas dengan sastra sah-sah saja, tapi membuat sastra sebagai
Sebagai bagian dari masyarakat, manusia tidak terlepas dari realitas moral dan
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Menurut (Wiyatmi, 2006), karya sastra tidak jatuh
begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, novel merupakan suatu
sebuah karya sastra. Novel juga merupakan pengungkapan dari sebuah cerita kehidupan
manusia (dalam jangka yang telah panjang) dimana terjadi konflik yang akhirnya
manusia untuk menyesuaikan diri, dan usahanya untuk mengubah masyarakat tersebut.
Wujud kreativitas seorang pengarang dapat digambarkan dengan sebuah tulisan seperti
puisi, cerpen atau bahkan novel. Tulisan itu dapat diwujudkan sebagai ungkapan yang
ingin disampaikan oleh seorang pengarang kepada orang lain. Tentunya hasil karya
sastra yang satu dengan yang lainnya mamiliki perbedaan, misalnya dalam karya
sastra yang berupa novel, dari segi isi, karya sastra ini lebih panjang daripada cerpen
atau puisi.
kenyataan tersebut karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan
tidak terkecuali aspek kejiwaan atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan
dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga.
Oleh karena itu penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi pada karya
sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi.
Pendekatan psikologi pada karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran
b. Fungsi sastra
Sastra dengan berbagai jenis karyanya telah dibaca oleh banyak orang. Keadaan
membcanya beragam, ada yang sering, ada yang sesekali. Peran karya sastra dalam
tradisi umat manusia memang sebuah lintasan pemikiran. Sajian alur dan penokohan
didalam karya sastra mampu membangun keyakinan atau mitos tertentu untuk
dijadikan pelajaran. Misalnya cerita tentang Malin Kundang, oleh masyarakat cerita ini
dianggap sebagai sebuah kejadian nyata untuk dijadikan pelajaran agar tidak durhaka
kepada orang tua. Di sisi lain, karya sastra dianggap keadaan kehidupan nyata.
Anggapan kehidupan Buya Hamka sewaktu muda adalah seperti tercermin pada
membentuk tanggapan penikmatnya, sehingga karya sastra bukan hanya sebuah benda
yang mati setelah ditulis, namun justru hidup setelah tulisan itu berakhir. Hidupnya
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa fungsi sastra berikut
ini :
Fungsi Estetik
Karya sastra memiliki fungsi estetik yang artinya bahwa karya sastra
memberikan keindahan kepada pembacanya. Hal ini diungkap oleh Horace dalam
Wellek dan Warren bahwa karya sastra itu harus indah (Wellek dan Warren, 2014:23).
Dalam karya fiksi, keindahan terdapat pada ekspresi dan narasi yang dibangun
pengarang. Pembaca seakan berada di dalam alur cerita atau tempat peristiwa entah
Pemuatan karya sastra dikoran maupun di majalah tidak lain adalah untuk
memberikan hiburan kepada pembaca setia koran tersebut. Lewat keindahan kata-kata
di dalam puisi serta rangkaian alur yang menyentuh hati dalam karya fiksi, sastra
menjadi bacaan alternatif yang ditunggu tiap minggu. Berkaitan dengan hal itu, sastra
itu berfungsi untuk menghibur (Poe dalam Wellek dan Warren, 2014: 23). Dengan
demikian, penciptaan karya sastra pada dasarnya bukan hanya untuk tujuan mendidik
Fungsi Ekspresi
Karya sastra pada dasarnya merupakan bentuk ekspresi para pengarangnya.
Endapan pikiran dan perasaan yang kemudian dirangkai menjadi berbagai bentuk karya
kemudian di tuangkan dalam bentuk narasi yang puitis atau penuh pendapat seseorang .
cinta. Ekspresi seperti ini lazim dilakukan oleh mudi-mudi dengan membuat puisi.
