Makalah KEPDAS II Kelompok 1 (Early I RS ISLAM ASSYFA)
Makalah KEPDAS II Kelompok 1 (Early I RS ISLAM ASSYFA)
Disusun Oleh :
C1AA20099
2021
KEBUTUHAN NUTRISI DAN OKSIGEN
Disusun Oleh :
Kelompok 4
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................17
3.2 Saran..........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
iii
BAB I
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen
2. Untuk Mengetahui Patofisiologis Nutrisi Dan Oksigen
3. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen
4. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Kebutuhan Nutrisi
5. Untuk Mengetahui Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen Menurut Usia
1
6. Untuk Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen
7. Untuk Mengetahui Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses
kehidupan (Soenarjo, 2000).
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan,
pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara
asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Sedangkam menurut Supariasa (2001),
nutrisi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi.
Nutrient terdiri dari beberapa, diantarannya :
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.
Karbohidrat dibagi atas :
a) Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal
yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida
(molekul ganda), contoh sukrosa (glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa + glukosa),
laktosa (glukosa + galaktosa).
b) Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun
banyak molekul glukosa.
c) Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat
dicerna oleh tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat
meningkatkan volume feces.
Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama
sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada
tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa
pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Kebutuhan karbohidrat 60-75% dari
kebutuhan energi total.
3
2. Protein
Protein sangat penting untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan tubuh.
Beberapa sumber protein berkualitas tinggi adalah: ayam, ikan, daging, babi,
domba, kalkun, dan hati. Beberapa sumber protein nabati adalah: kelompok
kacang polong (misalnya buncis, kapri, dan kedelai), kacang-kacangan, dan biji-
bijian.Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini
berupa struktur nutrien kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein
akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino
yang kemudian akan diserap oleh usus. Fungsi protein:
• Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang
normal dan proses pengausan yang normal.
• Protein menghasilkan jaringan baru.
• Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi
khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan haemoglobin.
• Protein sebagai sumber energi.
Kebutuhan protein 10-15% atau 0,8-1,0 g/kg BB dari kebutuhan energi total.
3.Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri
atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak. Kebutuhan lemak 10-25% dari
kebutuhan energi total. Fungsi lemak:
• Sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan
memberikan 9 kal/gr.
• Ikut serta membangun jaringan tubuh.
• Perlindungan.
• Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh.
• Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan
mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah makan.
4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan
berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.Vitamin dibagi dalam dua
kelas besar yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C, B1, B2, B6, B12) dan
vitamin yang larut dalamlemak (vitamin A, D, E dan K).
Berikut ini rincian dari beberapa vitamin dan
penting: a)Vitamin A
4
Vitamin ini membantu perkembangan daya lihat bayi. Juga berperan dalam proses
kerja sel tulang. Anak-anak yang kekurangan vitamin A akanmenderita rabun
senja serta gangguan pertumbuhan. Mereka juga rentan terhadap infeksi.
Sumber vitamin A antara lain: telur, keju, dan hati.
b) Vitamin B-kompleks
Semua vitamin B membantu produksi energi, dan membantu terbentuknya sel-sel otak
bayi. Vitamin B1 dan niasin (salah satu anggota B-kompleks) membantu sel tubuh
menghasilkan energi. Vitamin B6 membantu tubuh melawan penyakit dan
infeksi. B12 digunakan dalam pembentukan sel darah merah. Kecukupan vitamin B-
kompleks membantu mencegah kelambatan pertumbuhan, anemia, gangguan
penglihatan, kerusakan syaraf, dan gangguan jantung. Makanan seperti misalnya
roti, padi-padian, dan hati banyak mengandung vitamin B-kompleks. Setiap
anggota vitamin B-kompleks bersumber dari makanan tertentu misalnya: B1
dari kacangbuncis dan daging babi; B12 dari daging, ikan, telur, dan susu.
c) Vitamin C
Anak-anak dapat memperoleh vitamin C dari jeruk dan berbagai sayuran. Mereka
memerlukan vitamin C untuk membentuk beberapa zat kimia dan menggerakkan
zat kimia lain (salah satu anggota grup vitamin B, misalnya) agar dapat digunakan
tubuh. Vitamin C juga membantu penyerapan zat besi. Mereka yang
kekurangan vitamin C bisa menderita kelemahan tulang, anemia, dan gangguan
kesehatan lainnya.
d) Vitamin D
Sinar matahari membantu tubuh membuatsendiri vitamin D, bahkan pada
sejumlah anak, kebutuhan vitamin ini sudah terpenuhi dengan bantuan sinar
matahari. Vitamin D sangat penting karena membantu kalsium masuk ke tulang.
Inilah sebabnya mengapa vitamin D kadang ditambahkan ke dalam susu sapi
(disebut susu yang telah “diperkaya”). Sayangnya, banyak produk susu olahan
yang digemari anak-anak justru tidak diperkaya dengan vitamin D. Keju dan
yogurt kaya kalsium tetapi tidak mengandung vitamin D. Makanan yang
diperkaya vitamin D lebih baik daripada suplemen vitamin. Anak-anak yang
mengkonsumsi diet rendah vitamin D bisa menderita ricketsia, suatu penyakit
yang melemahkan tulang atau menjadikan tulang cacat.
5. Mineral dan Air
5
Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan
sangat penting dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan
konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung
sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan
lewat makanan. Tiga fungsi mineral:
Konstituen tulang dan gigi; contoh: calsium, magnesium, fosfor.
Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi
cairan tubuh:contoh Na, Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler)
Bahan dasar enzim dan protein.
Kira-kira 6% tubuh manusia dewasa terbuat dari mineral.
Air merupakan zat makanan paling mendasar yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Tubuh manusia terdiri dari atas 50%-70% air. Pada orang dewasa
asupan air berkisar antara 1200-1500cc per hari, namun dianjurkan sebanyak 1900
cc sebagai batas optimum.
Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh
dengan cara menghirup O: setiap hari. Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh dengan cara melancarkan saluran masuknya oksigen sehingga
konsentrasi oksigen dapat meningkat dalam tubuh. Kegunaan yang paling utama dari
system pernafasan adalah menyedinkan oksigen untuk metabolism dan mengeluarkan
karbondioksida sebagai dari sisa metabolisme. Tercapainya fungsi utama dari system
pemafasan sangat tergantung dari proses fisiologi system pernafasan itu sendiri yaitu
ventilasi pulmonal, difusi gas, transfortasi gas, serta perkusi dijaringan. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 ce oksigen per hari,( 24 jam ), atau
sekitar 0,5 ce tiap/menit, atau membutuhkan oksigen sebanyak 535.7 gram hari
(sekitar 375 liter/ hari.
6
dilakukan mempunyai dampak pada asupan makanan, pencernaan, absorbsi,
metabolisme dan ekskresi.
Beberapa kondisi fisiologis dapat menyebabkan menurunnya zar makanan tertentu,
dan suatu saat akan meningkat. Penyakit ginjal dapat menurunkan kebutuhan protein
oleh karena protein di ekskresi oleh ginjal. Penyakit-penyakit fisik biasanya
meningkatkan kebutuhan zat makanan. Biasanya terjadi pada penyakit-penyakit
saluran cerna.
Gangguan fisik dapat terjadi di sepanjang saluran pencernaan yang menyebabkan
menurunnya asupan nutrisi. Gangguan absrobsi, gangguan tranportasi, atau
penggunaan yang tidak sepantasnya. Luka pada mulut dapat menyebabkan
menurunnya asupan nutrisi akibat nyeri saat makan. Diare dapat menurunkan absorbsi
nutrisi karena didorong lebih cepat. Terhadap penyakit pada kandung empedu, di
mana kandung empedu tidak berfungsi secara wajar, empedu yang berfungsi untuk
mencerna lemak menjadi tidak efektif.
Patofisiologi Kebutuhan Oksigen
Bernapas membawa udara ke paru, dimana terjadi pertukaran gas. Udara masuk ke
paru melalui saluran pernapasan, Organ saluran pernapasan atas terdiri dari mulut,
hidung, dan pharing. Ketiganya dihubungkan dengan nasopharing, yang membawa
udara melalui mulut dan hidung ke pharing. Organ saluran pemapasan bawah terdiri
dari trakhea, lobus bronkhus, segmen bronkhus, dan paru, Bronkhus berlanjut ke
bronkhiolus, yang menghubungkan jalan napas dengan parenkhim paru. Pertukaran
gas di paru terjadi di alveoli. Struktur epitel berdinding tipis dihubungkan dengan
kapiler, Oksigen masuk alveoli menembus epitel, masuk darah menuju jantung dan
dari jantung ke jaringan tubuh.
Proses pertukaran gas dipengaruhioleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Prosesventilasi
(proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru),
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalurdengan
baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke
jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi,difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti
perubahan volume sekuncup,afterload.preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002)
7
2.3 Manifestasi Klinis Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen
Manifestasi klinis atau tanda dan gejala nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut
buku diagnosa keperawatan NIC-NOC antara lain:
A. Subjektif
a.Kram abdomen
b.Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit.
c.Merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan.
d.Melaporkan perubahan sensasi rasa.
e.Melaporkan kurangnya makanan.
f.Merasa kenyang segrav setelah mengingesti makanan.
B. Objektif
a. Tidak tertarik untuk makan.
b.Diare.
c.Adanya bukti kekurangan makanan.
d.Kehilangan rambut yang berlebiahan.
e.Busing usus hiperaktif.
f.Kurangnya minat pada makanan.
g.Luka,rongga mulut inflamasi.
Manifestasi Klinis Oksigen Adanya penurunan tekanan inspirasi ckspirasi menjadi
tanda gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas
tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin,
nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatandiameter anterior-posterior,
frekuensi nafaskurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya
pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA,
2015).Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGD abnormal,
sianosis, warra kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman).hipoksemia, hiperkarbia,
sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA,
2015).Selain itu tanda dan gejala gangguan oksigenasi yaitu :
Suara napas tidak normal
1. Crakekles Fine→ crackles / crackles halus/ Crackels kasar
2. Wheezing (mengi)
3. Ronchi Kering Basah
8
4. stridor
5. pleura friction rub
1. Normal : 16-24x/menit
3. Bradipnea : <16x/menit
9
olahraga berat, kuli bangunan, menggarap sawah, pekerja lapangan, dan lain
sebagainya perlu ditambahkan asupan energi dan protein yang cukup.
10
8. Lansia Laki-laki
- Kecukupan energi: 2250 kkal
- Kecukupan protein: 60 gram
Perempuan
- Kecukupan energi: 1750 kkal
- Kecukupan protein: 50 gram
Kebutuhan Oksigen Menurut Usia
1. Anak-Anak 95-100%
2. Dewasa 95-100% Namun
perlu diketahui,
orang dewasa
biasanya memiliki
saturasi oksigen
yang lebih rendah
daripada orang
dewasa muda. Tak
hanya itu, penting
untuk diingat
bahwa saturasi
oksigen juga bisa
bervariasi
tergantung pada
kondisi kesehatan
masing-masing
individu. Meski
demikian, ketika
kadar saturasi
oksigen lebih
rendah dari 95%,
orang tersebut
mungkin memiliki
permasalahan
pada paru-paru
11
dan membutuhkan
penanganan
dengan
segera.Sementara
itu, orang dewasa
dengan saturasi
oksigen di bawah
92%
membutuhkan
terapi oksigen
tambahan.
