Anda di halaman 1dari 5

Mengelola Konflik dalam Islam

Al Habib Hasan Faruq Alkaff


(Masjid Ulul Azmi Unair Kampus C)

Manusia yang beriman kepada Allah SWT sudah sepatutnya menggantungkan diri
kepada Allah SWT. Allah SWT memberikan setiap manusia yang beriman rezeki yang adil
dan kita wajib bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan. Allah SWT
mengatakan bahwa munculnya konflik adalah dari ketidak adilan. Semakin banyak perbedaan
dalam kehidupan semakin banyak konflik dan yang bisa mengadili konflik tersebut hanyalah
Allah SWT ketika nanti di hari akhir. Allah SWT mengadili hamba-hambanya di hari akhir
agar tidak terjadi konflik. Penyebab utama konflik adalah lisan manusia, lisan adalah
terjemahan hati, dan hati adalah wadah yang berisikan sifat-sifat penyebab konflik seperti
emosi. Para ulama menjelaskan ketika kita membahas lisan, Allah SWT menyebutkan dalam
Al Quran bahwa “pada hari ini kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada
kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”
(QS Yasin:65). Pada hari akhir, tubuh semua manusia akan berbicara kecuali lisan. Jika lisan
dibuka oleh Allah SWT maka yang terjadi adalah adu mulut dengan lisan-lisan manusia lain
yang menyebabkan konflik lagi.

Dalam penciptaannya, manusia diciptakan lebih sempurna dari makhluk apapun.


manusia diberi akal dan nafsu. Jika manusia bisa mengendalikan akal pada nafsunya maka ia
disebut sebagai ahsani taqwim atau manusia yang sempurna. Apapun yang dimisbahkan oleh
Allah SWT dan pantas dimisbahkan olehnya maka itu adalah sempurna, jika disandarkan
kepada makhluk (manusia) mungkin kurang atau buruk. Contoh yang ada di dalam Asmaul
Husna terdapat nama Allah SWT “Yang Maha bahaya.” Jika sifat tersebut terdapat dalam
makhluk (manusia) itu akan berakhir buruk, tetapi ketika itu Allah SWT maka makhluk
(manusia) akan merapat kepadanya karena takut akan bahaya, sehingga ketika mendapatkan
bahaya atau musibah makhluk (manusia) akan menyebut nama Allah SWT. Selain itu ada
sifat Allah SWT “Yang Maha sombong” ketika disandarkan kepada makhluk (manusia) akan
buruk, tetapi ketika disandarkan kepada Allah SWT akan baik karena Ia lah yang berhak
memperoleh seluruh kesempurnaan. Karena itu dalam diri manusia ada empat sifat:
1. Rububiyyah (suka dipuji)
2. Syaitoniyyah (sifat setan)
3. Bahimiyyah (sidat binatang ternak)
4. Sabu’iyah (sifat binatang buas)

Sifat Rububiyyah yang berarti suka dipuji. Allah SWT Yang Maha terpuji sehingga
kita selalu berkata alhamdulillah segala puji bagi allah. Allah SWT juga memiliki sifat
keagungan dan tidak rela hambanya memiliki sifat-sifat tersebut. Allah SWT berfirman
“kesombongan itu adalah sorbanku, dan keagungan adalah sarungku, barangsiapa yang
mencabut salah satunya maka akan kulempar ia ke dalam api neraka dan aku tidak peduli
karena telah berani bersifat yang hanya aku miliki.” Ketika manusia merasakan sifat-sifat
tersebut akan merasa dirinya paling hebat, paling benar, dan itu adalah maksiat yang pertama
kali, berupa sifat wujud. Allah SWT ketika menciptakan malaikat, iblis, jin tidak pernah
merasa didurhakai. Ketika makhluk-makhluk tersebut berada di surga terdapat satu iblis (raja
iblis) yang bernama Azazil atau yang sering dikenal awam sebagai Lucifer dan merasa bahwa
dirinya paling hebat. Ketika Nabi Adam diciptakan dan para malaikat serta iblis
diperintahkan untuk sujud, iblis tidak bersujud kepada Nabi Adam karena berdasarkan sifat
wujud, iblis merasa bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam, iblis diciptakan dari api sedangkan
Nabi Adam diciptakan dari tanah. Maka dari itu wujud adalah sifat utama dari konflik, karena
perdebatan manusia berawal dari pendapat yang masing-masing dari mereka menganggap
benar sehingga muncullah konflik. Sifat yang kedua adalah sifat Syaitoniyah, contohnya
adalah iri dan dengki dalam manusia, merendahkan yang lain, pemberontak dan sifat-sifat
buruk lainnya. Sifat ketiga adalah sifat Bahimiyah yaitu sifat binatang (ternak) yang tamak.
Sifat keempat adalah sifat Sabu’iyah atau sifat binatang buas, dendam, marah, menyerang
(memukul dan bertindak kekerasan).
Konflik-konflik muncul dari keempat sifat tersebut. Konflik tidak bisa dihilangkan
tetapi bisa dikelola. Syaiton membuat pertikaian antara manusia sehingga mereka akan
berkonflik dan akan mendapatkan bagian yang banyak dari tipu daya syaiton. Bagi seseorang
yang menguasai akalnya untuk mengendalikan konflik maka ia pantas dipanggil sebagai
pemimpin, yang dimaksud adalah dapat mengendalikan diri sendiri untuk tidak terjatuh pada
konflik. Dalam Al Quran dikatakan “ikutlah dengan apa yang datang dari Allah SWT dan apa
yang datang dari Rasulullah. Jika sudah taat janganlah bersengketa. Jika sudah seperti itu
(bersengketa) maka kamu akan kalah dan tidak akan ada semangat.” intinya kita sebagai
manusia beriman harus taat kepada Allah SWT.
Masjid Agung Sunan Ampel sebagai Tempat Wisata Religi Kota Surabaya

Masjid Agung Sunan Ampel merupakan salah satu tempat bersejarah bagi masyarakat
pemeluk agama islam khususnya di Surabaya. Seperti namanya, masjid ini didirikan oleh
salah satu wali songo yaitu Sunan Ampel sebagai bentuk untuk menyebarkan agama islam.
Tidak hanya masjid, wilayah ini terdiri atas makam Sunan Ampel dan kuliner khas Ampel.

Pada (28/05/2023), kelompok lima mengunjungi Masjid Agung Sunan Ampel serta
mengunjungi makam dari Sunan Ampel. Tidak sekadar mengunjungi, kelompok kami turut
serta mengikuti pengajian yang dilaksanakan di Masjid Agung Sunan Ampel. Saat
mengunjungi wilayah religi ini, pengunjung diharapkan menggunakan pakaian yang tertutup
dan sopan.
Masjid Agung Sunan Ampel sendiri didirikan pada tahun 1421. Masjid ini didirikan
oleh Sunan Ampel serta sahabatnya, Mbah Soleh dan Mbah Sonhaji, serta beberapa
santrinya. Sejak 1972, kawasan ini ditetapkan sebagai tempat wisata religi oleh pemerintah
Kota Surabaya. Hal ini terbukti saat menjelang Ramadhan atau Idul Fitri, jumlah pengunjung
tempat wisata ini meningkat pesat.

Anda mungkin juga menyukai