Anda di halaman 1dari 15

Makalah

“ Sejarah Kebudayaan Islam “


Disusun
O
L
E
H
                                                     Gresik,22 November 2013 

Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Sejarah Kebudayaan
Islam. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 

                                                              Penyusun

                                                               Kelompok 3
                                                         Daftar Isi
A. Masyarakat Madinah Pra Islam
           

Kepercayaan Masyarakat Madinah Pra Islam……………………………………     1


Kondisi Msyarakat Madinah Pra
Islam………………………………………………………………………....            2
Suku-Suku Terkemuka Di
Madinah………………………………………………………………………….            3
B.              Hijrah Ke Madinah
Langkah-Langkah Dakwah Nabi
Muhammad…………………………………………………………………………        5

C. Respon Masyarakat Madinah Terhadap Nabi


           

Perang Badar………………………………………………………………………………………            8
Perang Uhud ……………………………………………………………………………………………    8
Perang Khandaq……………………………………………………………………………………          10
Perdamaian Hudaibiyah………………………………………………………………………………..    11

D. Fathul Makkah Kemenangan Umat Islam


           

Motivasi Fathu Makkah……………………………………………………………………………………          13


Haji Wada’…………………………………………………………………….………….            14

2. Sejarah Nabi Muhammad Periode Madinah


       A . Masyarakat Madinah Pra Islam
1)   Kepercayaan Masyarakat Madinah pra Islam
Sebelum kedatangan Islam ke kota Yatsrib (Madinah), masyarakatnya telah memiliki
agama dan kepercayaan. Agama yang dianut sebagian masyarakat kota ini adalah agama
Yahudi dan Nasrani, selain agama pagan. Agama pagan adalah kepercayaan kepada benda-
benda, dan kekuatan-kekuatan alam, seperti matahari, bintang-bintang, bulan, dan
sebagainya.
Agama Yahudi masuk ke kota Yatsrib berbarengan dengan masuknya para imigran
dari wilayah utara sekitar abad ke-1 dan ke-2 M. Mereka pindah ke Yatsrib untuk melepaskan
diri dari penjajahan bangsa Romawi. Migrasi pertama diikuti oleh gelombang perpindahan
besar pada tahun 132 - 135 M, ketika pemerintahan Romawi menindak keras bangsa Yahudi
yang mencoba melakukan pemberontakan. Di antara suku-suku bangsa yang menganut
agama Yahudi adalah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Gathfan, Bani Quraidlah. Mereka
inilah yang mempertahankan kepercayaannya hingga Islam datang. Bahkan banyak di antara
mereka yang bersekutu dengan para penguasa Quraisy untuk mengusir dan membunuh Nabi
Muhammad saw. serta menggagalkan perjuangan umat Islam.
Sementara penganut agama Nasrani merupakan kelompok minoritas. Mereka berasal
dari kelompok Bani Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk Kristen pada tahun 343 M
ketika kelompok missionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarkan agama
Nasrani di wilayah itu.

Selain penganut agama Yahudi dan Nasrani, terdapat pula para penganut agama
primitif yang menyembah kekuatan-kekuatan alam. Mereka tidak banyak, tetapi keberadaan
mereka merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Mereka hidup sesuai dengan tradisi
yang telah diwariskan oleh nenek moyang dengan menjalankan praktik peribadatan yang
tidak bersesuaian dengan agama monotheisme atau agama tauhid. Karena itu, tak jarang di
antara mereka terjadi keributan, terutama antara mereka dengan masyarakat yang menganut
agama Yahudi. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia yang
dipilih Tuhan sehingga merasa diri mereka paling benar dan mengejek kelompok lain.
Keadaan ini berlangsung cukup lama hingga kedatangan dan perkembangan Islam di kota
Yatsrib (Madinah).

2) Kondisi Sosial Masyarakat Madinah Pra Islam


Sebelum kedatangan agama Islam, Madinah bernama Yatsrib. Kota ini merupakan
salah satu kota terbesar di propinsi Hijaz. Kota ini merupakan kota strategis dalam jalur
perdagangan yang menghubungkan antara kota Yaman di selatan dan Syiria di utara. Selain
itu, Yatsrib merupakan daerah subur di Arab yang dijadikan sebagai pusat pertanian.
Sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari bercocok tanam, selain berdagang
dan beternak.
Karena letaknya yang strategis dan berlahan subur maka tak heran jika banyak
penduduknya yang berasal dari bukan wilayah itu. Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian
besar dari mereka adalah para pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara atau selatan.
Pada umumnya mereka pindah ke wilayah ini karena persoalan politik, ekonomi, dan
persoalan-persoalan kehidupan lainnya, misalnya bangsa Yahudi dan bangsa Arab Yaman.
Kedua bangsa inilah yang mendominasi kehidupan sosial ekonomi dan politik.
Kelompok masyarakat Yahudi yang berdiam di kota Yatsrib kebanyakan berasal dari
wilayah utara. Mereka datang ke kota itu secara bergelombang yang dimulai pada abad ke-1
dan ke-2 M. Mereka berusaha menghindar dari kejaran bangsa Romawi yang ingin
membunuh dan menghancurkan kehidupan mereka. Pengejaran ini dilakukan karena bangsa
Romawi memandang bangsa Yahudi sebagai bangsa pemberontak. Mereka melakukan
pemberontakan terhadap kekuasaan bangsa Romawi yang tengah berkuasa saat itu.
Sementara bangsa Arab datang ke Yatsrib karena negerinya dilanda bencana alam,
berupa hancurnya bendungan Ma'arib yang dibangun sejak masa ratu Balqis ketika kerajaan
Saba masih berjaya. Selain persoalan itu, alasan kepindahan bangsa Arab selatan ini ke
Yatsrib karena persoalan konflik politik yang berkepanjangan yang melanda negara dan
bangsa mereka. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di Yatsrib adalah suku
'Aus dan Khazraj.
Kedatangan bangsa Arab Yaman ke Yatsrib diperkirakan terjadi pada tahun 300 M.
Mereka juga berdatangan secara bergelombang. Gelombang terbesar terjadi pada akhir abad
ke-4 M. Kedatangan mereka secara masal ini ternyata mengalahkan jumlah masyarakat
Yahudi yang lebih awal menetap di kota itu.
Pada awalnya, kedua suku bangsa ini, yakni Yahudi dan Arab dapat hidup secara
berdampingan, saling menghormati satu sama lain dan sebagainya. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, ketika masyarakat Arab melebihi jumlah penduduk bangsa
Yahudi, mulai timbul kecurigaan dan saling ancam. Ketegangan ini berawal dari sikap bangsa
Yahudi yang sangat sombong. Mereka menyombongkan diri sebagai manusia pilihan Tuhan
karena dari suku mereka banyak diutus para nabi dan rasul. Selain itu, mereka adalah pengaut
agama tauhid, sementara masyarakat Arab adalah penyembah berhala.