3. Lansia Lansia biasanya
memiliki kadar
saturasi oksigen
normal yang lebih
rendah daripada
orang dewasa.
Biasanya orang
yang memiliki
usia lebih dari 70
tahun memiliki
tingkat saturasi
sekitar 95%.Meski
terbilang rendah
untuk ukuran
dewasa, namun
saturasi oksigen
95% untuk
seseorang yang
berusia di atas 70
tahun bisa
diterima.
12
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi Dan Oksigen Manusia
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi Manusia
1.Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat mempengaruhi pola
konsusmsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga
dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.
2. Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basa bertambah dengan cepat hal ini
sehubungan dengan factor pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada usia
tersebut. Setelah usia 20 tahun energy basal relative konstan.
3. Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebih besar di bandingkan dengan wanita
pada laki-laki kebutuhan BMR 1,0 kkal/kg BB/jam dan pada wanita 0,9
kkal/kgBB/jam.
4. Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpaengaruh terhadap luas permukaan tubuh, semakin luas
permukaan tubuh maka semakin besar pengeluaran panas sehingga kebutuhan
metabolisme basal tubuh juga menjadi lebih besar.
5. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan
makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu,
masyarakat dengan kondisi perekonomian tinggi biasanya mampu mencukupi
kebutuhan gizi keluarganya dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian
rendah.
6. Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat . Anoreksia (kurang nafsu makan)
biasanya gejala penyakit atau karena efek samping obat.
7. Faktor Psikologis serti stress dan ketegangan
Motivasi individu untuk makan makanan yang seimbang dan persepsi individu
tentang diet merupakan pengaruh yang kuat. Makanan mempunyai nilai simbolik
yang kuat bagi banyak orang (mis. Susu menyimbolkan kelemahan dan daging
menimbulkan kekuatan )
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen Manusia
13
1. Lingkungan / Enviroment Ketinggian, panas, dingin, dan polusi udara
berpengaruh pada oksigenasi. - Tempat yang tinggi → tekanan 02 menurun →
peningkatan respirasi curah jantung, dan kedalaman pernafasan. Panas > dilatasi
pembuluh darah perifer > aliran darah ke kulit meningkat sejumlah hilangnya
panas pada permukaan tubuh. Vasodilatasi > memperbesar lumen pembuluh darah,
menurunkan resistensi aliran darah > peningkatan tekanan darah → bertambahnya
cardiac output > bertambanya rata - rata dan kedalaman pernafasan. - Lingkungan
dingin → konstriksi pembuluh darah perifer, menurunkan aktifitas jantung >
berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen. - Polusi Udara contohnya rokok >
merangsang timbuknya sakit kepala, pusing, batuk, dan perasaan tercekik. 2.
2. Latihan / Exercise Aktifitas atau latihan fisik → meningkatkan respiratory dan
heart rate, dan suplai 02 di dalam tubuh.
3. Emosi / Emotions Percepatan heart rate mugkin juga merupakan respon dari
emosi seperti pada rasa takut, cemas dan marah → merangsang saraf simpatic
untuk merespon kiondisi tersebut.
4. Gaya Hidup / Life Style Gaya hidup klien merupakan faktor penting yang
berhubngan dengan status oksigenasi. Silicosis → pada seseorang pemecah batu.
Asbestosis > pada pekerja asbes Antracosis → pada penambang batu bara Petani
→ penyakit debu organic Rokok cigarret faktor predisposisi pada penyakit paru
5. Status Kesehatan / Health Status Dalam kondisi sehat, sistem kardiovaskuler dan
pernafasan dapat memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Hipoxemia,
misalnya dikarakteristikan oleh penurunan tekanan partial oksigen di dalam darah
arteri, atau penurunan saturasi dari oksihemoglobin. Anemia merupakan salah satu
pada sistem cardiovaskuler. Banyak penyebab dari anemia, meliputi malnutrisi,
kehilangan darah. Karena hemoglobin membawa oksigen dan carbondioksida,
anemia dapat mempengaruhi pembebasan gas dari dan ke sel tubuh.
6. Narcotics Morphine dan mepedrin hydrocholoride ( demerol ), menurunkan rata -
rata dan kedalaman pernapasan oleh karena depresi pusat respirasi pada medulla.
Perawat harus memonitor rata-rata dan kedalaman pernafasan pada pasien yang
mendapatkan analgetic narkotik.
14
2.7 Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigenisasi
Menurut (Tarwoto dan Wartonah 2010) kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan
beberapa metode, antara lain inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisioterapi dada,
nafas dalam dan batuk efektif, serta penghisapan lendir.
1. Inhalasi oksigen (pemberian oksigen) Terdapat dua system inhalasi oksigen yaitu
system aliran darah rendah dan system aliran darah tinggi.
a) Sistem aliran rendah
Sistem aliran darah rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan
masih mampu bernafas sendiri dengan pola pernafasan yang normal. Sistem
ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanul, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan
kantong nonreabreathing.
Nasal kanul Dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6 liter/menit
dan konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.
Sungkup muka sederhana Aliran oksigen yang diberikan melalui alat
ini sekitar 5-8 liter/menit dengan konsentrasi 40%-60%.
Sungkup muka dengan kantong rebreathing Konsentrasi oksigen yang
diberikan lebih tinggi dari sungkup muka sederhana yaitu 60%-80%
dengan aliran oksigen 8-12 liter/menit.
Sungkup muka dengan kantong nonrebreathingMemberikan
konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada
kantong rebreathing.
b) Sistem aliran tinggi (high flow oxygen system)
Penggunaan teknik ini menjadikan konsentrasi oksigen lebih stabil dan
tidak dipengaruhi tipe pernafasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen lebih cepat. Misalnya melalui sungkup muka dengan ventury.
Tujuan utama inhalasi dengan sistem aliran darah tinggi ini adalah untuk
mengoreksi hipoksia dan asidema, hipoksemia, hiperkapnia, dan hipotensi.
untuk menghindari kerusakan otak irreversible atau kematian.
Fisioterapi dada Merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan
yang terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage. Tujuan
15
dari tindakan ini yaitu melepaskan secret yang melekat pada
dinding bronkus.
Nafas dalamMerupakan bentuk latihan yang terdiri atas
pernafasaan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
Batuk efektifAdalah latihan batuk untuk mengeluarkan secret.
Suctioning (penghisapan lendir) Merupakan suatu metode untuk
melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan nafas. Suctioning
dapat diterapkan pada oral, nasofaringeal, tracheal, serta
endotracheal. Tujuan tindakan ini adalah untuk membuat jalan
nafas yang paten dengan menjaga kebersihannya dari sekresi yang
berlebihan (Tarwoto dan Wartonah2010).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan nutrisi berkaitan erat dengan aspek-aspek yang lain dan dapat dicapai jika
terjadi keseimbangan dengan aspek-aspek yang lain. Nutrisi berpengaruh juga dalam fungsi-
fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan suhu, fungsi enzim,
pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak. Dan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi
tubuh manusia, maka akan terhindar dari ancaman-ancaman penyakit.
3.2 Saran
Kebutuhan nutrisi dalam tubuh setiap individu sangat penting untuk diupayakan. Upaya
untuk melakukan peningkatan kebutuhan nutrisi dapat dilakukan dengan cara makan-
makanan dengan gizi seimbang dengan di imbangi keadaan hidup bersih untuk setiap
individu. Hal tersebut harus dilakukan setiap hari, karena tanpa setiap hari maka tubuh
manusia bisa terserang penyakit akibat imune tubuh yang menurun.
17
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/320180446/Pengertian-Oksigen
https://id.scribd.com/doc/303280887/Konsep-Dasar-Kebutuhan-Dasar-Nutrisi
https://id.scribd.com/doc/144084925/LAPORAN-PENDAHULUAN-
ASUHAN- KEPERAWATAN-PASIEN-DENGAN-GANGGUAN-
OKSIGENASI
https://studylibid.com/doc/4280149/laporan-pendahuluan-.-konsep-kebutuhan-nutrisi
https://id.scribd.com/document/537883162/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-
OKSIGEN-FIX
https://health.detik.com/hidup-sehat-detikhealth/d-1530907/jumlah-oksigen-maksimal-dalam-
tubuh-sesuai-usia
https://id.scribd.com/document/363347336/Faktor-Yang-Mempengaruhi-Kebutuhan-Nutrisi
https://id.scribd.com/document/372601633/Beberapa-Faktor-Yang-Mempengaruhi-Proses-
Oksigenasi-Adalah
https://www.orami.co.id/magazine/saturasi-oksigen-normal/
18
MAKALAH
KEBUTUHAN ELIMINASI DAN AKTIVITAS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II)
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebutuhan
Dasar Manusia Virgiana Hendrson Eliminasi dan Aktivitas” tepat waktu Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca..
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
COVER
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetehui definisi, etiologi, patofisiologi, menifestasi dari kebutuhan
Eliminasi dan Aktivitas .
2. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas.
3. Untuk mengetahui data penunjang dari kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas .
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Aktivitas sebagian ini dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a) Aktivitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya
adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Aktivitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik
2.2 Etiologi Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine
yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat
yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara
terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah
merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih
besar metabolisme tubuh.
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
4
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan
yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah
lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi.
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi
atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi
cairan feses sehingga feses mengeras.
e. Obat-obatan
5
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang
digunakan untuk mengobati diare.
f. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.
Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2- 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung.
Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut
yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter
ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal
cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien
untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan
toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau
seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya
fungsi dari spinkter ani.
Menurut (Hidayat, 2014) penyebab gangguan aktivitas adalah sebagai
berikut:
1. Kelainan Postur
2. Gangguan Perkembangan Otot
3. Kerusakan Sistem Saraf Pusat
4. Trauma langsung pada Sistem Muskuloskeletal dan neuromuscular
6
5. Kekakuan Otot
2.3 Patofisiologi Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskandi atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien
dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan menyebabkan
gangguan dalam mengkontrol urin/inkontinensia urin.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemihdalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatisterhadap kandung kemih menjadi bertekanan
rendah dengan meningkatkanresistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatansistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi
yangsimultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi olehsistem
saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaituasetilkholin, suatu
agen kolinergik.
Selama fase pengisian, impuls afferenditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung
ganglion dorsal spinal sakralsegmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf
dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal.
Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakraldihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.Hambatan aliran simpatis pada
kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls
berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari
sphincter eksterna.Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal.
Pasien postoperasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkanretensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih
danedema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,obat-
obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,nyeri insisi
episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yangmengosongkan kandung
7
kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dan drainase kandungkemih yang adekuat.
8
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu.
Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam
yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan
lainnya.
