PETUNJUKTEKNIS SatgasNapza
PETUNJUKTEKNIS SatgasNapza
I. PENDAHULUAN
Infografis prevalensi di atas secara rerata terjadi juga di Wilayah Sulawesi Selatan.
Bahkan diestimasi angka prevalensi di wilayah ini cenderung mengalami kenaikan
signifikan sebagai akibat beberapa kondisi yang memperantarainya, diantaranya
adalah letak geogerafis Sulsel yang berada di posisi sentral dalam jalur mobilitas
manusia dari Wilayah Barat Indonesia ke Wilayah Bagian Timur Indonesia, begitupun
sebaliknya. Selain posisinya sebagai jalur sentral dengan fungsi transit, beberapa
daerah di Sulsel menjadi jalur penghubung langsung dengan wilayah Luar Negeri yang
ditengarai sebagai pemasok Narkoba dan prekursornya.
Analisa lainnya dalam memandang Sulsel sebagai wilayah yang sangat rawan
penyebaran narkoba adalah angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2 (dua) tahun terakhir
ini di atas rata-rata nasional yang menggambarkan adanya dinamika kehidupan
ekonomi dengan laju pergerakan yang cepat. Dinamika ekonomi tersebut memberikan
sejumlah implikasi tidak langsung terhadap suburnya praktek pengedaran gelap
narkoba yang berakhir dengan peningkatan jumlah korban pengguna baru dari waktu
ke waktu. Tentu saja tekstur realitas yang diharapkan adalah pertumbuhan ekonomi
meningkat tanpa menimbulkan dampak destruktif bagi pembangunan.
Logika ekonomi yang bekerja dibalik penyebaran massif narkoba tetap mengandalkan
akumulasi keuntungan sebagai tujuan. Karena itu, kelompok usia anak-anak dan
remaja dijadikan sebagai pasar empuk, mengingat kelompok usia ini berada dalam
kerentanan yang tinggi akibat situasi psikologisnya yang labil dan didukung oleh
ketidaktahuannya terhadap epidemik ini. Berdasarkan penelusuran fakta, ditemukan
85% penyalahguna narkoba berasal dari kelompok usia ini dengan usia saat pemakaian
1
pertama berada pada usia 14 tahun. Bahkan disinyalir, usia anak yang memakai
pertama kali mengkonsumsi narkoba sekarang ini semakin rendah, yakni sekitar usia
12 tahun. Sungguh sebuah fakta memprihatinkan adanya ancaman regenerasi
pembangunan secara nyata membentang dihadapan kita.
2
Dengan menggunakan asumsi itu, maka dibutuhkan suatu inovasi yang merefleksikan
adanya partisipasi semua pihak yang melembaga, supaya penyelenggaraan
pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja secara struktural dan
berkesinambungan. Selain cara kerja yang terstruktur, inovasi juga diarahkan pada
keinginan untuk menutup semua pintu-pintu yang memungkinkan masuknya obat
pada wilayah tertentu dengan penekanan pada dimensi pencegahan (demand) bukan
penindakan.
Kita harapkan tidak ada lagi ruang yang bebas dari intervensi pencegahan narkoba
karena potensi pengedaran gelapnya juga tidak mengenal ruang dan waktu.
Dasar hukum yang melandasi penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah sebagai berikut:
3
Tujuan pembentukan satgas P2 Napza tingkat UPT SMPN 1 DUAMPANUA adalah:
- Keadilan Gender
Mengedepankan kesetaraan peran perempuan dan laki-laki dalam keikutsertaannya
pada satgas, baik secara struktural maupun secara fungsional.
- Determinan Kemiskinan
Mengakui bahwa penyebaran narkoba dikalangan masyarakat disebabkan oleh faktor
kemiskinan yang melanda masyarakat, sehingga penyelenggaraan upaya pencegahan
dan penanggulangan senantiasa memperhatikan kesenjangan ekonomi masyarakat.