Selain itu, puisi juga kadang dijadikan sebagai ekspresi kritik sosial. Misalnya seperti
puisinya berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia yang mengeritik tentang fenomena
Dalam membagi karya sastra menjadi jenis-jenis tertentu, tentu saja hal ini akan
berkaitan erat dengan sejarah panjang kesustraan dunia. Dalam buku Wallek dan
terjadi tentang pembagian jenis karya sastra itu sendiri. Misalnya pendapat Aristoteles
dan Horace yang membagi jenis sastra menjadi tragedi dan epik. Namun perkembangan
teori modern hanya membaginya menjadi tiga, yakni fiksi, drama dan puisi. Penjabaran
masyarakat mengenal karya sastra menjadi empat jenis, yakni puisi, cerpen, novel, dan
drama. Untuk cerpen dalam novel, Nurgiyantoro dalam bukunya pengkajian fiksi,
menggolongkannya menjadi satu genre, yakni fiksi, sementara Esten dalam bukunya
kesustraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Menyebutnya sebagai cerita rekaan. Masih
dalam bukunya, (Esten, 2013:6). Oleh karena itu, genre sastra dikatagorikan oleh Esten
menjadi empat bagian, yakni puisi, cerita rekaan, esai dan kritik, dan drama.
Sastra lisan adalah karya sastra yang menyebar dari mulut ke mulut. Umumnya
sastra lisan tumbuh dan berkembang pada saat lingkungan sastra peradaban budaya
sastra lisan ini terlihat pada karya puisi. Misalnya pantun, talibun, dan seloka. Adapun
dalam karya fiksi, kita mengenalnya melalui legenda, cerita rakyat, dan fabel. Sifatnya
yang menyebar dari mulut ke mulut ini, membuat sumber pengarangnya tidak
Sastra tulis adalah sastra yang penyebarannya melalui media tertulis. Jenis sastra
inilah yang sampai sekarang bertahan. Dengan ditulisnya teks sastra, maka membuat
teks tersebut dapat dibaca secara berulang dalam jangka waktu yang panjang. Selama
bukti tertulisnya ada, maka karya itu akan terus ada. Hal ini berbeda dengan sastra lisan,
yang tentu saja akan hilang jika tidak diceritakan kembali. Selain itu, dikumentasi
situasinya pun jelas. Mulai dari nama pengarang, penerbit, dan tahun akan dengan
Sastra cetak adalah karya sastra yang dicetak dalam bentuk buku. Sastra cetak
ini berkembang cukup pesat dan berperan penting dalam menyebarkan karya sastra di
tengah masyarakat. Umumnya dalam bentuk novel yang lebih laris dibandingkan
Van Der Wijk, Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, dan lain sebagainya yang dicetak
berulang-ulang.
Pada umumnya sifat dan fungsi sastra, tidak berubah sepanjang sejarah, sejauh
teoritikus fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari
imajenasi, dan emosi penulis yang mana kepuasannya hanya bisa terealisasikan melalui
kegiatan menulis sastra/bersastra. Sedangkan fungsi sastra yang lainnya adalah (1)
sebagai alat komunikasi; (2) sebagai alat penulis tradisi pelestarian budaya; (3) sebagai
Fungsi sastra yang pertama adalah sebagai alat komunikasi artinya didalam
sastra itu sendiri media utamanya dalam usaha penyampaian ide adalah bahasa, dimana
pada sebuah bahasa memiliki tujuan sebagai alat komunikasi, bertukar pikiran,
menyampaikan ide, informasi dan juga perasaan kita kepada orang lain. Sesungguhnya
inilah yang sedang dilakukan oleh sastra. Kalau musisi media komunikasinya adalah
musik yang di dalamnya termuat lirik-lirik lagu berisikan luapan perasaan musisi, lain
halnya dengan sastrawan, mereka menyampaikan ide dan pemikirannya dengan media
peranan sastra dalam pelestarian sejarah yang ada di indonesia sangat dominan.
perkembangan dunia sastra itu sendiri khususnya, umumnya untuk kemajuan bangsa
kita. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau tidak ada sastra, maka sejarah-
sejarah besar daerah Negara Indonesia, peradaban manusia, budaya, agama, tatanan
nilai, dan juga berbagai macam kejadian lainnya tidak bisa diketahui oleh generasi
itu sendiri sarat akan nilai-nilai kehidupan yang sengaja di ciptakan penulis melalui
tokoh, perwatakan tokoh, dan perilaku yang ditampilkan oleh tokoh dalam sebuah
cerita. Nilai-nilai yang terkandung dalam sastra meliputi berbagai hal mulai dari nilai
yang dianggap sesuai dengan harapan pembaca (nilai baik) atau bahkan nilai-nilai yang
dianggap tidak sesuai dengan harapan pembaca (nilai-nilai buruk). Baik nilai baik
maupun nilai buruk keduanya bisa diambil sisi positifnya untuk kebaikan kehidupan
pembaca.