Apabila timbul konflik di antara mereka, dua kelompok sosial ini, orang Yahudi
selalu berkata dengan nada ancaman, "Kehadiran seorang Nabi yang akan diutus sudah dekat.
Dia akan memimpin kami untuk membunuh kalian." Para pendeta jika ditanya tentang
kedatangan Nabi mereka selalu menunjuk ke Yaman. Isyarat itu bagi penduduk Yatsrib
bukan negeri Yaman, melainkan kota Mekkah. Oleh sebab itu, ketika orang Yatsrib
mendengar ada seseorang di Mekkah yang mengaku dirinya sebagai Nabi, mereka membuka
telinganya lebar-lebar untuk mencari informasi mengenai kebenaran berita tersebut. Ketika
musim haji tiba, mereka mengutus para pemuda untuk datang dan menyelidiki kebenaran itu.
Hasilnya, ternyata berita yang disebarkan buru-buru mendatangi Nabi Muhammad saw. yang
kemudian menghasilkan dua perjanjian, yaitu Perjanjian Aqabah 1 dan Perjanjian Aqabah II.
Dari perjanjian ini kemudian mereka menyusun strategi untuk meminta Nabi datang ke
Yatsrib dan mengajak bangsanya memeluk Islam.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Madinah atau Yatsrib sebelum
kedatangan agama Islam terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu bangsa Yahudi yang
datang lebih awal ke Yatsrib dan bangsa Arab Yaman.

 3.Suku-Suku Terkemuka di Madinah


          a. Bani Qainuqa
BANI QAINUQA' disebut juga sebagai Bani Kainuka, Bani Kaynuka, Bani Qaynuqa’ (bahasa
Arab: ‫قينقاع‬ ‫ )بنو‬adalah satu di antara tiga suku Yahudi yang tinggal di Yatsrib, sekarang Madinah. Mereka
merupakan kumpulan Yahudi yang paling ramai dan paling kuat di kota Yatsrib. Pada tahun 624, mereka diusir
oleh Nabi Islam, Muhammad, kerana diketahui melanggar perjanjian yang dikenali sebagai Piagam Madinah.
Pada abad ke-7, Bani Qainuqa’ adalah sebuah suku yang tinggal di dua benteng di bahagian barat daya kota
Yatsrib, yang sekarang disebut Madinah, telah menetap di sana sejak waktu yang tidak diketahui. Kedatangan
mereka mengikut setengah para Sarjana Barat dari Palestin kerana di Palestine tersebar luas penganut Agama
Nasrani.
Meskipun sebahagian besar dari mereka menggunakan nama Arab, tetapi mereka adalah dari etnik asli Yahudi
dan beragama Yahudi. Mereka mencari nafkah melalui perdagangan dan kerajinan tangan, termasuk menjadi
tukang emas dan tukang besi, serta membuat senjata. Pasar di Yatsrib terletak di tempat dimana bani Qaynuqa’
tinggal. Bani Qaynuqa’ bersekutu dengan sebuah suku arab, Bani Khazraj, dan mendukung mereka melawan
Bani Aus.
b. Bani Nadhir
Bani Nadhir atau Banu Nadhir (Bahasa Arab: ‫النظير‬ ‫ )بنو‬merupakan segolongan puak daripada
kaum Yahudi yang menetap di kawasan Lembah Hijaz berdekatan kota Madinah sehingga abad ketujuh Masihi.
Kawasan perkampungan mereka terletak di Wadi Mudzaineb (di tenggara kota suci Madinah Al Munawwarah.
Jarak perkampungan itu terletak kira-kira 3.5 kilometer (2.2 bt) dari Masjid Nabawi dan kira-kira 1 kilometer
(0.62 bt) dari Masjid Quba. Kini bekas tapak perkampungan itu sahaja masih tinggal tetapi masyarakat Yahudi
Banu Nadhir sudah tiada.

B. Hijrah Nabi Muhammad saw. Ke Madinah


Kota Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah sebuah lembah yang
tandus. Kondisi alam (geografis) negeri ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan
watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Mekkah berwatak buruk dan tidak mampu
berpikir secara jernih. Sementara itu, Madinah merupakan wilayah pertanian subur yang
menghasilkan hasil-hasil pertanian melimpah. Suhu udaranya tidak sepanas di Mekkah.
Sebaliknya, masyarakat Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan dan cerdas. Jadi,
dakwah Islam lebih mudah diterima dalam masyarakat yang seperti itu daripada masyarakat
kota Mekkah.
Dalam perjalanan sejarah manusia, hampir seluruh nabi yang diutus Tuhan tidak
berkembang di negerinya sendiri bahkan masyarakatnya sendiri tidak menghormatinya.
Demikian halnya dengan perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Di Kota
Mekkah, masyarakatnya mencaci maki dan memusuhinya, sebaliknya masyarakat Madinah
sangat menanti dan menunggu kedatangan Nabi Muhammad saw.
Para pemuka dan kalangan bangsawan Quraisy Mekkah merupakan penentang Islam
yang paling gigih. Menurut mereka kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi
sosial politik mereka. Karena itu, para pembesar Quraisy secara terang-terangan menentang
Islam sejak pertama kali agama itu didakwahkan Nabi Muhammad saw. Sementara itu, di
Madinah tidak terdapat sistem kepemimpinan bangsawan. Maka dalam lingkungan sosial
seperti itu penyebaran Islam lebih sukses dibandingkan di Kota Mekkah. Dari kenyataan
seperti itu, Nabi Muhammad saw. memiliki kota Madinah sebagai tempat tujuan hijrah.
Alasan lain Nabi Muhammad saw. dan umat Islam hijrah ke Madinah karena tekanan
dan gangguan bahkan ancaman masyarakat Quraisy terhadap dirinya dan umat Islam semakin
menjadi. Beliau memerintahkan para sahabatnya terlebih dahulu untuk pergi ke Madinah.
Ketika kaum musyrikin Mekkah mendengar rencana tersebut, mereka sangat marah dan
berusaha merencanakan pembunuhan terhadap Nabi. Berita ancaman itu segera didengar
Nabi, lalu ia bersama Abu Bakar dan Ali menunggu perintah Allah. Ketika suasana semakin
kritis, turunlah perintah Allah yang memerintahkan Nabi-Nya hijrah ke Madinah.

