Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

GAMBARAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI PENYEBAB


CHIKUNGUNYA

Oleh :
Kelompok 2
Clarisa Septia Mayuka Putri (201413251387)
Sebastian Rulianto Doko (181213251345)
Yokrin Umbu Piga (201413251393)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN


LINGKUNGAN STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah Analisis
Spasial dengan judul “GAMBARAN KEPADATAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI
PENYEBAB CHIKUNGUNYA”. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak
Beni Hari Susanto, S.KL., M.KL selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Spasial, serta
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun,
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala dapat teratasi. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan bermanfaat bagi pembaca
khususnya para mahasiswa.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu,kritik dan saran dari para pembaca akan sangat membantu bagi kami.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Demam chikungunya banyak ditemukan di daerah-daerah beriklim tropis dan
subtropis. Penyakit ini tidak menimbulkan kematian tetapi apabila mewabah dapat
menimbulkan kerugian karena akan menurunkan produktivitas individu.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
semakin banyaknya transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya
peran aktif masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk, terdapatnya vektor
nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya sirkulasi sepanjang tahun
(Tarigan et al, 2016).
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunyan yang
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Nama penyakit yang berasal dari
bahasa Swahili yang berarti “yang berubah bentuk atau bungkuk”, mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat. Chikungunya
tergolong arthropod-borne disease. Yaitu penyakit yang disbarkan oleh arthropoda
khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus. Nyamuk ini memiliki
kebiasaan menggigit pada siang hari, sehingga kejadian penyakit ini lebih banyak
terjadi pada wanita dan anak-anak dengan alasan mereka lebih banyak berada di
rumah siang hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, myalgia, arthralgia, ruam
kulit, leukopenia, limfadenopati dan penderita mengalami kelumpuhan motorik yang
tidak permanen (Ramadhani et al, 2017).
Kemunculan penyakit chikungunya juga dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat setempat dan menentukan keterjangkitan suatu penyakit di tengah
masyarakat. Untuk mengurangi penyebaran penyakit chikungunya, maka perlu
dilakukan tindakan pencegahan. Salah satu upaya pencegahan penyakit
chikungunya ialah pemutusan rantai vektor penularannya dengan cara
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan untuk memberantas jentik
nyamuk di tempat perkembangbiakannya (Putri et al, 2016).
Virus chikungunya merupakan anggota genus alphavirus dalam famili
togavindae. Strain Asia merupakan genotypes yang berbeda dengan yang di Afrika.
Virus chikungungya disebut juga Arbovirus A. Chikungunya type, CHIK, CK. Virions
mengandung satu molekul single standed RNA. Virus dapat menyerang manusia dan
hewan (Kusumo et al, 2014).
Kejadian luar biasa (KLB) chikungunya di Indonesia pertama kali dilaporkan pada
tahun 1973 di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta pada tahun 2010,
20 provinsi, termasuk provinsi Bali, melaporkan 53.899 kasus chikungunya. Menurut
laporan kasus chikungunya di Bali oleh Departemen Kesehatan sebanyak 103 kasus
pada tahun 2009 dan 246 kasus pada tahun 2010 (Lukito et al, 2018).
Berdasarkan penelitian Ikawati et al (2013) kejadian luar biasa chikungunya
telah terjadi di Kelurahan Karangsari dan Panjer, Kecamatan Kebumen, Kabupaten
Kebumen berlangsung antara Januari-Juli 2012, merupakan penularan setempat.
Proporsi laki-laki dan perempuan yang chikungunya hampir berimbang. Pada kedua
wilayah tersebut ditemukan kasus chikungunya pada balita. Sebanyak 27 orang yang
diambil sampel darahnya dan diwawancara menunjukkan tidak pernah berpergian ke
luar wilayah sebelum sakit, hasil pemeriksaan PCCR menunjukkan 25,93% sampel
positif chikungunya. Perhitungan mayaindex menunjukkan wilayah tersebut termasuk
kategori sedang dalam pelaksanaan hygiene dengan ketersediaan habitat
perkembangbiakan jentik nyamuk. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah
dikarenakan
adanya kasus chikungunya yang terjadi di kelurahan Merjosari, yang mana penderita
sudah mengalami demam sejak awal bulan Mei 2021.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kondisi kasus chikungunya di kelurahan kramat jati dan kelurahan
dukuh?
2. Bagaimana analisis spasial pada kasus chikungunya di kelurahan kramat jati dan
kelurahan dukuh?

