Anda di halaman 1dari 17

B A B IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Puskesmas Labuhan Lombok merupakan salah satu dari dua
Puskesmas di wilayah Kecamatan Pringgabaya. Secara geografis berada di
jalur jalan nasional/Negara lintas Lombok-Sumbawa, tepatnya di desa Lab.
Lombok. Adapun batas – batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara : Kecamatan Sambelia, Wilayah kerja Puskesmas sambelia.
Selatan : Desa Batuyang Kecamatan Pringgabaya, Wilayah kerja
Puskesmas Batuyang.
Timur : Selat Alas
Barat : Desa Selaparang dan Desa Perigi Kecamatan Suela, Wilayah kerja
Puskesmas Suela.
Berdasarkan data administratif Kecamatan Pringgabaya, wilayah kerja
Puskesmas Lab. Lombok terbagi menjadi 5 (Lima) desa yaitu Desa Lab.
Lombok, Pringgabaya, Pringgabaya Utara, Gunung Malang dan desa Seruni
Mumbul. Dengan demikian jumlah Desa definitif wilayah kerja Puskesmas
Lab. Lombok sebanyak 5 desa dan 34 dusun.
Topografi wilayah kerja Puskesmas Lab. Lombok rata-rata berupa
daerah dataran dan ada juga daerah perbukitan di beberapa wilayah desa. Dan
wilayah semua desa pada umumnya terdiri dari: lahan pemukiman penduduk,
lahan pertanian, perkebunan dan pantai. Sedangkan menurut data proyeksi
penduduk Kabupaten Lombok Timur Tahun 2021 jumlah penduduk wilayah
kerja Puskesmas Lab. Lombok yaitu 42.334 jiwa.

42
43

Tabel 4.1.Data jumlah Sebaran penduduk dan jenis kelamin per desa
Puskesmas Lab. Lombok Tahun 2021.
Jenis Kelamin
N Jumlah
Nama Desa Perempu Ket
o Penduduk Laki-laki
an
1 Lab. Lombok 13.224 6.709 6.515
2 Pringgabaya 14.852 7.079 7.773
3 Pringgabaya Utara 4.234 1.999 2.235
4 Gunung Malang 4.788 2.381 2.407
5 Seruni Mumbul 5.236 2.677 2.559
JUMLAH 42.334 20.845 21.489
Sumber : Data Jumlah Penduduk BPS Lombok Timur 2021
Kepadatan penduduk di wilayah Puskesmas Lab. Lombok tidak merata,
desa terpadat adalah Desa Pringgabaya dengan kepadatan 18 jiwa /Km2,
sedangkan terendah adalah Desa Gunung Malang dengan kepadatan penduduk
1 jiwa / Km2. .
a. Sarana dan Prasarana
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, pada tahun 2021 Puskesmas Lab. Lombok mempunyai
jaringan berupa: 1 (satu) buah Puskesmas pembantu (Pustu), yaitu Pustu
Pringgabaya serta 5 (lima) buah Polindes (Pondok Bersalin Desa)/
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) yaitu: Polindes/poskesdes Pringgabaya,
Ketapang, Pringgabaya Utara, Gunung Malang dan Seruni Mumbul.
Kemudian untuk pelayanan kesehatan di tingkat dusun pada tahun 2021
dibantu dengan 56 Posyandu termasuk di dalamnya posyandu lansia.
Tabel 4.2 Sebaran Sarana Kesehatan Per Desa Puskesmas Lab. Lombok
Tahun 2021
Sarana Kesehatan
NO Nama Desa
Pusk Pustu Polindes Posyandu Karang KET
Lansia

1. Lab. Lombok 1 0 0 12 1
2. Pringgabaya 0 1 2 19
3. Pringgabaya Utara 0 0 1 16
4. Gunung Malang 0 0 1 7
5. Seruni Mumbul, 0 0 1 6
Jumlah 1 1 5 59 1

