Anda di halaman 1dari 34

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tingkat Pengetahuan


a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah keseluruhan pikiran, gagasan, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya
termasuk manusia dan isinya. (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan juga merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari
pengetahuan-pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, 2014 tingkat Pengetahuan yang dicakup
dalam dominan kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali secara spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Misalnya dapat
menyebutkan, mendefenisikan, menetapkan dan lain sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang tidak dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya).

7
8

Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-


hukum, rumus, metode dan sebagainya dalam konteks situasi yang lain.
4. Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampaun untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat membedakan
dan mengelompokkan.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suata kemampaun untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun dan
merencanakan dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang ada.
6. Evaluasi (Evalution)
Evaluasi berkaitan dalam kemampuan untuk melakukan penelitian
terhadap suatau materi dan objek, pengukuran dan pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyertakan tentang isi
materi yang ingin diulas dari subjek penelitian atau responden kedalam
pengetahuan yang ingin disesuaiakan dengan tingkatan-tingkatan
tersebut diatas.
c. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), cara memperoleh pengetahuan
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan antara lain meliputi :
Cara ini paling tradisional yang pernah digunakan manusia untuk
memperoleh pengetahuan yaitu melalui cara coba-coba. Cara ini telah
dipakai orang sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang
apabila menghadapi masalah, upaya pemecahannya dengan cara coba-
coba. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan memecahkan masalah, apabila tidak berhasildicoba
kemungkinan yang lain sampa imasalah terselesaikan.
9

2. Cara kekuasaan atau otoriter


Sumber pengetahuan tersebut berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik formal maupun informal, ahli agama pemegang pemerintahan
dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut dapat
diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi
otoritas pemerintah, otoritas pemerintah agama maupun ahli ilmu
pengetahuan, dimana perinsip ini orang lain berpendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji dulu
atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan data empiris atau
penalaran sendiri.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu, bila gagal dengan
cara tersebut, tidak akan mengulangi cara itu dan berusaha untuk
mencari cara lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.
4. Melalui jalan pikiran
dari sini manusia telah mampu menggunakan penalaran dalam
memperoleh pengetahuan. Dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik
melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum disebut
induksi, sedangkandeduksi adalah pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum kepada khusus.
5. Cara modern atau ilmiah
Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis
logis dan ilmiah yang disebut metode penelitian ilmiah. Kemudian
metode berpikir induct = f yang berkembang oleh B Bacon dilanjutkan
adalah Van Dalen bahwa dalam memperoleh kesimpulan dengan
mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap
semua fakta berhubungan dengan objek yang diamati.
10

d. Cara pengukuran pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat diukur menurut jenis
penelitianya yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Pada
penelitian kuantitatif maka pengetahuan dapat diiukur dengan
wawancara dan angket (kuesioner) yang menyatakan tentang isi materi
atau objek yang ingin diukur dari subjek penelitian. Sedangkan pada
penelitian kualitatif, pengetahuan dapat diukur dengan cara wawancara
mendalam dan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) (Notoatmodjo,
2012).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban benar dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian
dikalikan 100%. Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui
dan diiterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1) Baik : hasil skoring 76%-100%
2) Cukup : hasil skoring 56%-75%
3) Kurang : hasil skoring ≤56%
e. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007) dalam Purwaningsih, U.
(2013), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Pengalaman
Pengalaman seseorang baik yang dialami pribadi maupun oleh
orang lain diyakini dapat memperluas pengetahuan seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan sebagai sarana seseorang untuk
memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas. Dapat
digambarkan dari seseorang yang memiliki pendidikan lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan
dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
c. Budaya
Budaya menggambarkan tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhan seperti keyakinan. Keyakinan seseorang dapat
11

diperoleh baik secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian


terlebih dahulu. Keyakinan yang bersifat baik maupun tidak
diyakini dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Fasilitas informasi
Fasilitas informasi sebagai media atau sarana informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,
majalah, koran, buku. Seseorang yang memperoleh fasilitas yang
memadai maka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi.
e. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi menggambarkan kemampuan seseorang untuk
memilih kebutuhan hidup. Semakin seseorang memiliki tingkatan
sosial dan ekonomi yang tinggi akan menambah tingkat
pengetahuan
f. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan yang baik akan menjadikan seseorang
memperoleh pengetahuan yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dan sebaliknya.
g. Umur
Umur menggambarkan tingkat kematangan dan kedewasaan yang
akan mempengaruhi dalam kematangan berfikir seseorang.

2.2 Konsep Diabetes Militus


a. Pengertian Diabetes melitus
Diabetes Militus (DM) adalah gangguan metabolis kronik kompleks
yang membutuhkan perawatan secara terus menerus baik dalam mengontrol
kadar glukosa dalam darah maupun perawatan penunjang. Perawatan
penunjang yang dianjurkan bagi penderita meliputi manajemen pola hidup,
terapi preventif dan mendapat dukungan penuh sebagai upaya pencegahan
terjadinya komplikasi akut serta komplikasi jangka panjang (American Diabetes
Association (ADA), 2016).
Penyakit DM biasanya ditandai dengan poliuri (banyak kencing),
polidipsi (banyak minum) dan polifagi (banyak makan), serta peningkatan
12

kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126mg/dL atau


postprandial ≥200mg/dL atau glukosa sewaktu ≥200mg/dL) (Perkeni, 2011).
Keadaan hiperglikemia ini timbul ketika tubuh tidak dapat
memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja secara
efektif. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan
berfungsi untuk mengangkut glukosa dari makanan ke dalam sel yang
selanjutnya akan diubah menjadi energi guna memenuhi kebutuhan otot dan
jaringan dalam menjalankan fungsinya. Seseorang yang terkena DM tidak
dapat menggunakan glukosa secara normal, sehingga glukosa akan tetap
berada pada sirkulasi darah yang akan merusak jaringan baik secara akut
maupun kronik (IDF, 2015).
b. Klasifikasi
Menurut ADA (2016), terdapat empat klasifikasi DM secara umum,
yaitu:
1. Diabetes Melitus tipe 1 (akibat kerusakan sel β pankreas, sehingga
menyebabkan defisiensi insulin absolut).
2. Diabetes Melitus tipe 2 (karena hilangnya progresif sekresi insulin
disertai resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Gestasional (diabetes yang terdiagnosis pada
trisemester kedua atau ketiga kehamilan, namun umumnya bersifat
sementara. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan).
4. Diabetes tipe lain, misalnya sindrom diabetes monogenik, penyakit
eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan obat atau bahan
kimia yang menginduksi diabetes (seperti penggunaan
glukokortikoid dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
c. Etiologi
DM tipe 1 biasanya disebabkan oleh adanya reaksi autoimun terhadap
protein dari pulau sel-sel pankreas. Terdapat 3 jenis autoantibodi yang
ditemukan pada pasien DM tipe 1, yaitu: antibodi sel islet sitoplasma atau Islet
13

Cell Cytoplasmic Antibodies (ICCA), antibodi permukaan sel islet sitoplasma


atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA) dan target antigen spesifik sel islet
(GAD dan IIA). Ketiga jenis antibodi ini merupakan prediktor kuat terjadinya
DM tipe 1 akibat kerusakan sel β pankreas (Raju dan Raju, 2010 dalam
Ozougwu, 2013).
Penyebab terjadinya DM tipe 2 sampai saat ini masih belum jelas. DM
tipe 2 biasanya disebabkan oleh perpaduan antara faktor genetik terkait
terganggunya sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti
obesitas, makan yang berlebihan, kurangnya olahraga, stress serta usia (KAKU,
2010). Obat-obatan seperti glukokortikoid, diuretik tiazid, dan antipsikotik
atipikal juga merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit diabetes melitus
(ADA, 2016).
d. Patofisiologi
DM tipe 1 diakibatkan oleh reaksi autoantibodi yang merusak sel β
pankreas. Kerusakan sel β pankreas ditandai dengan adanya lesi. Rusaknya sel
β pankreas ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi insulin oleh
pankreas, sehingga glukosa dalam darah tidak dapat diangkut oleh insulin ke
dalam dan dalam jangka waktu tertentu hal ini dapat mempengaruhi
metabolisme tubuh (Raju dan Raju, 2010 dalam Ozougwu, 2013).
DM tipe 2 diakibatkan oleh penurunan sekresi insulin dan terjadinya
resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu keadaan dimana
konsentrasi insulin dalam darah sudah mencukupi tetapi insulin tersebut tidak
dapat membawa glukosa masuk ke dalam sel karena terjadi penurunnya
sensitivitas reseptor insulin, sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan
glukosa dalam darah dan dalam waktu tertentu keadaan ini dapat merusak
beberapa jaringan (KAKU, 2010).
e. Diagnosis
Menurut ADA (2016), kriteria diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Apabila Gula Darah Puasa (GDP) ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana
puasa disini diartikan sebagai tidak ada asupan kalori selama lebih
dari 8 jam.
14

2. Apabila kadar gula darah pada Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO)

3. ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan pemberian 75g

glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam 250ml air.

4. Apabila HbA1C ≥6,5% (48 mmol/mol).

5. Apabila pasien mengalami gejala klasik hiperglikemik dengan

kadar glukosa darah acak ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).

f. Tanda dan Gejala


Menurut Bustan (2017) yang dikutip oleh Wardani & Isfandiari (2014)
menyebutkan bahwa terdapat 3 gejala khas dari DM yaitu poliuri (penderita
sering buang air kecil karena tingginya kadar gula dalam darah yang
dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh), polidipsi
(penderita merasakan haus yang berlebihan akibat dari poliuri yang dialami),
dan polifagi (penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga
jumlah asupan makanan meningkat). Gejala lain yang mungkin dialami oleh
para penderita DM menurut Mahendra, dkk (2008) dalam Wardani &
Isfandiari (2014) adalah fatigue (lelah) serta meningkatnya berat badan. Rasa
lelah muncul karena energi yang dibutuhkan oleh jaringan/sel untuk
melakukan aktivitasnya mengalami penurunan.
g. Komplikasi
Menurut Ndraha (2014), DM yang tidak terkendali dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik akut ataupun kronik.
1. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemik
Hipoglikemik merupakan keadaan klinik yang muncul apabila kadar
glukosa darah <60mg/dl. Gejala hipoglikemik terdiri dari gejala
adrenergik (berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar)
dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma). Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan
otak dan dapat menyebabkan kematian (Perkeni, 2011).
15