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui cara analisis spasial pada kasus chikungunya di kelurahan kramat jati
dan kelurahan dukuh.

1.4 Manfaat Penulisan


Sebagai bahan masukan kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi menurunnya penyakit Chikungunyah.
Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah tentang upaya preventif menurunkan
angka penyakit menular akibat chikungunya Sebagai bahan informasi tentang
penyakit Chikungunya itu sendiri kepada pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chikungunya
2.1.1 penyakit Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunyan
yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Nama penyakit yang berasal dari
bahasa Swahili yang berarti “yang berubah bentuk atau bungkuk”, mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat. Chikungunya
tergolong arthropod-borne disease. Yaitu penyakit yang disbarkan oleh arthropoda
khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus. Nyamuk ini memiliki
kebiasaan menggigit pada siang hari, sehingga kejadian penyakit ini lebih banyak
terjadi pada wanita dan anak-anak dengan alasan mereka lebih banyak berada di
rumah siang hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, myalgia, arthralgia, ruam
kulit, leukopenia, limfadenopati dan penderita mengalami kelumpuhan motorik yang
tidak permanen (Ramadhani et al, 2017).
2.1.2 Virus Penyebab
Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus yang
disebut virus chikungunya yang termasuk dalam keluarga Togaviridae genus
alphavirus. Virus chikungunya ditularkan atau disebarkan oleh vector yang sama
dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu nyamuk Aedes Aegypti.
2.1.3 Mekanisme Penularan Virus
Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes.
Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus chikungunya pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5
hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembangbiak dalam waktu 8-
10 hari. Sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Di tubuh makanan yang bergizi, cukup karbohidrat, dan terutama
protein serta minum sebanyak mungkin. Setelah lewatlima hari, demam akan
berangsur- angsur reda, rasa ngilu atau nyeri pada persendian dan otot berkurang,
dan penderita akan sembuh seperti semula. Daya tahan tubuh yang bagus dan
istirahat cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum
banyak air putih untuk menghilangkan gejala demam (Zulkoni, 2017).
2.1.4 Penyebab Peningkatan Kasus Chikungunya
Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka terbaik
untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut
sebagai mana sering disarankan dalam penyakit demam berdarah dengue.
Insektisida yang 8 digunakan untuk memberantas nyamuk ini adalah dari golongan
malation, sedangkan themopos untuk menghilangkan jentik-jentiknya. Malation
dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini
karena Aedes aegypti tidak suka menempel di dinding, melainkan pada benda yang
bergantung.
2.1.5 Resiko Penderita Chikungunya
Penyakit ini sangat rendah risiko kematian, tetapi memiliki risiko komplikasi
yang membahayakan. Chikungunya menyebabkan lumpuh, gangguan saraf mata,
jantung, dan saluran pencernaan. Chikungunya menyebabkan lumpuh sementara,
bisa berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, bahkan bertahun-tahun. Agar
komplikasi chikungunya tidak terjadi, pemeriksaan harus segera dilakukan ketika
seseorang mengalami gejala chikungunya.
2.1.6 Metode Perhitungan Perhitungan Penderita Chikungunya

a. Kategori Perhitungan

- Terduga TB : Seseorang yang demam tinggi mencapai 39 derajat


dibarengi dengan ruam di kulit. Selain demam dan ruam, beberapa
gejala lain dari chikungunya adalah sebagai berikut: Nyeri sendi. Mual
dan muntah.
b. Perhitungan Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Persebaran penderita chikungunya;

2. Kerapatan Bangunan;

3. Persentase tutupan Kanopi;

4. Kualitas Drainase;

5. Persebaran tumpukan sampah;

6. Curah hujan.
2.2 Nearest Neighbor Analysis 

Nearest Neighbor Analysis atau NNA merupakan metode untuk melihat


distribusi (spread) dari data geografis. NNA bertujuan untuk mengetahui desa-
desa mana saja yang bertetangga dengan tiap sekolah. Analisis NNA akan
membantu kami melihat seberapa banyak sekolah yang berdekatan pada
sebuah desa.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Metode dan Sumber Data