- Manusiawi
Operasionalisasi satgas narkoba memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan individu
dengan menitikberatkan pada keutamaan hak-hak para korban narkoba.
- Demokratis
Pengambilan keputusan satgas narkoba dilakukan secara musyawarah dengan
memperhatikan aspirasi semua pihak yang terlibat.
- Partisipatif
Pelibatan semua anggota maupun stakeholders dalam melakukan aktivitas
kelembagaan secara prosesional mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi, sampai pada pelaporan.
- Kolaboratif
4
Berkerjasama dengan komponen-komponen yang terlibat dalam isu narkoba atas
kesepahaman saling mengisi dan saling melengkapi dalam penyelenggaraan upaya
pencegahan dan penanggulangan narkoba.
- Berkesinambungan
Menyelenggarakan kegiatan tanpa henti dengan memosisikan program/aktivitas
sebagai suatu rangkaian yang berkelanjutan.
- Penanggungjawab
Penanggungjawab Satgas Narkoba pada tingkat sekolah adalah kepala UPT
SMPN 1 DUAMPANUA
- Koordinator
Koordinator Satgas Narkoba di lingkungan sekolah adalah guru yang ditunjuk
langsung langsung oleh kepala UPT SMPN 1 DUAMPANUA
- Keanggotaan Divisi
Keanggotaan tiap divisi setidak-tidaknya terdiri atas lebih dari satu anggota.
Diantaranya 2 orang dari guru di sekolah dan 1 orang perwakilan dari siswa
sebagai duta anti narkoba
Penanggungjawab
5
Koordinator Satgas
Pemberian informasi ini berfungsi sebagai pencegahan awal bagi seseorang untuk
membentengi dirinya agar tidak mudah terjebak dalam pengaruh penyalahgunaan
narkoba.
Satgas Narkoba bertugas untuk melakukan pengenalan faktor resiko adanya praktek
penyalahgunaan napza di lingkungan institusi. Faktor resiko yang dapat dikenali
adalah terjadinya perubahan perilaku individu dan perubahan sistim sosial.
Perubahan perilaku individu meliputi pengenalan psikis dan fisik seseorang,
sedangkan perubahan sistim sosial dikenali melalui pemahaman akan pola interaksi
sosial dalam lingkungan pekerjaan.
6
Satgas Narkoba bertugas menyusun metode pengawasan dan pengendalian sesuai
dengan tugas dan fungsi sekolah. Metode apapun yang dipilih, prinsipnya adalah
metode tersebut memiliki kemampuan untuk mengawasi secara ketat orang-orang
yang dibawahinya untuk tidak menyalahgunakan narkoba. Selain berfungsi kontrol,
metode yang ada juga bersifat mengendalikan adanya potensi pengedaran narkoba
di lingkungan kerjanya.
Kegiatan deteksi dini dapat dilakukan melalui upaya pemeriksaan rutin dan berkala
kepada orang-orang yang ada dalam lingkungan sekolah. Deteksi dini juga dapat
dilakukan melalui pengamatan lingkungan sosial dan saat ditemukan gejala-gejala
pengedaran, satgas dengan sigap segera melaporkan kepada pihak-pihak
berwewenang sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Tugas mengkoordinasikan dengan layanan yang tersedia jika dalam lingkungan kerja
terdapat kebutuhan layanan yang berkaitan dengan pelayanan yang disediakan oleh
instansi lainnya seperti pelayanan pemeriksaan, pelayanan perawatan, pelayanan
dukungan, dan pelayanan rehabilitasi.
7
teknis pengawasan dan pengendalian, kegiatan-kegiatan Satgas lebih terarah,
sistematis, dan berkelanjutan.
b. Penyediaan informasi
c. Fasilitasi layanan
8
Maksud dan tujuan dibentuknya Satgas Narkoba ini secara detail dapat dilihat
pada dokumen ini, namun secara sederhana dapat disampaikan untuk
mengendalikan pengedaran narkoba yang saat ini semakin banyak menelan
korban.