Atas berbagai pertimbangan di atas, Nabi Muhammad saw. menempuh jalan hijrah
sebagai alternatif perjuangan untuk menegakkan ajaran Islam. Diceritakan bahwa pada suatu
petang menjelang hijrah, Nabi Muhammad saw. bersama Abu Bakar tidur di lantai,
sementara Ali menempati tempat tidur Nabi Muhammad saw. Kemudian pada tengah malam
Nabi bersama Abu Bakar berangkat meninggalkan Mekkah tanpa sepengetahuan masyarakat
Quraisy. Ketika mereka mengepung rumah Nabi dengan tujuan untuk membunuhnya, mereka
sangat kecewa karena hanya menemukan Ali yang sedang tidur di ranjang Nabi. Mereka
kemudian mengejar Nabi, tapi tidak ketemu karena Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di Gua
Tsur. Setelah situasi aman, Nabi dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan dan akhirnya tiba di
kota Madinah dengan selamat pada hari Jumat tanggal 16 Rabbiul Awal bertepatan dengan
tanggal 8 Juni tahun 622 M. Selang tiga hari kemudian, Ali menyusul mereka.
Kehadiran Nabi Muhammad saw. dan umat Islam di kota Madinah menandai jaman
baru bagi perjalanan dakwah Islam. Umat Islam di kota Madinah tidak lagi mendapat
gangguan dari masyarakat kafir Quraisy, karena mereka mendapat perlindungan dari
penduduk Madinah yang muslim.
1)   Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad di Madinah
Adapun langkah-langkah Nabi Muhammad saw. ketika tiba di Madinah adalah sebagai
berikut:

1. Membangun Masjid

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw. setibanya di Madinah adalah
membangun masjid. Masjid pertama dibangunnya di Quba pada sebuah tanah milik kedua
anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi selain untuk pembangunan
masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid inilah yang dikenal kemudian dengan nama Masjid
Nabawi.
Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan
ibadah sholat, juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran
keagamaan, mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah,
pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya. Dengan demikian, masjid juga berfungsi sebagai
pusat kegiatan politik dan pemerintahan saat itu.
Dengan dibangunnya masjid ini, umat Islam tidak merasa takut lagi untuk
melaksanakan sholat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak takut lagi
dikejar-kejar oleh orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam.
Sejak saat itulah pelaksanaan sholat telah terumuskan dengan baik dan sempurna. Panggilan
untuk melaksanakan sholat juga telah dikumandangkan. Orang yang pertama kali
mengumandangkan panggilan sholat atau azan adalah Bilal bin Rabah. Dia diberi
kepercayaan untuk melaksanakan azan karena memiliki suara yang sangat bagus dan merdu.
Dari hari ke hari masjid Madinah menjadi ramai karena terus didatangi oleh para jamaah
yang akan melaksanakan sholat berjamaah bersama Nabi Muhammad saw.
Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak berdirinya masyarakat
Islam, juga merupakan titik awal pembangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid
dengan sendirinya tertata rapi, sehingga lama-kelamaan tempat itu menjadi pusat kota dan
pusat perdagangan serta pemukiman. Nabi Muhammad saw. sendiri sangat besar
perhatiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sarana jalan dan
jembatan. Beliau bersama-sama umat Islam membangun jembatan-jembatan yang
menghubungkan antara satu lembah dengan lembah yang lain sehingga masyarakat setempat
dapat berhubungan dengan masyarakat lainnya.

2. Menciptakan Persaudaraan Baru

Sejak kedatangan Nabi Muhammad saw. di Madinah, beliau selalu melakukan


langkah-langkah positif demi perbaikan kehidupan masyarakat muslim Madinah khususnya
dan masyarakat non muslim pada umumnya sehingga tercipta suasana aman dan damai.
Langkah konkret lain yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah menciptakan
persaudaraan baru antara kaum muslimin yang berasal dari Mekkah (kaum Muhajirin)
dengan umat Islam Madinah (kaum Anshar). Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat
barisan umat Islam di kota Madinah.
Untuk mencapai maksud tersebut, Nabi Muhammad saw. mengajak kaum muslimin
supaya masing-masing bersaudara demi Allah. Nabi Muhammad saw. sendiri bersaudara
dengan Ali ibnu Abi Thalib, Hamzah ibnu Abdul Mutholib bersaudara dengan Zaid, Abu
Bakar bersaudara dengan Kharijah ibnu Zaid, Umar ibnu Khattab dengan 'Ithbah ibnu Malik
al-Khazraji dan Ja'far ibnu Abi Thalib dengan Mu'adz ibnu Jabal. Muhajirin lainnya
dipersaudarakan dengan kaum Anshar yang lain.
Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru,
yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan
darah. Dalam persaudaraan seperti ini, kaum Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah
dengan saudara mereka kaum Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan
penderitaan yang dialami saudara-saudara mereka dari kota Mekkah tersebut, karena mereka
datang ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan, sanak saudara, dan sebagainya.
Sehingga mereka benar-benar menderita dan memerlukan pertolongan.
Sejak terciptanya tali persaudaraan di antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar,
suasana semakin damai dan aman karena kaum Muhajirin kemudian banyak yang telah
melakukan kegiatan perdagangan dan pertanian. Di antaranya adalah Abdurrahman bin 'Auf
menjadi pedagang dan Abu Bakar, Umar, dan Ali menjadi petani. Nabi selalu menganjurkan
kepada umat Islam untuk bekerja keras dalam mencari nafkah yang halal demi kehidupan
mereka di Madinah.