Sumber : Profil Puskesmas Labuan Lombok 2021


44

Sepanjang tahun 2021 dari 5 Polindes yang ada, semuanya sudah


mempunyai bangunan fisik berupa gedung tersendiri, jumlah posyandu
sebanyak 56 pos sedangkan jumlah posyandu lansia sebanyak 39 pos yang
tersebar di semua desa
Tabel 4.3 Kondisi Fasilitas Sarana dan Prasarana Pada Puskesmas
Lab. Lombok Tahun 2021
Kondisi Ket
Rusak
No Sarana/Prasarana Jumlah Rusak
Baik ringan /
Berat
Sedang
I Sarana Kesehatan
a. Puskesmas Pembantu 1 0 1 0
a. Polindes 5 3 2 0
b. Rumah Dinas
1 0 0 1
Dokter
c. Rumah Dinas
1 0 0 1
Perawat
d. Rumah Dinas
1 0 0 1
Bidan
e. Puskel Roda 4 2 0 2 0
f. Ambulance 0 0 0 0
g. Sepeda Motor 8 4 2 2
h. Genset 1 0 1 0
i. Ruang Nifas 1 1 0 0
j. Ruang UGD 1 1 0 0
k. Ruang Rawat
5 5 0 0
Inap
l. Tempat Tidur Pasien 17 17 0 0
II Sarana Penunjang
a. Komputer 20 18 2 0
b. AC 10 7 3 0
c. Laptop 7 7 0 0
Sumber : Profil Puskesmas Labuan Lombok 2021

b. Tenaga Kesehatan
Selain sarana/prasarana kesehatan, faktor pendukung yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
adalah sumber daya manusia (tenaga/petugas kesehatan). Tenaga
kesehatan di Puskesmas Lab. Lombok secara umum sudah mencukupi,
kecuali beberapa jenis tenaga yang masih kurang, misalnya tenaga
Sanitarian dan administrasi/tata usaha masih kurang, sedangkan tenaga
bidan di semua desa sudah terisi.
45

Tabel 4.4 Jenis, Jumlah Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga PNS/PTT


Puskesmas Lab. Lombok Tahun 2021.
Jml yg Jml Jml
No Jenis Tenaga Ket
ada Kebutuhan Kekurangan
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kasubag TU 1
3 Dokter Umum 1 2 1
4 Dokter Gigi 1
5 Sarjana Kesmas 1 4 3
6 Petugas Gizi 3 6 3
7 Sanitarian 2 4 2
8 Perawat 10 21 11
9 Bidan 11 29 10
10 Tenaga Laboratorium 4 4
11 Apoteker/Asisten Farmasi 2 6 4
12 Tenaga administrasi / TU 1 3 2
13 Perawat Gigi 1 2 1
14 Sopir 3 3
15 Kebersihan 1 3
16 Satpam/Penaga Malam 2 2
17
JUMLAH 35 87 49
Sumber : Data Ketenagaan Puskesmas Lab. Lombok Tahun 2021

4.2 Hasil Penelitian


a. Univariat
1. Karakteristik Responden
a. Distribusi responden berdasarkan Umur
Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.5
di bawah ini :
Tabel 4.5. Distribusi responden berdasarkan Umur

Umur Jumlah Presentase (%)


≤ 20 tahun 3 12,5
20-35 tahun 10 41,7
≥ 35 tahun 11 45,8
Jumlah 24 100

Pada tabel 4.5. Di atas menjelaskan bahwa dari 24


responden yang di wawancarai dalam penelitian, terbanyak
46

terdapat pada kelompok umur antara >35 tahun berjumlah 11


responden (45.8%), sedangkan paling sedikit pada kelompok umur
20 tahun berjumlah 3 responden (12,5%).
b. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada


tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.6. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)


Perempuan 10 41,7
Laki-laki 14 58,3
Jumlah 24 100

Pada tabel 4.6. Di atas menjelaskan bahwa dari 24


responden didapatkan responden berjenis kelamin Perempuan
berjumlah 10 responden (41.7%) sedangkan responden berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 14 responden (58.3%).
c. Distribusi responden berdasarkan Pendidikan akhir
Distribusi responden berdasarkan Pendidikan dapat dilihat pada
tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.7. Distribusi responden berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Akhir Jumlah Presentase (%)


Tidak tamat sekolah 6 25
Tamat SD 5 20,8
Tamat SMP 7 29,2
Tamat SMA 6 25
Jumlah 24 100

Pada tabel 4.7. Di atas menjelaskan bahwa dari 24


responden yang diwawancarai dalam penelitian, paling tinggi
pendidikannya terdapat pada responden dengan pendidikan akhir
tamat SMA berjumlah 7 responden (29.2%), sedangkan paling
sedikit pada responden dengan pendidikan SD berjumlah 5
responden (20.8%).
47

d. Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan


Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan dapat dilihat pada
tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.8. Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Presentase (%)