Keempat, sastra berfungsi sebagai pelipur lara. Dalam hal ini posisi sastra
dianggap sebagai penghibur. Bagi kalangan umum ketika seseorang membaca sastra
masing-masing memiliki tujuan dan maksud tertentu, sedangkan salah satu tujuan dari
membaca sastra pada taraf rendah adalah mencari hiburan. Walaupun kedudukan
pembaca pada level ini sekedar mencari hiburan tapi bukan berarti isi dan amanat sastra
tidak bisa ditangkap secara maksimal. Setidaknya dengan membaca sastra waktu kita
tidak terbuang sia-sia, pikiran kita bisa hidup, dan yang utama pembaca bisa
mendapatkan pengalaman baru sesuai dengan karya sastra yang kita baca.
(Purba, 2001: 2), “Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Sankerta. Akar katanya adalah cas yang berarti memberi petunjuk, mengarahkan, dan
mengajar. Oleh karena itu, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku
dan karakter bangsa yang mulai diberlakukan Diknas mulai tahun ajaran 2011,
tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukan watak ini. Pertama,
pembelajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang
yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya memiliki perasaan yang
lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai.
Tuntutan kedua, bahwa pembelajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan
Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang
sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk
nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak dan masih dapat ditunda.
karya sastra, dalam kegiatan tersebut ia selalu berusaha menciptakan sikap serius,
tetapi dengan suasana batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca cipta
sastra itu terjadi karena sastra bagaimanapun lahir dari daya kontemplasi batin
kontemplatif pembacanya. Sementara pada sisi lain, sastra merupakan bagian dari seni
yang berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif
Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru dan siswa
untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Proses pembelajaran, guru bertindak sebagai
fasilitator bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengarahkan siswa
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu proses belajar agar siswa dapat
tersebut terdiri atas empat aspek, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia terdiri atas dua aspek, yaitu aspek kebahasaan
yang maksimal untuk memberikan sumbangan secara utuh. Pembelajaran sastra dapat
Dalam pengajaran sastra siswa juga dapat melatih keterampilan berbicara dengan cara
Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan
siswa-siswa untuk memahami fakta-fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa itu
akan sampai pada realisasi bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih penting dibanding
dengan keterkaitannya satu sama lain sehingga dapat saling menopang dan
Pengajaran sastra, hal yang dapat dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat
indra, penalaran, bersifat efektif, bersifat sosial dan juga sifat religius.
Pengajaran sastra mampu membina perasaan yang lebih tajam. Sastra dapat
Apabila unuk satu judul buku tersedia lebih dari satu terbitan di took maupun di
perpustakaan, hendaknya dipilih yang lebih baik cetakannya maupun olahannya meski
harganya sedikit lebih tinggi. Buku-buku yang dicetak dengan kertas yang baik dan
Agar siswa sejak awal dapat tertarik pada buku yang sedang dibahas, guru
hendaknya menunjukkan atau membacakan bagian-bagian yang menarik dari buku itu
Puisi pendek dapat kita berikan sekaligus dalam satu atau dua jam pelajaran, tetapi
untuk menyajikan novel kadang memerlukan waktu yang jauh lebih panjang. Oleh
karena itu, guru hendaknya membantu siswa memberikan pentahapan bab-bab yang
akan dipelajari.
Salah satu tugas utama guru dalam memberikan pengajaran novel ini adalah
membantu siswa menemukan konsep atau pemikiran fundamental yang benar tentang
novel itu. Agar siswa betah menikmati sampai akhir, hendaknya guru dapat membuat
cerita itu menjadi lebih hidup. Guru tidak perlu membahas istilah-istilah teknis tentang
latar belakang, tapi yang penting siswa dapat asyik menikmati cerita itu sehingga hidup
Membaca dan mempelajari novel memakan waktu yang lama, guru dapat menolong
Kegiatan membaca novel sebagian besar harus dilakukan oleh siswa secara individual.
Namun guru dapat juga sesekali membacakan kegiatan tertentu, terutama bagian yang
Sebuah novel biasanya panjang dan kompleks, hendaknya para siswa dianjurkan
membuat catatan ringkas untuk membantu mengingat kesan kesan yang telah
didapatkannya dari apa yang telah dibacanya. Catatan ini dapat berwujud daftar nama
tokoh yang penting dalam novel tersebut dengan memberikan komentar seperlunya.
