Anda di halaman 1dari 4

SEBUAH KEHIDUPAN

Setiap hari hujan begitu deras. Sederas air mata yang jatuh di kedua pipiku. Entah
mengapa seakan hidup ini begitu melelahkan untuk dijalani, tapi kaki ini masih bisa
terus melangkah. Begitu bosan telingah ini mendengar ocehan kedua orangtua yang
terus menuntut ku untuk melakukan ini dan itu, dengan alasan yang selalu sama. Yah,
demi masa depanku. Apa mungkin ini sebuah keegoisan ku? Aku tak perna mau tahu
dengan apa yang diinginkan orangtua ku terhadap ku. Namun didalam hatiku aku selalu
berkata dan berjanji, “bersabarlah ayah dan bunda ku, aku sedang berusaha meraih cita-
citaku dengan cara ku sendiri. Aku membangkang kepada kalian berdua bukan karna
aku tak patuh, tapi aku hanya ingin menunjukkan kepada ayah dan bunda bahwa aku ini
akan sukses untuk membanggakan kalian dengan caraku sendiri.” Kulangkahkan kaki
ini meninggalkan rumah, untuk menenangkan hati dan pikiranku.

Terkadang aku bingung dengan apa yang aku lihat. Orang jahat selalu bahagia,
kenapa orang baik tidak? Orang jahat selalu diatas, kenapa orang baik ditindas? Apa
hidup tak seadil yang aku kira? Hidup ini memang sulit. Yah, sulit bila kita terus mencari
keadilan. Bukankah kita hidup memang untuk melewati semua kesulitan itu? Tuhan
tahu bagaimana karakter kita. Bersabarlah itu kuncinya.”sabar itu bukan hal yang
mudah!” mungkin itu yang sering aku dengar dari orang-orang di sekitar ku, “memang
benar, sabar itu tidak mudah. Tapi selagi kita masih sanggup untuk bersabar kenapa
tidak? Ya, kan!” gerutuku dalam hati.

Sabar itu ibaratkan pohon, biar pun angin terus merontokkan daunnya namun
pohon tak menyalahkan angin dan masih kuat untuk menjulang tinggi. Biarpun ita terus-
terusan disakiti, ihklaslah karna tuhan maha mengetahui segalanya, semua ada
waktunya. Ketika burung itu hidup makan semut. Ketika burung itu mati, burung itu
habis dimakan semut. Satu buah pohon bisa mebuat jutaan korek api, tapi satu korek
api dapat membakar jutaan pohon. Bukankah itu sudah adil? Kita hadir dimuka bumi ini
sebagai pemain dan tuhanlah yang menyutradarainya. Jalani saja sesuai dengan apa
yang kita lalui. Selagi itu benar jalannya, jikapun jalan yang kita lalui salah maka pasti
ada cerita tersendiri nantinya.

Ku brjalan terus menyusuri jalan kehidupan ini, banyak sekali nilai-nilai kehidupan
yang ku dapat kan. Di lorong jalan kutemui seorang gadis berusia 10 tahun bersama
adik laki-lakinya yang masih berusia 5 tahun. Kulangkahkan kaki ini menuju mereka, ku
bertanya kepada gadis kecil itu. “apa yang kamu cari di lorong yang sepi ini? Kasihan
adikmu. Dimana orang tua kalian?” namun gadis kecil itu diam membisu, tak menjawab
pertanyaan ku. Kulihat wajahnya yang mulai bersedih, air matanya tiba-tiba tertumpah.
Berlari mereka kepadaku, tiba-tiba memelukku dan aku berkata.” Hei, kenapa kalian
menangis? Katakan saja kepada ku, jangan takut.” Tanya ku kembali dengan mengusap
air matanya.

“kami disini mencari ayah dan ibu, kami pergi dari panti karena kami rindu ayah
dan ibu.” Air matanya kembali mengalir, begitupun dengan ku. Ternyata mereka tinggal
di sebuah panti asuhan yang tak begitu jauh dari lorong yang memprtemukan kami.
Mereka pergi mencari ayah dan ibunya, mereka merindukan orangtuanya tetapi mereka
tak perna tahu kemana mereka harus mencari. “yuk, aku antarkan kalian pulang kepanti.
Ibu panti pasti khawatir dengan kalian.” Kualihkan pembicaraan dan ku ajak mereka
kembali ke panti. Karena aku tak tahu apa yang aharus aku katakan lagi. Aku sangat
paham dengan perasaan mereka, namun aku tak inngin mereka semakin bersedih
karena semua pertanyaan ku nanti.

