Anda di halaman 1dari 8

B.

Qadzaf
a. pengertian qadzaf
Secara bahasa makna kata qadzaf adalah al-ramyu bi al-shai'i (menuduh
sesuatu). Definisi ini sejalan dengan penggunaan istilah di dalam al-Qur'an surat
an-Nur : 4. Penyebutan Qadzaf ini menurut keterangan Ibn al-'Arabi atas dasar
suatu hadis yang berkenaan Ibn Ummayah yang menuduh istrinya berzina dengan
Sharik bin al-Samha„, dalam hadis itu menggunakan istilah dengan makna
menuduh zina.1 Sedangkan secara istilah adalah menuduh berzina atau melakukan
liwat (homoseksual). Ulama fikih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
qadzaf adalah menasabkan seorang anak Adam kepada lelaki lain disebabkan
zina, atau memutuskan keturunan seorang muslim. Apabila seseorang mengatakan
kepada orang lain, engkau pezina; engkau anak zina atau engkau bukan anak
ayahmu, maka seluruh ungkapan ini disebut sebagai qadzaf. Qadzaf bisa juga
berlaku dalam tindak pidana takzir, yaitu terhadap segala bentuk tuduhan yang
diharamkan bagi setiap muslim, umpamanya, menuduh orang lain melakukan
pencurian menuduh orang lain meminum minuman keras, dan lain sebagainya.
Namun dalam pembahasan hukum pidana Islam istilah qadzaf lebih ditekankan
kepada menuduh orang lain berbuat zina, baik tuduhan itu melalui pernyataan
yang jelas maupun menyatakan anak seseorang bukan keturunan ayah atau
ibunya.2
Fuqaha sepakat bahwa tuduhan qadzaf dengan perkataan yang jelas
(sharih) diancam dengan hukuman had. Sedangkan bila tuduhan itu disampaikan
dengan perkataan metaforis atau sindiran, maka fuqaha berbeda pendapat.
Menurut Abu Hanifah perkataan metaforis atau sindiran tidaklah dikenakan sanksi
had atasnya. tetapi dikenakan ta'zir. Umpamanya ucapan: "Aku sih bukan
pezina", atau "Ibuku bukan pezinah", atau "Ibumu penjaja cinta", "Hai anak si
kupu-kupu malam". Menurutnya, perkataan metaforis atau kiasan mengandung
kemungkinan penafsiran lain, yang berarti mengandung elemen syubhat. Menurut
hadis, bila ada syubhat maka had harus dihindari. Sedangkan menurut al-Syafi'i

1
Ibn al-„Arabi, Ahkam al-Qur'an (Bairut: Dar al-Kutub al-„Ilmiah, 1988), 340.
2
“qazf”, Ensiklopedi Hukum Islam, 1456
dan Malik, perkataan kiasan atau sindiran tetap dikenakan had jika ada niat
menodai martabat, atau ada indikasi kearah itu.3
b. Unsur-unsur qadzaf
Unsur-unsur qadzaf ada tiga macam, yaitu:
1. Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab
Unsur ini dapat terpenuhi apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan
melakukan zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya, dan ia (pelaku
penuduh) tidak mampu membuktikan yang dituduhkannya. Tuduhan zina kadang-
kadang menghilangkan nasab korban dan kadang-kadang tidak. Kata-kata seperti
‫“ ياابن الزنا‬Hai anak zina”, menghilangkan nasab anaknya dan sekaligus menuduh
ibunya berbuat zina. Sedangkan kata-kata seperti ‫ازانى‬HH‫“ ي‬Hai pezina” hanya
menuduh zina saja dan tidak menghilangkan nasab atau keturunannya.
2. Orang yang dituduh harus orang muhshan
Dasar hukum tentang syarat ihshan untuk maqzuf (orang yang tertuduh) adalah
firman Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an surat an-nur ayat 23:

ۖ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫اِ َّن الَّ ِذين يرم و َن الْمح‬