3. Perjanjian Dengan Masyarakat Yahudi Madinah

Langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah bermusyawarah


dengan para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar unuk merumuskan pokok-pokok
pemikiran yang akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang
berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan masyarakat Yahudi yang sedia hidup
berdampingan secara damai dengan umat Islam. Undang-undang ini kemudian dikenal
sebagai sebuah Piagam Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.

Di antara butir-butir perjanjian itu adalah sebagai berikut:


1. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan
menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang
diserang.
3. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban
untuk kepentingan bersama.
4. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah.
Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya
dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin tertinggi di
Madinah.
Dengan diserahkannya semua perselisihan yang tidak terselesaikan secara musyawarah
akan diserahkan kepada Nabi Muhammad saw., berarti masyarakat yang dibangun oleh Nabi
Muhammad saw. di Madinah sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, yaitu negara
Madinah. Di negara baru ini Nabi Muhammad saw. diangkat secara aklamasi sebagai kepala
negara dan diberikan otoritas untuk memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah
disepakati bersama.
Piagam Madinah yang telah disepakati bersama itu menjadi titik tolak pembentukan
negara yang demokratis, karena di dalam perjanjian tersebut terdapat poin-poin yang
memberikan kebebasan kepada para penduduknya, termasuk penduduk yang bukan muslim
untuk menjalankan perintah agamanya tanpa mendapat gangguan apapun.
Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, ternyata piagam tersebut tidak dilaksanakan
dengan baik oleh orang-orang Yahudi, bahkan mereka melanggar perundang-undangan yang
telah disepakati tersebut. Dengan demikian, maka piagam Madinah tidak dapat dilaksanakan
dan hanya berlaku beberapa waktu saja.

C. Respon Masyarakat Madinah Terhadap Dakwah


Nabi Muhammad
Sejak Nabi Muhammad saw. tinggal menetap di Madinah, beliau terus berusaha
menyebarkan ajaran Islam kepada semua penduduk di kota tersebut, termasuk kepada
penduduk Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad saw.
selain karena kewajiban yang harus dilaksanakannya, juga karena ia melihat mayoritas
masyarakat Madinah menyambut dengan baik saat beliau dan umat Islam tiba di kota
tersebut.
Setiap saat beliau selalu berdakwah kepada penduduk Madinah tanpa mengenal lelah
dan tidak mengenal takut, apalagi putus asa. Dakwah yang dilakukannya itu mendapat
sambutan beragam, ada yang menerima dan kemudian masuk Islam dan ada pula yang
menolak secara diam-diam, misalnya orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan
kehadiran Nabi Muhammad saw. dan orang Islam. Penolakan ini mereka lakukan secara
diam-diam karena tidak berani berterus terang untuk menentang Nabi dan umat Islam yang
mayoritas tersebut.
Masyarakat Madinah menyambut baik kedatangan Nabi dan umat Islam di Madinah,
terutama kabilah Aus dan Khazraj. Kedua suku Arab tersebut sejak awal telah menyatakan
kesetiaannya kepada Nabi dan bersedia membantu beliau dalam menyebarkan ajaran Islam
kepada masyarakat Madinah. Hal ini dapat dilihat dari perjanjian Aqabah yang mereka
lakukan, baik perjanjian Aqabah pertama maupun perjanjian Aqabah kedua Setelah
menerima ajaran Islam, kedua suku yang suka berperang ini akhirnya bersatu di bawah panji
Islam. Mereka bersama-sama Rasulullah saw. dan umat Islam lainnya berjuang menegakkan
syariat Islam. Mereka rela berkorban nyawa dan harta demi syiar Islam.
Sementara kelompok masyarakat Yahudi Madinah sejak awal memang sudah kurang
peduli dengan kedatangan Nabi Muhammad saw. dan umat Islam, karena mereka menduga
posisi mereka akan tergeser. Pada awalnya orang Yahudi menerima apa yang terjadi karena
untuk alasan keamanan dan politik. Namun sekutu mereka, yaitu Aus dan Khazraj telah
memeluk Islam. Kedua suku ini tidak membutuhkan lagi bantuan masyarakat Yahudi, karena
telah mendapatkan pimpinan yang ideal buat mereka, yaitu Muhammad saw. Dari sinilah
muncul benih-benih permusuhan antara umat Islam dan Yahudi di Madinah. Mereka mulai
membujuk orang-orang Arab Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam untuk kembali ke
agama lama mereka dan mereka kembali bersatu untuk menyerang ajaran-ajaran Islam
dengan maksud menghalangi penyebaran Islam ke masyarakat lain.