2. Gangguan pada skelet Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros
pergerakan dapat terganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu
pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk,
ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang
sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan Syaraf berperan penting dalam
menyampaikan impuls dari dan ke otak. Impuls tersebut merupakan perintah
dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka
akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan
tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi
2.4 Menifestasi Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas
1. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urine
a. Ketidaknyamanan daerah pubis
b. Distensi kandung kemih
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih
d. Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
2. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Fekal
a. Nyeri atau kejang abdomen
b. Kadang disertai darah atau mukus
c. Kadang omitus atau nausea
d. Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan dan kurus
3. Manifestasi Klinis Gangguan Aktivitas
a. Keterbatasan rentang gerak
b. Dispnea setelah beraktivitas
c. Gerakan bergetar
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Pergerakan lambat
9
f. Ketidakstabilan postur
g. Tremor akibat pergerakan
h. Penurunan aktu reaksi (lambat)
10
laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik
ginjal. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal
kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4. Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
5. Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
b) Kandung kemih
Secara nomal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi dispense
urin maka palpasi dilakukan didaerah shimhysis pubis dan umbilicus.
c. Perkusi
a) Ginjal
1. Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2. Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
3. Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh maka akan
teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness dan nyeri pada perkusi
CVA merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di
atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus.
Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic. Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin
500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
up)
d. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising)
11
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal)
12
mendasari penyakit. Inspeksi kemudian dilakukan secara sistematis dan
ditujukan pada hal – hal berikut:
a) Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah. Saraf, otot, tendon, ligament,
jaringan lunak, fasia, dan kelenjar limfe
b) Kulit, meliputi warna kulit (kemerahan, kebiruan, atau hiperpigmentasi)
dan tekstur kulit.
c) Tulang dan sendi.
d) Jaringan parut, apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma
atau supurasi. Apakah ada tanda cicateiks (jaringan parut baik yang alami
maupun buatan seperti bekas operasi) pada status lokalis.
e) Benjolan, pembengkaan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstermitas (deformitas).
b. Palpasi (Feel )
Pengkajian yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah sebagai berikut:
a) Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif. Apakah gerakan ini
menimbulkan rasa sakit. Apakah gerakan ini disertai dengan adanya
krepitasi.
b) Stabilitas sendi, terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan
sendi dan keadaan ligament yang mempertahankan sendi.
c) Pengkajian stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan
pada ligament kemudian gerakan sendi diamati.
d) Pengkajian range of joint movement (ROM). Pengkajian batas gerakan
sendi harus dicatat pada setiap pengkajian ortopedi yang meliputi batas
gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai nilai batas
gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari
sendi. Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan
sendi normal dan abnormal secara aktif dan pasif.
c. Gerak (Move)
Daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberikan
respons trauma pada jaringan lunak sekitar ujung fragmen tulang yang patah.
Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha yang patah.
13
2.6 Data Penunjang Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas
1. Eliminasi Urin
a. Laboraturium
a) Urine
a. Volume biasanya oliguri dan anuri
b. Warna urin keruh, sedimen kotor atau kecokelatan
c. Berat jenis menurun
d. Osmolalitas menurun
e. Klirens kreatinin menurun
f. Natrium meningkat
g. Protein meningkat
b) Darah
a. Serum kreatinin meningkat
b. Blood urea nitrogen meningkat
c. Kadar kalium meningkat
d. Hematokrit menurun
e. Hemoglobin menurun
f. Natrium, kalsium menurun
g. Magnesium/ posfat meningkat
h. Protein (khususnya albumin menurun)
c) Ph menurun
d) Pyelogram Retrograd menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e) Arterigram mengidentifikasi adanya massa
f) Ultrasonoginjal menentukan ukuran ginjal, adanya massa, obstruksi pada
saluran perkemihan bagiab atas.
g) EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
2. Radiologi
a. Ultrasound
Ultrasound adalah pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang
dipancarkan kedalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam
sistem perkemihan akan menghasilkan gambar gambar ultrasound yang khas.
Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa, malforasi, perubahan ukuran
14
organ maupun obstruksi dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan
teknik noninfasif yang tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan
prosedur dan tujuan kepada pasien. Karena sensitifitasnya, pemeriksaan USG
talah menggantikan banyak prosedur pemeriksaan diagnostik lainnya sebagai
Tindakan diagnostik pendahuluan
b. Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan Lainnya
a) Kidney, Ureter, and Bladder (KUB).
Pemeriksaan radologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat
dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan
mengidentifikasi semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau traktus
urinarius, hidronefrosis (dstensi pelvis ginjal), kista, tumor, atau pergeseran
ginjal akibat abnormalitas pada jaringan sekitarnya.
b) Pemindaian CT dan Mangnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan pemindaian CT dan MRI merupakan teknik noninvasif yang
akan memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat
jelas. Kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi tentang luasnya
lesi invasif pada ginjal.
c) Sistogram
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung kemih, dan kemudian media
kontras disemprotkan untuk melihat garis besar dinding kandung kemih serta
membantu dalam mengevaluasi refluks vesikouretral (aliran balik urin dari
kandung kemih kedalam salah satu atau kedua ureter). Sistogram juga
dilakukan bersama dengan perekaman tekanan yang dikerjakan bersamaan
dengan didalam kandung kemih
2. Eliminasi Fekal
a. Pemeriksaan USG untuk mengetahui kemungkinan obstruksi
b. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20¬-25% dari kanker kolen. Rigid
proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi
seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika digunakan bersama
sama dengan occult blood test.
c. Rontgen dengan kontras
d. Tes guaiak (pemeriksaan darah samar di feses)
e. Endoskop Fiberoptik
15
Merupakan instrumen optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat, selang
fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. untuk
visualisasi esofagus, lambung, dan duodenum
f. Kolonoskopi
Meski secara umum sembelit tak mengakibatkan efek serius komplikasinya bisa
mengganggu seperti wasir, lecet, dan pendarahan pada anus.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Defekasi Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau prosesmakhluk
hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah- padat yang
berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.Miksi ini
sering disebut buang air kecil.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.
Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada
sistem muskuloskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya.
3.2 Saran
1. Kita harus memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan feses dalam kehidupan
sehari-hari
2. Menjaga kebersihan daerah keluarnya urine dan feses
3. Mengatur pola makan dan menjaga kesehatan tubuh
4. Melakukan aktivitas setiap hari dengan bekerja dan berolahraga
5. Menghindari aktivitas yang menyebabkan cedera
17
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/75341640/Pengkajian-Pada-Gangguan-Eliminasi-Fekal
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/394/3/BAB%20II.pdf
https://id.scribd.com/doc/292344138/Lp-Eliminasi-Urine-Dan-Fekal-Acc
https://studylibid.com/doc/4346839/laporan-pendahuluan-gangguan-eliminasi-fekal
https://id.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-
KEBUTUHAN- AKTIVITAS-DAN-LATIHAN-1-docx
https://id.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://id.scribd.com/document/430835906/Lp-Kebutuhan-Aktivitas
https://id.scribd.com/document/435961817/Makalah-Pemenuhan-Kebutuhan-Aktivitas-
Dan- Latihan-H-2
18
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar
II).
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pencegahan Infeksi.............................................................................................4
B. Perawatan Luka..................................................................................................7
C. Prosedur Pemberian Obat.................................................................................10
D. Penatalaksanaan Spesimen..............................................................................14
BAB III........................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................17
A. Kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pencegahan Infeksi
1. Pengertian
2. Etiologi
Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:
1) Prosedur invasive
3) Trauma
7) Malnutrisi
9) Imunosupresi
12) Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan
4
5
13) gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan
peristaltik) Penyakit kronis
2) Host Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada
yang bisa dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan
yang sesuai dengan kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau
berkembang biak.
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002)
sebagai berikut :
1) Rubor
2) Kalor
6
3) Dolor
4) Tumor
5) Functio Laesa
5. Pemeriksaan penunjang
B. Perawatan Luka
1. Pengertian
1) Luka bersih
2) Luka kotor
6. Efek samping
1) Infeksi, keadaan alat dan bahan yang kurang steril dapat menyebabkan
terjadinya infeksi serta penatalaksanaan yang tidak memperhatikan
pencegahan infeksi juga bisa menyebabkan infeksi saat melakukan
perawatan pada luka pasien
2) Rasa nyeri, efek samping yang umum terjadi pada perawatan luka yaitu
rasa nyeri namun setiap individu memiliki tingkat nyeri yang berbeda
beda
1) Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih biasanya tertutup oleh sutura
stelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat.
3) Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda yang tidak tajam
4) Luka tusuk terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam dengan diameter yang kecil
5) Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau oleh kawat
6) Luka bakar
7) Luk atembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil
1. Pengertian
Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses
penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui
mulut (oral) dan dengan injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program
pengobatan dari dokter. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang
harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Obat adalah alat utama
terapi yang dugunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah
kesehatan. Obat adalah substtansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap
berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya.
a. oral
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
3. Prosedur
diresepkan dokter, dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
BB.
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh(t) obat panjang
atau Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang
atau pendek, jika (t) panjang pemberian 1x24 jam, jika (t) pendek 3x24 jam
dan (t) sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat
diberikan sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu
obat diberikan setelah makan atau sesudah makan. Misal obat untuk
menetralisir getah lambung harus diminum sebelum makan, dan obat dengan
reaksi kuat harus di minum sesudah makan.
D. Penatalaksanaan Spesimen
Urine adalah cairan sisa yang diekskresikan ginjal yang kemudia akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengambilan spesimenn
urine adalah suatu prosedur melakukan pengambilan contoh urine dari klien
untuk pemeriksaan diagnostik.
b. Tujuan
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan
memeriksa apakah urine klien normal atau tidak. Urine normal
adalah urine yang tidak terdapat bakteri, kotoran, darah, protein/zat
adiktif
2) Mendiagnosa penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi
fungsi ginjal
3) Mendiagnosa kelainan endokrin untuk tes ini dilakukan pemeriksaan
urine 24 jam
4) Melakukan monitoring klien dengan diabetes
5) Melakukan tes kehamilan
c. Manfaat
1) Tes kehamilan
2) Mengetahui zat asing
3) Perkembangan penyakit
4) Mendiagnosis penyakit mendeteksi gejala penyakit
5) Pemeriksaan kesehatan rutin
d. Indikasi
1) Adanya dugaan penyakit tertentu, misal penyakit yang berkaitan
dengan sistem perkemihan, endokrin
2) Adanya penyakit penyakit metabolik/sistemik
3) Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil/tidak.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
USA:Mosby.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
18
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I
(Keperawatan Dasar II).
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1. Latar Belakang.................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...........................................................................................1
3. Tujuan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
1. Definisi............................................................................................................3
2. Etiologi............................................................................................................6
3. Patofisiologi.....................................................................................................8
4. Manifestasi Klinis............................................................................................9
5. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................10
6. Data Penunjang..............................................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
1. Kesimpulan....................................................................................................12
2. Saran..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
5) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
6) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
a. Kesehatan Spiritual
3
mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur
tulang.
c) Sel: unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya eritrosit dan leukosit.