ٌ ‫ص نٰت الْغٰف ٰلت الْ ُم ْؤ منٰت لُعُن ْوا ىِف ال ُّد ْنيَا َوااْل ٰخ َر ِة َوهَلُ ْم َع َذ‬
‫اب‬ َ ْ ُ ْ ُ َْ َ ْ
ۙ ‫َع ِظْي ٌم‬
Artinya:
“sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik- baik
yang lengah, lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan
akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”. (Qs. An-Nuur: 23)

3. Adanya niat melawan hukum


Unsur melawan hukum dalam jarimah qadzaf dapat terpenuhi apabila
seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan zina atau menghilangkan
nasabnya, padahal ia tahu bahwa apa yang dituduhkannya tidak benar. Dan
seseorang dianggap mengetahui ketidakbenaran tuduhan apabila ia tidak mampu
membuktikan kebenaran tuduhannya.4

3
al-Sayyid al-Bakri, I’anah al-Thalibin, h. 466
4
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005,hlm 62
Ketentuan ini didasarkan kepada ucapan Rasulullah saw. Kepada Hilal ibn
Umayyah ketia ia menuduh istrinya berzina dengan Syarik ibn Sahma’:
“Datanglah saksi, apabila tidak bisa mendatangkan saksi maka hukuman had
akan dikenakan kepada kamu” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’ la)
Atas dasar inilah jumhur fuqaha berpendapat bahwa apabila saksi dalam
jarimah zina kurang dari empat orang maka mereka dikenai hukuman had sebagai
penuduh, walaupun menurut sebagian yang lain mereka tidak dikenai hukuman
had, selama mereka betul-betul bertindak sebagai saksi.
c. dasar hukum qadzaf
a. Al Qur'an
Dasar hukum qadzaf dijelaskan dalam al-Qur‟an surat an-Nur ayat 4;

‫اجلِ ُد ْو ُه ْم مَثٰنِنْي َ َج ْل َد ًة َّواَل َت ْقَبلُ ْوا‬ ِ ِ ‫والَّ ِذين يرم و َن الْمح‬


ْ َ‫ص نٰت مُثَّ مَلْ يَْأُت ْوا بِاَْر َب َع ة ُش َه َداۤءَ ف‬
َ ْ ُ ْ ُ َْ َ ْ َ
ۙ ‫ك ُه ُم الْ ٰف ِس ُق ْو َن‬ ۤ ‫هَلُ ْم َش َه َاد ًة اَبَ ًد ۚا‬
َ ‫َواُوٰل ِٕى‬
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-
orang yang fasik”.
Menurut Hamka,5 muhsanat dalam ayat ini diartikan wanita yang
terbenteng. Kadang mereka dinamai pula ghafilat, yaitu wanita yang lengah.
Dalam terminologi Arab penyebutan ghafilat terhadap wanita merupakan
pujian karena yang dimaksudkan adalah wanita yang lengah dari mengerjakan
segala hal yang tercela. Sedang menurut Quraish Shihab,6 wanita yang
dilukiskan dengan kata tersebut oleh al-Qur'an, dapat diartikan sebagai wanita
yang terpelihara dan terhalangi dari kekejian, karena dia adalah seorang yang
suci bersih, bermoral tinggi, atau karena dia merdeka, bukan budak, atau
karena seorang istri yang mendapat perlindungan dari suaminya. Yang
dimaksud pada ayat ini menurut Ibn Ashur adalah wanita merdeka yang telah

5
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu‟ XVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 134.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah , 9: 289.
bersuami. Mengomentari pandangan Ibn Ashur, Quraish Shihab menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut di sini adalah wanita yang suci
bersih, bermoral tinggi, baik telah menikah maupun belum. Menurutnya
siapa pun wanita terhomat dengan keimanannya yang dicemarkan nama
baiknya dengan tuduhan zina, maka pencemarnya dituntut mendatangkan
empat orang saksi atau didera.