1)   Perang Badar
Setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan
diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas dan diterima oleh
banyak kabilah-kabilah arab.  Kekuatan dan ekonomi Madinah telah menjadi kukuh.  Orang-orang
arab Quraisy Makkah tidak senang hati dengan kemajuan ini.Perang Badar merupakan perang
pertama yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam
yang berpegang teguh pada tali agama Allah.  Kemenangan besar kaum muslimin tidak terletak pada
jumlah tentara yang ikut serta tetapi terkandung dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari
mereka.  Dengan Keyakinan mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan
bantuan ibarat air yang mengalir menuju lembah yang curam.  Tidak  ada sesiapa yang dapat
menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa menjalankan
perintahnya dan menjauhi larangannya.Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah
hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan
terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian
yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah
memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan
kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk
menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi
hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka.
2)   Perang Uhud
Perang Uhud (Bahasa Arab: ‫غزوة أحد‬ Ġazwat ‘Uḥud) berlaku pada hari Sabtu, 7 Syawal atau 11
Syawal tahun ketiga hijrah (26 Mac 625 M) antara tentera Islam dengan tentera kafir Quraisy. Perang
Uhud adalah pelantar untuk orang Quraisy membalas dendam terhadap kekalahan mereka
ketikaPerang Badar. Dinamakan Perang Uhud kerana ia berlaku di sebuah tempat yang
dikelilingi Bukit Uhud.[3]Pertempuran ini disertai 1,000 orang tentera Islam yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad s.a.w. menuju ke Uhud tetapi hanya 700 orang sahaja yang berjaya sampai ke medan
Uhud. Hal ini kerana di pertengahan jalan seramai 300 orang telah berpatah balik ke Madinah setelah
dihasut olehAbdullah bin Ubai iaitu ketua orang munafiq. Tentera kafir Quraisy seramai 3,000 orang
yang diketuai oleh Abu Sufyan ibni Harb.
Strategi Nabi Muhammad
Nabi Muhammad s.a.w. telah menyusun strategi dengan membahagikan tentera kepada tiga
pasukan iaitu pasukan kanan dan kiri berhadapan melawan musuh. Manakala pasukan pemanah
seramai 50 orang telah ditempatkan di atas bukit Uhud. Semua tentera pemanah tidak dibenarkan
meninggalkan tempat masing-masing kecuali dengan arahan baginda sama ada kalah atau menang.
Peta pertempuran, menunjukkan kedudukan dan pergerakan Muslim dan Musyrikin.
Pertempuran bermula dengan perang tanding antara kedua pihak yang dimenangi pihak
Muslim. Kedua-dua pasukan tentera kemudian mula bertempur, dengan tentera Muslim berjaya
menggoyahkan tentera musyrik Quraisy. Pasukan pemanah Muslim lalu turun dari Bukit Uhud apabila
melihat tentera Quraisy lari meninggalkan medan perang. Mereka berebut-rebut mengambil harta
rampasan perang yang ditinggalkan sehingga mereka lupa larangan Nabi Muhammad supaya tidak
meninggalkan Uhud walau apapun yang berlaku.Namun hanya 14 orang pemanah yang beriman
sahaja yang tinggal.Apabila melihat tentera Islam turun dari Bukit Uhud, Khalid bin al-Walid ketua
tentera berkuda Quraisy bertindak balas mengelilingi bukit dan melakukan serang hendap dari arah
belakang. Dalam serangan tersebut, tentera Islam terkepung dan menjadi lemah kemudian tersebar
khabar angin mengatakan Nabi Muhammad s.a.w. telah terbunuh. Keadaan ini menyebabkan tentera
Islam menjadi kucar-kacir.Walau bagaimanapun, Nabi Muhammad s.a.w. masih selamat dengan
dilindungi beberapa orang sahabat. Dalam keadaan yang sangat genting itu, Ubai bin Khalaf
menghampiri Nabi Muhammad untuk membunuh baginda. Nabi Muhammad sendiri mengambil
sebatang tombak dan terus merejam leher Ubai bin Khalaf lalu membunuhnya. Beliau adalah satu-
satunya orang yang dibunuh oleh Nabi Muhammad s.a.w. sepanjang hayatnya. Beberapa orang
sahabat telah terbunuh ketika bertindak melindungi Nabi Muhammad s.a.w. dengan membuat perisai,
namun baginda mengalami luka pada muka, bibir , kedua-dua lutut , pipi dan patah giginya ketika
terjatuh ke dalam perangkap yang digali oleh Abu Amar Al Rahab.Selepas pertempuran hebat,
kebanyakan tentera Muslim berjaya berundur ke Uhud di mana mereka berkumpul semula. Menaiki
kuda, pasukan Quraisy gagal mendaki lereng bukit dan kehilangan kelebihan serangan mengejut
mereka. Perang ini berakhir apabila Abu Sufyan membuat keputusan tidak mengejar lanjut tentera
Muslim, mengisytiharkan kemenangan.
Tentera yang terbunuh
 Bilangan tentera Islam yang terbunuh dalam peperangan ini kira-kira 70 orang manakala jumlah
tentera Quraisy seramai 23 orang.
 Bapa saudara nabi, Saidina Hamzah bin Abdul Muttalib telah mati terbunuh oleh seorang hamba
bernama Wahsyi. Wahsyi telah membaling lembing lalu terkena tulang rusuk Saidina Hamzah.Selepas
peperangan, Hindun telah merentap hatinya lalu mengunyahnya kemudian diluahkannya.
 Nabi Muhammad berasa amat sedih dan memerintahkan agar semua yang mati syahid dikebumikan
dengan pakaian yang mereka pakai ketika berperang.

3)   Perang Khandaq (Perang Parit )