- Pengkajian Ulang
Setelah seluruh novel dibaca, perlu diadakan pengkajian ulang tentang apa yang
telah dibacanya. Ini penting, terutama untuk memperjelas kesan para siswa tentang
novel yang mereka pelajari dan bila perlu untuk memperbaiki kesan-kesan yang keliru.
Pengkajian ulang ini dilaksanakan dengan cara diskusi (Rahmanto, 2005: 75--81).
20, 21, 22, 23, dan 24 Tahun 2016, telah terjadi beberapa perubahan terhadap
kurikulum 2013 yang sebelumnya. Sejak bulan Juli 2016, perubahan tersebut mulai
Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan
lulusan.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang ditetapkan
digunakan adalah:
1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar;
pendekatan ilmiah;
sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan
14. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
a. Psikologi Sastra
Pada awal perkembangannya, pendekatan dalam kritik sastra ada dua macam,
yaitu pendekatan moral dan pendekatan formal. Seiring dengan pesatnya perkembangan
zaman, terutama karena adanya sumbangan ilmu/ pengaruh dari dunia kemasyarakatan
Psikologi sastra merupakan gabungan antara ilmu sastra dan psikologi. Secara
didalamnya. Psikologi tokoh-tokoh dalam karya sastra, dan psikologi pembaca sastra.
Sebagai ilmu yang berkaitan dengan cukup besar terhadap hakikat psikologi sekaligus
(Ratna, 2009 : 343) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami
hubungan antara psikologi dengan sastra, yakni (1) memahami unsur - unsur kejiwaan
dalam karya sastra, (3) memahamai unsur-unsur kejiwaan para pembaca. Unsur
kejiwaan pengarang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) studi psikologi yang
khusus berkaitan dengan pengarang, seperti kelainan jiwa, gejala neorosis, dan lain-lain,
(2) studi psikologi pengarang berkaitan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan
supranatural lainnya.
psikologi, misalnya dengan menyesuaikan apa yang dilakukan oleh teks sastra dengan
apa yang dilakukan oleh teori psikologi. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan
perhatian pada tokoh-tokoh maka akan dapat dianalisis konflik-konflik batin para tokoh
yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologi. Karya- karya sastra yang
Berdasarkan etimologi “psikologi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua kata, Psychedan Logos. Kata psyche berarti “jiwa” dan “ruh”, dan kata logos
diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan istilah
ilmu jiwa (Walgito, 1997:1). Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan
menyelidiki aktivitas dan tingkah laku manusia.Aktivitas dan tingkah laku
dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran).
Kedua alam tidak hanya saling menyesuaikan atau alam sadar menyesuaikan
terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar penyesuaian terhadap dunia dalam
(Walgito 1997:7).
kejiwaan pengarang pada saat menciptakan karya sastra dan proses kejiwaan
diamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra (novel). Apabila tingkah
laku tokoh-tokoh dalam novel sesuai dengan aspek kejiwaan manusia, hal tersebut
Pada dasarnya analisis psikologi sastra memberi perhatian pada masalah kedua,
Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan
merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semaata-mata didalam diri manusia
analisis, yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan
seterusnya. Studi psikologi sastra yang ketiga berkaitan dengan sosiologi sastra dan
resepsi sastra para pembaca sebagai psikologi sosial (Ratna, 2009: 343-344).
(Endraswara, 2013: 96) Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang
karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan
karya dalam berkarya. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan
berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat,
secara tak langsung dan fungsional. Pertautan secara tak langsung, karena baik karya
sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia.
(Endraswara (2013:97)
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut
riil atau nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Meskipun karya sastra
Konteks demikian dapat dapat diartikan bahwa sastra tak mampu melepaskan
diri dari aspek psikis. Jiwa pula yang berkecamuk dalam sastra. Pendek kata, memasuki
sastra akan terkait dengan psikologi sastra dalam penelitian sastra. Sastra adalah
fenomena yang tepat didekati secara psikologis. Seperti wawasan yang telah lama
menjadi pegangan umum dalam dunia sastra, psikologis sastra juga memandang bahwa
sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, yang
psikologi dalam kritik sastra berawal dari semakin meluasnya teori psikoanalisis
Freud yang muncul pada tahun 1905, yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya
karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa
prinsip psikologi dapat diterapkan dalam analisis sastra. Penerapan prinsip psikologi
dalam sastra dapat dilakukan dengan empat macam cara. Pertama,diterapkan pada
psikologi tertentu yang dianut pengarang secara sadar atau samar-samar oleh
pengarang, dan teori ini cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita.Hal tersebut
yang tercermin dalam perwatakan tokoh-tokoh dalam karya sastra dengan tanpa
tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan para penelaah sastra dalam kajian
tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra dengan pandangan psikologi manusia menurut
b. Pengertian Konflik
dari jalinan hubungan dengan manusia lain. Suatu struktur sosial yang dibentuk oleh
kelompok masyarakat tertentu akan memberlakukan satu nilai sosial tertentu pula.
