Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KEGIATAN

LOKAKARYA ZENRU

KUPAS TUNTAS KURIKULUM MERDEKA

9 – 11 Maret 2022

OLEH

ARIFIN NAWIR, S.Pd

19920713 201903 1 011

UPT SMP NEGERI 1 DUAMPANUA

KABUPATEN PINRANG
A. LATAR BELAKANG
Di era modern saat ini, teknologi merupakan salah satu hal yang harus selalu ada dalam
kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut untuk mampu
bersaing dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini. Serangan pandemi secara
global yang membatasi pergerakan manusia, hanya bisa digerakkan oleh teknologi.secara
sadar kita diharuskan untuk menghadapi tantangan yang semakin dinamis. Sudah bukan
rahasia lagi jika sebgai seorang pendidik kita wajib menguasai kompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional. Semua komptensi
ini jika berhasil dipenuhi maka akan melahirkan tenaga pendidik yang professional
Jika kita perhatikan,Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, ada Banyak siswa Indonesia
yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar.
Banyak siswa Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan
konsep matematika dasar. Terdapat kesenjangan pendidikan yang curam di antarwilayah dan
kelompok sosial di Indonesia.Hal ini diperparah dengan merebaknya pandemi Covid-19. Kita
perlu perubahan yang sistemik, salah satunya kurikulum. Hasil Evaluasi Kurikulum,
Kompetensi Kurikulum 2013 terlalu luas, sulit dipahami, dan diimplementasikan oleh guru.
Kurikulum 2013 belum disesuaikan oleh satuan pendidikan dengan situasi dan kebutuhan
satuan pendidikan, daerah, dan peserta didik.Mapel informatika bersifat pilihan, padahal
kompetensi teknologi merupakan salah satu kompetensi penting yang perlu dimiliki oleh
peserta didik pada abad 21. Pengaturan jam belajar menggunakan satuan minggu (per
minggu) tidak memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengatur
pelaksanaan mata pelajaran dan menyusun kalender Pendidikan. Akibatnya, kegiatan
pembelajaran menjadi padat. Pendekatan tematik (jenjang PAUD dan SD) dan mata pelajaran
(jenjang SMP, SMA, SMK, Diktara, dan Diksus) merupakan satu-satunya pendekatan dalam
kurikulum 2013 tanpa ada pilihan pendekatan lain. Struktur kurikulum pada jenjang SMA
yang memuat mata pelajaran pilihan (peminatan) kurang memberikan keleluasaan bagi siswa
untuk memilih selain peminatan IPA, IPS, atau Bahasa. Gengsi peminatan juga dipersepsi
hierarkis.
B. TUJUAN
Peserta Lokakarya kupas tuntas kurikulum merdeka diharapkan mampu memahami tentang
hal-hal penting terkait kurikulum merdeka sehingga mampu mengimplementasikan
pelaksanaan kurikulum merdeka di sekolah masing-masing serta terampil melaksanakan
Project Based Learning
C. BENTUK KEGIATAN
Lokakarya ini dilaksanakan secara daring
D. TEMA KEGIATAN
“Kupas Tuntas Kurikulum Merdeka”
E. PESERTA KEGIATAN
Peserta kegiatan guru yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia
F. NARASUMBER
1. Kristin Sari
2. Amanda Pandjaitan
3. Angelia Iyenk
4. Leody Sarmanella
G. JADWAL PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan secara daring pada hari rabu 9 Maret – Jumat 11 Maret 2022
H. URAIAN MATERI
1. Mengapa Harus Berganti Kurikulum?
Di era modern saat ini, teknologi merupakan salah satu hal yang harus selalu ada dalam
kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut untuk mampu bersaing
dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini. Serangan pandemi secara global
yang membatasi pergerakan manusia, hanya bisa digerakkan oleh teknologi.secara sadar kita
diharuskan untuk menghadapi tantangan yang semakin dinamis. Sudah bukan rahasia lagi jika
sebgai seorang pendidik kita wajib menguasai kompetensi pedagogic, kompetensi
kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional. Semua komptensi ini jika
berhasil dipenuhi maka akan melahirkan tenaga pendidik yang professional
Jika kita perhatikan,Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, ada Banyak siswa
Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep
matematika dasar. Banyak siswa Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana
atau menerapkan konsep matematika dasar. Terdapat kesenjangan pendidikan yang curam di
antarwilayah dan kelompok sosial di Indonesia.Hal ini diperparah dengan merebaknya
pandemi Covid-19. Kita perlu perubahan yang sistemik, salah satunya kurikulum. Hasil
Evaluasi Kurikulum, Kompetensi Kurikulum 2013 terlalu luas, sulit dipahami, dan
diimplementasikan oleh guru. Kurikulum 2013 belum disesuaikan oleh satuan pendidikan
dengan situasi dan kebutuhan satuan pendidikan, daerah, dan peserta didik.Mapel informatika
bersifat pilihan, padahal kompetensi teknologi merupakan salah satu kompetensi penting yang
perlu dimiliki oleh peserta didik pada abad 21. Pengaturan jam belajar menggunakan satuan
minggu (per minggu) tidak memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk
mengatur pelaksanaan mata pelajaran dan menyusun kalender Pendidikan. Akibatnya,
kegiatan pembelajaran menjadi padat. Pendekatan tematik (jenjang PAUD dan SD) dan mata
pelajaran (jenjang SMP, SMA, SMK, Diktara, dan Diksus) merupakan satu-satunya
pendekatan dalam kurikulum 2013 tanpa ada pilihan pendekatan lain. Struktur kurikulum
pada jenjang SMA yang memuat mata pelajaran pilihan (peminatan) kurang memberikan
keleluasaan bagi siswa untuk memilih selain peminatan IPA, IPS, atau Bahasa. Gengsi
peminatan juga dipersepsi hierarkis.