3.1.1 Metode Analisis


Analisa yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis spasial
atau keruangan, analisis NNA (Analisis tetangga terdekat) dan analisis
kuantitatif. Analisis spasial pada penelitian ini yakni dengan
mengkorelasikan antar peta–peta yang telah dihasilkan sehingga dapat
mendeskripsikan bagaimana pola persebaran penderita penyakit
Cikungunya di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh,
Kecamatan Kramat Jati, Kota Jakarta Timur. Analisa lain yang
digunakan ialah analisis kuantitatif dengan menggunakan perangkat
lunak SPSS Statistics 17.0 yakni dengan melakukan perhitungan statistik
menggunakan 2 metode yakni :
a. Metode Pearson product moment yang digunakan untuk mengetahui
keeratan atau kuat tidaknya hubungan (kuat, lemah, atau tidak ada
hubungan sama sekali) antara beberapa variabel dalam hal ini ialah
antara penderita penyakit Chikungunya dengan kerapatan bangunan
dan persentase luas tutupan kanopi.

r= N(∑XiYi) – (∑Xi)( ∑Yi)

(N(∑Xi )2– (∑Xi) x (N(∑Y


2 2
i ) – (∑Yi) )
2
Keterangan :

N = Jumlah responden

Y = Variabel terikat

Xi = Variabel bebas
dengan :
Y = Jumlah penderita chikungunya
X1 = Persentase luas lahan
terbangun X2 = Persentase luas tutupan
kanopi
3.1.2 Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini ialah berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan survey lapang sedangkan
data sekunder yakni data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh instansi atau dinas terkait di Kota Jakarta Timur. Adapun
data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah :
1. Data persebaran tumpukan sampah di Kelurahan Kramat Jati
dan Kelurahan Dukuh;
2. Data persebaran kualitas drainase di Kelurahan Kramat Jati dan
Kelurahan Dukuh.

Sedangkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitan ini adalah


sebagai berikut :
1. Peta Administrasi Kecamatan Kramat Jati skala 1:5.000 bersumber
dari BAPPEDA Kota Jakarta Timur;
2. Data jumlah penderita chikungunya Kelurahan Kramat Jati dan
Kelurahan Dukuh bersumber dari Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati;
3. Data persil bangunan Kecamatan Kramat Jati dan Citra
Kecamatan Kramat Jati bersumber dari Google Earth yang
digunakan untuk mengidentifikasi kerapatan bangunan di Kramat
Jati dan Kelurahan Dukuh, Kecamatan Kramat Jati;
4. Citra Kecamatan Kramat Jati tahun 2009 bersumber dari Google
Earth yang akan digunakan untuk mengidentifikasi tutupan kanopi di
Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh, Kecamatan Kramat
Jati.
5. Data curah hujan bersumber dari Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika Wilayah II menggunakan data Stasiun Meteorologi Halim
Perdana Kusuma.
3.1.3 Pengolahan Data

Data – data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan


bantuan perangkat lunak Microsoft Excel, Arc View 3.3 dan SPSS Statistics
17.0 dengan prosedur pengolahan data sebagai berikut :
1. Membuat peta administrasi Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Dukuh, Kecamatan Kramat Jati, Kota Jakarta Timur.
2. Membuat grid sebagai unit analisis dengan satuan per grid sebesar 250 x
250 meter.
3. Melakukan plotting penderita chikungunya berdasarkan alamat penderita
pada wilayah penelitian. Plotting dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak ArcView GIS 3.3, dimana satu titiknya mewakili 2
penderita chikungunya kemudian membuat Peta Persebaran Penderita
Chikungunya di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh,
Kecamatan Kramat Jati, Kota Jakarta Timur.

