TINJAUAN TEORI Anemia Kehamilan
TINJAUAN TEORI Anemia Kehamilan
H. Pathways
I. Komplikasi
1. Komplikasi Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Pratami kondisi anemia sanggat menggangukesehatan ibu hamil
sejak awal kehamilan hingga masa nifas.Anemia yang terjadi selama masa
kehamilan dapat menyebabkanabortus, persalinan prematur, hambatan
tumbuh kembang janindalam rahim, peningkatan resiko terjadinya infeksi,
ancamandekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl, mola
hidatidosa,hiperemis gravidarum, perdarahan antepartum, atau ketuban
pecahdini. Anemia juga dapat menyebabkan gangguan selama
persalinanseperti gangguan his, gangguan kekuatan mengejan, kala I lama,
kala kedua yang lama hingga dapatmelelahkan ibu dan sering kali
mengakibatkan tindakan operasi, retensio plasenta, serta perdarahan post
partum primer maupun sekunder akibat atoniauterus (Pratami, 2016).
2. Komplikasi Anemia pada Janin
Anemia yang terjadi pada ibu hamil juga membahayakan janin yang
dikandungnya. Karena asupan nutrisi berkurang, serta suplai oksigen dalam
plasenta menurun ke dalam tubuh janin sehingga menimbulkan beberapa
resiko pada janin seperti kematian intra-uteri, berat badan lahir rendah
(BBLR), resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko infeksi pada
bayi hingga kematian perinatal, atau tingkat inteligensi bayi rendah (Pratami,
2016).
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Secara Medis
Beberapa penelitian menyatakan bahwapemberian zat besi oral dapat
mengatasi kejadian anemia pada kehamilan karena defesiensizat besi,
pemberian zat besi oral dimulai trimester II kehamilan dampaknya dapat
meningkatkan kadarHb dan firitin serum dibandingkan dengan pemberian
plasebo. Penelitian lain juga membuktikan pemberian zat besi oralharian
selama empat minggu memiliki hasil yang lebih baikdalam meningkatkan
kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl (Pratami, 2016) tetapi pemberian suplemen zat
besi oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar
10-20% ibu yang mengkonsumsi zat besi oral pada dosis pengobatan
mengalami efek saamping seperti mual, muntah, konstipasi atau
diare(Pratami, 2016).
Terapi oral merupakan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg per hari dapat meningkatkan
kadar hemoglobin (Hb) sebanyak 1 gr/dl per bulan. Kini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam folat untuk profilaksis
anemia. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus dapat
meningkatkan hemoglobin (Hb) lebih cepat yaitu 2 gr%. Pemberian
parenteral ini mempunyai indikasi intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek
samping utama yaitu reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/im dan bila tidak ada reaksi dapat diberikan seluruh dosis
(Prawirohardjo, 2009).
Transfusi darah juga digunakan dalam menangani anemia berat padaibu
hamil, namun penanganan ini juga menimbulkan resiko seperti infeksi,
penularan virus atau bakteri yang dapat membahayakan ibu dan janin
(Pratami, 2016).Dalam menangani anemia, tenaga kesehatan harus
menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh ibu hamil
tersebut.
2. Penatalaksanaan Dirumah
Selain pemberian zat besi dan asam folat, upaya yang perlu dilakukan
tenaga kesehatan terhadap ibu hamil yang mengalami anemia dengan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya zat besi, asam folat,
serta kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dengan diberikan pendidikan
kesehatan diharapkan ibu hamil dapat mengetahui kondisi apa saja yang
dapat terjadi selama kehamilanya sehingga lebih memperhatikan kesehatan
dirinya dan janin yang dikandungnya (Proverawati, 2011).
K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap, yaitu :
a. Test penyaring : test ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen komponen berikut ini ;
1) Kadar hemoglobin
2) Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3) Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada
sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah (LED) , hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi
komponen berikut ini :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
2) Anemia megaloblastik : asam folat darah atau eritrosit, vitamin B12.
3) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, test coombs, dan elektroforesis
Hb.
4) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sito kimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi |:
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faal hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Radiologi : toraks, bone survay, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerasechain reaction,
FISH = Fluorescence in situ hybrydization )
4. Penatalaksanaan Terapi
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan
b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
1) Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi
darah merahyang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini berganbtung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobarti penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacaing tambang harus diberikan obat
anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini
hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini penderita harus diawasi
dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan,
tetapi jika tidak terdapat respon maka harus dilakukan evaluasi
kembali.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kehamilan
1. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Kehamilan
Antenatal care (ANC) adalah pengawasan selama masa kehamilan
untuk mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini penyakit
yang menyertai kehamilan, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan,
dan menetapkan risiko kehamilan yang terjadi (Manuaba, IBC, 2008; h.
25).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Evayanti, Y (2014) dalam
Jurnal Ilmiah Kebidanan Program Studi Kebidanan Universitas Malahayati
B. Lampung (Vol. 1 No.2; 2015) dengan judul “Hubungan Pengetahuan
Ibu dan Dukungan Suami Pada Ibu Hamil Terhadap Keteraturan
Kunjungan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Wates Lampung Tengah
Tahun 2014 “. Keteraturan kunjungan antenatal care selama kehamilan
dipengaruhi yang pertama kurangnya pengetahuan ibu tentang kunjungan
antenatal, kedua ada kaitannya dengan lebih banyak ibu yang kurang
mendapat dukungan dari suami sehingga ibu tidak mendapatkan dorongan
dari luar untuk memotivasi ibu agar melakukan kunjungan Antenatal Care
secara teratur, ketiga disebabkan karena rendahnya pendidikan responden,
hasil wawancara bebas sebagian besar ibu memiliki latar belakang
pendidikan SMP, keempat disebabkan kerena ibu lebih banyak bekerja
diluar rumah, dan kelima disebabkan karena ada kaitan ibu sulit mengatur
waktu karena habis untuk memberi perhatian dan mengurus anak-anaknya
dirumah.
Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care (ANC), menurut
Kemenkes RI (2012; h. 08-12) asuhan standar minimal “10 T” yang
meliputi :
a. Timbang berat badan dan Tinggi badan
Penambahan berat badan normal pada ibu hamil adalah 11,5-16 kg
dan apabila kurang dari 9 kilogram selama kehamilan menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Periksa Tekanan darah
c. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
Pengukuran LILA dilakukan pada saat kunjungan ANC pertama
dengan standar minimal ukuran LiLA bagi wanita dewasa yaitu
minimal 23,5 cm.
d. Pengukuran Tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi pertumbuhan janin.Jika TFU tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada pertumbuhan janin.
e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Dalam menentukan presentasi janin dilakukan dengan
caraLeopold yang terdiri dari 4 leopold. Penilaian DJJ dilakukan pada
akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.DJJ
lambat kurang dari 120x/menit atau DJJ cepat lebih dari 160x/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
f. Skrining imunisasi tetanus dan beri imunisasi Tetanus Toxoid
g. Beri Tablet Fe minimal 90 tablet selama kemamilan
h. Temu wicara
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal meliputi
kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami dalam
kehamilan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas, asupan gizi
seimbang, penyakit menular dan tidak menular, inisiasi menyusu dini
dan pemberian ASI eksklusif, KB paska persalinan, imunisasi.
i. Pelayanan tes laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pertama adalah pemeriksaan golongan
darah. Pemeriksaan laboratorium rutin yaitu pemeriksaan
kadarhemoglobin darah (Hb). Pemeriksaan laboratorium khusus
dilakukan bila ibu hamil memiliki indikasi tanda bahaya kehamilan.
Pemeriksaan laboratorium khusus meliputi: golongan darah, protein
urin, kadar gula darah, darah malaria, tes sifilis, HIV (Human Immuno
Deficiency Virus), Bakteri Tahan Asam (BTA).
j. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan harus ditangani sesuai
dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus yang tidak
dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
2. Manajemen Kebidanan
Kebidanan adalah bagian ilmu kedokteran yang khusus mempelajari
segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian
yang dimaksud objek ilmu ini adalah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi
baru lahir (Prawirohardjo, S, 2010).
Asuhan kebidanan adalah pelaksanaan fungsi bidan dalam kegiatan
yang menjadi tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan kebidanan
kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang
kesehatan ibu masa hamil, persalinan, bayi baru lahir, nifas serta keluarga
berencana (Estiwidanti, D, 2008; h.12).