b) Hiperglikemik
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara
tiba-tiba. Hiperglikemik ditandai dengan poliuri, polidipsi, polifagi,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Hiperglikemia
yang berlangsung lama dan tidak ditangani dapat berkembang menjadi
suatu gangguan metabolisme yang berbahaya, antara lain Ketoasidosis
Diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Kedua
gangguan tersebut dapat berakibat fatal dan membawa kematian.
Hiperglikemik dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat
(Kemenkes, 2018).
2. Komplikasi Kronik
Mikrovaskuler, yaitu komplikasi yang menyerang pembuluh
darah kecil (Tandra, 2008 dalam Wardani & Isfandiari, 2014).
Komplikasi kronik mikrovaskuler meliputi:
a) Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah kerusakan yang mengenai pembuluh darah
kecil di bagian belakang pada retina (Fox dan Kilvert, 2010 dalam
Wardani & Isfandiari, 2014). Apabila retina mengalami gangguan, maka
gambar yang ditangkap oleh mata tidak dapat diproses di otak.
Progresifitas dari komplikasi retinopati diabetik ini berjalan dengan
lambat sehingga sulit untuk terdeteksi (Tandra, 2008 dalam Wardani &
Isfandiari, 2014).
b) Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan komplikasi diabetes yang terjadi pada
ginjal. Nefropati diabetik ini terjadi karena adanya kelainan pembuluh
darah kecil pada glomerulus ginjal, sehingga fungsi dari glomerulus
sebagai penyaring tidak dapat berjalan dengan baik, seperti ditandai
dengan adanya albumin dalam urin (Wardani & Isfandiari, 2014).
h. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM. Menurut Perkeni (2011), terdapat 4 pilar
penatalaksanaan DM yaitu sebagai berikut:
16

1. Edukasi
Tujuan dari edukasi diabetes yaitu untuk mendukung usaha pasien untuk
mengerti perjalanan alami penyakit dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini, serta
merubah kebiasaan/perilaku yang diperlukan guna menunjang
keberhasilan terapi seperti berhenti merokok, meningkatkan aktivitas fisik,
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-
obatan, dan mengurangi asupan kalori serta diet tinggi lemak (Ndraha,
2014).
2. Terapi Nutrisi Medis
Prinsip pengaturan makanan pada pasien diabetes adalah makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu. Hal
yang perlu diperhatikan dalam terapi nutrisi ini meliputi keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
bagi penderita diabetes terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,
protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar
25g/hari (Perkeni, 2011).
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani bagi penderita diabetes berguna untuk memperbaiki
sensitivitas insulin, menurunkan berat badan dan menjaga kebugaran,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan bagi penderita diabetes adalah latihan yang memiliki ritme
seperti berjalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan ini
sebaiknya dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih
30 menit dan sebaiknya disesuaikan dengan umur serta status kesegaran
jasmani (Perkeni, 2011).
i. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi penyakit DM bertujuan untuk mengontrol kadar
glukosa dalam darah pasien. Terapi ini terdiri dari obat oral dan obat suntikan
(Perkeni, 2011).
1. Obat Oral
Berdasarkan cara kerjanya, Perkeni (2011) membagi menjadi 5 golongan,
yaitu:
17

a) Pemicu Sekresi Insulin


1) Sulfonilurea
Obat golongan ini merupakan pilihan utama untuk pasien dengan
berat badan normal atau kurang. Mekanisme utama dari obat
golongan ini adalah merangsang sekresi insulin oleh sel β pankreas,
namun memiliki potensi hipoglikemik yang lebih besar (Perkeni,
2011).
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin oleh sel β
pankreas. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin) (Perkeni,
2011).
b) Peningkatan Sensitivitas Terhadap Insulin
1) Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala (Perkeni,
2011).
c) Penghambat Glukoneogenesis
1) Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan
adiposa terhadap insulin. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL)
dan hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Obat ini
memiliki efek samping berupa mual, sehingga upaya untuk
mengurangi efek samping ini dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan (Perkeni, 2011).
18

d) Penghambat Alfa Glukosidase (Akarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens (Perkeni, 2011).
e) Penghambat DPP-IV
DPP-IV merupakan suatu enzim yang dapat mengubah GLP-1 menjadi
metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif secara cepat. GLP-1
merupakan suatu enzim yang dapat merangsang terjadinya pelepasan
insulin dengan kuat sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan insulin
serta menghambat pelepasan glukagon (Perkeni, 2011).
f) Obat Suntikan
1) Insulin
Insulin adalah terapi yang umum digunakan pada DM tipe 1 (ADA,
2016). Menurut Perkeni (2011), insulin terbagi menjadi 4 jenis
berdasarkan lama kerjanya, yakni: insulin kerja cepat, insulin kerja
panjang, insulin kerja menengah, dan insulin kerja pendek.
Penggunaan insulin ini diperlukan pada pasien dengan keadaan
sebagai berikut (Perkeni, 2011):

(1) Penurunan berat badan yang cepat

(2) Hiperglikemik berat yang disertai ketosis

(3) Ketoasidosis diabetik

(4) Hiperglikemik hiperosmolar

(5) Hiperglikemik dengan asidosis laktat

(6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

(7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,


19

stroke)

(8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus

gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

(9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

(10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

g) Agonis GLP-1

GLP-1 merupakan suatu enzim yang menstimulus

pelepasan insulin sekaligus sebagai penghambat sekresi

glukagon. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai

dengan memberikan hormon asli atau analognya

(analogincretin=GLP-1 agonis), sehingga kadar GLP-1

tetap tinggi dan aktif dalam tubuh (Perkeni, 2011).