            Khandaq berarti Parit. Nama ini digunakan untuk menyebut sebuah perang yang terjadi pada tahun ke-5
setelah Hijrah ke Madinah (Tahun 627 Masehi). Perang Khandaq adalah perang umat Islam melawan pasukan
sekutu yang terdiri dari Bangsa Quraisy, Yahudi, dan Gatafan. Perang Khandaq disebut juga Perang Ahzab,
yang artinya Perang Gabungan. Muaranya adalah ketidakpuasan beberapa orang Yahudi dari Bani Nadir dan
Bani Wa’il akan keputusan Rasulullah SAW yang menempatkan mereka di luar Madinah. Dari Bani Nadir
adalah Abdullah bin Sallam bin Abi Huqaiq; Huyayy bin Akhtab; dan Kinanah ar-Rabi bin Abi Huqaiq.
Sedangkan dari Bani Wa’il adalah Humazah bin Qais dan Abu Ammar.Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal
tahun kelima hijriyah, menurut pendapat yang paling tepat. Karena sebagian ulama berbeda pendapat tentang
waktu terjadinya peristiwa besar ini. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kejadian ini terjadi pada tahun keempat
hijriyah. Sedangkan ulama lainnya seperti Ibnul Qayyim merajihkan bahwa peristiwa ini terjadi tahun kelima
hijriyah. (Zadul Ma’ad, 3/269-270)
Awal Mula Peperangan
Di antara sebab peristiwa ini ialah seperti yang diceritakan oleh Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, 3/270).
Beliau mengatakan: Ketika orang-orang Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas kaum
muslimin pada perang Uhud, dan mengetahui janji Abu Sufyan untuk memerangi muslimin pada
tahun depan (sejak peristiwa itu), berangkatlah sejumlah tokoh mereka seperti Sallam bin Abil
Huqaiq, Sallam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi’, dan lain-lain ke Makkah menjumpai beberapa
tokoh kafir Quraisy untuk menghasut mereka agar memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bahkan mereka menjamin akan membantu dan mendukung kaum Quraisy dalam rencana itu.
Quraisy pun menyambut hasutan itu.
Kekuatan Pasukan Quraisy
Setelah itu, tokoh-tokoh Yahudi tadi menuju Ghathafan dan beberapa kabilah Arab lainnya untuk
menghasut mereka. Maka disambutlah hasutan itu oleh mereka yang menerimanya. Kemudian,
keluarlah Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan dengan 4.000 personil, diikuti Bani Salim, Bani Asad,
Bani Fazarah, Bani Asyja’, dan Bani Murrah.Namun musuh-musuh Allah dari umat Yahudi belum
puas terhadap hasil yang dilakukan, setelah mereka mengetahui bahwa Quraisy telah menerima
ajakan mereka untuk memerangi Rasulullah SAW dan orang-orang beriman di Madinah, mereka
keluar dan pergi ke suku Gothofan dari Qais Gailan, mengajak mereka  untuk memerangi Rasulullah
SAW seperti halnya yang mereka lakukan terhadap Quraisy, dan menyatakan bahwa mereka
(Yahudi) akan selalu bersama mereka. Mereka tetap tinggal di tempat mereka hingga suku Gotofhan
menyetujuinya. Kemudian setelah itu mereka menemui Bani Fazarah dan Bani Murrah, dan berhasil
mengajak mereka untuk memerangi Rasulullah SAW dan umat Islam di Madinah.Oleh karena itulah
pasukan begitu banyak dan peralatan begitu lengkap, suku Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan
bin Harb, suku Gotofahn di pimpin oleh Uyaynah bin Hisn bin Hudzaifah bin Badr pada Bani Fazarah,
Bani Murrah di pimpin oleh Harits bin Auf, Bani Asyja’ di pimpin oleh Mas’ud bin Rakhilah bin
Nuwairah bin Tharif bin Samhah bin Gotofahn. Mereka bergerak dengan jumlah yang banyak dan
peralatan yang lengkap untuk satu tujuan; perang melawan Rasulullah SAW. Mereka bersepakat
untuk berkumpul di Khaibar, dan jumlah mereka dari berbagai kelompok dan suku adalah 10 ribu
pasukan, adapun pucuk pimpinan dalam perang tersebut dipegang oleh Abu Sufyan bin Harb
Strategi Parit dari Sahabat Salman Al-Farisi
Ketika mendengar langkah-langkah yang dilakukan oleh yahudi dan berhasil mengumpulkan
pasukan dari berbagai suku Arab, Rasulullah melakukan musyawarah dengan para sahabat untuk
menghadapi pasukan yang banyak tersebut. Pada saat itu jumlah umat Islam masih sedikit; hanya
sekitar 3 ribu personil, padahal jumlah pasukan musuh telah mencapai 10 ribu personil. Tentunya
mereka beranggapan tidak ada daya dan kekuatan untuk menghadapi mereka secara konfrontatif,
kecuali dengan membangun benteng sehingga dapat menghalangi langkah musuh. Umat Islam ketika
itu berhadapan dengan dua buah pilihan yang sama beratnya. Mereka tidak mungkin menyongsong
pasukan lawan karena sama saja bunuh diri. Namun untuk bertahan pun, jumlah mereka terlampau
sedikit.Namun Salman Al-Farisi punya ide lain. Beliau berkata: ”Wahai Rasulullah, sewaktu kami di
Persia, jika kami diserang, kami membuat parit, alangkah baik jika kita juga membuat Parit sehingga
dapat menghalangi dari melakukan serangan”.Secara cepat nabi saw menyutujui pendapat Salman.
Maka dari itu, membuat parit menjadi peristiwa pertama yang disaksikan oleh Arab dan umat Islam,
karena mereka belum pernah menyaksikan sebelumnya parit sebagai sarana untuk berperang.
Inilah asal muasal nama Perang Khandaq.
4)   Perdamaian Hudaibiyah
Pada tahun ke enam, Rasulullah  berangkat melakukan umrah, mereka segera pergi. Dia
keluar bersama seribu empat ratus (1.400) laki-laki tanpa senjata kecuali senjata orang yang
musafir, yaitu pedang dalam sarungnya. Para sahabanya menggiring unta. Maka ketika kaum
Quraisy mengetahui, mereka mengumpulkan pasukan untuk menghalanginya dari Baitullahil
Haram. Rasulullah r melaksanakan shalat khauf, kemudian mendekati kota Makkah, maka
tunggangannya beristirahat. Kaum muslimin berkata, ‘al-Qashwa telah kosong.
Nabi  bersabda, ‘Ia tidak kosong, sesungguhnya yang menahan ditahan oleh yang menahan
tentara gajah. Demi Allah, tidaklah mereka meminta kepadaku pada hari ini
satu garis yang mengandung pengagungan kehormatan Allah, melainkan aku memberikannya
kepada mereka. Kemudian Nabi  menghalau untanya, lalu ia berdiri, kemudian kembali
hingga singgah di atas satu waduk Hudaibiyah yang sedikit air. Lalu ia mengambil anak
panah dari tempat anak panahnya, lalu menancapkan padanya. Maka mengalir air tawar untuk
mereka hingga mengambil dengan tangan mereka dari sumur. Budail pulang, lalu
mengabarkan kepada
kaum Quraisy, kemudian mereka mengutus ‘Urwah bin Mas’ud, untuk membicarakan
masalah itu. Para sahabat Nabi r memperlihatkan kepadanya beberapa perkara yang
menunjukkan kebesaran cinta mereka kepadanya  dan ketaatan mereka terhadap perintahnya.
Ia pun kembali dan menceritakan kepada kaum Quraisy
dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki dari
bani Kinanah yang bernama Hulais bin ‘Alqamah, dan mereka mengutus sesudahnya Mikraz