3) Pergerakan cairan tubuh
a) Difusi
Yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke
daerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam cairan merata
atau melewati membran sel yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari alveoli
paru ke darah kapiler pulmoner.
b) Osmosis
Yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan
dengan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan dengan solut konsentrasi
tinggi.
c) Filtrasi
Yaitu proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan
hidrostatik tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik
adalah tekanan yang dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur
cairan keluar dari arteri ujung kapiler.
d) Transpor aktif
Transpor aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi
untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel dari daerah
konsentrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama atau lebih besar.
Contoh: pompa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari sel dan kalium
dipompa masuk ke dalam sel.
4) Pengaturan cairan tubuh
a) Asupan cairan
Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di
hipotalamus. Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah, sayuran, dan
daging, serta oksidasi bahan makanan selama proses pencernaan). Sekitar 220 ml
air diproduksi setiap hari selama metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak
berlangsung.
b) Haluaran cairan
Cairan terutama dikeluarkan melalui ginjal dan saluran gastrointestinal.
Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar 125 ml plasma untuk
4
disaring dan memproduksi urine. Jumlah urine yang diproduksi ginjal
dipengaruhi oleh hormon antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air
melalui kulit diatur oleh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
c) Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
adalah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan cara
meningkatkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan dikembalikan ke
dalam volume darah sirkulasi. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan
kalium, menyebabkan tubulus ginjal mengekskresi kalium dan mengabsorbsi
natrium, akibatnya air akan direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah.
Glukokortikoid memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
5) Pengaturan elektrolit
a) Kation
Kation utama, yaitu narium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca²+), dan
magnesium (Mg²+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini
memengaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi
fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku, fungsi
saluran pencernaan, dan proses lain. Natrium merupakan kation yang paling
banyak jumlahnya dalam cairan ekstrasel. Nilai natrium serum 135-145 mEq/L.
Natrium diatur oleh asupan garam, aldosteron, dan haluaran urine. Kalium
merupakan kation intrasel utama, nilai kalium serum 3,5-5,3 mEq/L. Kalium
diatur oleh ginjal, dengan pertukaran ion kalium dengan ion natrium di tubulus
ginjal. Kalsium banyak terdapat di dalam tubuh. Nilai kalsium serum 4-5 mEq/L.
Kalsium diatur melalui kerja kelenjar paratiroid dan tiroid. Magnesium
merupakan kation terpenting kedua di dalam cairan intrasel. Nilai magnesium
serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui mekanisme ginjal.
b) Anion
Anion utama adalah klorida (Clon bikarbonat (HCOlam cairan intrasel.
Nilai magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui
mekanisme ginjal. al.iran, elektrolit, dan asam basa. Klorida ditemukan di dalam
cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai klorida serum 100- 106 mEq/L. Klorida diatur
melalui ginjal. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh,
ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai bikarbonat arteri mEq/L, dan
bikarbonat vena 24-30 mEq/L, bikarbonat diatur oleh ginjal Fosfat merupakan
5
anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Nilai fosfat serum 2,5-4,5 mg/100
ml. Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan vitamin D
teraktivasi.
2. Etiologi
a. Kesehatan Spiritual
Menurut Taylor/Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual
seseorang adalah sebagai berikut.
1) Tahap Perkembangan Seseorang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda,
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk
sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
2) Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal
yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan,
tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku
orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka
pandangan anak ada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam
berhubungan dengan saudara dan orang tua.
3) Latar Belakang Etnik dan Budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya.
Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan
keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem
kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap
individu.
4) Pengalaman Hidup Sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti
pernikahan, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan.
Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia
untuk menguji imannya.
5) Krisis dan Perubahan
6
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.
6) Terpisah dari Ikatan Spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu
terpisah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan
hidup sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial,
mengikuti kegiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman
yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari
ikatan spiritual berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7) Isu Moral Terkait dengan Terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran
agama seperti sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi, dan lain-lain. Konflik
antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga
kesehatan.
8) Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan
peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada
kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan
tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan
spiritualnya kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan
pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung
jawab pemuka agama.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan volume cairan
a) Kekurangan volume cairan
Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare, muntah dari
fistula atau selang. Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan per
oral, penggunaan obat-obatan diuretik.
7
b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis,
peningkatan kadar aldosteron dan steroid di dalam serum, asupan natrium
berlebih.
c) Sindrom ruang ketiga
Hipertensi portal, abstruksi usus halus, peritonitis, luka bakar
d) Ketidakseimbangan hiperosmolar
Diabetes insipidus. Interupsi dorongan rasa haus yang dikontrol secara neurologis
ketoasidosis diabetic, pemberian cairan hipertonik.
e) Ketidakseimbangan hipoosmolar
Asupan cairan berlebih
2) Ketidakseimbangan elektrolit
a) Hiponatremia
Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal
pengeluaran diuretic.
b) Hipernatremia
Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, pemberian larutan salin
hipertonik lewat IV secara iatrogenic.
c) Hipokalemiagastrointestial
Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau
kehilangan cairan lain melalui saluran.
d) Hiperkalemia
Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang parah seperti
akibat luka bakar dan trauma.
e) Hipokalsemia
Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia,
hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin d, penyakit-penyakit neoplastik,
pancreatitis.
f) Hiperkalsemia
Metastase tumor tulang, penyakit paget, osteoporosis, imobilisasi yang
lama.
3. Patofisiologi
a. Kesehatan Spiritual
1) Distres Spiritual
8
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan
tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, literatur,
alam, dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri.
2) Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
3) Ketidakefektifan Koping
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor,
ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber daya yang tersedia.
4) Keputusasaan
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit
atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi
energi demi kepentingan sendiri.
b. Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut disebut juga
hipovolemia. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler,
lalu diikuti dengan perpindahan cairan intraseluler menuju intraveskuler menuju
intraveskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Secara umum,
defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal
melalui kulit, penurunan asupan cairan, pendarahan dan pergerakan cairan ke lokasi
ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikannya ke
lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari
sisi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritoneum, pericardium, atau
rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu seperti terperangkapnya cairan dalam saluran
pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan (Faqih, 2011).
4. Manifestasi Klinis
a. Kesehatan Spiritual
1) Pasien kesepian
9
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan
bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan
Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
2) Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang
dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang
paling besar adalah bersama Tuhan.
3) Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan
karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan
pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu
membutuhkan bantuan spiritual.
4) Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan
keberadaan Tuhan. Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila
kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke arah yang lebih
baik, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Haus
2) Anoreksia Perubahan tanda-tanda vital
3) Cemas atau pucat
4) Rasa malas
5) Perubahan status mental
6) Penurunan volume/tekanan nadi
7) Penurunan turgor kulit/lidah
8) Penurunan saluaran urin
9) Kulit/membran kulit mukosa kering
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesehatan Spiritual
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres spiritual
adalah sebagai berikut:
1) Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas
10
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama
4) Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7) Mengubah gaya hidup
8) Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
9) Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
10) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari
Tuhan
12) Mengekspresikan kemarahannya terhadap Tuhan
13) Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
14) Sedang menghadapi sakaratul maut
b. Cairan dan Elektrolit
1) Integumen: keadaan turgor kulitedema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan
bunyi jantung.
3) Mata: cekung, air mata kering.
4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, dan
bising usus.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kesehatan Spiritual
1) Lab
2) Foto rontgen
3) USG
b. Cairan dan Elektrolit
1) Pemeriksaan elektrolit
2) Darah lengkap
3) pH
4) Berat jenis urin
5) Analisa Gas Darah (AGD)
11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
12
Pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit, seperti lab, foto
rontgen, usg, pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, ph, berat jenis urin, dan analisa gas
darah (AGD).
2. Saran
Perlu adanya penyesuaian dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa perawat
dalam mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kebutuhan spiritual, cairan,
dan elektrolit sehingga dapat mencegah dan menangani penyakit yang diderita oleh klien.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2021
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I
(Keperawatan Dasar II).
Kelompok 4
II
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................I
KATA PENGANTAR...........................................................................................II
DAFTAR ISI.........................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1. Latar Belakang.................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...........................................................................................1
3. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
1. Definisi............................................................................................................3
2. Etiologi............................................................................................................4
3. Patofisiologi.....................................................................................................8
4. Manifestasi Klinis..........................................................................................10
5. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................11
6. Data Penunjang..............................................................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan...................................................................................................15
B. Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................V
III
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
A. Prosedur Hygiene
B. Perawatan Diri
Menurut ( Depkes 2000) Salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri..
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
(Tarwoto dan Wartonah 2000).
3
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja,
dan berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap
jendela dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan
masak dan peralatan makan misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar
mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari
menjaga kebersihanhalamandanselokan,
danmembersihkanjalandidepanrumahdarisampah
- Istirahat Tidur
Istirahat dantidur adalahkomponenesensialdaripemeriksaan fisik,
mentaldan penyimpangan energi. Semua individu membutuhkan periode
tertentu untuk tenang dan mengurangi aktivitas sehingga badan akan
mengembalikan energy dan membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan tidur
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, levelperkembangan, status kesehatan,
danaktifitas.
2.2 Etiologi
a. Prosedur Hygiene
menurut Potter & Perry (2005), ada 7 faktor yang memengaruhi seseorang
untuk melakukan personal hygiene, antara lain:
- Citra Tubuh
Penampilan fisik seseorang adalah konsep subjektif dari citra tubuh.
Citra tubuh memengaruhi cara seseorang mempertahankan hygiene.
Adanya perubahan fisik yang disebabkan oleh pembedahan ataupun
penyakit, makan dibutuhkan usaha yang lebih untuk tetap
mempertahankan hygiene.
- Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial dalam pergaulan seseorang dapat sangat
memengaruhi hygiene. Saat usia anak-anak, praktik hygiene didapatkan
dari orang tua. Kebiasaan hidup di rumah, kebersihan lingkungan
rumah, dan bagaimana anak diajarkan cara merawat diri. Seiring
dengan bertambahnya usia, pergaulan di sekolah akan merubah cara
praktik personal hygiene.
4
- Status Sosial Ekonomi
5
Pendapatan seseorang juga menjadi faktor yang sangat
memengaruhi hygiene. Kemampuan seseorang untuk membeli peralatan
dan bahan-bahan untuk merawat kebersihan diri dan lingkungan.
- Pengetahuan
Saat ini tidak sedikit seseorang yang tidak paham mengenai
pentingnya hygiene bagi kesehatan. Oleh karena itu, faktor pengetahuan
juga memengaruhi walaupun pengetahuan itu sendiri tidak cukup untuk
memotivasi seseorang untuk menerapkan personal hygiene dalam
dirinya.
- Kebudayaan
Kebudayaan memengaruhi personal hygiene karena cara yang
diterapkan di satu daerah dan daerah lainnya akan berbeda. Penggunaan
air untuk membersihkan diri setelah dari jamban adalah budaya yang
ada di Indonesia. Sedangkan, untuk di negara-negara luar, seperti
Jepang, China, dan Korea, cukup menggunakan tissue saja.
- Pilihan Pribadi
Setiap individu pada dasarnya punya caranya sendiri untuk melakukan
perawatan terhadap dirinya, kapan waktu yang tepat, dan dengan apa
perawatan diri itu dilakukan.