b. Hadist

‫ ملا نزل عذ ري قام رسول اهلل صلي اهلل عليه وسلم‬:‫ قالت‬,‫عن عائشة رضي اهلل عنه‬

. ‫ ن زل أم ر ب رجلني وام رأة فض ربوا احلد‬ ‫ فلم ا‬,‫ ف ذكر ذل ك وتال الق راَن‬,‫على املن رب‬

 )‫( أخرجه أمحد واألربعة وأشارإليه البخاري‬


Terjemahan:
“Dari Aisyah. Ia berkata: Tak kala turun (ayat) pembebasanku. Rasulullah
saw berdiri di atas mimbar, lalu ia sebut yang demikian dan membaca Quran.
Maka tak kala turun dari mimbar ia perintah supaya (didera) dua orang laki-
laki dan seseorang perempuan, lalu dipukul mereka dengan dera”. (Riwayat
oleh Ahmad dan Imam Empat, dan Bukhari telah menyebutnya dengan
isyarat)7
Hadits tersebut mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. ummul Mu'minin.
Sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan Ini
diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan nabi berdasarkan
undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali
dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari
sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa
kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. sementara itu, rombongan
berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah
'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan
mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat

7
M. Zaenal Arifin, Terjemah Bulughul-Marom Ibnu Hajar Al- asqolani, jakarta:
Khatulistiwa press, 2014, hlm. 475.
ditempat itu seorang sahabat nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya
seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu dia
dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun
unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka
membicarakannya menurut pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-
desus. Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas
'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di
kalangan kaum muslimin.

C. Khamr

a. pengertian khamr

Secara bahasa khamar adalah berasal dari bahasa arab yang artinya syatru asy-
syai’ penutupan sesuatu atau menutupi sesuatu, dan dikatakan pula dia sebagai
khimar, namun khimar merupakan sebuah kata baku yang ma’ruf dikenal sebagai
penutup bagian kepala perempuan.8 Kemudian Raghib Al-Ahfahani melengkapi
penjelasannya untuk kata khamar ini, yaitu khamar dikatakan khamar karena
khamar itu mengkhamar atau menutupi saraf pusat akal. Namun bagi sekalangan
manusia ada yang berpendapat bahwa khamar adalah setiap hal yang
memabukkan. Tetapi sebagian lain mengatakan bahwa khamar hanya sebatas
sebuah nama untuk cairan yang dihasilkan dari fermentasi anggur dan kurma. Hal
ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, “khamar itu
berasal dari dua pohon ini, yaitu kurma dan anggur”. Hal ini senada dengan yang
diutarakan oleh Ibnul Manzhur dalam kamusnya lisan alarab, “alkhamru adalah
penutup/attaghthiyah, dikatakan dia menutupi wajahnya, dan tutuplah bejana.
Kemudian almukhamarah adalah almukhaalathah/pencampuran, Abu Hanifah
berkata, “terkadang khamar itu dibuat dari biji-bijian, kemudian Ibnu Siyada
berkata, “saya kira perkataannya itu bukanlah sungguhan, karena sesungguhnya
khamar itu adalah anggur atau berasal dari anggur bukan yang lain, dan orang
8
Raghib Al-Asfahani (w. 502 h), Al-Mufradat FiGharib Al-Quran, ditahkik oleh Muhammad
Sayyid Kailani (Beirut; Daar Al-Ma’rifah), h. 159
arab menyebut anggur sebagai khamar, aku memandang hal itu karena memang
ia/khamar yang dimaksud dibuat dari khamar. Dia bercerita (Ibnu Siyada), Abu
Hanifah berkata bahwa, khamar itu berasal dari bahasa Yaman, dan dia berkata
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt, “aku melihat diriku memeras
khamar”. Sesungguhnya maksud dari kata khamar disini adalah anggur.9

b. dasar hukum khamr

Al-Qur’an di dalam ayat makkiyah-nya secara tidak langsung mulai


menganjurkan menghindari khamr dengan menunjukkan bahwa padanya
terdapat unsur memabukkan seperti ditegaskan ayat berikut:

‫ك اَل ٰيَةً لَِّق ْوٍم‬ ِ ِۗ


َ ‫َّخ ُذ ْو َن ِمْن هُ َس َكًرا َّو ِر ْزقً ا َح َس نًا ا َّن يِف ْ ٰذل‬
ِ ‫اب َتت‬ ِ ‫و ِمن مَثَ ٰر ِت الن‬
ِ َ‫َّخْي ِل وااْل َ ْعن‬
َ ْ َ
‫يَّ ْع ِقلُ ْو َن‬

Artinya:
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan
dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”. (An-Nahl
(16) : 67)
Ayat ini turun sebelum diharamkannya khamr, dan nampaknya ayat ini adalah
prolog bagi haramnya khamr, yang semula mereka anggap baik. Sebagian ulama
berpendapat bahwa bagi yang membaca ayat ini dengan kedalaman instingnya
akan berkata bahwa akan datang ketetapan atau hukum dari Allah tentang yang
memabukkan.11 Saat itu khamr belum haram, sebab bagaimana dapat dikatakan
ia telah diharamkan sementara disebutkan bersamaan dengan beberapa nikmat
yang tidak haram (kurma dan anggur), sebab lain bahwa surat ini turun pada
periode Mekah sementara pengharaman khamr terdapat pada surat alMāidah.
Maka dapat dikatakan bahwa ayat ini turun disaat khamr belum diharamkan.10
amkan.12 Oleh karenanya ayat di atas membicarakan minuman keras
sebagai sesuatu yang berbeda dengan makanan yang baik. Namun bagi
muslim yang memiliki kepekaan tinggi seperti Umar ibn Khattab, ayat ini
sudah cukup membangkitkan kecurigaan menyangkut kebijaksanaan dan
kesuciaan akan konsumsi khamr.11
9
Ibnu Al-Manzhur, Lisan Al-Arab,bab fashlu al-kha’ al-mu’jamah, jilid 4, h. 255
10
Muḥammad Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥāsinu al-Ta’wīl, Cairo: Dār Iḥyā al-Kutub al- ‘Arabiyah,
1957, juz X, hal. 3824.
11
Umar ibn Khattab dikenal sebagai peminum dan agresivitasnya akan memuncak bila mabuk,
selama kehidupan pra-Islamnya, ini mungkin yang menjadikannya amat sensitif terhadap
keburukan-keburukan akibat konsumsi alkohol. Malik B. Badri, Islam dan Alkoholisme
diterjemahkan oleh Siti Zainab Luxfiati, dari judul Islam and alkholizem, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1994, hal. 30
DAFTAR PUSTAKA
Arabi, Ibn al-. Ahkam al-Qur‟an juz III. (Bairut: Dar al-Kutub al-„Ilmiah,
1988), t.t.
ed. Abdul Aziz Dahlan, et. al., Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, Ensiklopedi
Hukum Islam, 1996.
al-Bakri, Al-Sayyid, I’anah al-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993).
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu‟ XVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Volume 9 . Jakarta: Lentera Hati, 2002.
M. Zaenal Arifin, Terjemah Bulughul-Marom Ibnu Hajar Al- asqolani, jakarta:
Khatulistiwa press, 2014
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,
2005
Ibnu Al-Manzhur, Lisan Al-Arab,bab fashlu al-kha’ al-mu’jamah, jilid 4
Muḥammad Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥāsinu al-Ta’wīl, Cairo: Dār Iḥyā al-Kutub
al- ‘Arabiyah, 1957, juz X
Umar ibn Khattab dikenal sebagai peminum dan agresivitasnya akan memuncak
bila mabuk, selama kehidupan pra-Islamnya, ini mungkin yang
menjadikannya amat sensitif terhadap keburukan-keburukan akibat
konsumsi alkohol. Malik B. Badri, Islam dan Alkoholisme diterjemahkan
oleh Siti Zainab Luxfiati, dari judul Islam and alkholizem, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994

Anda mungkin juga menyukai