bin Hafsh. Saat dia berbicara dengan Rasulullah , tiba-tiba datang Suhail bin ‘Amr, Nabi
bersabda: “ ْ‫ْ ُﻢ ِﻛﺮْ َﻣﺃ‬ ‫ ِْﻦﻣ‬ ‫ْ ُﻢ َﻜﻟ‬ ‫”ﺪَﻗ ﻞِّ ﻬُﺳ‬. “Telah dimudahkan bagimu dari perkaramu.” Kemudian
terjadilah perdamaian di antara kedua golongan, padahal kalau kaum muslimin melawan
musuh mereka di saat itu, niscaya mereka bisa menang, akan tetapi mereka ingin menjaga
kehormatan Baitullah. Perdamaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada peperangan di antara kedua golongan selama sepuluh tahun.
2. Sebagian mereka saling memberi rasa aman kepada yang lain.
3. Nabi kembali pulang pada tahun ini, dan mereka mengijinkannya  memasuki Makkah
pada tahun berikutnya.
 4. Sesungguhnya tidak ada seorang laki- laki yang datang kepada Rasul  dari kaum
Quraisy, sekalipun ia beragama Islam, melainkan dia rmengembalikannya kepada mereka,
dan mereka tidak mengembalikan kepada Rasul  siapa yang datang kepada mereka dari
sisinya .
 5. Barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Muhammad  dari selain suku Quraisy
niscaya ia masuk padanya, dan barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Quraisy
niscaya ia masuk padanya.
Kesimpulan perdamaian Hudaibiyah Banyak dari kalangan sahabat yang menentang
perdamaian ini dan mereka melihat terdapat kezaliman pada isi perjanjian tersebut dan
merugikan kaum muslimin. Akan tetapi mereka merasakan seiring perjalanan waktu adanya
kesudahan yang baik dan pengaruh terpuji, di antaranya adalah:
1. Pengakuan kaum Quraisy terhadap keberadaan negara Islam. perjanjian tidak pernah
terjadi kecuali di antara dua yang sebanding. Pengakuan ini memberikan pengaruh dalam
jiwa kabilah-kabilah yang lain.
2. Masuknya wibawa di hati orang- orang musyrik dan munafik, dan sebagian besar dari
mereka yakin dengan kemenangan Islam. Sebagian fenomena itu nampak dengan masuknya
sebagian pemimpin Quraisy ke dalam Islam, seperti Khalid bin Walid t dan Amr bin ‘Ash .
3. Perdamaian itu memberikan kesempatan untuk menyebarkan Islam dan mengenalkan
manusia dengannya, yang membawa banyaknya kabilah arab yang masuk agama Islam.
 4. Kaum muslimin merasa aman dari ancaman kaum Quraisy, mereka memindahkan
perhatian mereka kepada kaum Yahudi dan kabilah- kabilah lainnya yang bersekutu dengan
mereka, maka terjadilah perang Khaibar
setelah terjadinya perdamaian Hudaibiyah.
5. Perdamaian itu membuat sekutu- sekutu Quraisy memahami posisi kaum muslimin dan
memihak kepadanya. Al- Hulais bin ‘Alqamah saat melihat kaum muslimin membaca
talbiyah, ia kembali kepada teman-temannya seraya berkata, ‘Aku melihat unta telah diberi
tanda, maka aku berpendapat bahwa mereka tidak boleh dihalangi dari Baitullah.
6. Perdamaian Hudaibiyah memberikan kesempatan kepada Nabi  untuk mempersiapkan
perang Muktah, maka ia merupakan langkah baru untuk menyebarkan dakwah Islam dengan
cara lain keluar semenanjung Arab. 7. Perdamaian Hudaibiyah membantu Nabi  untuk
mengirim surat kepada raja-raja Persia, Romawi, Qibth, mengajak mereka masuk Islam.
Perdamaian Hudaibiyah menjadi sebab dan permulaan penaklukan kota Makkah
D. Fathul Makkah Kemenangan Umat Islam
1) Motivasi Fathul Makkah
Fathu makkah artinya pembebasan Mekah dari negeri kufur menjadi negeri Islam. Pada hari
itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong dan memenangkan tentara-Nya serta memberantas
kekafiran (nasrullah wal fathu) sebagaimana dalam surat An-Nashr.Dahulu sebagian sahabat
mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beratnya siksaan Quraisy terhadap
mereka dan memohon keada beliau agar berdoa kepada Allah supaya menyegerakan kemenangan
akan tetapi Rasulullah menjawab, “Sungguh agama ini akan jaya akan tetapi kalian terburu-buru”.
Rasulullah mentarbiyah sahabatnya dengan pengorbanan dan kesabaran karena buahnya pasti
tercapai sekalipun lama. Lihatlah buah dari perjuangan dan kesabaran mereka tercapai setelah 21
tahun dalam berdakwah dan jihad fi sabilillah.
Sebab Terjadinya Fathu Makkah
Telah kita ketahui bahwa dalam perjanjian damai di Hudaibiyah pada tahun ke-6 Hijriah
terjadi kesepakatan antara Quraisy dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antaranya:
Gencatan senjata selama 10 tahun dan boleh bagi siapa saja yang hendak bersekutu dengan Nabi
Muhammad atau Quraisy. Maka Bani Bakr bergabung dengan Quraisy sedangkan bani Khuza’ah
bergabung dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Kedua belah pihak berada di masa itu
dalam keadaan aman dan damai tanpa perang. Akan tetapi, kaum kafir yang menghalalkan segala
sesuatu tidak mungkin iltizam  (komitmen) dan memelihara perdamaian. Setelah berlalu setahun lebih
Bani Bakr bersekutu dengan Quraisy memerangi Bani Khuza’ah sekutu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallamatas dasar permusuhan masa lampau antara kedua kabilah tersebut. Mereka dibantu oleh
Quraisy dengan harta, senjata, dan tentara karena dendam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dengan demikian, maka mereka telah melanggar perjanjian Hudaibiyah dan mengobarkan api
peperangan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Bani Khuza’ah segera berangkat ke
Madinah meminta pertolongan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau
mengabulkan permohonan mereka.
Quraisy Menyesal
Tindakan Quraisy membantu sekutu mereka dalam memerangi sekutu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menujukkan bahwa mereka telah melanggar perdamaian Hudaibiyah dan mereka
menyadari akan hal ini. Mereka menyesal dan takut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallamdan akibat yang akan timbul dari ulah mereka tersebut. Oleh karena itu, mereka segera
mengirim Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu (yang waktu itu masih kafir, red.) ke Madinah dengan tujuan
untuk memperbarahui akad perdamaian damai.Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu berangkat menuju ke
Madinah untuk memohan maaf kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memperbaiki
perdamaian, tetapi sesampainya di Madinah, ia tidak bertemu langsung dengan Rasululah shallallahu
‘alaihi wa sallam karena malu dan keberatan. Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu menemui Abu
Bakar radhiallahu ‘anhu agar beliau menjadi duta atau perantara dirinya dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kepada Umar radhiallahu ‘anhu, lalu kepada Ali dan
Fatimah radhiallahu ‘anhu, tetapi mereka semua menolak. Sikap para sahabat mulia ini menunjukkan
bahwa tidak ada wala’ (loyalitas) dan syafaat buat orang-orang kafir.