Menurut Perkumpulan pemberantasan TB Paru (PPTI)


tahun 2012 h: Tanda dan gejala yang paling umum pada penderita
tuberkulosis paru adalah :
1. Batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 minggu
atau lebih.
2. Mengeluarkan dahak bercampur darah (haemaptomysis),
sesak nafas dan rasa nyeri di dada.
3. Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaesa) berkeringat malam
tanpa disertai kegiatan dan demam meriang lebih dari satu
bulan.
20

j. Diagnosa Penyakit Tuberkulosis


Untuk menentukan diagnose tuberkulosis paru masa kini
masih tetap dengan pemeriksaan mikroskopis. Hal ini karena
pemeriksaan yang relatif mudah dan cepat, serta hasil yang
spesifik.
1. Diagnose tuberkulosis paru pada orang dewasa
Diagnose tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan
dengan ditemukan Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari 3 spesimen Sewaktu Pagi
Sewaktu (SPS) BTA hasilya positif.
Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rotngen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulang. Bila ketiga spesimen dahak
hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas misalnya
kotrimoksazol atau amoksicillin selama 1–2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan
tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil
SPS negatif, lakukan pemeriksaan foto rotngen dada untuk
mendukung diagnnose Tuberkulosis Paru.
2. Diagnosa Tuberkulosis pada Anak
Diagnosa paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC
dari bahan yang diambil dari penderita misalnya dahak,
bilasan lambung, biopsi, tetapi pada anak hal ini sulit
didapat, sehingga sebagian besar diagnose tuberkulosis pada
anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rotgen
dada dan uji tuberkulin (Depkes RI, 2008).
k. Penularan Tuberkulosis Paru
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif atau tidak terlihat
21

kuman, maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Sebagian


besar orang yang telah terinfeksi (80-90%) belum tentu menjadi
sakit tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada
dalam tubuh mereka tersebut dapat diketahui hanya dengan tes
tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebut sebagai penderita
tuberkulosis, biasanya paling cepat 3-6 bulan setelah terinfeksi.
Mereka yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai resiko untuk
menderita tuberkulosis ( Depkes RI, 2008 ).
Mengingat penyakit Tuberkulosis Paru BTA (+) ini adalah suatu air
borne disiase infektion, maka mungkin juga ditemukan
penyebaran penyakit pada lingkungan rumah dan lingkungan
kerja disekitar yang mempunyai sirkulasi udara yang tertutup
pada lingkungan tempat tinggal yang padat (PPTI, 2012).
l. Klasifikasi dan Tipe Penderita Tuberkulosis Paru
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
2. Tuberkulosis Paru BTA positiTuberkulosis Paru BTA positif
dengan ciri–ciri :
b. Dari hasil pemeriksaan 2 dari 3 spesimen dahak BTA
hasilnya BTA (+).
c. 1 (satu) spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto
rotgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
3. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Dikatagorikan tuberkulosis paru negatif jika dari hasil
pemeriksaan 3 (tiga) spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rotgen dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.
4. Tuberkulosis Extra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang,
22

persendian, kulit, usus, saluran kencing, alat kelamin, dan


lain – lain.
5. Tipe Penderita Tuberkulosis
Tipe penderita tuberkulosis paru ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita tuberkulosis:
a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati oleh OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.

c. Pindahan (Transfer in)


Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu Kabupaten dan berpindah berobat di Kabupaten
lain.
d. Setelah lalai pengobatan setelah default/drop out.
Adalah penderita yang telah berobat paling kurang 1 (satu
bulan) dan berhenti 2 bulan atau lebih.
m. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Menurut Charlena J. Reeves 1999 pada prinsipnya pencegahan
dan pemberantasan Tuberkulosis Paru dijalankan dengan usaha -
usaha:
1. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit
Tuberkulosis Paru, bahaya - bahayanya, cara penularannya,
serta usaha–usaha pencegahannya.
2. Pencegahan dengan :
23

a. Vaksinasi BCG pada anak – anak umur 0 – 14 bulan.


b. Chemoprophylactic dengan INH pada orang yang pernah
kontak dengan penderita tuberkulosis paru dan keluarga
penderita.
c. Menghilangkan sumber penularan dengan mencari dan
mengobati semua penderita dalam masyarakat.
n. Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Depkes RI (2014), saat ini pengobatan penderita
tuberkulosis harus dengan paduan beberapa Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) untuk penderita tuberkulosis.
a. Streptomisin tidak diperbolehkan pada penderita wanita hamil.
b. Ethambutol tidak diberikan untuk pengobatan anak kecuali
dalam pengawasan dokter ahli.
c. Penderita tuberkulosis paru BTA negatif dan rotgen positif
sakit berat serta penyakit tuberkulosis ektra paru sakit
berat diobati dengan OAT kategori 1.
Adapun jenis paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
direkomendasikan WHO dapat di lihat pada tabel 1.1 di
bawah ini:
Tabel 2.1 Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
rekomendasi WHO dan peruntukannya:

Tahap lanjutan Kategori Tahap intensif Untuk Penderita


Tuberkulosis
4H3R3 I 2 HRZE  Tuberkulosis Paru Baru
BTA(+)
 TB.Paru BTA(-)
Ro (+) dengan kerusakan
jaringa paru yang luas,
proses milier.
 TB.Extra Paru sakit
berat.
5H3R3E II 2 HRZES /  TB.Paru BTA (+)
5 HRE 1 HRZE kambuh.
 TB.Paru BTA(+) gagal
 TB.Paru BTA (+) ,
pengobatan ulang karena
lalai berobat.
4H3R3 III 2 HRZ  TB. Paru BTA (-) Ro
4HR6HE (+)
 TB.Extra Paru
ringan .
24

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan TUBERKULOSIS Depkes R I,


Jakarta (2008).