Adanya perbedaan kepentingan antar individu yang menghuni suatu masyarakat akan
ketegangan atau pertentangan didalam suatu cerita rekaan atau drama (pertentangan
antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri suatu tokoh, pertentangan antara dua
menyenangkan yang terjadi dan dialami oleh tokoh -tokoh cerita yang jika tokoh-tokoh
itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa
itu menimpa dirinya, sebagaimana diungkap oleh Meredith dan Fitzgerald (via
bahwa konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertentangan antara
dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dengan
demikian konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan menyebabkan suatu aksi
dan reaksi dari hal yang dipertentangkan tokoh dalam suatu peristiwa.
c. Wujud Konflik
konflik fisik dan konflik batin, konflik internal dan eksternal. Konflik fisik melibatkan
aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar
dirinya: tokoh lain atau lingkungan. Konflik batin adalah sesuatu yang terjadi
dalam batin, hati seorang tokoh. Kedua bentuk peristiwa tersebut saling berkaitan,
saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain. Konflik eksternal adalah
konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu diluar dirinya, dapat
umumnya dialami, (dan atau ditimpakan kepada) tokoh utama cerita yaitu tokoh
protagonis, sedangkan konflik eksternal juga dialami dan disebabkan oleh adanya
Konflik internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah fiksi dapat
terdiri dari bermacam-macam wujud, tingkat dan kefungsiannya. Konflik itu dapat
berfungsi sebagai konflik utama atau sub-sub konflik (konflik-konflik tambahan). Tiap
konflik utama, konflik sentral (central conflict), yang sendiri dapat berupa konflik
internal atau eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik inilah yang merupakan inti
plot, inti struktur cerita dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya yang
Tingkat kompleksitan konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi, dalam
banyak hal, menentukan kualitas, intensitas dan kemenarikan karya itu bahkan tak
berlebihan jika dikatakan bahwa menulis cerita sebenarnya tak lain adalah
membangun dan mengembangkan berdasarkan konflik yang dapat ditemui dari dunia
secara langsung atau tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa hubungan antar tokoh yang memiliki perbedaan watak,
sikap, kepentingan, cita-cita dan harapan menjadi penyebab konflik dalam cerita.
dua macam, yaitu penyelesaian bahagia (happy end) dan penyelesaian sedih (sad
menunjukkan pada keadaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai,
cerita sudah habis sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan.
penyelesaian cerita itu, walaupun semestinya tidak bertentangan dengan tuntutan logika
B. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Yogyakarta yang berjudul ”Konflik Psikologis Tokoh Naskah Drama Dor Karya Putu
yang dialami oleh tokoh . Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa konflik tokoh
terdiri atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik eksternal berpengaruh
pada psikis tokoh yang berakibat terjadinya konflik internal. Konflik internal
sedangkan konflik eksternal disebabkan oleh adanya ancaman, status sosial, pemaksaan
kehendak, dan kekecewaan. Konflik eksternal diselesaikan dengan cara penetapan
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka yang berjudul ” Konflik Psikologis Tokoh Ben Barata
dalam Novel Dirty Little Secret Karya Aliazalea (Kajian Psikologis Sastra) ”.
Penelitian ini membahas tentang konflik yang dialami oleh tokoh. Hasil yang diperoleh
menyatakan bahwa konflik tokoh terdiri atas konflik internal dan konflik
eksternal. Konflik eksternal berpengaruh pada psikis tokoh yang berakibat terjadinya
status sosial, , dan kekecewaan. Konflik eksternal diselesaikan dengan cara penetapan
individuasi, minta maaf, dan kejujuran. Sedangkan konflik internal diselesaikan dengan
konflik tokoh meskipun cakupannya lebih luas. Sedangkan teori yang digunakan
berbeda dengan penelitian ini. Dalam skripsi yang ditulis oleh Septiana digunakan
Psikologi Sastra.