- Kondisi Fisik
Pada saat sakit, terutama sakit keras, tentu kondisi fisik akan menurun,
sehingga kemampuan untuk merawat diripun berkurang. Perlu bantuan
orang lain untuk merawar diri.
b. Perawatan Diri
Perawatan diri erat kaitannya dengan kebersihan diri (personal
hygiene), dimana hal ini perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-
hari karena memengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan
merupakan bagian dari penampilan dan harga diri sehingga jika
seseorang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut mungkin saja akan memengaruhi kesehatan secara umum.
6
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang memengaruhi personal hygiene:
1. Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien menderita diabetes 14 melitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5. Budaya Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis Pada penyakit tertentu kemampuan pasien
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya
7
2. Buatlah jadwal piket
Buatlah jadwal untuk membersihkan rumah. Apabila kita tinggal
dilingkungan yang bersih, maka kita akan lebih merasa nyaman untuk
tinggal dan terhindar dari penyakit karena kotoran dan debu.
4. Membersihkan selokan-selokan
Tujuan dari membersihkan selokan adalah agar air di selokan tidak
tersumbat oleh sampah-sampah. Apabila selokan tersumbat bisa saja
akan menimbulkan aroma yang tidak sehat dan menimbulkan datangnya
serangga seperti kecoa.
6. Lakukan langkah 3 M
o Menutup tempat penyimpanan air
o Menguras bak mandi secara ritun
o Mengubur barang-barang bekas
7. Selalu terapkan 3B
o Buang sampah di tempat yang sudah di sediakan
o Bersihkan segala sesuatu yang kotor
o Biasakanlah untuk hidup sehat dan bersih
8
2.3 Patofisiologi
- Prosedur Hygiene
Dampak yang muncul pada masalah personal hygiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena
tidak terperiharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan
fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telingga serta gangguan fisik
pada kuku.
b. Dampak Psikologi
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencinntai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan interaksi sosial.
- Perawatan Diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan
diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes
(2000) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014). Penyebab kurang
perawatan diri adalah: 1. Faktor Predisposisi
c. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
d. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
e. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
f. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungan.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit
perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi
9
atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
- Istirahat Tidur
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi
gangguan tidur adalah model neurokognitif. Model ini
menerangkan bahwa faktor predisposisi, presipitasi, perpetuasi,
dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mendasari
berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik.
Model lain yang bisa digunakan untuk adalah
model psychobiologic inhibition, yang menunjukkan bahwa tidur
yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas. Otomatisasi
artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat
involunter, yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi
sirkadian. Plastisitas adalah kemampuan sistem tubuh untuk
mengakomodasi berbagai kondisi lingkungan. Pada kondisi normal,
tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usaha). Situasi
hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai
respon arousal fisiologis dan psikologis, yang menimbulkan
inhibisi terhadap de-arousal yang berhubungan dengan tidur dan
menimbulkan gejala gangguan tidur
10
2.4 Manifestasi Klinis
- Prosedur Hygiene
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan
berantakan, buang air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat
gigi tidak dapat berpakaian sendiri
- Perawatan Diri
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
11
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan
berantakan, buang air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat
gigi tidak dapat berpakaian sendiri
12
g. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda tajam,
sebab akan merusak jaringan di bawah kuku.
h. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan.
i. Khusus untuk jari kaki sebaiknya kuku di potong segera setelah
mandi atau di rendam dengan air hangat terlebih dahulu.
j. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
k. Personal hygiene pada rambut Cara merawat rambut:
o Cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan
memakai sampo yang cocok.
- Perawatan Diri
Personal hygiene pada mata Cara merawat mata:
1) Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam kesudut bagian
luar
2) Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih dan lembut
3) Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
4) Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
5) Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
Personal hygiene pada hidung Cara merawat hidung:
1) Jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil
2) Jangan biarkan benda kecil masuk kedalam hidung
3) Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung, hembuskan secara
perlahan dengan membiarkan lubang hidung terbuka. 17
4) Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan
menggunakan jari karena dapat mengiritasi mukosa hidung.
Personal hygiene pada gigi dan mulut Cara merawat hidung dan mulut :
1) Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
2) Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan gigi patah.
4) Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur.
5) Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
6) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
7) Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
13
Personal hygiene pada telinga Cara merawat telinga :
1) Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara perlahan
dengan menggunakan penyedot telinga
2) Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan hati-hati
agar tidak terkena air yang berlebihan
3) Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran telingan dan
bukan langsung kegendang telinga.
4) Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan telinga
karena dapat merusak gendang telinga.
Personal hygiene pada genetalia Cara merawat genetalia:
1) Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di lakukan
pada saat mandi 2x sehari
2) Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada pria
terutama yang belum di sirkumsisi karena adanya kulup pada penis
yang menyebabkan urine mudah terkumpul di sekitar gland penis yang
lama kelamaan dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti
kanker penis.
- Perawatan Diri
a. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan
serologi.
b. Pemeriksaan radiagnostik (x-foto tulang belakang, x–foto kpeal dsb)
c. Pemeriksaan penunjang yang lain ( CT Joan , LP) 8) Diagnosa
Banding
a. Defisit Perawatan Diri : Mandi
14
b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
c. Defisit Perawatan Diri : Makan
d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi Diri :
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
16
membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
levelperkembangan, status kesehatan, danaktifitas.
3.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kebersihan pada diri kita dan lingkungan agar kita
terhindar dari penyakit dan kita harus istirahat yang cukup agar tubuh kita fit
selalu bugar tidak mudah sakit.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/443/3/BAB%20II%20%20tinjauan%20
ustaka.pdf
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-perawatan-diri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-tidur/patofisiologi
https://www.academia.edu/24698007/Konsep_Istirahat_dan_Tidur
IV
MAKALAH
BERMAIN DAN KEBUTUHAN RASA NYERI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure l (Keperawatan Dasar ll)
Dosen Pembimbing : Tara Indra D.,S.Kep.,Ners
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Pengertian Bermain..............................................................................................3
2.2 Karakteristik Bermain..........................................................................................3
2.3 Arti Pentingnya Bermain......................................................................................4
2.4 Definisi Kenyamanan...........................................................................................12
2.5 Pengertian Nyeri...................................................................................................12
2.6 Etiologi Nyeri.......................................................................................................13
2.7 Patofisiologi Nyeri...............................................................................................13
2.8 Fisiologi Nyeri.....................................................................................................14
2.9 Klasifikasi Nyeri..................................................................................................15
2.10 Teori Nyeri.........................................................................................................15
2.11 Manifestasi Klinis Nyeri....................................................................................16
2.12 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan...................17
2.13 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................18
2.14 Data Penunjang..................................................................................................20
BAB III PENUTUP..................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
3.2 Saran.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bermain adalah kegiatan menyenangkan dan dilakukan oleh hampir seluruh manusia
di muka bumi; mulai bayi, usia dini, hingga usia lanjut. Manusia melakukan kegiatan bermain
dalam berbagai cara, dalam berbagai jenis, dan dengan berbagai tujuan.
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri
dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keamanan terkait
dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya
imajinasi (misal, penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten
dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya.
Sebagai seorang perawat harus menjaga keamanan dan kenyamanan klien harus kita
jaga disamping tetap menjaga keamanan dan kenyamanan perawat itu sendiri, terlebih di era
sekarang ini perkembangan penyakit juga semakin memprihatinkan, jadi kita sebagai perawat
harus bisa menjaga diri dengan selalu mentaati waktu cuci tangan dan menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang baik dan benar
1
5. Apa Pengertian dari Nyeri?
6. Apa Etiologi dari Nyeri?
7. Bagaimana Patofisiologi dari Nyeri?
8. Bagaimana Fisiologi dari Nyeri?
9. Apa saja Klasifikasi Nyeri?
10. Apa saja Teori Nyeri?
11. Apa saja Manifestasi Klinis dari Nyeri?
12. Apa saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemanan dan Kenyamanan?
13. Bagaimana Pemeriksaan Fisik dari Nyeri?
14. Apa saja Data Penunjang Nyeri?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bermain, menurut Smith and Pellegrini (2008) merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak
diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Hal ini berarti, bermain bukanlah
kegiatan yang dilakukan demi menyenangkan orang lain, tetapi semata-mata karena
keinginan dari diri sendiri. Oleh karena itu, bermain itu menyenangkan dan dilakukan dengan
cara-cara yang menyenangkan bagi pemainnya. Di dalam bermain, anak tidak berpikir
tentang hasil karena proses lebih penting daripada tujuan akhir. Bermain juga bersifat
fleksibel, karenanya anak dapat membuat kombinasi baru atau bertindak dalam cara-cara baru
yang berbeda dari sebelumnya. Bermain bukanlah aktivitas yang kaku. Bermain juga bersifat
aktif karena anak benar-benar terlibat dan tidak pura-pura aktif. Bermain juga bersifat positif
dan membawa efek positif karena membuat pemainnya tersenyum dan tertawa karena
menikmati apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, bermain adalah kegiatan yang
menyenangkan, bersifat pribadi, berorientasi proses, bersifat fleksibel, dan berefek positif.
Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan
atau tekanan dari pihak luar (Hurlock, 1997).
Pengertian bermain ini tidak hanya terbatas pada anak sebagai subjek. Bagaimana pun
kita mengenal kegiatan bermain yang dilakukan oleh orang dewasa. Orang dewasa menyebut
bermain sebagai kegiatan selingan, charge (pengisian) energi, menghilangkan kepenatan dan
kebosanan, sebagai hiburan. Orang dewasa kadang bermain dengan anak-anak, bahkan
dengan bayi. Anda mungkin sering melihat orang melakukan “cilukba” dan “tepuk ame-ame”
dengan bayi, bukan? Mungkin Anda juga sering melihat orang dewasa bermain layang-
layang dengan anak-anak di lapangan, sementara orang dewasa lain bermain kartu. Masa
sekarang, orang dewasa juga bermain game di media komunikasi, seperti handphone dan
komputer.
3
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bermain memiliki ciri-ciri khas yang perlu
diketahui oleh guru dan orang tua. Kekhasan itu ditunjukkan oleh perilaku anak. Kegiatan
disebut bermain apabila :
1. menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; anak menikmati kegiatan bermain tersebut;
mereka tampak riang dan senang (seperti pada gambar di atas);
2. dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; anak melakukan kegiatan
karena memang mereka ingin. (perhatikan bagaimana anak yang lebih kecil memilih bermain
air, anak yang mahir memilih menguasai bola, anak yang lain berusaha merebut bola dari
anak lain;
3. anak melakukan karena spontan dan sukarela; anak tidak merasa diwajibkan; (anak begitu
saja berlari, mengejar, mengincar, merebut, dan menendang bola tanpa ada rencana
sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang menskenario perilaku anak dalam bermain, seperti
tampak pada contoh di atas);
4. semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-masing; (tampak pada
gambar, anak memiliki peran masing-masing yang membuat mereka disebut bermain bola,
seperti mengejar, merebut, memberi umpan, berusaha menguasai bola, bahkan ada yang asyik
dengan air karena tidak
mendapatkan bola. Anak menciptakan sendiri “ulah” mereka untuk mendukung kegiatan
bermain mereka dan peran yang diambil);
5. anak berlaku pura-pura, tidak sungguhan, atau memerankan sesuatu; anak pura-pura marah
atau pura-pura menangis;
6. anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi dari orang lain maupun
aturan yang baru; aturan main itu dipatuhi oleh semua peserta bermain; (pada gambar tampak
bahwa anak bermain bola di area berair, dengan luas wilayah semau mereka, dengan bola
seadanya, dengan aturan yang mereka sepakati sendiri);
7. anak berlaku aktif; mereka melompat atau menggerakkan tubuh, tangan, dan tidak sekedar
melihat; (tampak pada gambar tidak ada seorang anak pun pasif, diam. Semua anak bergerak
dengan pose masing-masing);
8. anak bebas memilih mau bermain apa dan beralih ke kegiatan bermain lain; bermain
bersifat fleksibel. (tampak pada gambar anak boleh pause sejenak dengan bermain air, boleh
sambil bergurau, boleh sambil bergaya).