Catatan: Paduan OAT dengan huruf tebal adalah paduan yang digunakan
dalam program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, dikemas
dalam bentuk kombipak.
1). Kategori 1 ( 2 HRZE/4 H3 R3 ), tahap intensif terdiri dari
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol
(E). Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat–
obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) yang diberikan tiga kali
dalam seminggu selama 4 bulan ( 4H3R3 ).
2). Kategori 2 (2 HRZS/1 HRZE/5 H3 R3 E3) , tahap intensif
diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniazid (H), Rifampisin (R) Pirazinamid (Z) dan Ethambutol
(E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam
seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomycin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
3). Kategori 3 (2 HRZ/4 H3R3), tahap intensif terdiri dari HRZ
diberikan setiap hari selam 2 bulan (2 HRZ), diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari H R selama 4 bulan diberikan 3
kali seminggu (4H3R3). Bila pada akhir tahap intensif
pengobatan penderita baru BTA (+) dengan kategori -1 atau
penderita BTA (+) pengobatan ulang dengan kategori–2 hasil
pemeriksaan dahak masih BTA (+), diberikan sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
o. Pengobatan Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis. Pemeriksaann dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau
25

kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak dapat dipakai


untuk memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan
pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua kali
(sewaktu malam dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif,
bila kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu specimen
positif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakn
positif. Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan
pengobatan dilakukan pada :
1. Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 (dua)
pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1,
atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang
penderita BTA positif dengan kategori 2. Pemeriksaan dahak
pada akhir intensif dilakukan untuk mengetahui apakah telah
terjadi konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi
BTA negatif.
2. Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5
pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1,
atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang
penderita BTA positif, dengan kategori 2. Pemeriksaan ulang
dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir
pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan
”sembuh atau gagal”.
p. Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak
Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis pada anak tidak berbeda
pada orang dewasa, tapi ada beberapa hal yang memerlukan
perhatian:
1) Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan
diberikan setiap hari.
2) Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Susunan
paduan obat Tuberkulosis anak adalah 2 HRZ/4 HR, tahap intensif
26

terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan Pirazinamid (Z)


selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri
dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R). Selama 4 bulan diberikan
setiap hari (4HR).
Tabel 2.2 Jenis dan Dosis Obat Tuberkulosis Anak

Jenis Obat BB B B B B
5-10 kg 10 - 20 kg 20–33 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

< 5kg :5-10 kg


Pirazinamid 100 mg : 200 mg 400 mg 800 mg

Sumber : Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis (Depkes RI,


2008).

2.1.10 Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak


1. Wanita Hamil
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis pada wanita hamil
tidak berbeda dengan pengobatan tubrkulosis pada
umumnya. Semua jenis Obat Anti Tuberkulosi (OAT)
aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada wanita hamil karena
bersifat permanen ototoxit dan dapat menembus barier
placenta. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada
ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan
bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan
penularan tuberkulosis.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis pada ibu
menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada
27

umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.


Seorang ibu menyusui yang menderita tuberkulosis harus
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT
yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan tubrkulosis pada bayi. Ibu dan bayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusui.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
sesuai dengan berat badannya.
3. Wanita Pengguna Kontrasepsi
Rimfampicin berintraksi dengan kontrasepsi
hormonal (Pil KB, Suntik KB, Susuk KB ), sehingga
dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi tersebut. Seorang
wanita penderita tuberkulosis seyogyanya menggunakan
kontrasepsi non hormonal atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
4. Penderita dengan infeksi HIV / AIDS
Prosudur pengobatan tuberkulosis pada penderita dengan
infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti penderita
Tuberkulosis lainnya. Obat tuberkulosis pada penderita
HIV/ AIDS sama efektifnya.
5. Penderita Tuberkulosis dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan tuberkulosis.
Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
harus dihentikan. Kalau kurang dari 3 kali pengobatan
dapat diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita
dengan kelainan hati, Pirazinamid (Z) tidak boleh
digunakan. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHSE/6
RH atau 2 HES/1 OHE.
6. Penderita Tuberkulosis dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita tuberkulosis dengan
hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai
28

hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan


dimana pengobatan tuberkulosis sangat diperlukan dapat
diberikan streptomisin (S) dan Ethambutol (E) maksimal 3
bulan sampai hepatitisnya sembuh dan dilanjutkan dengan
Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) selama 6 bulan.
7. Penderita dengan gangguan ginjal
Isoniasid (H) , Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) dapat
diekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi
senyawa – senyawa yang tidak toxik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis normal pada penderita - penderita
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Ethambutol
diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal.
Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan
gangguan ginjal adalah 2HRZ/6HR. Apabila sangat
diperlukan, Ethambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dosis yang sesuai faal ginjal dengan pengawasan
fungsi ginjal.
8. Penderita dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa
penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektivitas obat
oral anti diabetes, sehingga dosisnya perlu ditingkatkan.
Hati–hati dengan penggunaan Ethambutol, karena dapat
menyebabkan komplikasi terhadap mata.
9. Efek samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sebagian besar penderita Tuberkulosis Paru dapat
menyelesaikan obat tanpa efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Pemantauan efek
samping obat dilakukan selama pengobatan. Pemantauan
efek samping obat dilakukan dengan cara:
29