IRT 6 25,0
Petani 14 58,3
Pelajar 1 4,2
Wiraswasta 3 12,5
Jumlah 24 100

Pada tabel 4.8. Di atas menjelaskan bahwa dari 24


responden yang diwawancarai dalam penelitian, terbanyak
terdapat pada responden dengan pekerjaan sebagai petani
berjumlah 14 responden (53.3%), sedangkan paling sedikit pada
responden dengan pendidikan pekerjaan pelajar berjumlah 1
responden (4.2%).
e. Distribusi responden tingkat pengetahuan tentan TB Paru
sebelum di berikan perlakuan penyuluhan mengunakan Audio
Visual Tingkat Pengetahuan tentang TB
Distribusi responden tingkat pengetahuan tentan TB Paru sebelum
di berikan perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.9. Distribusi responden berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang TB Paru Sebelum di
berikan penyuluhan menggunakan Audio Visual.
Tingkat pengetahuan Jumlah Presentase (%)
Baik 1 4,2
Cukup 1 4,2
Kurang 22 91,7
Jumlah 24 100
Pada tabel 4.9. Di atas menjelaskan bahwa dari 24
responden yang diwawancarai dalam penelitian, terbanyak
terdapat pada responden dengan tingkat pengetahuan kurang
berjumlah 22 responden (91.7%), sedangkan paling sedikit pada
48

responden dengan tingkat pengetahuan baik dan cukup sama-sama


berjumlah 1 responden (4.2%).

f. Distribusi responden tingkat pengetahuan tentan TB Paru


setelah di berikan perlakuan penyuluhan mengunakan
Audio Visual Tingkat Pengetahuan tentang TB
Distribusi responden tingkat pengetahuan tentan TB Paru
setelah di berikan perlakuan dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.9. Distribusi responden berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang TB Paru setelah di
berikan penyuluhan menggunakan Audio
Visual.
Tingkat pengetahuan Jumlah Presentase (%)
Baik 13 54,2
Cukup 10 41,7
Kurang 1 4,2
Jumlah 24 100
Pada tabel 4.9. Di atas menjelaskan bahwa dari 24
responden yang diwawancarai dalam penelitian, terbanyak
terdapat pada responden dengan tingkat pengetahuan baik
berjumlah 13 responden (54,2%), sedangkan paling sedikit pada
responden dengan tingkat pengetahuan kurang berjumlah 1
responden (4.2%).
b. Analisa Univariat
2. Analisis Bivariat
49

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan


tabulasi uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon, dengan
menggunakan derajat kepercayaan 0,05 %. Adapun dari yang
digunakan adalah berdasarkan hasil perhitungan statistik yaitu jika
probabilitas (p value) ≤ 0,05 berarti ada pengaruh yang bermakna
antara variabel independen dengan dependen. Dan jika probabilitas
(p value) > 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang bermakna antara
variabel independen dengan dependen.

a. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media


Audiovisual Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit
TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung Kecamatan
Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2022
Distribusi pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan media
audiovisual terhadap tingkat pengetahuan tentang penyakit TB
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dapat di lihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.10 Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Menggunakan Media Audiovisual Terhadap
Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru
Di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung
Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok
Tengah Tahun 2022

Std.
Perlakuan N Mean Minimum Maximum
Deviation
Pre test 24 2,6250 0,57578 1,00 3,00
Post test 24 1,5000 0,58977 1,00 3,00

Dari tabel 4.10 di atas menjelaskan bahwa hasil diperoleh


nilai rata-rata sebelum perlakuan sebesar 2,6250 sedangkan
sesudah perlakuan nilai rata-rata menjadi 1,5000. Hal tersebut
50

menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata sebelum dan


sesudah diberikannya perlakuan yang siginifikan.
b. Hasil Uji Wilcoxon
Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon dapat di lihat pada tabel
4.11 di bawah ini :
Tabel 4.11 Hasil Uji Wilcoxon menggunakan SPSS

Test Statistics
post – pre
Z -3,739
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Berdasarkan tabel 4.11 diatas menunjukkan hasil uji