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi
seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam menangani kasus
yang menjadi tanggung jawabnya (Estiwidani, D, 2008; h. 124). Proses
manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari beberapa langkah yaitu :
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar), pada langkah pertama
dilakukan pengkajian melalui pengumpulan semua data dasar yaitu
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan
catatan terbaru atau catatan sebelumnya dan data laboratorium.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar), pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah
dikumpulkan.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial), pada
langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi.
d. Langkah IV (Identifikasi Perlunya Penanganan Segera), bidan atau
dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan konsultasi atau
penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Perencanaan Asuhan Menyeluruh), pada langkah ini,
direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Rencana), perencanaan ini dapat dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan, dan
sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam
situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani
klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan bidan dalam
manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggungjawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
g. Langkah VII (Evaluasi), dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana dapat dianggap
efektif jika pelaksanaannya efektif (Saminem, 2008;h.15-20).
Menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 pencatatan
dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia.
Pencatatan tersebut ditulis dalam catatan perkembangan SOAP dan
partograf. Menurut Muslihatun WN, Mufdlilah, Setyawati N (2010;h.123)
pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan diterapkan dengan
metode SOAP.
S (Subjektif) : mancatat hasil anamnesa yang dilakukan
O (Objektif) : mencatat hasil pemeriksaan
A (Assessment) : kesimpulan dari data-data subjektif/objektif dan
mencatat diagnosa
P (Plan) : apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil
pengevaluasian.
Pendokumentasian SOAP ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi ditulis
sebagai berikut :
SOAP Hamil
1) Subjektif
Menurut Saifuddin AB (2011;h.279) data sujektif yang
dikumpulkan yaitu biodata ibu dan suami, keluhan utama yang
dirasakan ibu, riwayat haid, riwayat kehamilan sekarang, riwayat
kehamilan lalu, riwayat KB, pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
kebiasaan yang merugikan kesehatan, riwayat psikososial
2) Objektif
Menurut Saifuddin AB (2011;h.280) data objektif yang
dikumpulkan yaitu pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan
abdomen, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG.
3) Analisa
Diagnosa wanita hamil normal meliputi nama, umur, gestasi (G)
paritas (P) abortus (A), umur kehamilan, tunggal, hidup, intra-uteri,
letak kepala, keadaan umum baik. Masalah, berhubungan dengan
diagnosis.Kebutuhan pasien, ditentukan berdasarkan keadaan dan
masalahnya (Saminem, 2008; h.27).
4) Penatalaksanaan
Menurut Sulistyawati, A (2009; h.147), pelaksanaan asuhan pada
kunjungan ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
kehamilan, misalnya: menjelaskan pada klien mengenai
ketidaknyamanan normal yang dialami; mengajarkan ibu tentang
materi pendidikan kesehatan pada ibu hamil sesuai dengan usia
kehamilan; mendiskusikan mengenai rencana persiapan kelahiran dan
jika terjadi kegawatdaruratan; mengajari ibu mengenal tanda-tanda
bahaya dan memastikan ibu untuk memahami apa yang dilakukan jika
menemukan tanda bahaya; membuat kesepakatan untuk kunjungan
berikutnya.
C. Teori Sistem Rujukan
1. Kolaborasi
a. Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien dalam praktiknya,kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaaan dan pemberian asuhan.masing –masing tenaga kesehatan
dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.petugas
kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap
keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh
bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan
atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan.tujuan pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian
pelayanan berkualitas sesuai ruang linkup masing-masing. (Uswatun, 2015)
a. Kolaborasi dalam Pelayanan Kebidanan
Dalam praktik playanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan
kebidanan yang di berikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama
semua pemberi playanan yang terlibat. misalnya: bidan,dokter,atau tenaga
kesehatan profesional lainya.Bidan merupakan
anggota tim.Bidan menyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap
menjaga,mendukung, dan menghargai proses fisiologis manusia.rujukan
yang efektif di lakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan
bayinya .bidan adalah praktisi yang mandiri. Bidan juga bekerjasama
dalam mengembangkan kemitraan dengan anggota kesehatan lainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,konsultasi,
dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuanya.
b. Pelayanan Kolaborasi Bidan Menurut (Wahyuni, 2018)
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
3) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga.
5) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko
tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
6) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi
dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
2. Rujukan
a. Pengertian
Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap yang
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-
KR, 2012).
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun
horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih berkompeten, terjangkau,
rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).
1. Tujuan Rujukan
Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin,2009) :
a. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-
baiknya.
b. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap
fasilitasnya.
c. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer knowledge
and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan
daerah.
2. Jenis Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni
a. Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan.Dengan demikian rujukan kesehatan pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health
service).Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
teknologi, sarana, dan operasional.Rujukan kesehatan yaitu hubungan
dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap.Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah
kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promotif).Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana
dan opersional.
b. Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan.Dengan demikian rujukan medik pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service).Sama
halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga
macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan
pemeriksaan. Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan
tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik
secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan
mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain:
1) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan
operatif dan lain-lain.
2) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
mutu layanan setempat
3. Manfaat rujukan
Dikutip dari Lestari (2013), Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang
akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat
sebagai berikut:
a. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan
(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu
penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem
pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai
sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi,
terutama pada aspek perencanaan.
b. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
(health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan
biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara
berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana
pelayanan kesehatan.
c. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain
memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi;
membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui
kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas,
karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian Verma Ashok, 2008, Angka Kematian Ibu (AKI) dari
258,14 – 683,9 per 100.000 kelahiran hidup diamati selama 7 tahun. Berdasarkan data
tersebut wanita yang meninggal berasal dari daerah pedesaan sebanyak 92,8%.
Bersalin tanpa tercatat oleh tenaga kesehatan sebesar 70,8%. Dan berada di kelompok
usia 21-30 tahun sebesar 78,5%. Perdarahan adalah penyebab terbesar kematian ibu
diikuti oleh eklamsia. Anemia adalah penyebab tidak langsung kematian ibu.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada Ny.RR diantaranya dengan
melakukan kolaborasi dengan petugas gizi dan dokter umum untuk penatalaksanaan
selanjutnya dan rujukan.
1. PEMBAHASAN
Selama kehamilan, kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritropenin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel
darah merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam
proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010). Hal ini
sebenarnya fisiologis dialami pada ibu hamil, akan tetapi pada kasus tertentu
dapat berpotensi terjadi anemia dan jika tidak segera ditangani dapat
menimbulkan banyak komplikasi salah satunya terjadi perdarahan postpartum.
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain;
kurang zat besi, kehilangan darah yang berlebihan, proses penghancuran eritrosit
dalam tubuh sebelum waktunya, peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2016).
Menurut penelitian Ayu Wuryanti (2010), menyatakan bahwa anemia menjadi
salah satu pemicu terjadinya atonia uteri, karena jumlah oksigen yang diikat
dalam darah kurang. Sehingga jumlah oksigen yang dikirim ke uterus pun kurang.
Hal ini menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga
timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan postpartum.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan telah diberikan tablet Fe pada setiap
ibu hamil oleh tenaga kesehatan. Menurut Fatmah (2011), cara mengatasi
kekurangan zat besi dalam tubuh yaitu dengan mengkonsumsi 60-120 mg Fe per
hari dan meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Pemberian tablet Fe
merupakan salah satu program pemerintah Indonesia untuk mencegah terjadinya
anemia pada ibu hamil. Jumlah suplemen zat besi yang diberikan selama
kehamilan ialah sebanyak 90 tablet (Fe3) dengan dosis 60 mg (Kemenkes RI,
2015).
Meskipun upaya untuk mengurangi kejadian anemia pada kehamilan sudah
dilaksanakan melalui pemberian satu tablet besi setiap hari, pada kenyataannya
prevelensi anemia yang terjadi masih cukup tinggi. Menurut WHO (2008)
kejadian anemia di dunia diperkirakan terjadi pada 41,8% ibu hamil, dan
setengahnya disebabkan karena kekurangan zat besi. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di
Indonesia sebesar 37,1%.
Setelah mengkonsumsi tablet Fe terdapat beberapa efek samping seperti mual,
muntah, kram lambung, nyeri ulu hati, konstipasi, dan kadang-kadang diare
(Jordan, 2004). Banyaknya efek samping tersebut terkadang menimbulkan ibu
hamil tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe sehingga menyebabkan masih
tingginya anemia pada ibu hamil.
Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor, protein hewani dan
vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium, dan
fitrat dapat mengikat zat besi (Fe) sehingga mengurangi jumlah resapan (Arisman,
2010). Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan
penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi
pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi akan lebih efektif
diserap apabila lambung dalam keadaan asam (ph rendah).
Kepatuhan mengonsumsi tablet Fe untuk mencegah anemia pada kehamilan
dipengaruhi oleh beberapa aspek, meliputi: aspek kognitif, afektif, dan konitif
atau perilaku.
Pada aspek kognitif, salah satu yang meningkatkan angka kejadian anemia
dalam kehamilan yaitu penduduk desa yang memiliki tingkat pendidikan atau
pengetahuan yang rendah. Berdasarkan penelitian Rizqi 2016, responden yang
berpengetahuan kurang tentang tablet Fe. Pengetahuan seseorang mengenai tablet
Fe berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang mengandung zat
besi. Menurut Astuti (2016) bahwa pengetahuan tersebut menghasilkan kesadaran
ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet Fe teratur saat hamil. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lindung Purbadewi 2009 menunjukkan hasil
bahwa ibu hamil yang berpendidikan dasar lebih banyak yang mengalami anemia
dibandingkan ibu hamil yang berpendidikan menengah dan ibu hamil yang
berpendidikan menengah lebih banyak yang mengalami anemia dibandingkan
dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil maka semakin sedikit jumlah ibu
hamil yang menderita anemia. Ibu hamil yang berpendidikan tinggi lebih mampu
berperilaku baik untuk mencegah terjadinya anemia saat hamil dibanding ibu
hamil yang berpendidikan dasar. Melalui pendidikan, setiap ibu hamil dapat
melatih daya pikir sehingga memudahkan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Selain itu, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Pengetahuan yang kurang tentang anemia mempunyai pengaruh terhadap
perilakukesehatan khususnya ketika seorang wanita pada saat hamil, akan
berakibat pada kurang optimalnya perilaku kesehatan ibu hamil untuk mencegah
terjadinya anemia kehamilan. Ibu hamil yang mempunyai pengetahuan kurang
tentang anemia dapat berakibat pada kurangnya konsumsi makanan yang
mengandung zat besi selama kehamilan yang dikarenakan oleh ketidaktahuannya.
Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia kehamilan.
Anemia disebabkan: kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam diet,
malabsorpsi, kehilangan darah yang banyak saat persalinan atau haid yang lalu,
dan penyakit kronik seperti : TB paru, cacing usus, dan malaria. Tingkat
kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe atau tablet zat besi oleh ibu hamil mempunyai
pengaruh terhadap kejadian anemia. Anemia kehamilan terjadi karena cara
minum tablet zat besi dengan menggunakan kopi atau teh yang bersifat mengikat
zat besi, sehingga zat besi tidak bisa diabsorpsi tubuh.
Selain itu aspek kognitif lain yang dapat meningkatkan angka kejadian anemia
dalam kehamilan yaitu kurangnya informasi dari tenaga kesehatan, hal ini
didukung penelitian Soraya (2013) bahwa hubungan antara ibu hamil dengan
tenaga medis dapat mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsusmsi
tablet Fe. Perhatian yang diberikan oleh tenaga medis seperti memberi pelayanan
dengan tersenyum, serta memberi umpan-balik atas kunjungan sebelumnya, dapat
meningkatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan sehingga diharapkan
kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe semakin ditingkatkan.
Penatalaksanaan untuk menangani masalah anemia pada aspek kognitif,
tenaga kesehatan atau bidan memberikan KIE pentingnya mengonsumsi tablet Fe,
cara mengonsumsi tablet Fe yang baik dan benar, Anemia dan bahaya dari anemia
tersebut selama kehamilan. Pemberian KIE pada ibu hamil yang berpendidikan
rendah menggunakan cara berbeda dengan pemberian KIE yang dilakukan pada
ibu hamil yang berpendidikan tinggi. KIE tersebut tidak hanya diberikan secara
lisan tetapi juga dapat mengggunakan media lain yang lebih efektif sehingga lebih
mudah untuk dipahami seperti leaflet, video, dan lembar balik. Pemberian KIE
secara lisan juga harus diperhatikan penggunaan bahasanya menurut tingkat
pengetahuan klien serta memberikan pelayanan yang mengutamakan kepuasan
klien. Selain itu keluarga maupun suami juga sangat berperan penting sehingga
bidan juga perlu untuk memberikan KIE mengenai pentingnya tablet fe bagi ibu
hamil kepada suami dan keluarga ibu tersebut.