2. Asesmen Diagnostik Sebagai Persiapan Kurikulum Merdeka


Ketika pemerintah memperkenalkan kurikulum yang baru, tentu sekolah dan guru perlu
mempersiapkan beberapa hal untuk memastikan kesiapan pelaksanaan kurikulum. Salah satu
hal yang dapat dilakukan guru adalah dengan melakukan asesmen diagnostik kepada
rombongan belajar yang diajar. Adapun, tujuan dari asesmen diagnostik dalam konteks
Kurikulum Merdeka adalah:
Mengidentifikasi pengetahuan yang siswa miliki sebelum pembelajaran dimulai.
Mengenali karakter siswa, berdasar pada Profil Pelajar Pancasila.
Memahami kondisi belajar siswa saat tidak sedang bersama guru (saat di rumah).
Memahami persepsi siswa akan lingkungan belajar, baik di sekolah maupun di
rumah.

Belajar dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Guru dapat menggunakan skema AKM yang terdiri dari Survei Karakter, Survei
Lingkungan Sekolah dan Asesmen Literasi dan Numerasi sebagai panduan untuk melakukan
asesmen diagnostik. Tentu, guru perlu melakukan modifikasi agar pertanyaan yang diberikan
sesuai dengan apa yang guru ingin kenali dari kelas masing-masing. Misalnya, Survei
Lingkungan Sekolah mengenai “Iklim Keamanan Sekolah” dapat diubah menjadi “Iklim
Keamanan Kelas”, atau survei mengenai “Pengembangan Guru” dapat diubah menjadi
“Kepercayaan (trust) Siswa akan Guru” Survei Karakter dapat dilakukan melalui berbagai
cara, sesuai dengan tingkat pendidikan siswa, misalnya:

1. Observasi interaksi sosial siswa.


2. Studi kasus dan role-playing yang dilakukan secara mandiri atau dalam kelompok.
3. Soal cerita dan/atau bergambar yang diberikan secara tertulis atau digital.
4. Refleksi akan pernyataan