Wilcoxon tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan audio visual tentang TB paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung menunjukkan bahwa Z
hitung sebesar -3,739 dan sig sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa sig 0.00 kurang dari 0,05 (taraf kesalahan 5%), maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Menggunakan Media Audiovisual Terhadap Tingkat Pengetahuan
Tentang Penyakit TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mangkung Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah
Tahun.
4.3 Pembahasan
4.4 Kekuatan dan Kelemahan

4.5 Pembahasan
Dalam pembahasasn ini akan dikaji lebih lanjut, karakteristik umur,
jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pengetahuan tentang
penyakit TB dan sikap yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru di
51

Desa Mangkung Wilayah kerja Puskesmas Mangkung Kabupaten Lombok


Tengah antara lain sebagai berikut :
a. Karakteristik responden penelitian
1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Berdasarkan Pada tabel 4.5. Di atas menjelaskan bahwa
dari 24 responden yang di wawancarai dalam penelitian, terbanyak
terdapat pada kelompok umur antara >35 tahun berjumlah 11
responden (45.8%), sedangkan paling sedikit pada kelompok umur
20 tahun berjumlah 3 responden (12,5%) di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangkung Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah.
Menurut Kemenkes RI (2020), umur sangat berperan
dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru, risiko untuk
mendapatkan penyakit tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti
kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena
diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tangkal terhadap
tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan
menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia
tua. Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis
paru adalah usia produktif yaitu 15 hingga 50 tahun.
Menurut peneliti, kejadian tuberkulosis paru di
Puskesmas Mangkung ada keterkaitan dengan teori yang
dijelaskan oleh Kemenkes RI tahun 2020 mengatakan bahwa
sebagian penderita tuberkulosis paru disebabkan karena faktor
umur. Hal ini dibuktikan dengan besarnya persentase kejadian
tuberkulosis paru pada kelompok umur produktif.
2. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin
Pada tabel 4.6. Di atas menjelaskan bahwa dari 24
responden didapatkan responden berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 10 responden (41.7%) sedangkan responden berjenis
kelamin perempuan berjumlah 24 responden (58.3%). Ada
beberapa pendapat menjelaskan bahwa sebagian laki-laki sangat
52

rentan terhadap penularan terjadinya penyakit tertentu karena


beberapa kekebalan tubuh yang menurun.
Menurut Kemenkes RI (2020), bahwa Dari catatan statistik
meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis
paru adalah laki-laki, hal ini masih memerlukan penyelidikan dan
penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat
kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler
terhadap tuberkulsis paru. Untuk sementara , diduga jenis kelamin
wanita merupakan faktor risiko yang masih memerlukan evidence
pada masing-masing wilayah sebagai dasar pengendalian atau
dasar manajemen.
Data ini sesuai dengan data WHO yang menyatakan
bahwa persentase kasus TB di Indonesia pada tahun 2019 lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 56%
dan 32% secara berturut-turut. Sejalan dengan data tersebut,
laporan Dinkes Kota Yogyakarta (2020) juga menyatakan kasus
TB pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dengan
perbandingan 55% dan 45% berturut-turut.
Menurut pendapat peneliti bahwa penderita tuberkulosis
paru di wilayah Kerja Puskesmas Mangkung sebagian besar
terjadi pada laki-lak dari pada perempuan, sehingga teori di atas
erat kaitannya dengan penjelasan Kemenkes RI (2020), tentang
mayoritas penderita tuberkulosis paru terjadi pada laki-laiki
meskipun data statistik masih belum konsisten, oleh karena itu
menurut peneliti perlu untuk dikaji lebih dalam, tentang jenis
kelamin yang berhubungan terhadap terjadinya penyakit
tuberkulosis paru.
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan akhir
Pada tabel 4.7. Di atas menjelaskan bahwa dari 24
responden yang diwawancarai dalam penelitian, paling tinggi
pendidikannya terdapat pada responden dengan pendidikan akhir
53

tamat SMA berjumlah 7 responden (29.2%), sedangkan paling


sedikit pada responden dengan pendidikan SD berjumlah 5
responden (20.8%). Menurut beberapa pendapat biasanya tingginya
pendidikan seseorang, maka akan meningkat pula ilmu
pengetahuan, wawasan dan informasinya yang diterima.
Menurut Notoatmodjo (2010), semakin tinggi pendidikan
maka kebutuhan dan tuntutan terhadap pelayanan kesehatan
semakin meningkat pula, semakin rendah tingkat pendidikan,
semakin sulit sesorang menerima informasi dan tingkat pendidikan
itu akan mempengaruhi wawasan berfikir dan pengetahuan
seseorang baik tentang kesehatan maupun prilaku hidup sehari-
hari. Sedangkan Menurut Hasil persenatse di atas, responden yang
berada di Desa Mangkung sebagian besar tamat SMA dan rata rata
sudah menempuh wajib belajar 9 tahun, artinya masih tergolong
dalam pendidikan cukup.
Menurut pendapat peneliti, penjelasan teori diatas
meskipun dengan menempuh pendidikan yang cukup namun
kemampuan menerima informasi masih lamban, sama halnya
responden masih kurang mempunyai wawasan tentang pelayanan
kesehatan, sikap dan prilaku hidup masyarakat setempat tentang
pentingnya hidup bersih dan sehat.
4. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjan
Pada tabel 4.8. Di atas menjelaskan bahwa dari 24
responden yang diwawancarai dalam penelitian, terbanyak
terdapat pada responden dengan pekerjaan sebagai petani
berjumlah 14 responden (53.3%), sedangkan paling sedikit pada
responden dengan pendidikan pekerjaan pelajar berjumlah 1
responden (4.2%). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian
tuberkulosis paling sering terjadi responden yang bekerja sebagai
petani di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung Kecamatan Praya
Barat Lombok Tengah. Pekerja petani merupakan pekerjaan bagi
54

setiap individu dengan penghasilan tidak menetap kadang naik dan


turun setiap bulan sehingga mempengaruhi kebutuhan yang akan di
penuhi.
Menurut Notoatmodjo (2010), Penghasilan yang minim
berdampak terhadap daya beli yang kurang yang bisa
menyebabkan gizi kurang dan mengakibatkan daya tahan tubuh
berkurang dan seseorang lebih cepat terserang penyakit.
Menurut pendapat peneliti, teori diatas sesuai dengan
kondisi yang di alami oleh responden terutama pekerja wiraswasta
di Desa Mangkung wilayah kerja Puskesmas Mangkung,
penghasilan yang tidak menetap mempengaruhi daya beli
kebutuhan makanan dan jaminan pelayanan kesehatan, oleh sebab
itu bisa berisiko terhadap penularan penyakit.

b. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual


Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru Di
Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung Kecamatan Praya Barat
Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2022
Dari tabel 4.10 di atas menjelaskan bahwa hasil diperoleh
nilai rata-rata sebelum perlakuan sebesar 2,6250 sedangkan sesudah
perlakuan nilai rata-rata menjadi 1,5000. Hal tersebut menunjukkan
adanya peningkatan nilai rata-rata sebelum dan sesudah diberikannya
perlakuan yang siginifikan.
Pengetahuan adalah keseluruhan pikiran, gagasan, ide, konsep
dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala
isinya termasuk manusia dan isinya. Pengetahuan juga merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia dari pengalaman dan penelitian terbukti
bahwa perilaku yang di dasari pengetahuan-pengetahuan atau kognitif
55

merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan


seseorang. (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan responden yang kurang tentang TB karena kurang
membaca, menonton, mencari media massa, kurang mengikuti
penyuluhan bahkan kurang bergaul dengan orang lain sehingga
seseorang yang mendapatkan informasi sedikit akan memiliki
pengetahuan dan wawasan yang minim dan kecil dibandingkan
sesorang yang memiliki informasi yang luas.
Menurut Kemenkes RI (2014), mendifinisikan tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
mycobakterium tuberkulosis. Kuman tersebut biasanya masuk
kedalam tubuh melalui udara pernapasan ke dalam paru. Kemudian
kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe melalui saluran napas
(bronkitis) atau penyebaran langsung ke bagian – bagian tubuh
lainnya. Pengetahuan yang kurang tentang masuk keluarnya kuman
penyakit akan menyebabkan risik penularan penyakit itu sendiri.
Berdasarkan tabel 4.11 diatas menunjukkan hasil uji Wilcoxon
tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan menggunakan audio visual tentang TB paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Mangkung menunjukkan bahwa Z hitung sebesar -
3,739 dan sig sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa sig 0.00
kurang dari 0,05 (taraf kesalahan 5%), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media
Audiovisual Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit TB
Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkung Kecamatan Praya Barat
Kabupaten Lombok Tengah Tahun.
56

Menurut Contento (2017) menyatakan bahwa video yang


ditambahkan dalam media dapat meningkatkan motivasi pesan
tersampaikan sehingga untuk proses mengingatnya dengan lebih baik
karena media video menawarkan penyuluhan yang lebih menarik dan
tidak monoton dengan menampilkan gerak, gambar dan suara
sehingga audience remaja yang mempunyai keingintahuan terhadap isi
video diharapkan dapat menberikan wawasan dan menyerap informasi
kemudian mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari yang 74 sesuai dengan 13 pesan gizi seimbang untuk
meningkatkan status gizi dan pola hidup sehat di masa yang akan
datang.
Menurut Haryoko (2019) Media audio-visual adalah media
yang berguna sebagai penyampai informasi yang memiliki keunikan
tersendiri berupa perpaduan antara audio (suara) dan visual (gambar).
Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena
meliputi gabungan dari kedua karakteristik tersebut. Media audio-
visual juga merupakan salah satu sarana alternatif dalam melakukan
proses pembelajaran berbasis teknologi. Audio-visual pembelajaran
berbasis teknologi dapat digunakan sebagai sarana alternatif dalam
mengoptimalkan proses pembelajaran, dikarenakan beberapa aspek
antara lain mudah dikemas dalam proses pembelajaran, lebih menarik
untuk pembelajaran, dan dapat diedit (diperbaiki) setiap saat.
Menurut pendapat peneliti, tentang hasil penelitian dan
dikaitkan dengan teori yang ada bahwa pengtahuan yang kurang
tentang penyakit tuberkulosis paru kemungkinan akan cenderung
berisiko tertular penyakit tersebut dari pada yang memiliki
pengetahuan luas. Hal ini dipertegas dari hasil observasi selama
penelitian, bahwa sebagian besar masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangkung. kurang memahami penyebab penularan
penyakit TB, sumber penularan, upaya pencegahan dan
pengobatannya.
57

Penelitian yang dilakukan oleh Simamora (2019)


meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penatalaksanaan
perawatan penderita asam urat di lingkungan XIV Kelurahan Sunggal
yang merupakan Wilayah Desa Binaan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Metode kegiatan penyuluhan dilakukan
selama 4 hari, dengan metode ceramah dengan menggunakan media
audiovisual. Jumlah responden sebanyak 60 orang. Hasil kegiatan:
Diperoleh peningkatan pengetahuan masyarakat dari 5% menjadi
88,3% menjadi kategori 75 baik. Dari hasil kegiatan ini menunjukkan
adanya manfaat penyuluhan masyarakat dengan menggunakan media
audiovisual terhadap pengetahuan masyarakat. Penggunaan media
audiovisual menyuguhkan gambar dan suara, sehingga pesan
penyuluhan dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat, dan media
ini dapat disajikan berulang ulang dengan memutar kembali materi
penyuluhan melalui handphone peserta penyuluhan, media
penyuluhan kesehatan dengan audiovisual dianggap efektif dan dapat
dijadikan sebagai pilihan media dalam penyuluhan kesehatan bagi
masyarakat.
Berbagai upaya kesehatan telah dilakukan oleh petugas
kesehatan puskesmas setempat mulai kegiatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif serta menemukan secara dini penderita
tuberkulosis paru, dalam mengurangi angka kesakitan risiko
tuberkulosis paru. Salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan
adalah pengawasan obat dan pembinaan dukungan sosial, mental dan
fisik terhadap penderita tuberkulosis paru. Menurut peneliti
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud sudah berjalan di wilayah
kerja Puskesmas Mangkung khususnya.
c. Hambatan Dalam Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, yang menjadi hambatan
peneliti yaitu lokasi tempat tinggal responden yang jauh dari
Puskesmas Mangkung dan pelayanan kesehatan sehingga
58

membutuhkan persiapan fisik dan mental dalam wawancara dan


observasi penelitian terutama saat mengumpulkan reponden dalam
satu tempat sehingga tidak terlalu optimalan dalam pemberian
penyuluhan menggunakan audio visual. Disamping itu fasilitas pada
waktu pemberian penyuluhan kesehatan tentang TB paru sedikit
terhambat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu musim hujan
sehingga persiapan penelitian juga memperhatikan kondisi responden.

Anda mungkin juga menyukai