4. Melakukan analisis NNA (Analisis tetangga terdekat) menggunakan


perangkat lunak Arc. View GIS 3.3 untuk mengetahui pola persebaran
penderita chikungunya di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh.
5. Melakukan klasifikasi pada jumlah penderita chikungunya menjadi 3
klasifikasi yaitu jumlah penderita rendah (< 4 Jiwa), jumlah penderita
sedang (2-12 Jiwa) dan jumlah penderita tinggi (>12 Jiwa) setelah itu
membuat peta wilayah penderita penyakit chikungunya.
6. Melakukan pengamatan lapangan pada kualitas drainase setiap 200
meter dengan menentukan nilai kualitatif setiap sistem drainase tersebut
yakni baik dan buruk. Kemudian membuat klasifikasi pada variabel
kualitas drainase menjadi 2 klasifikasi yakni baik dan buruk dan
membuat Peta Kualitas Drainase di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Dukuh, Kecamatan Kramat Jati, Kota Jakarta Timur.
7. Melakukan pengamatan lapangan untuk memperhatikan ada atau tidak
adanya tumpukan sampah di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Dukuh kemudian membuat klasifikasi menjadi 2 klasifikasi yaitu ada dan
tidak ada dan membuat Peta Persebaran Tumpukan Sampah di
Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh.
8. Melakukan identifikasi jumlah bangunan per grid pada data persil
bangunan, kemudian mengolah data jumlah bangunan tersebut menjadi
data kerapatan bangunan dengan rumus :

Kerapatan bangunan = Jumlah bangunan (Bangunan / Ha)


Luas Wilayah
Kemudian membuat klasifikasi kerapatan bangunan menjadi 3 klasifikasi
yakni kerapatan bangunan jarang (< 20 Bangunan/Ha), kerapatan
bangunan sedang (20 – 40 Bangunan/Ha) dan kerapatan bangunan
rapat (> 40 Bangunan/Ha) hingga menampilkan Peta Kerapatan
Bangunan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh, Kecamatan
Kramat Jati, Kota Jakarta Timur.

9. Melakukan pengolahan data citra yang bersumber dari Google Earth


untuk mengidentifikasi tutupan kanopi pada wilayah penelitian dengan
cara melakukan interpretasi dan digitasi per grid pada kenampakan
tutupan kanopi atas pada citra dengan asumsi bahwa kanopi atas yang
lebat juga memiliki kanopi bawah yang lebat dan diindikasikan berpotensi
sebagai sumber jentik. Lalu menghitung persentase luasan tutupan
kanopi tersebut pada masing-
masing grid dengan rumus:
% Luas tutupan kanopi = Luas tutupan kanopi (Ha) x 100%
Luas grid (Ha)

Kemudian dilakukan pengklasifikasian pada persentase luasan tutupan


kanopi tersebut menjadi 3 klasifikasi pada wilayah penelitian per grid
yakni tutupan kanopi rendah (< 16% ), tutupan kanopi sedang (16 –
30%) dan tutupan kanopi tinggi (> 30%) hingga menghasilkan Peta
Tutupan Kanopi di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh,
Kecamatan Kramat Jati, Kota Jakarta Timur.
Tabel 3.1 Klasifikasi variabel

Variabel Klasifikasi Keterangan


< 20 Bangunan/Ha Jarang
20-40 Bangunan/Ha Sedang
Kerapatan Bangunan
>40 Bangunan/Ha Rapat
Baik -
Kualitas Drainase
Buruk -
< 16% Rendah
16 – 30% Sedang
Tutupan Kanopi
> 30% Tinggi
Ada -
Tumpukan sampah
Tidak ada -
[Sumber : Pengolahan data, 2010]

10. Melakukan overlay atau penggabungan pada seluruh variabel fisik yakni
kerapatan bangunan, tutupan kanopi, kualitas drainase dan tumpukan
sampah sehingga dapat dilihat secara regional bagaimana karakteristik
wilayah penderita penyakit chkungunya pada wilayah penelitian.
11. Mengolah data secara statistik menggunakan perangkat lunak SPSS Statistics

17.0 dengan metode Pearson product moment untuk mengetahui


kuatnya korelasi antara variabel terikat (Y) yaitu penderita penyakit
chikungunya dengan variabel bebas antara lain kerapatan bangunan (X1),
tutupan kanopi (X2), kualitas drainase (X3), tumpukan sampah ( (X4).
3.2 Analisis Sebaran Penyakit Chikungunya