4
Secara umum, bermain memiliki manfaat setidak-tidaknya manfaat fisik dan release.
Secara fisik, bermain dipandang sebagai aktivitas menggerakkan badan. Sebagian orang
dewasa bahkan memanfaatkan bermain sebagai kegiatan berolah raga, seperti tenis, tenis
meja, bulu tangkis, dan golf.
Coba Anda amati bapak-bapak yang bermain tenis atau bulu tangkis! Anda akan
melihat perilaku yang lepas dari mereka, seperti berteriak, melompat, bersujud, atau bahkan
berlari mengelilingi lapangan karena gembira. Bermain dalam konteks ini dianggap memiliki
manfaat kenikmatan, kesenangan, relaksasi, pelepasan energi, pengurangan ketegangan, serta
ekspresi diri.
Secara umum, bermain juga dianggap sebagai kegiatan yang menyalurkan hobi dan
menyatukan orang dalam konteks relaks sehingga banyak hal dapat dibicarakan tanpa
menimbulkan gejolak yang berarti. Orang dewasa yang gemar bermain, kadang membuat
perkumpulan dan menjadikannya hobi yang diakui keberadaannya. Mereka kadang membuat
festival atau lomba, seperti festival layang-layang, lomba catur, festival yoyo, dan sebagainya.
Bermain dalam situasi demikian, berguna menyatukan orang-orang dari berbagai latar
belakang demi membentuk sebuah “keluarga”.
Bermain, secara umum, juga berfungsi sebagai pemeliharaan. Banyak orang dewasa
yang memanfaatkan bermain sebagai sarana pemeliharaan fungsi tubuh. Mereka berjingkrak-
jingkrak, menyapu sambil menggoyang-goyangkan badan, berpura-pura berjalan dalam titian,
berjalan cepat sambil memantul-mantulkan bola, dan kegiatan bermain lain yang bersifat
spontan. Meskipun demikian, olah raga yang lebih bernuansa “mendapatkan keringat” juga
dapat dikategorikan bermain. Dalam konteks ini, aturan berolah raga menjadi sangat longgar.
Yang dipentingkan bukanlah kemenangan, melainkan kesegaran fisik dan kesenangan saat
bermain.
Bermain juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana mendidik anak. Seperti Anda tahu,
banyak orang dewasa yang bermain bersama anak, bukan karena kelebihan waktu, tetapi
lebih karena ingin mendidik anak. Orang dewasa bermain kartu kata, bermain boneka,
bermain ular tangga, dan bermain lompat tali bersama anak, adalah karena mereka ingin
menanamkan kebersamaan, sportivitas, dan mengajarkan aturan bermain yang lebih baku.
5
melumat kertas, bermain playdough, bermain di titian, memanjat, dan kegiatan bermain yang
telah dirancang. Para psikolog banyak memanfaat kegiatan bermain sebagai terapi.
Anak pasti suka bermain. Bermain juga membuat anak ceria dan berbahagia. Ya,
betul! Bermain memang sangat penting bagi anak. Penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan mereka. Coba sekarang Anda cermati penjelasan berikut ini tentang manfaat
bermain bagi anak usia dini.
Berbagai pendapat yang didasarkan pada observasi dan riset menunjukkan bahwa
anak tidak dapat dipisahkan dari bermain. Bermain merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak, meliputi dunia fisik, sosial, sistem
komunikasi. Bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan anak (Garvey, 1990). Kegiatan
bermain mempengaruhi perkembangan enam aspek perkembangan anak, yakni aspek
kesadaran diri (personal awareness), emosional, sosial, komunikasi, kognisi, dan
keterampilan motorik (Catron & Allen, 1999). Bermain memiliki kekuatan untuk
menggerakkan perkembangan anak. Pada masa anak-anak, bermain merupakan landasan bagi
perkembangan mereka karena bermain merupakan bagian dari perkembangan sekaligus
sumber energi perkembangan itu sendiri (Hoorn, et al., 1999).
6
bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih tinggi pada ZPD-nya (Vygotsky dalam
Bodrova & Leong, 1996).
Kedua, bermain memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi. Di
dalam bermain, anak lebih menuruti apa yang ada dalam pikirannya daripada apa yang ada
dalam realita. Karena bermain memerlukan penggantian suatu objek dengan yang lain, anak-
anak mulai memisahkan makna atau ide suatu objek dengan objek itu sendiri (Berk, 1994).
Ketika seorang anak menggunakan balok sebagai gelas, dan “minum” dari “gelas” tersebut,
anak mengambil makna gelas dan memisahkan makna itu dari objeknya. Sejalan dengan
perkembangan anak, kemampuan mereka untuk membuat substitusi (penggantian) ini
menjadi lebih fleksibel. Pemisahan antara makna dengan objeknya merupakan persiapan
untuk perkembangan membuat gagasan dan berpikir abstrak (Berk, 1994). Dalam berpikir
abstrak, anak mengevaluasi, memanipulasi, dan memonitor ide dan pikiran tanpa mengacu
pada dunia nyata. Kegiatan ini juga merupakan persiapan untuk transisi menulis (dalam hal
ini, kata tidak tampak seperti objek). Akhirnya, tingkah laku anak tidak lagi dikendalikan
oleh objek. Dengan menggunakan balok sebagai gelas, misalnya anak dapat
menggunakannya untuk menyelesaikan masalah, sebagaimana mereka menggunakannya
untuk matematika (Bodrova & Leong, 1996).
Ketiga, bermain mengembangkan penguasaan diri. Dalam bermain, anak tidak dapat
bertindak sembarangan. Anak mesti bertindak sesuai skenario. Anak yang bertindak sebagai
bayi, misalnya harus menirukan tangis bayi dan berhenti ketika “sang ayah” membujuknya.
Kegiatan menangis ini merupakan tingkah laku yang disengaja menggunakan fungsi mental
yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa anak dapat menguasai tingkah laku mereka.
Bermain memerlukan kesadaran dan kontrol yang lebih signifikan daripada konteks yang lain.
Hal ini memungkinkan suatu ZPD untuk perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi.
7
semakin lama semakin sempurna. Bermain membantu anak mengembangkan
kemampuan berpikir abstrak. Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan
bermain pura-pura. Vygotsky menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum mampu
berpikir abstrak. Makna dan objek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak bermain
telepon-teleponan, misalnya anak belajar bagaimana memahami perspektif orang lain
dan bagaimana menemukan strategi bermain dengan orang lain, serta bagaimana anak
memecahkan masalahnya. Fokus perkembangan intelektual dapat dilihat melalui
bahasa dan literasi, serta berpikir logiko-matematis (Hoorn, et al., 1999). Bermain
mendorong anak untuk berpikir kreatif. Bermain mendukung tumbuhnya pikiran
kreatif karena dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai,
belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah
kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri, dan belajar mengenali makna
sosialisasi dan keberadaan diri di antara teman sebaya. Dalam bermain, anak
terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat
jawaban, dan kemudian menguji jawaban, dan pertanyaan yang mereka buat sendiri.
Ketika tidak dihalangi untuk melakukan hal-hal ini, mereka terus melakukannya dan
terus berusaha untuk mencapai yang lebih baik lagi. Kreativitas akan terpupuk saat
demi saat, tahap demi tahap (lihat juga Holt, 1991). Einstein, sebagaimana disitir
Hudson (1973), memiliki keyakinan bahwa “permainan kombinasi” (combinatory
play) menjadi bagian penting dari pikiran kreatif anak. Lebih lanjut, Ofsted (1996)
menambahkan bahwa permainan membentuk satu bagian dari enam wilayah
pembelajaran (yang salah satunya disebut wilayah kreatif). Wilayah-wilayah ini
merupakan suatu yang esensial dan harus diberikan oleh Taman Kanak-kanak kepada
anak didik (Ofsted, 1996, SCAA, 1997 dalam Craft, 2000).
2. Bermain Mengembangkan Kesadaran Diri
Bermain mengembangkan kemampuan bantu-diri (self help). Melalui bermain anak
menemukan, mengembangkan, meniru, dan mempraktikkan rutinitas hidup sehari-hari.
Kesuksesan terhadap usaha ini menaikkan perasaan kompetensi mereka dan
mendorong mereka membuat keputusan sehari-hari, seperti memilih buku cerita,
bermain boneka, menyusun balok-balok, serta mengatur tidur, dan mandi. Bermain
memungkinkan anak bereksperimen dengan aturan nonstereotip. Melalui bermain,
anak mencoba membuat variasi aturan melalui permainan pura-pura. Hal ini
mendorong anak melihat berbagai kemungkinan untuk diri sendiri dan membuat
banyak keputusan berdasarkan pilihan yang ada. Bermain memberikan pelajaran
8
tentang keselamatan dan kesehatan diri. Melalui bermain, anak belajar peka terhadap
isu-isu keselamatan diri, seperti dialog kesehatan, menghindari akibat kejahatan,
menghindari pencuri, menyelamatkan diri dari gempa dan tsunami, menyeberang
jalan, menghindari banjir, bahaya listrik, dan sebagainya. Semua dapat dilakukan
dalam kegiatan bermain peran, bercerita, dan permainan lain yang dirancang. Bermain
mengembangkan kemampuan anak membuat keputusan mandiri. Melalui bermain,
guru dapat membantu anak-anak melaksanakan bermain berbasis proyek. Guru
membantu anak menyusun kerangka kerja yang akan mereka gunakan untuk
mengatasi sesuatu dengan sedikit risiko. Permainan dengan dasar “Apa yang harus
kita lakukan?” mendorong anak untuk saling berbagi ide. Jika ide mereka digunakan
dan dikuatkan oleh kelompok, anak telah mengembangkan citra diri positif. Hal ini
juga mendorong anak untuk berani mandiri, mengatur diri mereka sendiri.