Tidak semua staf dapat menjadi anggota dalam struktur kelembagaan Satgas
Narkoba. Dengan demikian, rekruitmen anggota Satgas khususnya yang akan
tergabung dalam divisi-divisi sedapat mungkin diseleksi dengan menggunakan
standar-standar penilaian, diantaranya kemauan atau kesediaan staf untuk
berpartisipasi aktif, kemampuan staf dalam menjalankan tugas dan fungsi
satgas, kemampuan kerjasama, dan tidak pernah terlibat dalam penyalahgunaan
narkoba.
Proses penyaringan dilakukan secara langsung oleh pimpinan sekolah atau dapat
menunjuk tim khusus yang dianggap layak oleh pimpinan.
Masalah yang akan ditangani oleh Satgas ini adalah masalah narkoba yang sudah
merupakan kejahatan luar biasa. Dengan demikian, staf yang akan bertugas haruslah
staf yang memiliki kualifikasi tertentu agar kelembagaan ini dapat juga melakukan
program-program yang luar biasa pula.
9
Kualifikasi keanggotaan Satgas Narkoba setidak-tidaknya memenuhi standar di bawah
ini:
Persyaratan ini sangat penting karena logika keberadaan Satgas Narkoba untuk
mengendalikan penyalahgunaan. Selain itu, keanggotaan yang bebas dari
kecanduan menjadikan Satgas memiliki kredibilitas dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
Epidemi narkoba tidak dapat diatasi tanpa penanganan yang bersifat lintas
sektoral dan lintas program. Oleh karena itu, staf yang memiliki kemampuan
kerjasama merupakan staf yang sangat relevan untuk direkrut sebagai
keanggotaan Satgas.
10
tindih. Guna menata tugas dan fungsi itu, maka mekanisme koordinasi satgas
narkoba ini perlu diatur secara tersendiri.
11
seluruh stakeholders yang dinaunginya. Oleh karena itu, proses perencanaan diawali
dengan teknik analisa kebutuhan (need assesment) yang dimaksudkan untuk
menjaring kebutuhan kelompok sasaran terhadap penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan narkoba. Pelaksanaan teknis analisis ini dapat dilakukan dalam
bentuk pertemuan terbatas dengan stakeholders atau dapat pula dikembangkan
dengan pengumpulan data lapangan yang dilengkapi dengan instrumen
pengumpulan data dalam bentuk kuesioner atau format wawancara sesuai dengan
kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.
Analisa Masalah
Data dan informasi yang sudah dikumpulkan menjadi bahan dasar untuk analisis
masalah aktual yang sebenarnya dihadapi dalam lingkungan sekolah terkait dengan
ancaman dan bahaya penyalahgunaan narkoba.
Masalah yang muncul menurut pengamatan data sederhana bisa tergambarkan
dalam kuantitas yang banyak dengan varian yang beragam. Dibutuhkan analisis
masalah yang tajam supaya penempatan masalah benar-benar fokus dan menyentuh
akar penyebabnya yang bersifat mendasar. Dengan demikian, aktivitas analisa
masalah menjadi penting.
Analisa masalah dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti metode pohon
masalah, metode tulang ikan, atau metode-metode lainnya. sekolah diharapkan
melakukan analisa masalah dengan menggunakan metode yang dianggap mudah
diterapkan sepanjang metode tersebut memiliki kerangka penalaran ilmiah.
Masalah-masalah yang ada memerlukan analisis untuk menemukan akar penyebab.
Akar penyebab masalah menjadi landasan utama untuk melahirkan program atau
kegiatan-kegiatan yang relevan.