3.2.1 Penderita Penyakit Chikungunya

Berdasarkan pada data surveilans Puskesmas Kecamatan Kramat Jati


tercatat bahwa jumlah penderita penyakit chikungunya di Kecamatan Kramat Jati
Tahun 2009 mencapai 204 jiwa yang terjadi pada 2 kelurahan yang berbeda
yaitu Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh yang menjadi wilayah
penelitian.
Penderita penyakit chikungunya ini juga terjadi dalam bulan dan musim
yang berbeda-beda. Penderita chikungunya ini tersebar pada bagian utara dan
selatan ke dua kelurahan ini dan mencakup 20 grid dari 61 grid yang ada atau
32,78 % dengan jumlah penderita terbesar terdapat pada grid E-12 sebanyak 32
penderita sedangkan jumlah penderita terkecil terdapat pada grid A-3, C-2,
dengan jumlah penderita hanya 2 penderita (Gambar 5.1 dan Lampiran 5 Tabel
5) . Pada peta persebaran penderita penyakit chikungunya (lihat Peta 3),
penderita chikungunya dideskripsikan dalam bentuk titik (dot), dimana 1 dot
mewakili 2 penderita.

[Sumber : Pengolahan data, 2010]


Gambar 5.1 Diagram jumlah penderita penyakit chikungunya di Kelurahan
Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh Tahun 2009 berdasarkan grid

Persebaran penderita penyakit chikungunya di Kelurahan Kramat Jati dan


Kelurahan Dukuh berdasarkan hasil perhitungan NNA (analisis tetangga
terdekat) dengan menggunakan perangkat lunak Arc. View GIS 3.3 memiliki
nilai T (indeks persebaran tetangga terdekat) sebesar 0,68. Hal ini
menunjukkan bahwa pola persebaran penderita penyakit chikungunya di
Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh secara umum membentuk pola
cluster atau mengelompok (lihat Peta 3).
Berdasarkan pada pengolahan data, wilayah penelitian kemudian di bagi
menjadi 3 klasifikasi wilayah penderita penyakit chikungunya (Peta 4) yakni
jumlah penderita tinggi dengan kelas interval > 14 Jiwa, terdapat pada 6 grid
atau 30% dari total grid yang terdapat penderita yang sebagian besar
tersebar di bagian selatan wilayah penelitian, klasifikasi lainnya ialah jumlah
penderita sedang dengan kelas interval 4 – 14 jiwa, terdapat pada 8 grid atau
40% dari total grid yang terdapat penderita yang sebagian besar tersebar
pada bagian selatan wilayah penelitian serta jumlah penderita rendah dengan
kelas interval < 4 jiwa, terdapat pada 6 grid atau 30% dari total grid yang
terdapat penderita yang sebagian besar tersebar pada bagian utara wilayah
penelitian (Lampiran 5 Tabel 5).
Pada Tabel 5.1 berikut ini menunjukkan jumlah penderita chikungunya
berdasarkan bulan di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh pada
Tahun 2009:
Jumlah Penderita
No. Bulan
(Jiwa)
1 Januari 53
2 Februari 71
3 Maret 2
4 April 39
5 Mei 20
6 Juni 19
7 Juli 0
8 Agustus 0
9 September 0
10 Oktober 0
11 November 0
12 Desember 0
[Sumber : Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, 2009
Pengolahan data, 2010]
Berdasarkan pada data Tabel 5.1 diketahui bahwa kasus penyakit
chikungunya ini hanya terjadi pada bulan Januari hingga bulan Juni saja, hal
ini disebabkan karena ketika memasuki pertengahan musim kemarau hingga
musim pancaroba II, kondisi lingkungan tidak terlalu menunjukkan tempat-
tempat yang dapat berpotensi dalam perkembangbiakan maupun penularan
penyakit chikungunya, seperti tidak adanya genangan air yang tercipta dan
kondisi kelembaban udara yang cukup normal.
Berdasarkan pada data diatas juga dapat diketahui bahwa jumlah penderita
terbesar terjadi pada bulan Februari yaitu pada pertengahan musim hujan
dengan jumlah jiwa mencapai 71 jiwa atau sebesar 34,80 % dari total
penderita di Kelurahan Kramat Jati dan Keluruhan Dukuh ini, sedangkan
jumlah penderita chikungunya terkecil terjadi pada bulan Maret yaitu pada awal
musim pancaroba I (peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau)
dengan jumlah jiwa hanya sebanyak 2 jiwa atau sebesar 0,98 %.