Setibanya dipanti memang benar, ibu panti kesusahan mencari mereka berdua.
Kulihat kegelisahan diraut wajahnya yang sudah menua. “maaf ibu, apa mereka anak
panti asuhan disini?” sapa dan tanyaku kepada ibu panti.
Ya tuhan, rani dan reno” sembari memeluk mereka berdua, “alhamdulillah, kalian
kembali nak.” Ucap syukur perempuan tua yang sangat mengkhawatirkan putra dan
putri asuhannya.” Oh, namanya rani dan reno.” Ucapku dalam hati.

“siapakah dirimu nak?” tanya ibu panti kepada ku.


“saya Ergi bu, saya menemukan rani dan reno di lorong simpang simpang jalan situ”. Ibu
panti tersenyum kepada ku.

“sebentar saya antakkan rani dan reno kekamarnya dulu.”


“terima kasih kakak baik.” Ucap rani dan reno kepada ku an berlari kekamar mereka.
Rani dan reno tersenyum kepada ku.

Tak terasa air mata ku menetes ketika aku melihat senyuman mereka. Betapa pilunya
kehidupan mereka ini, mereka masih bisa tersenyum ketika hatinya mempertanyakan
dimana ayah dan ibu mereka berada. Dan ketika itu aku menangis dan hatiku begitu
sakit “tak bersyukurnya aku yang masih punya ayah dan ibu yang begitu memperhatikan
ku, namun aku masih saja menyakiti hati mereka dengan keegoisan ku. Ahh, bodohnya
aku.” Sesal ku dalam hati. Kulihat ibu panti kembali berjalan ke arahku. Ku usap air
mataku, ibu panti duduk disamping ku dan berkata kepada ku. “Dika, terima kasih kamu
telah mengantar rani dan reno pulang. Ibu khawatir dengan mereka, takut terjadi apa-
apa.”
Tersenyum dan aku mulai berkata. “apa yang telah terjadi dengan mereka bu? Dimana
orang tuanya?”
Menghela nafas dan menjawab pertanyaan ku. “rani dan reno sudah 5 tahun berada di
panti ini, orang tua mereka meninggalkan mereka di depan pintu panti ini nak. Ibu
sendiri pun belum tahu dimana orang tua mereka, ibu sangat sedih ketika rani
menanyakan dimana ayah dan ibunya. Ibu selalu membohongi mereka dengan alasan
orang tua mereka sedang bekerja diluar negri. Mengumpulkanuang untuk mengajak
mereka berdua jalan-jalan.”

Begitu mengiris hati cerita rani dan reno ini, dua anak kecil yang ditinggalkan
orang tua mereka begitu saja. Kurangkul pundak ibu panti yang mulai menangisi rani
dan reno, “jaga rani dan reno baik-baik yah bu, Dika akan mengunjungi panti ini untuk
rani dan reno. Mulai hari ini Dika akan membantu ibu untuk mengurus mereka.”

“ terima kasih nak Dika, kamu memang baik hati. Rani dan reno pasti senang
mendengar hal ini.”
Berpamitan aku kepada ibu panti dan aku bergegas untuk pulang, aku ingin cepat-cepat
sampai ke rumah menemui ayah dan ibu meminta maaf kepada mereka. Aku merasa
bersalah sudah pergi dari rumah hanya untuk menuruti keegoisan ku saja.
Dan setelah hari itu, hari-hari selanjutnya aku mendatangi panti selama 4 kali
dalam seminggu. Betapa bahagianya aku bisa melihat rani dan reno tersenyum, tertawa
gembira saat aku menemani hari-hari mereka. Mulai dari menemani mereka belajar,
bermain, mengajari mereka sholat dan menemani sampai mereka tertidur pulas. Berkat
kisah kedua anak ini, aku menjadi paham akan arti kehidupan ini, aku harus bisa untuk
selalu bersyukur dengan apa yang aku milikisaat ini. Mungkin apa yang diinginkan oleh
kedua orang tua ku, tak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tetapi orang tua ku
selalu ingin yang terbaik untuk buah hatinya. Dan jika aku bisa ikhlas menerimanya,
maka semua akan terasa muda untuk dijalani.
Mungkin inilah yang dinamakan nilai dari sebuah kehidupan. Sebaik apapun hati kita,
bila kita tak perna memberikan kebahagiaan untuk orang lain maka, percumalah
semuanya. Ketika kita lahir, kita menangis dan orang-orang di sekeliling kita tersenyum.
Maka, jalanilah hidup kita sebaik mungkin sehingga pada waktu ajal menjemput kita
nanti, kita dapat tersenyum dan orang-orang di sekeliling kita menangis.

Biodata Penulis
Penulis : Sumber Agung
Wa. : 085812065086
Ig : sumber1019
Website. : www.blogercerpensumber1019
Pendidikan : Poltekes Kerta Cendekia Sidoarjo

Anda mungkin juga menyukai