Prioritas Program/Kegiatan
Terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Satgas Narkoba dibandingkan dengan
kompleksitas kebutuhan antisipasinya memerlukan upaya pemrioritasan program
atau kegiatan.
sekolah akan menggunakan metode ilmiah dalam menyusun prioritas program atau
kegiatan Satgas Narkoba. Pertimbangan utama dalam penyusunan prioritas program
atau kegiatan adalah kesiapan, kemendesakan, dan daya ungkit. Variabel-variabel ini
memiliki skoring dengan skala 1-10 yang akan digunakan pada teknik rangking.
Program atau kegiatan yang mendapatkan skor terbanyak merupakan program atau
kegiatan yang skala prioritasnya tinggi.
Perencanaan Penganggaran
12
Program atau kegiatan prioritas yang terpilih memerlukan perencanaan anggaran
yang rasional dan akuntabel supaya benar-benar dapat dioperasionalkan.
Peran sekolah dalam proses penyusunan Renja sangat penting. Disinilah perlunya
advokasi dari BBNHA untuk menyamakan persepsi tentang prioritas program agar
segala kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan pencegahan dan
penanggulangan narkoba mendapat tempat yang baik dalam rancangan RKA sekolah
tersebut, sehinga pada akhirnya kegiatan pengawasan dan pengendalian narkoba
nantinya bisa dipertahankan dan bisa menjadi indikatif dan atau definitif.
Skema Integrasi kegiatan Satgas Narkoba kedalam Renja sekolah dapat ditempuh
dalam 3 (tiga) cara yaitu (1) memasukkan pada program-program utama SKP sebagai
kegiatan, (2) jika kegiatan tidak memiliki relevansi program, dapat dimasukkan
sebagai sub-kegiatan pada kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur program,
(3) namun, jika sub-kegiatan masih mendapatkan kesulitan, langkah yang paling
minimal atau memosisikan narkoba sebagai perspektif dari kegiatan-kegiatan
sekolah.
Langkah yang ketiga untuk menjadikan narkoba sebagai perspektif bisa disebut juga
sebagai cara menyelipkan isu narkoba ke berbagai kegiatan-kegiatan sekolah. Artinya
informasi narkoba tetap didapatkan oleh kelompok sasaran tanpa harus
mengalokasikan waktu dan biaya khusus. Melalui skema ini sangat diharapkan
antisipasi pencegahan narkoba di lingkungan sekolah terus menerus dilakukan
mengingat tidak harus memerlukan sumber daya tersendiri.
13
Pada tingkat pelaksanaan program, Satgas Narkoba wajib memastikan bahwa semua
kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan perencanaan yang ada. Hal ini
dimaksudkan supaya kegiatan yang terlaksana dilakukan secara sistematis,
terkoordinasi, dan memiliki daya ungkit yang tinggi untuk mengubah wajah epidemi
narkoba di lingkungan kerja sekolah.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kondusif adalah
mendorong adanya perumusan dan penyusunan kebijakan operasional dari berbagai
tingkatan organisasi sehingga pelaksanaan program memiliki kerangka yang kuat
dalam operasionalisasinya. Kebijakan yang mendukung pada kahirnya akan bekerja
dalam mensistematisasi kegiatan-kegiatan pencegahan, sehingga dengan demikian
pelaksanaan program berlangsung dalam pendekatan sistemik. Pola penggerakan
pelaksanaan program seperti ini akan memberikan dampak atau efek yang besar
dalam mengubah tingkat epidemi narkoba yang saat ini cenderung mengalami
peningkatan jumlah kasus dan area yang terdampak.
Satgas terlebih dahulu melakukan identifikasi yang jelas tentang stakeholders yang
berkepetingan terhadap isu yang akan diatasi oleh program. Satkeholders yang sudah
diidentifikasi kemudian dilanjutkan dengan analisis peran yang bisa dilakukan pada
suatu kegiatan. Hasil analisis stakeholders dan peran inilah yang menjadi dasar
pelibatan program. Peran-peran stakeholders dalam pelaksanaan program dapat
berupa peserta, narasumber, panitia, fasilitator, mentor, dan lainnya.