[Sumber : Pengolahan data, 2010]

Gambar 5.2 Grafik penderita penyakit chikungunya per bulan

Berdasarkan pada Gambar 5.2 diatas, diketahui bahwa terjadi


peningkatan jumlah penderita sebesar 35% pada bulan Februari, sebaliknya
terjadi penurunan yang cukup siginifikan pada bulan Maret. Hal ini terjadi
karena telah dilakukan penyuluhan mengenai penyakit chikungunya
kepada masyarakat guna menekan meningkatnya jumlah penderita
chikungunya pada wilayah penelitan. Dari Gambar 5.2 diatas, diketahui
juga bahwa jumlah penderita chikungunya kembali meningkat pada bulan
April hingga berangsur-angsur turun pada bulan-bulan berikutnya, bahkan
tidak terdapat penderita pada bulan Juli hingga Desember. Hal ini
disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut sudah memasuki musim
kemarau dan musim pancaroba II

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Proses analisa data Kesehatan dapat dilakukan menggunakan metode untuk


melihat distribusi (spread) dari data geografis. NNA bertujuan untuk mengetahui
desa-desa mana saja yang bertetangga dengan tiap sekolah. Analisis NNA
akan membantu kami melihat seberapa banyak sekolah yang berdekatan pada
sebuah desa.
4.2 Saran

1. Diharapkan proses membaca visualisasi data pada peta hasil analisis spasial dapat
membantu peserta didik dalam memahami persolaan kesehatan di masyarakat
khususnya terkait pola sebaran penyakit, faktor lingkungan yang mempengaruhi
dan hubungan diantara faktor risiko tersebut.
2. Diharapkan dapat menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kebijakan dalam
menerapkan langkah-langkah stategis penanggulangan penyakit chikungunya positif
di wilayah kelurahan kramat jati dan kelurahan dukuh
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman (2018). Ilmu Kedoteran : Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran (EGC).
Ikawati, B., et al. 2013. Kejadian Chikungunya Di Kelurahan Karangsari Dan Panjer
Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Jurnal Ekologi Kesehatan, 12(4): 269-276.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2020.
Kusumo, S. A., et al. 2014. Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Chikungunya
Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangsapi Kota Pasuruan Tahun 2014. Gema
Kesehatan Lingkungan, XII (3): 103-106.
Lukito, D. B., et al. 2018. Hubungan Faktor Perilaku Dan Lingkungan Dengan Kejadian Luar
Biasa Suspek Chikungunya Di Desa Jasri, WilayahKerja Puskesmas Karangasem I,
Kabupaten Karangasem Tahun 2017.Artikel Penelitian, 14(2): 92-97.
Putri, M. D., et al. 2016. Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Deangan Keberadaan Jentik Vektor Chikungunya Di Kampung Taratak Paneh Kota
Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3): 495- 504.
Pratama AD, Pawenang ET. Analisis faktor intrinsik dan ekstrinsik kejadian penyakit
chikungunya. Higeia J Public Heal.2017;1(3):12-20.
Ramadhani, T., et al. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan
Masyarakat Terhadap Pencegahan Penyakit Chikungunya Dan Vektornya Di Nagari
Saniang Baka, Kabupaten Solo. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2):245-252.
Safitri, Dita. (2017). Pola Pesebaran Penderita Chikungunya. Jakarta Timur 2008. Skripsi.
Depertemen Geografis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia.
Sari, W. P. 2019. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar. Artikel Publikasi
Imiah.
Fakultas Ilmu Kesehatan: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tarigan, Y. G., et al. 2016. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dengan Kejadian
Penyakit Chikungunya Di Desa Tanah Raja. Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat, 1(1):
19-27. Zulkoni, A. 2017. Parasitologi Untuk Keperawatan Kesehatan Masyarakat Dan
Teknik Lingkugan. Nuha Medika: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai