Makalah Kel 7 SD
Makalah Kel 7 SD
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Dakwah Pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung
Disusun Oleh:
KELAS C
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami telah mampu menyelesaikan tugas membuat makalah ini guna memenuhi tugas untuk
mata kuliah Sejarah Dakwah. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi akhir zaman yakni Nabi Muhammad saw., kepada sahabatnya dan para
pengikutnya serta kita semua selaku umatnya.
Makalah ini membahas mengenai salah satu materi mata kuliah Sejarah Dakwah
yaitu, Pola Dakwah di Indonesia (Jawa Barat)
Dalam menulis makalah ini kami tidak terlepas dari bimbingan, namun kami menyadari
bahwa kelancaran dalam menyusun makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak
hingga terselesaikannya makalah ini.
Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
2. Kerabat khususnya 3C Komunikasi dan Penyiaran Islam atas bantuan dan dorongannya.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyakkekurangan,
baik dalam hal isi, sistematika, dan teknik penulisannya. Maka, kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
C. Tujuan ................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................. 2
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sebuah gerakan suci yang bersifat universal dan fleksibel, dakwah
senantiasa berkembang sesuai dengan ritme perkembangan zaman dan kebudayaan
yang menyertainya. Karenanya, di satu sisi secara makro ia harus berperan di kancah
global, sekaligus mengendalikan dan mewarnainya, di sisi lain secara mikro ia juga
harus tetap berpijak pada kepentingan-kepentingan lokal. Kedua sifat gerakan dakwah
ini mesti berjalan secara sinergis dan komprehensif untuk menghasilkan dakwah yang
efektif dan efisien yang mampu memenuhi dua kepentingan sekaligus, yakni
kepentingan lokal dan kepentingan global. Dalam kerangka pemikiran dakwah seperti
inilah kemudian para pemikir dan pelaku dakwah melakukan perumusan model-model
dakwah yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan global dan kepentingan lokal.
Pada tingkat lokal Jawa Barat, dinamika kegiatan dakwah berjalan semarak.
Seiring dengan itu, berbagai upaya pengembangan model dakwah pun terus diupayakan
baik oleh para pakar maupuan oleh para pelaku dakwah. Upaya ini dilakukan berpijak
pada asumsi bahwa aktivitas dakwah, dimana pun, akan selalu bersentuhan dan, mau
tidak mau, mesti berhadapan dengan realitas masyarakat dan budayanya. Fakta
menunjukkan bahwa pada kenyataannya masyarakat Jawa Barat bersifat plural dan
multikultural, meski terdapat etnis dominan Sunda dengan budaya khasnya. Sebagai
sebuah entitas plural dan multikultural, masyarakat Jawa Barat memiliki khazanah
budaya lokal yang kaya sekaligus potensial.
Berdasarkan fakta di atas dakwah di Jawa Barat dituntut untuk menempuh suatu
pendekatan yang apik dan seiring dengan kecenderungan masyarakat yang menjadi
targetnya. Dalam hal ini, masyarakat Jawa Barat semestinya disuguhi berbagai kegiatan
dakwah yang mampu menyalurkan aspirasi budayanya dan memuaskan selera
kulturalnya. Karenanya, setiap pendekatan dakwah di Jawa Barat sudah semestinya
mengikuti watak budaya yang berkembang di dalamnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami membuat suatu makalah yang
akan membahas mengenai studi yang dilakukan dalam rangka melakukan penelaahan
terhadap salah satu agenda besar dakwah di Jawa Barat, yakni bagaimana para pakar
dan pelaku dakwah di Jawa Barat menggali potensi kekayaan lokal bagi lahirnya model
dakwah yang bukan saja ramah lingkungan melainkan juga berpangkal-tolak dari
budaya lokal. Hingga akhirnya, dakwah dapat benar-benar berjalan efisien dan efektif
1
atas dukungan khazanah budaya lokal dan, di pihak lain, budaya lokal menemukan
bentuknya yang selaras dengan nilai-nilai Islam.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah diatas, penyusun memiliki beberapa
rumusan masalah yang relevan, yaitu:
1. Apa saja Pola Dakwah Di Indonesia
2. Bagaimana Pola Dakwah tersebut diterapkan
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penyusun memiliki beberapa tujuan
yang dimaksud, yaitu:
1. Mengetahui Pola Dakwah Di Indonesia khususnya di Jawa Barat
2. Mengetahui sepak terjang para pendakwah di indonesia
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita sebagai peran
mahasiswa/mahasiswi dapat mempelajari dan memahami lebih dalam mengenai materi
tentang Pola dakwah di Indonesia khususnya di Jawa Barat
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa faktor yang membuat penyebaran dan dakwah agama islam dapat
diterima baik di Indonesia. Beberapa diantaranya dikutip dari roboguru adalah :
D. Syarat untuk seseorang masuk islam dianggap sangat mudah yaitu dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat. Diperkirakan islam mulai diterima di Indonesia
pada abad 16 sampai 17.
4
dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai
pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.Masyarakat
multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas
budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai
dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan.
(Azyumardi Azra, 2007).
Masih dalam konteks Indonesia yang majemuk dan plural, UUD 1945 Pasal 29
ayat 2 menjamin kebebasan setiap warga Negara untuk memeluk agama dan keyakinan
serta beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya itu. Namun, dalam prakteknya,
kegiatan dakwah diIndonesia masih menghadapi kendala. Dakwah yang dilakukan oleh
perorangan maupun secara kelembagaan, cenderung masih banyak menampakkan
egoism pribadi dan kelompok.
Cirebon, Banten, dan Sunda Kalapa karena daerah-daerah ini menjadi sentral
setting spasial masuk dan berkembangnya Islam di Jawa Barat pada masa-masa awal.
Secara geografis Cirebon terletak di pesisir utara Jawa, atau di tepi pantai sebelah timur
ibu kota Pajajaran. Penduduknya mempuyai mata pencaharian menangkap udang dan
membuat terasi. Cirebon memiliki muara-muara sungai yang berperan penting bagi
pelabuhan yang dijadikannya sebagai tempat menjalankan kegiatan pelayaran dan
perdagangan lokal, regional, dan bahkan internasional.
Sebelum tempat yang sekarang menjadi kota Cirebon dihuni orang, tidak jauh di
sebelah utara tempat itu terdapat kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tinggal di
tempat itulah yang merupakan cikal bakal penduduk kota Cirebon. Di situ terdapat
pelabuhan Muhara Jati dan Pasambangan. Di sebelah utaranya terdapat negeri Singapura
di sebelah timurnya terdapar negeri Japura , sedangkan di sebelah selatan di bagian
pedalaman terdapat Caruban Girang. Pada perempat pertama abad ke-14 Masehi
saudagar-saudagar yang berasal dari Pasai, Arab, India, Parsi, Malaka, Tumasik
(Singapura), Palembang, Cina, Jawa Timur, dan Madura datang berkunjung ke
Pelabuhan Muhara Jati dan Pasar Pasambangan untuk berniaga dan memenuhi keperluan
pelayaran lainnya. Kedatangan mereka, yang telah memeluk Islam, di Pelabuhan
Muhara Jati dan Pasar Pasambangan memungkinkan penduduk setempat berkenalan
dengan agama Islam.
5
Banten disebut pertama kali dalam Babad Cirebon (edisi Brandes) sebagai tempat
singgah Syarif Hidayatulloh ketika ia baru tiba di Pulau Jawa sepulangnya dari Tanah
Arab. Di Banten waktu itu telah ada yang menganut agama Islam, walaupun masih
merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Pajajaran. Penduduk Banten diislamkan oleh
Demak dan Cirebon tanpa peperangan. Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, pada
waktu Syarif Hidayatulloh singgah di Banten, tempat itu telah menjadi kota pelabuhan.
Menurut Tome Pires, Banten pada tahun 1513 merupakan pelabuhan dagang milik
Kerajaan Sunda (Cortesao, 1944: 166; 170-171).
Eksistensi Sunda Kalapa disaksikan dan diceritakan oleh Tome Pires tahun1513,
J. De Barros tahun 1527, dan Cornelis de Houtman tahun 1598 (Cortesao, 1944;
Hageman, 1866; Vlekke, 1967). Ketiga orang itu menyatakan bahwa Sunda Kalapa
merupakan kota pelabuhan yang indah dan ramai dikunjungi para pedagang. Pada
mulanya kota pelabuhan ini merupakan pelabuhan utama Kerajaan Sunda, kemudian
diduduki oleh pasukan Islam dari Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Faletehan
(1527). Setelah dikuasai pasukan Islam, Sunda Kalapa berubah nama menjadi Jayakarta.
Agama Islam yang masuk ke wilayah Jawa Barat dibawa oleh Haji Purwa, orang
Galuh yang diislamkan di Gujarat oleh saudagar berkebangsaan Arab; kemudian Syekh
Quro, seorang muslim yang datang dari Campa; dan Syekh Datuk Kahfi, seorang muslim
berkebangsaan Arab yang datang ke Tatar Sunda sebagai utusan raja Parsi. Tempat yang
6
pertama kali dijadikan pemukiman orang Islam adalah Cirebon. Dari tempat inilah
agama Islam kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. (Mumun Muhzin,
2010: 2-4,7)
Sunan Gunung Djati merupakan salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam
di Indonesia, khususnya di Tatar Sunda (Wilayah Jawa Barat). Kepiawaiannya dalam
ilmu agama, bahasa, pemerintahan dan ekonomi membuatnya sangat disegani oleh
masyarakat. Ulama bernama Syarif Hidayatullah tersebut menggunakan pendekatan
sosial budaya dalam menyempaikan dakwahnya, sehingga ajaran Islam yang
disebarkannya dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Keberhasilan dakwah Walisongo juga tidak lepas dari latar belakang mereka
sebagai orang terpandang ataupun bangsawan, begitupun Sunan Gunung Jati. Sunan
Gunung Jati yang memiliki garis keturunan yang baik dari ayah maupun ibu tentu dengan
sendirinya mempunyai status sosial yang tinggi, kedudukan sebagai tumenggung dan
kesolehan yang dimiliki merupakan faktor pendukung dakwahnya. Kemapanan
ekonomi, jabatan dan kesalehan yang dimiliki Sunan Gunung Jati memungkinkan
memobilisasi masyarakat agar masuk ke agama yang dibawanya yaitu Islam.
Cara berdakwah Sunan Gunung Jati dianggap sebagai wali pelindung Tanah
Pasundan. Karena telah mengislamkan daerah itu, dari dialah berasal kedua dinasti Islam
yang kemudian menguasai Jawa Barat. Sunan Gunung Jati dengan cepat diterima
masyarakat saat mengajarkan agama Islam, padahal saat itu masih dianggap orang asing
(Arab). Tapi, ia mampu mengislamkan masyarakat yang mayoritas beragama Hindu.
Syarif Hidayatullah menggunakan pendekatan sosial budaya untuk dakwahnya,
sehingga ajarannya dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Banyak metode yang digunakan Sunan Gunung Jati untuk menarik minat
masyarakat agar memeluk Islam mulai dari perdagangan, perkawinan, jalur politik,
dakwah, hingga penaklukan. Akan tetapi untuk memudahkan penulisan, maka proses
Islamisasi Sunan Gunung Jati akan difokuskan para metode berdakwah beliau. Metode
7
berdakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati sangat unik. Dengan mengadaptasi tradisi
Cirebon, dakwah yang dilakukan beliau dilakukan dengan cara-cara yang menarik
perhatian, di antaranya dengan menggunakan pepatah-pepitih yang sampai saat ini masih
sering didengar masyarakat Cirebon.
Media dakwah kultural ini dikuatkan pula oleh staf ahli Sultan Sepuh di Keraton
Kasepuhan Cirebon pak Tatang Subandi yang menyatakan bahwa media dakwah Sunan
Gunung Jati juga melalui seni wayang, seni tari, dan gamelan sekaten (Dadan Wildan,
2012 : 244)
Sunan Gunung Djati di yakini mempunyai ilmu agama mulai dari ilmu fiqih,
syari’ah, bahkan tasawuf. Oleh karena itu, beliau diyakini menjalankan metode dakwah
dengan jalur tasawuf di mana inti ajarannya adalah pemujaan diri kepada Allah SWT
baik dilahir maupun di batin. Cara dakwah dengan metode tasawuf dianggap sangat
efektif dan mudah diterima masyarakat. Secara halus nilai-nilai Islam diajarkan Sunan
Gunung Djati dengan keberagaman kultur yang ada di Cirebon sebelum masuk Islam.
Dalam buku Sejarah Cirebon, peran Sunan Gunung Jati di bidang agama
mencapai puncaknya dimana mampu mengislamkan seluruh Negara Pajajaran/Jawa
Barat dan berhasil membantu mengokohkan Kesultanan Demak dari pengaruh Hindu-
Budha peninggalan Majapahit. Peran Sunan Gunung Jati dalam bidang ekonomi adalah
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dimana sebagai kerajaan pesisir,
perkembangan Kesultanan Cirebon dipengaruhi oleh pembangunan sarana-prasarana
pendukung, perluasan Dalem Agung Pakungwati, pendirian Masjid Agung Sang
Ciptarasa, hingga dibangunnya sarana jalan yang mendukung perdagangan di
Kesultanan Cirebon. Salah satu peran Sunan Gunung Jati dalam bidang sosial budaya
yang sampai saat ini dapat dilihat adalah simbol kosmis yang berasal dari Hindu dan
simbol yang berasal dari Islam.
Islamisasi yang dilakukan Sunan Gunung Jati telah dijelaskan diatas melalui
metode yang bijaksana dan penuh hikmah. Seperti dijelaskan dalam buku Sejarah Umat
Manusia bahwa Islamisasi di Asia Tenggara khususnya di Indonesia tidak dilakukan
dengan kekuatan senjata, melainkan dengan penganutan sukarela dari penguasa setempat
yang diikuti oleh masyarakat dibawahnya. Orang-orang Indonesia menyelaraskan
penganutan mereka terhadap Islam dengan pelestarian budaya India yang mereka
peroleh selama masa pra-Islam Oleh karena itu, hingga saat ini, corek Islam yang khas
bisa kita lihat baik dalam bentuk bangunan maupun upacara masyarakat Cirebon.
(Arnold, 2006 : 661)
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
D. Syarat untuk seseorang masuk islam dianggap sangat mudah yaitu dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dakwah yang cocok untuk masyarakat Indonesia adalah dakwah Multikultural yaitu
dakwah yang mempunyai karakteristik untuk mengenal terlebih dahulu budaya yang ada
sehingga dapat memberikan pemahaman untuk upaya pengembangan dakwah islam di
Indonesia.
Awal masuk Islam ke Jawa Barat Cirebon, Banten, dan Sunda Kalapa karena
daerah-daerah ini menjadi sentral setting spasial masuk dan berkembangnya Islam di
Jawa Barat pada masa-masa awal.
Kedatangan mereka, yang telah memeluk Islam, di Pelabuhan Muhara Jati dan
Pasar Pasambangan memungkinkan penduduk setempat berkenalan dengan agama
Islam.
Agama Islam yang masuk ke wilayah Jawa Barat dibawa oleh Haji Purwa, orang
Galuh yang diislamkan di Gujarat oleh saudagar berkebangsaan Arab; kemudian Syekh
Quro, seorang muslim yang datang dari Campa; dan Syekh Datuk Kahfi, seorang muslim
9
berkebangsaan Arab yang datang ke Tatar Sunda sebagai utusan raja Parsi.
Perkembangan Islam di Jawa Barat Sunan Gunung Djati merupakan salah satu
tokoh penting dalam penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Tatar Sunda (Wilayah
Jawa Barat).
Sunan Gunung Jati yang memiliki garis keturunan yang baik dari ayah maupun
ibu tentu dengan sendirinya mempunyai status sosial yang tinggi, kedudukan sebagai
tumenggung dan kesolehan yang dimiliki merupakan faktor pendukung dakwahnya.
Kemapanan ekonomi, jabatan dan kesalehan yang dimiliki Sunan Gunung Jati
memungkinkan memobilisasi masyarakat agar masuk ke agama yang dibawanya yaitu
Islam.
Media dakwah kultural ini dikuatkan pula oleh staf ahli Sultan Sepuh di Keraton
Kasepuhan Cirebon pak Tatang Subandi yang menyatakan bahwa media dakwah Sunan
Gunung Jati juga melalui seni wayang, seni tari, dan gamelan sekaten (Dadan Wildan,
2012 : 244) Sunan Gunung Djati di yakini mempunyai ilmu agama mulai dari ilmu fiqih,
syari’ah, bahkan tasawuf.
Peran Sunan Gunung Jati dalam bidang ekonomi adalah seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya dimana sebagai kerajaan pesisir, perkembangan Kesultanan
Cirebon dipengaruhi oleh pembangunan sarana-prasarana pendukung, perluasan Dalem
Agung Pakungwati, pendirian Masjid Agung Sang Ciptarasa, hingga dibangunnya
sarana jalan yang mendukung perdagangan di Kesultanan Cirebon.
Salah satu peran Sunan Gunung Jati dalam bidang sosial budaya yang sampai saat
ini dapat dilihat adalah simbol kosmis yang berasal dari Hindu dan simbol yang berasal
dari Islam.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati. (Ciputat: Salima, 2012), hlm. 244.
Arnold Toynbee, Sejarah Umat Manusia. terj. Agung Prihantoro, dkk. Dari judul asli,
Mankind and Mother Earth A Narrative of The World. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006). hlm.
661.
11