Anda di halaman 1dari 8

MODUL III - IV

DASAR HUKUM MANAJEMEN ANGKUTAN LAUT

Dalam menjalankan usaha angkutan laut, harus dipatuhi peraturan perundangan yang berlaku, Beberapa
peraturan yang dapat dijadikan pegangan dalam menjalankan kegiatan angkutan laut adalah sebagai berikut

UU No. 17 Tahun 2008

Secara umum UU Nomor. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mengatakan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan
lingkungan maritim.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disahkan pada tanggal 7 Mei 2008 oleh Presiden Dr.
H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
diundangkan pada tanggal 7 Mei 2008 di Jakarta oleh Menkumham Andi Mattalatta.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran ditempatkan pada Lambaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 64. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849. Agar setiap orang
mengetahuinya.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mencabut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992
tentang Pelayaran.

Pertimbangan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran adalah:

1. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan
oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas, hak-hak, dan kedaulatan yang ditetapkan dengan
undang-undang;

2. Bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional
diperlukan sistem transportasi nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah,
dan memperkukuh kedaulatan negara;

3. Bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan
pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang
harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan
efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis;

4. Bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan
usaha, otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap mengutamakan keselamatan
dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional;
5. Bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan penyelenggaraan pelayaran saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

6. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pelayaran;

Undang-Undang tentang Pelayaran yang memuat empat unsur utama yakni angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas cabotage dengan cara
pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim kondusif guna memajukan industri angkutan
di perairan, antara lain adanya kemudahan di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan kapal
serta adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan;

2. Dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini diatur pula
mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan kreditor bahwa
kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga diharapkan
perusahaan angkutan laut nasional akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya;

3. Pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam
penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta
pemerintah daerah dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan;

4. Pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat ketentuan yang mengantisipasi
kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan
mutakhir pada sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi ketentuan
mengenai sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam “International Ship and Port Facility Security
Code”; dan

5. Pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan mengenai pencegahan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana
sejenisnya dengan mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International Convention for
the Prevention of Pollution from Ships”.

PP No 20 Tahun 2010, yang dirubah menjadi PP No.22 Tahun 2011

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan mengatur larangan
penggunaan kapal asing untuk kegiatan lain selain angkutan dalam negeri yang menggunakan kapal, termasuk
kegiatan penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak gas bumi,kegiatan pengerukan, kegiatan salvage dan
pekerjaan bawah air.

Ketersediaan kapal tersebut saat ini belum dapat dipenuhi dari kapal yang berbendera Indonesia, karena
pengadaan kapal tersebut membutuhkan investasi yang cukup banyak, berteknologi tinggi, dan jumlah kapal
serta tenaga ahli yang mampu mengoperasikan kapal tersebut sangat terbatas, sedangkan penggunaan kapal
tersebut bersifat global (global market) dan mobile serta waktu penggunaan yang singkat dan tidak
berkelanjutan.
Penggunaan kapal berbendera asing tersebut sangat diperlukan antara lain untuk menunjang kegiatan
pertambangan minyak dan gas bumi lepas pantai yang belum dapat dipenuhi oleh kapal yang berbendera
Indonesia sehingga apabila tidak diatur penggunaannya akan mengganggu ketahanan energi nasional yang
berdampak bagi perekonomian Indonesia.

PM 11 Tahun 2016

Dalam kegiatan manajemen angkutan laut, keagenan memiliki peranan yang penting dalam menunjang
kelancaran pergerakan kapal keluar masuk pelabuhan, untuk kelancaran kegiatan keagenan di Indonesia
tersebut, pemerintah memberikan arahan agar seluruh kegiatannya dapat sesuai dengan peraturan ini.