14
Di bawah ini adalah matriks yang dapat digunakan untuk analisis stakeholders pada
suatu kegiatan:
Nama Kegiatan :
Tujuan Kegiatan :
Institusi Penyelenggara :
Nama Bentuk
No Peran
Stakeholders Pelibatan
1
2
3
Dst
Hal yang perlu diatur dengan baik pada proses pelaksanaan suatu program adalah
metode yang akan digunakan. Pemilihan metode pelaksanaan program atau kegiatan
disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran yang menjadi beneficaries suatu
program. Untuk mengetahui kebutuhan kelompok sasaran terkait dengan metode
pelaksanaan program yang diharapkan dapat ditempuh melalui cara wawancara
langsung dengan calon penerima program atau dapat pula melalui analisa terhadap
data yang dipergunakan dalam perencanaan program yang kemungkinannya
mencakup data tentang metode kegiatan yang diminati oleh kelompok sasaran kita.
Monitoring adalah pemantauan terus menerus pada pelaksanaan suatu program atau
kegiatan yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelaksaan program atau
kegiatan tersebut sesuai dengan kondisi yang seharusnya. Evaluasi adalah penilaian
yang sistematik dan objektif pada desain, implementasi, dan hasil yang dicapai oleh
sebuah program atau kegiatan yang sedang atau telah berlagsung. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk memperbaiki kebijakan dan rencana intervensi selanjutnya
berdasarkan feedback dari hasil evaluasi saat ini, serta sebagai mekanisme
pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat.
15
Pada tingkat sekolah, monitoring dan evaluasi dan evaluasi juga harus dilaksanakan.
Sebagaimana diketahui bahwa penanggungjawab operasional Satgas narkoba adalah
sekolah masing-masing. Dalam mengemban kewajiban menyelenggarakan upaya
pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja bersama dengan institusi mitra
lain di daerah.
Monitoring dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yakni monitoring internal Satgas
Narkoba hanya dalam lingkup sekolah dan monitoring diperluas dengan mengundang
seluruh perwakilan dari masing-masing kelas yang ada di sekolah
Monitoring internal sebaiknya dilakukan 1 (satu) kali dalam tiga bulan (monitoring
triwulan) dan monitoring diperluas dilakukan sekali dalam enam bulan (semester).
Satgas Narkoba diwajibkan membuat laporan tentang proses dan hasil kerja satuan
tugas ini dalam mengendalikan bahaya narkoba di lingkungan instansinya masing-
masing.
Tatacara pelaporan Satgas Narkoba perlu dituangkan dalam Petunjuk Teknis ini
supaya laporan yang masuk memiliki sistematika yang teratur dengan batasan data
yang sudah ditentukan. Dengan demikian pembacaan data menjadi lebih mudah
untuk kepentingan tahapan analisis data dalam rangka memperoleh informasi yang
lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
a. Pendahuluan
Berisi latar belakang dan situasi penyalahgunaan narkoba dalam lingkup
pengawasannya
b. Tujuan
Tujuan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan pada sekolah
c. Kegiatan-Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan pada periode tertentu
16
Berisi hasil-hasil yang sudah diperoleh tiap kegiatan yang sudah dilakukan.
Sebaiknya diklasifikasikan hasil yang diperoleh pada tingkat gugus tugas (UPTD)
dan hasil pada tingkat pelayanan publik.
e. Hambatan/Tantangan
Tuliskan apa saja yang menjadi hambatan selama pelaksanaan tugas, baik yang
bersifat internal maupun eksternal
f. Kesimpulan
Berisi intisari atau rangkuman dari keseluruhan aktivitas Satgas Narkoba.
Penyusunan laporan Satgas Narkoba yang ada pada sekolah dilakukan sekali dalam 1
(satu) tahun.
Laporan yang sudah dibuat selanjutnya dikirimkan kepada pihak yang terkait.