Pada aspek konatif, yang dapat meningkatkan angka kejadian anemia dalam
kehamilan yaitu Perilaku ibu tersebut, menurut Saragi (2011) kepatuhan
(Compliance) dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang
menaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis,
seperti dokter dan apoteker mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya adalah kepatuhan dalam
minum obat. Kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe adalah ketaatan ibu hamil
melaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi tablet zat besi
yang diukur dari ketepatan jumlah yang dikonsumsi, cara konsumsi, dan frekuensi
konsumsi zat besi per hari. Hasil penelitian Sulasmi (2016) juga menunjukkan ada
hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi
tablet Fe dengan kejadian anemia ibu hamil, karena dengan ibu hamil patuh
mengkonsumsi tablet Fe maka status ibu hamil sebelumnya anemia berubah
menjadi tidak anemia.
Pemecahan masalah dalam aspek konatif diatas adalah bidan melakukan
kolaborasi dengan petugas gizi untuk memberikan KIE tentang nutrisi yang baik
untuk ibu hamil dengan anemia. Petugas kesehatan juga melakukan kolaborasi
dengan gasurkes untuk kunjungan rumah secara berkala untuk mengingatkan dan
memastikan klien mengonsumsi tablet Fe secara teratur dan benar.
Pada aspek afektif, yang dapat dapat meningkatkan angka kejadian anemia
dalam kehamilan yaitu kurangnya kesadaran diri ibu untuk mengkonsumsi tablet
Fe, kurangnya dukungan dan motivasi dari keluarga maupun petugas kesehatan.
Hal ini didukung penelitian Wiradyani (2011) bahwa keluarga berperan signifikan
mendukung ibu untuk mengonsumsi tablet Fe secara rutin. Ibu seringkali lupa
untuk minum tablet Fe secara rutin bahkan berhenti untuk mengonsumsinya bila
tidak ada dukungan dari keluarganya untuk mengingatkannya. Hal tersebut juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widya Budiarni (2012) yang
menunjukkan hasil bahwa motivasi merupakan faktor yang paling dominan
berhubungan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi dan folat. Semakin
tinggi motivasi semakin patuh ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet besi folat.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan masalah pada aspek afektif diatas yaitu,
ibu hamil tersebut mengetahui dan sadar akan pentingnya konsumsi tablet Fe
selama kehamilan. Keluarga memberikan motivasi terhadap kesadaran ibu untuk
pentingnya mengkonsumsi tablet Fe, keluarga memberikan dukugan seperti
mengingatkan dan ibu untuk mengkonsumsi tablet Fe. Petugas kesehatan atau
bidan melakukan pendekatan kepada ibu dan keluarga terutama suami dengan
cara memberikan KIE seberapa pentingnya manfaat tablet Fe untuk ibu hamil
dan bahaya jika ibu mengalami anemia sehingga keluarga/ suami sadar untuk
selalu memberi dukungan dan motivasi pada ibu hamil tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alifah, Nur Rizqi. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil
Mengkonsumsi Tablet Fe di Puskesmas Gamping II.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/14541/NASKAH
%20PUBLIKASI_Penelitian.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 21
Oktober 2017.
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Davies Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental; alih bahasa, Alifa Dimanti. Jakarta:
EGC.
Fatmah. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat/ Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemeba Medika.
Heltty. 2008. Pengaruh Jus Kacang Hijau Terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Sel Darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan
Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Jakarta: UI
Hidayat, A.A. 2014. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI Situasi dan Analisis Gizi. Jakarta
Proverawati & Asfuah. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Rukiyah, dkk. 2009. Asuhan Kebidan 1 Kehamilan. Jakarta: CV. Trns Info Media.
Tjay & Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Gramedia.
Varney, H., Kriebs, JM.,Gegor, CL. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1.
Penerjemah Ana Lusiyana. Jakarta: EGC.