a. Menjelaskan kepada penderita tanda - tanda efek


samping Menanyakan adanya gejala efek samping
pada waktu penderita mengambil OAT
b. Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat
menjadi sakit serius. Dalam kasus ini maka pemberian
OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk
ke UPK spesialistik.
c. Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan
sedikit perasaan yang tidak enak.
d. Gejala - gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan
obat–obat simtomatik atau obat sederhana, tetapi
kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Berikut ini dapat dilihat pada tabel 1.3
tentang efek samping berat dan ringan dari OAT antara
lain :
Tabel 2.3 Efek Samping Berat dari OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Kemeran, gatal pada kulit Semua OAT Berikan dulu antistamin, sambil
meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat.
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
dengan Ethambutol.
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
dengan Ethambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus hilang
Gangguan pengelihatan Ethambutol Hentikan Ethambutol

Purpura dan renjatan / syok Rifampisin Hentikan Rifampisin

Sumber : Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis (Depkes RI).


Tabel 2.4 Efek Samping Ringan pada OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Tidak ada napsu makan, Rifampisin Obat diminum malam sebelum


mual, sakit perut tidur.

Nyeri Sendi Pirazinamid Beri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B 6 (piridoksin) 100


di kaki mg per hari
30

Warna kemerahan pada air Rifampisin Tidak perlu diberi apa – apa ,tapi
seni perlu penjelasan kepada penderita

Sumber : Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis (Depkes RI, 2008).

2.1.11 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis Paru


Menurut Depkes RI, (2014) ada bebera faktor yang
mempengaruhi terjadinya TB paru antara lain :
1. Ventilasi
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat,
diantaranya:
a. Luas lubang ventilasi minimum 5 % dari luas lantai
ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi isidentil (dapat
dibuka dan ditutup) minimal 5% luas lantai. Jumlah
keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan. Ukuran
luas diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu deras
dan tidak terlalu sedikit.
b. Udara yang masuk harus udara bersih tidak dicemari oleh
asap dari sampah atau udara pabrik, dari knalpot
kendaraan, debu dan lain – lain.
c. Aliran uadra diusahakan lubang udara berhadapan antara
dua dinding ruangan. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang – barang besar misalnya lemari,
dinding, sekat dan lain – lainnya.
d. Orang yang tidur dalam ruangan tertutup dengan ventilasi
tidak memadai lebih banyak terpapar penyakit – penyakit
yang penularannya melalui udara seperti penyakit ISPA,
Tuberkulosis Paru, Asma Bronchiale dan lain – lain. Karena
ventilasi yang terlalu sempit, maka ruangan menjadi
kekurangan oksigen sehingga menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh, yang sangat berpotensi sekali menyebabkan
penularan penyakit–penyakit saluran pernapasan.
2. Kepadatan penghuni
31

Jumlah penghuni rumah dapat mempengaruhi kuwalitas


udara dan jumlah kuman di dalam rumah. Kepadatan
penghuni dapat menyebabkan kuman mudah berjalan dari satu
penghuni ke penghuni lainnya misalnya kamar yang ditempati
oleh penderita Tuberkulosis Paru. Persyaratan kesehatan
perumahan. Untuk kepadatan hunian ruang tidur yaitu:
Luas ruangan minimal 9 meter persegi, dan tidak dianjurkan
digunakan oleh lebih dari 2 orang untuk tidur dalam satu
ruang tidur, kecuali anak dibawah lima tahun.
3. Jumlah kuman Tuberkulosis Paru
Mycobakterium Tuberkulose panjangnya 1 sampai 4 µ,
lebarnya antara 0,3 µ sampai dengan 0,6 µ. Kuman akan tumbuh
optimal pada suhu sekitar 37 derajat Celsius dengan tingkat
pH optimal pada 4,6 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu
menjadi dua ( genertin time ) kuman membutuhkan waktu 14 –
20 jam. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam dan pewarnaan Oleh karena itu
disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). Kuman Tuberkulosis
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi tahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur lama) selama
beberapa tahun ( Depkes RI, 2008).
4. Virulensi ( keganasan ) Kuman Tuberkulosis Paru
Keganasan kuman Mycobacterium Tuberkulose tergantung
pada jumlah kuman yang masuk dan imunitas (kekebalan)
seseorang. Infeksi primer dapat terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan bakteri TBC, droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya , sehingga dapat melewati sistem
mokosiler bronkus dan terus menuju alveolus paru dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat bakteri TBC berhasil
berkembang biak dengan membelah, mengakibatkan peradangan
di dalam paru. Saluran limfe akan membawa bakteri TBC ke
32

kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai


komleks primer.
5. Kontak Penularan
Kontak penularan adalah penderita Tuberkulosis Paru
yang ada di sekeliling kita. Kontak penularan terjadi pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Percikan dahak
yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau percikan
tersebut terhirup ke dalam pernapasan (Depkes RI, 2008).
6. Status gizi
Dalam kehidupan sehari – hari, orang tidak terlepas dari
makanan, karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok
untuk manusia, disamping udara (oxigen). Empat fungsi pokok
makanan bagi kehidupan manusia adalah untuk :
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau
perkembangan serta mengganti jaringan tubuh rusak.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari – hari .
c. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan
mineral dan cairan tubuh yang lain.
d. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap
berbagai penyakit. Keadaan gizi adalah suatu faktor yang
sangat penting bagi tubuh manusia.
7. Status imunisasi
Salah satu strategi untuk mengurangi kesakitan dan
kematian akibat infeksi saluran pernafasan adalah dengan
pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi BCG satu kali pada
waktu bayi berumur antara 0-11 bulan diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
penyakit Tuberkulosis Paru.
8. Kebiasaan merokok dan minum minuman keras
33