3. Pengembangan Sosio-Emosional Anak
Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan
menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain mesti berpikir tentang bagaimana
mengorganisasikan materi sesuai dengan tujuan mereka bermain. Anak-anak yang
bermain “dokter-dokteran”, misalnya harus berpikir di mana ruang dokter, apa yang
akan dipergunakan sebagai stetoskop (stethoscope). Anak juga akan memikirkan
tugas dokter dan mempertimbangkan materimateri tertentu, seperti warna, ukuran, dan
bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan. Selama bermain itu,
menurut Catron dan Allen (1999), anak menemukan pengalaman baru, memanipulasi
benda dan alatalat, berinteraksi dengan anak lain, dan mulai menyusun
pengetahuannya tentang dunia. Bermain menyediakan kerangka bagi anak untuk
mengembangkan pengetahuan mereka tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan
lingkungannya.
Bermain meningkatkan kompetensi sosial anak. Menurut Catron dan Allen (1999),
bermain mendukung perkembangan sosialisasi dalam hal-hal berikut ini.
a. Interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan
memecahkan konflik.
b. Kerja sama, yakni interaksi saling membantu, berbagi, dan pola pergiliran.
c. Menghemat sumber daya, yakni menggunakan dan menjaga benda-benda dan
lingkungan secara tepat.
d. Peduli terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima perbedaan individu,
memahami masalah multibudaya.
9
4. Bermain Mengembangkan Motorik Anak
Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik kasar. Anak-anak, melalui
bermain, dapat mengontrol gerak motor kasar. Pada saat bermain, mereka dapat
mempraktikkan semua gerakan motorik kasar, seperti berlari, meloncat, dan
melompat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat, membawa, berjalan atau
meloncat, berputar, dan beralih respons untuk irama. Anak usia 5 hingga 6 tahun perlu
bermain aktif. Mereka dapat melempar, menangkap, menendang, memukul, bersepeda
roda dua, dan meluncur. Saat ini, banyak anak yang menghabiskan waktu untuk
aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau video. Anak itu membutuhkan
kesempatan untuk memanjat, berayun, mendorong, menarik, berlari, meloncat,
melompat, dan berjalan dalam rangka menguasai tubuh mereka (Brewer, 1995).
Bermain membantu anak menguasai keterampilan motorik halus. Melalui bermain
anak dapat mempraktikkan keterampilan motorik halus mereka, seperti menjahit,
menata puzzle, memaku ke papan, dan mengecat.
5. Bermain Mengembangkan Bahasa Anak
C. Risiko Bermain
Setiap aktivitas manusia, pastilah mengandung unsur risiko. Risiko tersebut dapat
ditengarai berdasarkan tiga unsur. Keberadaan tiga unsur inilah yang menjadi dasar diambil
atau tidaknya sebuah kegiatan berdasarkan risikonya, termasuk bermain. Unsur-unsur yang
dimaksud adalah
10
Penilaian risiko dibuat berdasarkan unsur di atas dan diatasi dengan menyeimbangkan
kelola risiko dan mengoptimalkan manfaat. Berkano atau mengayuh perahu, misalnya
memiliki kemungkinan risiko yang besar (luka, tenggelam, terseret arus, bahkan kematian),
tetapi risiko akan mengecil seiring dengan kemahiran bermain. Sejalan dengan kemahiran
yang dipersyaratkan, manfaat yang jelas pun diperoleh secara otomatis. Menurut David Ball
(2012), faktor sosial dan psikologis juga penting dalam penilaian risiko. Risiko yang dapat
diterima dalam satu komunitas mungkin tidak dapat diterima di tempat lain, dan kebijakan
harus mempertimbangkan ini.
Berdasarkan observasi di lapangan diperoleh beberapa data tentang risiko bermain ini.
Risiko tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yakni risiko fisik-kesehatan,
risiko psikis, dan risiko sosial.
Risiko Fisik-Kesehatan
Risiko fisik yang mungkin terjadi dalam kegiatan bermain adalah jatuh, cidera-terluka,
keracunan, kelelahan, kurang gerak, sakit mata, dan kotor.
Risiko Psikis
Risiko psikis adalah segala risiko bermain yang berakibat pada kondisi psikologis
anak. Risiko psikis tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan dan acap kali sulit dihindari.
Psikis sendiri merupakan faktor yang berasal dari dalam individu meliputi motivasi,
persepsi, pembelajaran, kepribadian, memori, emosi, kepercayaan, dan sikap. Adapun
risiko bermain yang dilaporkan melalui observasi adalah kebosanan, motivasi belajar
menurun, emosi labil, dan apatis.
Risiko Sosial
11
Bermain, sebenarnya adalah sarana yang tepat untuk mengembangkan kemampuan
bersosialisasi, berkomunikasi, dan memupuk kepercayaan diri. Meskipun demikian,
bermain juga memiliki risiko yang bertolak belakang dari manfaatnya, yakni risiko
sosial. Risiko sosial adalah segala kemungkinan berkategori negatif terkait dengan
hubungan dengan orang lain, masyarakat, dan pandangan kultural. Yang tertengarai
sebagai risiko sosial bermain antara lain bertengkar, eksklusivitas, dan minus
sosialisasi.
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan (Donahue, 1989) dalam
Alimul, 2006, meringkaskan “melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan
kenyamanan...”. Perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan
bantuan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien
yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan mempunyai
subjektifitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial,
spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan
dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang
konsisten pada pengalaman subjektif klien.
12
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa ahli, nyeri diartikan sebagai
berikut.
Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
13
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut : Reseptor nyeri disebut
nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujungujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai
rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan
kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan
Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang
memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin,
ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera,
hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A
delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak
melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di
reticular activating system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian
besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik
tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat A
delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-serat ini
berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah
grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah
reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa
dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi
berkaitan dengan nyeri.
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang
14
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pad akulit dan mukosa,
khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri
dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-macam asam
yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi.
Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri
yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom
nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi
nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.
15
bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang setelah Penderitaan meningkat
beberapa saat setelah beberapa saat
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya nyeri, di antaranya (Barbara C Long, 1989):
Teori Pemisahan (Specificity Theory) Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke
medula spinalis melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian
naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di
korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
Teori Pola (Pattern Theory) Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke
medula spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons
yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi
dipengaruhi oleh modalitas dari reaksi sel T.
Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory) Menurut teori ini nyeri
bergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar
ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas
substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga
aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini
akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya
mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat
aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang
aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
Teori Transmisi dan Inhibisi Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi
impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh
neurotransmiter yang spesifik. Kemudian inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh
impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut
lamban dan endogen opiate sistem supresif.
16
Tanda dan gejala nyeri
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan meng hindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Depresi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri
merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya, dan pengalaman.
Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif tempatnya pada korteks
(pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimuli nociceptor.
Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
toleransi nyeri antara lain: alkohol, obat-obatan, hipnotis, dan lain-lain. Sedangkan
faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri antara lain: kelelahan, rasa marah,
bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti
ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk
responnyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arti nyeri, tingkat
persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik
dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.
17
2.12 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan
Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan.
Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya risiko injury.
Gangguan persepsi sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan
penciuman dan penglihatan.
Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit.
Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, respons akan menurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi,
dan kurang tidur.
Informasi atau komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan
kecelakaan.
Gangguan tingkat pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.
Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan
penyakit, demikian sebaliknya dapat berisiko terhadap penyakit tertentu.
Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak dan
lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri
dan tingkat kenyamanannya.
18
Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri
dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.
1) Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien serta
keadaan rambut pasien.
2) Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjumgtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau tidak,
ada alat bantu atau tidak.Fungsi dari pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya
kelainan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, adapembengkakan didaerah
polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak.Fungsidari pemeriksaan hidung
untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4) Telinga
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi atau tidak,
ada alat bantu atau tidak.Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk mengetahui ada
cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5) Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak. Fungsi untuk pemeriksaan
mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya gigi kotor dan
berlubang.
6) Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakak kelenjar getah bening atau tidak, ada
pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7) Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara
jantung. a)Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b) Perkusi : Sonor/Resonan.
c) Palpasi : Kesimestrisan Dada
d) Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8) 8)Abdomen
19
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a)Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b) Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c) Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d)Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9) Integumen
a) Warna kulit: Sawo Matang
b) Keadaan kulit: Kering
c) Turgor kulit : Normal
10) Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia
Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bermain juga baik untuk membangun kepercayaan diri yang lebih baik daripada anak-
anak yang gagal bermain, menumbuhkan kemauan berbagi, memperoleh kecakapan turn-
talking (pola pergiliran bicara), membuat resolusi konflik, dan mengontrol emosi-agresi.
Bermain juga menguji ketahanan fisik, melatih otot-otot tangan, menghasilkan gerakan-
gerakan baru, dan menyelesaikan tantangan fisik yang baru. Selain itu, bermain juga melatih
konsentrasi, membantu regulasi atensi, membangun ketekunan, serta belajar mengambil
risiko. Bermain bermanfaat meningkatkan kemampuan komunikasi, menguatkan kemampuan
bercerita, menambah kosakata, dan menyediakan wadah bagi pemainnya untuk belajar
berkolaborasi secara aktif dengan orang lain.
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri
dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keamanan terkait
dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya
imajinasi (misal, penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten
dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya.
21
Sebagai seorang perawat harus menjaga keamanan dan kenyamanan klien harus kita
jaga disamping tetap menjaga keamanan dan kenyamanan perawat itu sendiri, terlebih di era
sekarang ini perkembangan penyakit juga semakin memprihatinkan, jadi kita sebagai perawat
harus bisa menjaga diri dengan selalu mentaati waktu cuci tangan dan menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang baik dan benar
3.2 Saran
Kita sebagai perawat harus bisa memahami dengan betul tentang teori bermain dan
juga kebutuhan rasa nyeri untuk nanti diaplikasikan kepada pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/46834/3/Sandra_Juwita_WP_22010111140159_Lap.KTI_Bab2.pdf
(diakses pada 12 Desember 2021 pukul 18.00).
23
KEBUTUHAN PERIOPERATIVE DAN KEPERAWATAN JENAZAH
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah...........................................3
2.2 Etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah...........................................6
2.3 Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah...................................6
2.4 Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah.....................................7
2.5 Pemeriksaan Fisik kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah..........................8
2.6 Data Penjunjang kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah...........................11
BAB III....................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................13
3.2 Saran..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal penyakit
dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus
eksternal, ditandai dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian,
kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu
atau lebih sistem tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan
“hidupnya” dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan
pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik untuk kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
6. Data penunjang dari kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
2. Untuk mengetahui etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
3. Untuk mengetahui Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
4. Untuk mengetahui Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik untuk kebutuhan perioperative dan perawatan
jenazah
6. Untuk mengetahui Data penunjang dari kebutuhan perioperative dan perawatan
jenazah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Definisi perawatan jenazah
efinisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan
mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan
tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan
terhentinya aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat
beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
a. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi
panas, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya
perbedaan panas antara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
Faktor lingkungan
Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
b. Livor mortis (Lebam mayat)
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti
mengakibatkan stagnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingaa
tampak bintik merah kebiruan.
c. Rigor mortis (Kaku mayat)
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan
serabut otot. Tahapan tahapan rigor mortis:
0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
6 jam : Kaku lengkap
12 jam : kaku menyeluruh
36 j am : relaksasi sekunder
d. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri,
4
maupun karena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna
kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit. Perawatan jenazah
adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan jenazah untuk
diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi ke kamar
jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik pasien.
Perawatan jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi,
misalnya untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau di luar
negeri.
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan
kimiatertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga
penampilan luar jenazahsupaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi
kematian pada tidak wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah
pemeriksaan jenazah atauotopsi dilakukan. Perawatan jenazah dilakukan karena
ditundanya penguburan/kremasi, misalnyauntuk menunggu kerabat yang tinggal
jauh diluar kota/diluar negri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya
terkadang perlu dilakukan pengangkutan atau perpindahan jenazah dari suatu
tempat ketempat lainnya. Pada keadaan ini,diperlukan pengawetan jenazah untuk
mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah kelingkungannya.
Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan
potensialmenular petugas kamar jenazah. Keluarga serta orang-orang
disekitarnya. Pada kasus semacamini, kalau pun penguburan atau kremasinya
akan segera dilakukan tetap dilakukan perawatan jenazah untuk mencegah
penularan kuman atau bibit penyakit disekitarnya
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan
selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya
dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat
harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai
agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti
halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya
5
mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa
virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka
beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
2.2 Etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
1. Etiologi perioperative
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang
inflamasi
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
Contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
kemampuan untuk menelan makanan
2. Etiologi perawatan jenazah
kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia
ke dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ
tertentu dari tubuh manusia. Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan
empat faktor:
a. berhentinya pernafasan
b. matinya jaringan otak
c. tidak berdenyutnya jantung
d. adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi
pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti
terjadi kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja
secara total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu
kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa
tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
2.3 Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
1. Patofisiologi Kebutuhan Perioperative
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
6
pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif
(Hipkabi, 2014). Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan
keperawatan profesional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan
kedalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali
masalah pasien yang sifatnya resiko atau aktual pada setiap fase perioperatif akan
membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin, 2009).
2. Patofisiologi Perawatan Jenazah
kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia
ke dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ
tertentu dari tubuh manusia. Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan
empat faktor:
a. berhentinya pernafasan
b. matinya jaringan otak
c. tidak berdenyutnya jantung
d. adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-
bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi
pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi
kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara
total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran,
jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat
dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
2.4 Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
1. Menifstasi Parioperative
Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke
meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan. Keahlian
seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan professional dan
keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam tindakan
keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang
sifatnya risiko atau actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas
pengetahuan dan pengalaman keperawatan perioperatif akan membantu penyusunan
rencana intervensi keperawatan. Staf keperawatan yang merawat pasien bertanggung
jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawatan pasien dengan cara
7
mengimplementasikan rencana perawatan yang berdasarakan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat praoperatif. Asuhan keperawatan
praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah
pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit
gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamara operasi.
Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.
2. Manifestasi Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan,
transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran)
milik pasien. Perawatan jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya
penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota
atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan
selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan
agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus
dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar
penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya
hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya
mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus
HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa
waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
2.5 Pemeriksaan Fisik kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
1. Pemeriksaaan Fisik Perioperative
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
8
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum
dan prilaku, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.
b. Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei
keadaan umum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan
pergerakan tubuh dapat menggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh
penyakit yang berhubungan dengan adanya intervensi pembedahan. secara ringkas,
pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif meliputi elemen-elemen berikut
ini:
Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengaruhi oleh usia.
Tanda distress
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri,
kesulitan bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat
dalam membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa
terlebih dahulu.
Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau
sangat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan
gaya hidup.
Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh
yang merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan
atau adanya nyeri.
Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat
tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak
bergerak.
Kebersihan diri dan bau badan
Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan
rambut, kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena
9
kebersihan diri yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi
kebersihan praoperatif merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat
memengaruhi konsep asepsis intraoperasi dan akan memberikan data dasar
pada perawat untuk memberikan intervensi praoperatif terkait kebutuhan
pemenuhan kebersihan area pembedahan.
Afek dan alam perasaan
Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan
atau status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.
Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan
kecepatan sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.
2. Pemeriksaan Fisik Perawatan Jenazah
a. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik
Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti: Jenis kelamin, yakni melalui
inspeksi alat kelamin dan tanda-tanda
perkembangan seks sekunder Perkiraan usia
Ras
Warna kulit
Status giz
Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,
kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan (catat
warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya dicabut)
b. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjungtiva
bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya petekia,
tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat
tandatanda anemis atau sianosis.
c. Pemeriksaan Gigi Jenazah
Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara gigi
susu dan gigi dewasa
10
Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah erupsi
atau belum Periksa ada tidaknya karang gigi
Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur, ras, dan
identitas mayat
Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.
2.6 Data Penjunjang kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah
1. Fase Pelayanan Perioperatif
Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan
keperawatan professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan
kedalan tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah
pasien yang sifatnya resiko atau actual pada setiap fase perioperative akan membantu
penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin & Sari, 2009).
a. Fase Pre Operatif Fase
praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai
ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan.
Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin &
Sari, 2009).
b. Fase Intra Operatif
Fase intra operatif adalah suatu masa dimana pasien sudah berada di meja
pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperative
merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan. Pengkajian yang dilakukan perawat
intraoperative lebih kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar
dapat segera dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam
mengenali masalah pasien yang bersifat resiko atau aktual akan didapatkan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan. Implementasi
dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang di prioritaskan, koordinasi seluruh
anggota tim intraoperative, dan melibatkan tindakan independen dan dependen.
11
Pada fase intra operatif, pasien akan mengalami berbagai prosedur. Prosedur
pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur
tindakan invasive akan memberikan implikasi pada masalah keperawatan yang
akan muncul (Muttaqin & Sari, 2009).
c. Fase Post Operatif
Fase pasca operatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang
pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa ke ruang rawat
inap. Raung pulih sadar (recovery room) atau unit perawatan pascaanestesi
(PACU) merupakan suatu ruangan 7 untuk pemulihan fisiologis pasien
pascaoperatif. PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi
(Muttaqin & Sari, 2009).
2. Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-
baiknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah
diperlakukan secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus
memperlakukan tubuh jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota
tubuh harus diikat dan kepala dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan
dengan membasuhnya dengan air hangat secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar
dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem.
Hal ini dapat menjadi tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah
melakukannya apabila bekerja sama dengan staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang
harus diperhatikan :
a. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang
yang masih hidup.
b. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas
kamar jenazah tiba.
c. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhadap
pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemulihan
pasien, sampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan-
kebutuhannya
Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah di perbolehkan pulang, tugas perawat
yaitu memeberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan
pasien itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawatt dengan baik, sehingga
pasien sehat seperti sedia kala.
Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :
1. Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal serta
memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sakit.
2. Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian bahan
kimia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penampilan
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat
dilakukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3. Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga
yang bersangkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.
3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai kebutuhan perioperative dan perawatan
jenazah. Diharapkan para pembaca dapat lebih memahami mengenai teori dalam
tindakan tersebut
13
DAFTAR PUSTAKA
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-jenazah.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-Forensik-
Medikolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf
https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html
http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-4928-
8cba-ca0fbdcdcfe9
14
MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK
Disusun Oleh :
Kelompok 4
2021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................I
KATA PENGANTAR.......................................................................................................II
DAFTAR ISI.....................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
2.1 Konsep teori Pemeriksaan Fisik..................................................................................2
2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis.........................................................................................3
2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik.........................................................................................3
2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik.........................................................................................4
2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik........................................................................................4
BAB III PENUTUP......................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................18
3.2 Saran.........................................................................................................................18
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan
dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
2) Rumusan Masalah
3) Tujuan Penulisan
1
4. Mengetahui indikasi pemeriksaan fisik
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan
Perry, 2005).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010). Adapun teknik-teknik pemeriksaan
fisik yang digunakan adalah:
Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu
pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di
bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada
suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto
optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika,
2010).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya.
Palpasi
3
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot
dan Mary Meyers, 1997). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan
indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ
seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi
Sartika,2010). Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan,
vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas,
lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).
Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997). Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang
disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di
perhatikan, yaitu sebagai berikut :
a) Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker,
dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b) Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi
4
pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien.
1) Persiapan
Alat
5
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih
( jika perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur
klien yang akan di periksa.
Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.
Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
2) Prosedur Pemeriksaan
Cuci tangan
Jelaskan prosedur
Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Cara : inspeksi
6
Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Tujuan :
Persiapan
7
Posisi klien: duduk/ berbaring
Pencahayaan yang cukup/lampu
Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)
Prosedur Pelaksanaan
a) Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan
ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit,
dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
b) Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing
finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
8
Posisi klien: duduk, untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien.
A. Pemeriksaan kepala
Tujuan :
Persiapan alat
Lampu
Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
B. Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
9
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
C. Pemeriksaan mata
Tujuan :
Persiapan alat :
Senter Kecil
Surat kabar atau majalah
Kartu Snellen
Penutup Mata
Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
10
a) Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
b) Visus perifer
D. Pemeriksaan telinga
Tujuan :
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.
Persiapan Alat :
11
Prosedur Pelaksanaan :
a. Pemeriksaan Rinne
Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien. Anjurkan
klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi.
Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga
klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar
klien.
Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan
suara atau tidak.
Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut. b. Pemeriksaan Webber
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
yang berlawanan.
Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua
telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.
12
E. Pemeriksan hidung dan sinus
Tujuan :
Persiapan Alat :
Spekulum hidung
Senter kecil
Lampu penerang
Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan :
Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan :
Persiapan Alat :
13
Senter kecil
Sudip lidah
Sarung tangan bersih
Kasa
Prosedur Pelaksanaan :
Inspeksi : dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir,
tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal : warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis.
Inspeksi : dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,
perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan
langit2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan
gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink,
langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16
buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah
mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu
di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam
tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi
tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan
berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi
berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan
berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30
bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah).
Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
14
G. Pemeriksaan leher
Tujuan :
Persiapan Alat :
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan :
Cara/prosedur:
a) System pernafasan
15
Tujuan :
Persiapan alat :
Stetoskop
Penggaris centimeter
Pensil penada
Prosedur pelaksanaan :
16
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
b) System kardiovaskuler
Tujuan :
Persiapan alat :
Stetoskop
Senter kecil
Prosedur pelaksanaan :
17
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan :
Persiapan alat :
Prosedur pelaksanaan :
8) Pemeriksaan Abdomen
Tujuan :
Persiapan alat
18
Stetoskop
Penggaris kecil
Pensil gambar
Bantal kecil
Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan :
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding
perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta,
a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah
jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas
bunyinya. - Perkusi hepar: Batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas. - Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak
cairan = hipertimpani
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan
cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.
19
Tujuan :
Alat :
Meteran
20
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Tujuan:
Alat :
Tujuan :
Alat :
21
Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan :
a) Wanita:
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Secara umum, pemeriksaan fisik
yang dilakukan bertujuan:
Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.
Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan
Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, di antaranya:
Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien.
Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
3.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
291000-pemeriksaan-fisik-head-to-toe87182744.pdfhttp://eprints.kertacendekia.ac.id › 291000-
pemeri...
24