Laporan yang sudah diterima akan direview oleh tim expert bersama dengan staf Biro
Bina Napza dan HIV-AIDS yang selanjutnya hasil review dikirimkan kepada sekolah
untuk tindaklanjut.
Secara skematik, tatacara pelaporan dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
XVII. KEBERLANJUTAN
Strategi yang diharapkan dipakai oleh sekolah untuk menjamin adanya keberlanjutan
fungsi dari Satgas Narkoba di lingkungannya adalah menempatkan Satgas Narkoba ini
sebagai bagian dari struktur organisasinya. Proses melekatkan kedalam struktur
oraganisasi sekolah di awali dengan analisis relevansi tugas Satgas Narkoba dengan
tugas yang ada dalam unit-unit organisasi. Unit organisasi yang dianggap relevan
membawahi kelembagaan Satgas narkoba ini atau tergantung dari kebijakan
pimpinan sekolah.
Jika skenario ini terlaksana, maka dipastikan setiap perencanaan dan penganggaran
program yang diterapkan setiap tahunnya akan mengakomodir kegiatan-kegiatan
pencegahan dan penanggulangan narkoba sebab sudah ada bagian/bidang kerja
dalam sekolah yang mengendalikannya.
17
Keberlanjutan peran dan fungsi Satgas Narkoba dapat juga dilakukan melalui
perencanaan replikasi kelembagaan pada tingkat kabupaten/kota. Petunjuk teknis ini
relatif masih mengatur operasionalisasi pembentukan Satgas narkoba di tingkat
provinsi, namun keberlanjutannya diharapkan diadopsi oleh kabupaten/kota.
XVIII. PENUTUP
Petunjuk teknis ini merupakan arahan yang akan dipedomani oleh seluruh sekolah
dalam membentuk Satgas Narkoba sebagai antisipasi konkret dalam merespon
Indonesia darurat Narkoba.
Selain rentang kendali yang menggambarkan adanya rantai pengawasan yang kuat
disegala lini, keberadaan Satgas Narkoba ini juga menjadi instrumen penting dalam
menyebarluaskan bahaya narkoba di lingkungan masyarakat. Seluruh komponen
masyarakat merupakan sasaran pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah (sekolah). Petunjuk teknis ini mensyaratkan seluruh sekolah
untuk membentuk Satgas Narkoba, dengan demikian diasumsikan juga bahwa tidak
ada lagi masyarakat yang tidak pernah mendengar bahaya dan dampak narkoba yang
mematikan.
Jika seluruh sekolah sudah memiliki Satgas Narkoba diasumsikan bahwa tidak ada lagi
wilayah yang membuka ruang gerak luas dan kesempatan besar bagi para pengedar
untuk menjaring calon pengguna baru. Bertitik tolak dari pandangan itu, maka
diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama kita mampu untuk mengendalikan
masalah ini sampai pada tingkat yang berarti.
Signifikansi hasil Satgas Narkoba dapat dilihat secara nyata jika kelembagaan ini
beroperasi secara optimal. Operasionalisasi kelembagaan ini dideterminasi oleh
18
komitmen dan dukungan dari pimpinan sekolah. Oleh karena itu, dihimbau kiranya
seluruh pimpinan sekolah secara pro-aktif menginisiasi pembentukan Satgas Narkoba
di lingkungan Sekolahnya dan selanjutnya dikoordinasikan pihak terkait dalam rangka
fasilitasi penguatan dan pemberian dukungan-dukungan sesuai kebutuhan dan
kemampuan.
Atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama dari semua pihak hingga Petunjuk
Teknis ini dapat diselesaikan, kami haturkan banyak terima kasih. Semoga Wilayah
Sulawesi Selatan terbebas dari epidemi yang mematikan ini, amin.
Diajukan oleh
Penanggung Jawab Satgas tingkat Sekolah
Ditetapkan oleh
Gubernur Provinsi Sulsel
19