Faktor - faktor toksis seperti kebiasaan merokok dan minum -


minuman keras dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
sehinggga mudah terjangkit penyakit terutama penyakit infeksi
khususnya Tuberkulosis Paru.
9. HIV/AIDS
Infeksi HIV mengakibatkan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (Cellular Imunity), sehingga bila terjadi infeksi
Tuberkulosis Paru, maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian (Depkes,
2008).

2.3 Konsep Media Video


a. Pengertian Media Video
Media video merupakan salah satu media audio visual.
Azhar Arsyad (2014) menyatakan bahwa video dapat
menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan
suara alamiah atau suara yang sesuai. Media video pada umumnya
digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan
pendidikan. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,
menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan,
menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.
Cecep Kustandi (2013) mengungkapkan bahwa video
adalah alat yang dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,
menjelaskan konsep- konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan,
menyingkat atau memperlambat waktu dan mempengaruhi sikap.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
media video pembelajaran adalah media audio visual yang dapat
menampilkan gambar yang bergerak bersama-sama dengan suara
34

alamiah atau suara yang sesuai yang menyajikan informasi


memaparkan proses, menjelaskan
konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan,
menyingkat atau memperlambat waktu dan mempengaruhi sikap
untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Media Video
Oleh sebab itu, dalam memilih media pembelajaran yang
tepat menurut Erickson (Hidayat, 2011) dapat kita rumuskan dalam
satu kata ACTION, yaitu akronim dari: access, cost, technology,
interactivity, organization dan noveltya.
1. Acces, media yang diperlukan dapat tersedia, mudah, dan
dapat dimanfaatkan siswa.
2. Cost, media yang akan dipilih atau digunakan,
pembiayaannya dapat dijangkau.
3. Technology, media yang akan digunakan apakah
teknologinya tersedia dan mudah menggunakannya.
4. Interactivity, media yang akan dipilih dapat memunculkan
komunikasi dua arah atau interaktivitas. Sehingga siswa akan
terlibat (aktif) baik secara fisik, intelektual dan mental.
5. Organization, dalam memilih media pembelajaran tersebut,
secara organisatoris mendapatkan dukungan dari pimpinan
sekolah (ada unit organisasi seperti pusat sumber belajar yang
mengelola).
6. Novelty, media yang dipilih tersebut memiliki nilai kebaruan,
sehingga memiliki daya tarik bagi siswa yang belajar.
c. Karakteristik Media Video
Daryanto (2013) menambahkan bahwa karakteristik media
video sebagai media pembelajaran diantaranya yaitu:
1. Ukuran tampilan video sangat fleksibel dan dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan, yaitu dengan cara mengatur jarak antara
layar untuk tampilan dengan alat pemutar kaset.
35

2. Video dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa disamping


suara yang menyertainya.
3. Video membantu anda menyampaikan materi yang memerlukan
visualisasi yang mendemonstrasikan hal-hal seperti gerakan
motorik tertentu.
4. Video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan
kecepatan dapat disesuaikan untuk mendemonstrasikan
perubahan.
5. Video dapat digunakan baik untuk proses pembelajaran tatap
muka maupun jarak jauh tanpa kehadiran guru.
Berdasarkan uraian yang telah diutarakan oleh beberapa
ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan media video
sebagai media pembelajaran, maka harus diketahui karakteristik
video yang dapat mendukung digunakannya sebagai media
pembelajaran. Karakteristik media video sebagai media
pembelajaran diantaranya yaitu dapat menampilkan gambar dengan
ukuran yang fleksibel, gambar dapat dimanipulasi dan
dikombinasikan dengan suara, gerakan animasi dan teks
kecepatannya dapat disesuaikan sehingga mendukung pemahaman
siswa dalam mempelajari materi. Selain itu sasaran penggunaan
video yang fleksibel yaitu dapat digunakan secara individual maupun
berkelompok sehingga memudahkan siswa belajar meskipun dalam
situasi kelas yang berbeda.
d. Kelebihan dan Kekurangan Media Video
Media video sebagai media pembelajaran memiliki
kelebihan dan kekurangan tersendiri. Menurut Arief S. Sadiman
(2012) menyatakan bahwamedia video sebagai media pembelajaran
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media video antara
lain yaitu:
1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode singkat dari
rangsangan luar lainnya.
36

2. Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan dan direkam


sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa
memusatkan perhatian pada penyajian dan siswanya.
3. Dapat menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-
ulang.
4. Keras lemahnya suara dapat diatur.
5. Gambar proyeksi dapat di-beku-kan untuk diamati.
6. Objek yang sedang bergerak dapat dapat diamati lebih dekat.
Sementara kekurangan yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan penggunaan media video dalam proses belajar mengajar
adalah:
a. Komunikasi bersifat satu arah dan perlu diimbangi dengan
pencarian bentuk umpan balik yang lain.
b. Kurang mampu menampilkan detail objek yang disajikan
secara sempurna.
c. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.
Menurut Azhar Arsyad (2014) mengungkapkan bahwa
terdapat keuntungan dan keterbatasan video sebagai media
pembelajaran. Keuntungan media pembelajaran video adalah
sebagai berikut:
1) Video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat
yang dapat disajikan secara berulang-ulang jika dipandang
perlu.
2) Disamping dapat mendorong dan meningkatkan motivasi,
video dapat menanamkan sikap dan segi-segi afektif.
3) Video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau
kelompok kecil, kelompok heterogen maupun perorangan.
Sementara keterbatasan media video sebagai media
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Pengadaan video pada umumnya memerlukan biaya yang
mahal dan waktu yang banyak.
b) Video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan
37

dan tujuan belajaryang diinginkan, kecuali video


dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.
Berdasarkan teori yang telah disampaikan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan media video
ini tidak terlepas dari kelebihan dan keterbatasan yang
dimilikinya. Kelebihan media video sebagai media
pembelajaran adalah mampu menampilkan gambar yang
bergerak secara berulang-ulang maupun dihentikan pada
bagian tertentu sehingga memudahkan mengulang materi yang
belum dipahami, praktis dan efisien waktu, mampu menarik
perhatian peserta dengan tampilannya yang menarik, serta
dapat digunakan secara individu maupun dalam kelompok.
Sementara kekurangan media video ini sebagai media
pembelajaran adalah komunikasi akan cenderung bersifat satu
arah sehingga pembicara harus kreatif dalam memberikan
umpan balik, media video pembelajaran keterampilan
menyulam yang secara khusus untuk peserta belum tersedia
sehingga media harus diproduksi sendiri. Sementara itu dalam
proses produksinya sangat kompleks sehingga membutuhkan
peralatan yang lengkap, mahal, dan membutuhkan waktu dan
tenaga yang tidak sedikit.
e. Manfaat Penggunaan Video
Manfaat media video menurut Andi Prastowo (2012), antara lain:
1. Memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik.
2. Memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya
tidak mungkin bisa dilihat.
3. Menganalisis perubahan dalam periode waktu tertentu.
4. Memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan
suatu keadaan tertentu.
5. Menampilkan presentasi studi kasus tentang
kehidupan sebenarnya yang dapat memicu diskusi
peserta didik.
38

Berdasarkan penjelasan diatas, keberadaan media video


sangat tidak disangsikan lagi di dalam kelas. Dengan video siswa
dapat menyaksikan suatu peristiwa yang tidak bisa disaksikan
secara langsung, berbahaya, maupun peristiwa lampau yang tidak
bisa dibawa langsung ke dalam kelas. Siswa pun dapat memutar
kembali video tersebut sesuai kebutuhan dan keperluan mereka.
Pembelajaran dengan media video menumbuhkan minat serta
memotivasi siswa untuk selalu memperhatikan pelajaran.

2.4 KERANGKA TEORI

3 Friedman (1998)
4
5
6 Faktor-Faktor Risiko Penyakit
7 TB Paru
8 1. Umur
9 2. Jenis kelamin
10
11 3. Pendidikan / Pengetahuan Tuberkulosis
12 4. Pekerjaan
13 5. Kondisi rumah
14 6. Status gizi
15 Penatalaksanaan TB Paru
7. Sosial ekonomi
16
17
18
Pengobatan TB 6 Program Indonesia
bulan Sehat 2016
Pendidikan
Kesehatan

Audio Visual
39

= Diteliti
= Tidak diteliti

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Teori Friedman (1998), Suryo (2014), Susilo
(2011) dan Kemenkes RI (2016)

2.5 KERANGKA KONSEP

Memberikan pendidikan Tingkat Pengetahuan


kesehatan melalui media
audio visual untuk Tahu ( know )
meningkatkan Memahami (comprehension )
pengetahuan tentang TB Aplikasi ( aplication )
Paru Analisis ( analysis )
Sintesis ( synthesis )
Evaluasi ( evaluation )

(Notoatmodjo, 2012)

Tingkat pengetahuan kategori Baik


jika nilai ≥ 75%
Tingkat pengetahuan Cukup jika
nilai 56-74%
Tingkat pengetahuan Kurang jika
nilai < 55%

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konsep Notoatmojo (2012)

b. HIPOTESIS
40

Hipotesis adalah hasil kesimpulan sementara dari suatu penelitian

(Notoatmodjo, 2014). Sehingga Hipotesis Alternatif (Ha) :

Ha: Ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual

Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru Di Wilayah Kerja

Puskesmas Mangkung Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah

Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen7 halaman
    Kata Pengantar
    bukran khalidi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iibaru
    Bab Iibaru
    Dokumen57 halaman
    Bab Iibaru
    bukran khalidi
    Belum ada peringkat
  • Cover Edit Baru
    Cover Edit Baru
    Dokumen7 halaman
    Cover Edit Baru
    bukran khalidi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen11 halaman
    Bab Iv
    bukran khalidi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen17 halaman
    Bab Iv
    bukran khalidi
    Belum ada peringkat