Peraturan ini mengatur tentang penyelenggaraan dan pengusahaan keagenan kapal

Struktur Organisasi Perusahaan Pelayaran

Keterangan tiap posisi

Chief Executive Officer/CEO, Pejebat executive tertinggi dalam sebuah perusahaan yang bertanggung jawab
menjaga kestabilan perusahaan, mengembangkan strategi dan bertindak sebagai titik utama dalam
berkomunikasi antara dewan direksi dan pengelola operasional perusahaan

Chief Internal Auditor, Pejabat executive tertinggi dalam sebuah organisasi perusahaan yang bertanggung
jawab terhadap audit internal perusahaan, dan bertanggung jawab kepada CEO
Chief Finacial Officer/CFO adalah Pejabat eksekutif senior yang bertanggung jawab untuk mengelola
keuangan sebuah perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, tugas CFO adalah melacak arus kas dan
perencanaan keuangan sebuah perusahaan. Selain itu, CFO juga bertugas menganalisis kekuatan, kelemahan
keuangan perusahaan serta mengusulkan tindakan korektif pada perusahaan, dan bertanggung jawab
terhadap CEO

Chief Commercial & Business Development Officer, Pejabat executive tertinggi perusahaan yang bertanggung
jawab terhadap aspek comercial dan pengembangan perushaan kedepan dan bertanggung jawab terhadap
CEO

Chief Treasuri Officer, Jabatan tertinggi dalam sebuah perusahaan yang bertanggung jawab dan berfungsi
untuk menjaga kondisi likuiditas perusahaan seperti mengelola modal kerja, mengelola kas, mengelola
investasi, menggalang dana fihak ketiga untuk kemajuan perusahaan yang bertanggung jawab terhadap CEO

Chief SHEQ Officer, Jabatan tertinggi dalam sebuah perushaan yang bertanggung jawab terhadap keseluruah
system aspek keselematan setiap orang yang bekerja dalam sebuah perusahaan yang bertanggung jawab
terhadap CEO

Chief Corporate Planning & Risk Officer, Jabatan tertinggi dalam perusahaan yang merencanakan,
mengelola, dan meminimalisasi resiko kerugian perusahaan dalam keuangan dan berinvestasi

Chief Administration Officer, Jabatan tertinggi dalam perusahaan yang bertanggung jawab terhadap
kesuluruhan administrasi perusahaan.

Chief Operating officer (Fleet), Jabatan tertinggi dalam sebuah perushaan yang bertanggung jawab terhadap
operasional kapal-kapal yang dimiliki oleh perusahaan baik, kapal milik maupun kapal sewa yang berada
dalam tanggung jawab perusahaan.

Agency Manager, Jabatan tinggi dalam perusahaan yang bertanggung jawab dalam kegiatan operasional
dan pengembangan usaha perusahaan dalam bidang keagenan.

Supervisor, Jabatan dibawah manager yang bertanggung jawab terhadap kegiatan operasional perusahaan
Staff, Posisi terbawah dalam sebuah organisasi

Tanggung Jawab Perusahaan Pelayaran Dalam Kegiatan Angkutan Laut

Beberapa Contoh Peraturan internasional tentang perjanjian pengangkutan

The Harter Act 1893, adalah Peraturan internasional tentang perjanjian pengangkutan dari pelabuhan-pelabuhan
di USA ke pelabuhan2 diluar USA

The Hague Rule 25/08/1924 (The international convention for the unication of certain rule of law relating to bill
of ladding), Peraturan-peraturan internasional yang berkaitan dengan Bill of Lading

Konsep Dan Package di Dalam Carriage of Goods by Sea Act (COGSA)

Sebelum COGSA dikeluarkan, di tahun 1925 telah diformulasikan The International Convention for the
Unification of Certain Rules Relating to Bills of Lading. Konvensi yang dikenal sebagai Hague Rules ini
menjamin keseragaman dan prediktabilitas di dalam transaksi pengiriman internasional. Hague Rules mengatasi
problem variasi undang-undang dan regulasi di semua negara maritim. Salah satu aspek yang paling bermasalah
sebelum penerapan Hague Rules adalah klausul di dalam Bill of Lading yang melemahkan posisi pengirim yang
tidak mendapatkan perlindungan efektif dari tanggung jawab pengangkut.