Rasulullah Menyiapkan Pasukan


Tibalah saatnya untuk memerangi Quraisy dengan hak, dimana selama ini mereka
memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya tanpa alasan yang dapat
dibenarkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah para sahabatnya untuk bersiap perang,
beliau merahasiakan tujuannya agar Quraisy tidak bersiap perang, hingga umat Islam kepung negeri
mereka.Mereka bersiap hinggap terkumpul 10.000 tentara. Tidak ada yang tertinggal seorang pun
dari Muhajirin dan Anshar serta kabilah-kabilah yang tinggal di dekat Madinah. Bilangan yang sangat
banyak ini menunjukkan betapa besarnya kemenangan Islam selama masa perjanjian Hudaibiyah
(yang disebut oleh Allah dalam Surat Al-Fath sebagai hari kemengan) yang baru berlangsung kurang
dari dua tahun, betapa banyak yang masuk Islam dalam selang waktu gencatan senjata antara
Quraisy dan kaum muslimin. Pada waktu Perang Ahzab tahun ke-5 pasukan sahabat hanya
sebanyak 3.000 tentara dan yang ikut di Hudaibiyah pada tahun ke-6 hanya 1400 sahabat. Ini
menunjukkan pengaruh positif dakwah Islam tatkala dibiarkan leluasa tanpa dihalangi atau
diperangi.Di tengah perjalanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan tujuannya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menutup semua berita kepada kaum Quraisy sebab beliau
menghendaki penduduk Mekah menyerah dengan damai dan tidak menghendaki adanya peperangan
terhadap kaumnya di Mekah.
2)   Haji Wada’
Haji Wada’ dikenal juga dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad Saw. Beliau
mengumumkan niatnya pada 25 Dzulqaidah 10 H atau setahun sebelum beliau wafat. Dari sekian
banyak hikmah dari Haji Wada’ ini adalah pesan kemanusiaan yang terungkap dari khutbah beliau.
Persiapan Keberangkatan
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “
”Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji.
Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-
duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan
ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.” Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Rasulullah dan kaum
Muslimin tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut didalamnya, Untuk pertama kalinya pula, lebih
dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke
Makkah, dan sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah. Rombongan haji
meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqadah , Rasulullah disertai semua isterinya, menginap satu
malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak…
Perjalanan Sampai Di Makkah
Rasulullah saw memasuki kota Mekkah dari bagian atas dari jalan Kada‘ hingga tiba di pintu Banu
Syaibah. Ketika melihat Ka‘bah beliau mengucapkan do‘a:
“Ya, Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kewibawaan kepada rumah ini.
Tambahkanlah pula kemuliaan, kehormatan, kewibawaan, keagungan dan kebajikan kepada orang
yang mengagungkannya di antara orang-orang yang mengerjakan haji dan umrah.” Rasulullah saw
melaksanakan ibadah hajinya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-
orang yang menunaikan ibadah haji bersamanya.
Khutbah Rasulullah Di Padang Arafah
Di Padang Arafah, segala puji kepada Allah dan shalawat bergema ketika Rasulullah berdiri untuk
memulai khutbah.“Wahai umat manusia, dengarkanlah yang akan aku katakan di sini. Mungkin saja
setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini, untuk selamanya.”
Mendengar ucapan Rasulullah, sebagian pengikutnya terheran-heran, sebagian lagi tertunduk sedih,
sebagian lagi terdiam karena penasaran menanti perkataan Rasulullah selanjutnya. Saat
berkumpulnya pengikutnya mengitari Rasulullah di Padang Arafah ini, umat Islam kemudian
mengenalnya dengan peristiwa wuquf. Jadi, tak heran orang yang menuaikan ibadah wuquf, biasanya
terkenang dengan khutbah Rasulullah. Karena Haji Wada’ disebut juga Haji Perpisahan atau Terakhir
bagi Rasulullah, kaum Muslim yang berada di Arafah kala itu, begitu seksama mendengar khutbah
Rasulullah. Mereka ingin semua pesan yang disampaikan beliau tercerap dalam hati sanubari
sebagai bekal di kemudian hari. Apalagi Rasulullah dalam kata sambutan khutbahnya mengingatkan
dirinya kemungkinan tak akan bertemu lagi dengan mereka setahun lagi.
Keberangkatan Rasulullah Ke Muzdalifah Dan Mina
Nabi saw tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu
Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya memberikan
isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda: “Wahai manusia, harap tenang, harap tenang!“.
Kemudian beliau menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit
matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya
bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan lalu menyembelih 63
binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih
sisanya sampai genap 100 sembelihan. Setelah itu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah
(ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang
mengambil air Zamzam lalu bersabda:
“Timbalah wahai banu Abdul Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama kalian,
niscaya aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan
beliaupun minum darinya. Akhirnya Nabi saw berangkat kembali ke Madinah.f

Anda mungkin juga menyukai