COGSA diundangkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1936. Istilah-istilah di dalam Hague Rules
dimasukkan ke dalam undang-undang ini dengan perubahan yang sangat minim.

Konsep “package” di dalam COGSA

Salah satu problem yang terdapat pada COGSA adalah konsep “package”. Konsep ini tidak memiliki definisi
yang jelas. Istilah “package” diambil dari Hague Rules, yang membatasi tanggung jawab pengangkut pada
sejumlah ganti kerugian berdasarkan “per package or unit”. Sementara di dalam COGSA section 1304 (5)
disebutkan,

Neither the carrier nor the ship shall in any event be or become liable for any loss or damage to or in connection
with the transportation of goods in an amount exceeding $500 per package lawful money of the United States,
or in case of goods not shipped in packages, per customary freight unit, . . . unless the nature and value of such
goods have been declared by the shipper before shipment and inserted in the bill of lading.”

Banyak negara Eropa dan termasuk Kanada yang mengadopsi konsep “per package or unit” ke dalam peraturan
mengenai pengangkutan barang melalui laut di negara mereka. Negara-negara itu juga tidak mendefinisikan
secara jelas apa yang dimaksud dengan istilah yang diambil dari Hague Rules tersebut. Sekalipun begitu,
banyak di antara negara-negara ini menyamakan istilah “unit” dengan “shipping unit”, hal demikian juga
berlaku pada istilah “package”. Dengan pembatasan pengertian ini, hasil yang dicapai sangat berbeda dengan
kasus Amerika Serikat.

Sejak pertama kali COGSA diterapkan, istilah ini tidak memiliki definisi yang jelas. Salah satu definisi yang
kerap diterima adalah, “package” didefinisikan sebagai “a class of cargo, irrespective of size, shape or weight,
to which some packaging preparation for transportation has been made which facilitates handling, but which
does not necessarily conceal or completely enclose the goods.” Barang apapun yang tidak masuk ke dalam
kategori ini, mungkin masuk dalam kategori ”customary freight unit”. Namun istilah ini berbeda dengan istilah
“unit’ di dalam Hague Rules atau Undang-undang negara yang didasarkan padanya.

Di dalam Hague Rules, bila barang tidak dapat dikategorikan sebagai “package” maka ia masuk ke dalam
kategori “unit”. Bila mengikuti pembatasan tanggung jawab di dalam COGSA, maka tanggung jawab
pengangkut berjumlah sama pada masing-masing klasifikasi, yaitu 500 dolar. Adapun di dalam COGSA,
keputusan pengadilan menentukan apakah kargo dapat dikatakan “package” atau tidak, akan sangat
mempengaruhi jumlah ganti kerugian yang harus dikeluarkan.

Ketidakjelasan definisi ini menimbulkan banyak masalah litigasi pembatasan “package”. Sehubungan dengan
itu, masalah tersebut kini bisa diatasi dengan keberadaan Rotterdam Rules yang telah diratifikasi oleh 20
negara. Tidak seperti COGSA maupun Hague Rules, Rotterdam Rules telah mengatur lebih jelas apa-apa yang
disebut dengan “package” di dalam pengangkutan laut.

Incoterm

Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk menyamakan
pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional. Incoterms menjelaskan hak dan
kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan pengiriman barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi
proses pengiriman barang, penanggung jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan
penanggung risiko bila terjadi perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.

'Incoterms' adalah cara penyebutan pendek dan cepat dari Istilah Komersial Internasional (International
Commercial Terms). Pertama kali diterbitkan pada tahun 1936, Incoterms merupakan seperangkat 11 aturan
yang menjelaskan siapa bertanggung jawab atas apa selama transaksi internasional.

Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional atau International Chamber of Commerce (ICC), versi
terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2011 disebut sebagai Incoterms 2010. Incoterms 2010
dikeluarkan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan 31 bahasa lain sebagai terjemahan resmi. Dalam
Incoterms 2010 hanya ada 11 istilah yang disederhanakan dari 13 istilah Incoterms 2000, yaitu dengan
menambahkan 2 istilah baru dan menggantikan 4 istilah lama. Istilah baru dalam Incoterms 2010 yaitu
Delivered at Terminal (DAT); dan Delivered at Place (DAP). Sedangkan 4 istilah lama yang digantikan yaitu:
Delivered at Frontier (DAF); Delivered Ex Ship (DES); Delivered Ex Quay (DEQ); Delivered Duty Unpaid
(DDU).

Mengapa Incoterms sangat penting?

Incoterms adalah persyaratan pada setiap faktur komersial tunggal yang sangat mengurangi risiko
kesalahpahaman yang merugikan.

Apa saja yang dicakup?

Incoterms menguraikan semua tugas, risiko, dan biaya yang bersangkutan selama transaksi barang dari penjual
ke pembeli.

Pada Incoterms 2010, istilah dibagi dalam 2 kategori berdasar metode pengiriman, yaitu 7 istilah yang berlaku
secara umum, dan 4 istilah yang berlaku khusus untuk pengiriman melalui transportasi air.

Incoterm diperbaharui dan direvisi setiap 10 tahun sekali

Hague Visby Rules

“Hague-Visby Rules yang sederhananya adalah “Hague Rules” dengan sedikit perubahan yang dibuat
berdasarkan kepentingan mengkoreksi beberapa kesulitan yang ditemui sejak diberlakukan 44 tahun
sebelumnya.

“Hague-Visby Rules 1968” berisi amandemen atas “Hague Rules” yang diadopsi dalam “Protocol to Amend the
International for the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bills of Lading”.

Baik “Hague Rules” atau “Hague-Visby Rules”, keduanya membebankan kewajiban bagi carrier di laut
menurut kontrak pengangkutan yang diatur dalam bill of lading.

Kewajiban prinsip carrier adalah “exercise due diligence to provide seaworthy ship” (Art. III Rule 1) dan
menjaga muatan (Art. III Rule 2).

Kewajiban menjaga muatan secara tersurat tunduk pada daftar pengecualian terhadap tanggung jawab atas
kerugian dan kerusakan barang yang timbul dari keadaan yang terdapat dalam Article 4.2.
Carrier juga harus menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi tanggung jawab utamanya mengenai
“seaworthiness” dari kapal sesuai Article III Rule 1 sebelum mereka dapat menggunakan pengecualian dalam
Article 4.2.

Ketentuan-ketentuan dalam Article 4.2 umumnya merefleksikan pengecualian yang terdapat dalam kontrak
pelayaran dan “regime liability” lainnya yang berlaku pada saat “Hague Rules” diadopsi. Pengecualian di
Article 4.2 sendiri adalah bawaan dari “Hague Rules” dan tidak berubah di dalam “Hague-Visby Rules”.

Sepintas Hamburg Rules 1978

“Hamburg Rules” adalah seperangkat aturan internasional dalam hal pengiriman barang lewat laut, yang
dihasilkan dari “United Nations International Convention on the Carriage of Goods by Sea” yang diadopsi
tahun 1978 di Hamburg.

“Hamburg Rules” sebagian besar disusun sebagai jawaban atas perhatian dari negara-negara berkembang yang
menilai “Hague Rules” tidak fair dalam beberapa aspek. Perhatian ini didasarkan fakta yang mereka lihat bahwa
“Hague Rules” disusun oleh negara-negara maritim kolonial dan untuk keperluan mengamankan dan
mengembangkan kepentingan mereka dengan mengorbankan negara lain.

Menurut “Hamburg Rules”, pihak carrier harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kerugian dari barang
kecuali carrier dapat membuktikan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah wajar untuk mencegah
kerugian.

Anda mungkin juga menyukai