Diagnostik Pengetahuan Siswa Tentunya, salah satu hal yang penting dalam persiapan menuju
Kurikulum Merdeka adalah diagnosa pengetahuan siswa. Ada dua metode yang dapat ditilik untuk
menyusun asesmen diagnostik. Pertama, guru dapat menyusun asesmen diagnostik berdasarkan
materi yang akan diajarkan selanjutnya. Pastikan bahwa pertanyaan pada asesmen diagnostik
mengacu pada gambaran besar, dan bukan hal mendetail dari materi ajar. Kedua, guru dapat
menyusun asesmen diagnostik berdasarkan keterampilan literasi dan numerasi. Soal-soal yang dipilih
akan mengajak siswa mendemonstrasikan kemampuan membaca dan memahami angka. Informasi ini
tentu akan berguna untuk guru mempersiapkan kelas dalam menyongsong pelaksanaan Kurikulum
Merdeka.
Lalu, setelah melakukan asesmen diagnostik, apa yang dapat dilakukan guru? Fungsi dari
asesmen diagnostik adalah untuk membantu guru agar dapat teach at the right level, atau mengajar
pada tingkatan yang tepat. Setelah mendapatkan hasil dari asesmen diagnostik, yang dapat dilakukan
guru, misalnya:

1. Penyesuaian materi ajar Materi ajar dapat dimodifikasi agar tingkat kesulitannya tepat bagi
siswa, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, dengan celah pengetahuan atau
knowledge gap yang cukup besar untuk siswa dapat berkembang secara produktif dan
konstruktif.
2. Penyesuaian metode belajar Jika hasil dari asesmen diagnostik menyatakan bahwa ada
beberapa tingkatan pembelajaran yang berbeda di dalam satu rombongan belajar, guru
dapat melakukan metode belajar berbasis kelompok.

Tujuan pengelompokkan siswa tentu harus dipertajam; kelompok yang berfungsi untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa sebagai individu akan berbeda dengan kelompok
yang berfungsi untuk memastikan semua siswa memahami materi ajar sesuai dengan Capaian
Pembelajaran/Kompetensi yang disampaikan oleh kurikulum. Hasil dari Survei Lingkungan juga
akan mempengaruhi metode belajar. Jika siswa memiliki dukungan yang besar di rumah dari sisi
infrastruktur dan dukungan emosional, guru dapat memberikan metode belajar yang lebih kreatif,
misalnya melalui proyek mandiri. Sebaliknya, jika tanggung jawab siswa di rumah sudah banyak,
guru idealnya menyesuaikan metode belajar agar siswa tidak hanyut dalam kesibukkan tugas rumah
dan sekolah. Limitasi gawai dan akses Internet yang dimiliki siswa juga perlu diperhatikan ketika
guru menyusun metode belajar untuk sebuah rombongan belajar.

3. Tujuan Pembelajaran Kurikulum Merdeka


Tujuan Kurikulum Merdeka menitikberatkan ke tiga hal, yaitu;
a. pengembangan karakter
b. fokus pada materi sosial
c. fleksibilitas perancangan kurikulum sekolah Perihal pengembangan karakter,
Kurikulum Merdeka fokus pada enam karakter yang seharusnya dimiliki oleh siswa, yang disebut
Profil Pelajar Pancasila, berisi:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia
2. Berkebinekaan global
3. Bergotong-royong
4. Kreatif
5. Bernalar kritis
6. Mandiri

Dengan tujuan seperti tertulis di atas, capaian belajar Kurikulum 2013 pun disesuaikan di
Kurikulum Merdeka. Capaian Pembelajaran tidak lagi ditulis dalam format butir, namun dalam
kalimat penuh menyusun sebuah paragraf pendek. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman
sekaligus memberi keleluasaan pada tiap sekolah untuk menjalankan pembelajaran sesuai situasi dan
kondisi peserta didik. Keleluasaan ini juga tercermin dalam sistem tingkatan yang disebut fase, bukan
tahun. Karena dalam setiap fase bisa terdiri lebih dari satu tahun, maka murid punya waktu lebih
banyak untuk mengembangkan kompetensinya. Selain itu, fokus Kurikulum Merdeka adalah
kompetensi, bukan pemenuhan materi.

4. Capaian Pembelajaran Kurikulum Merdeka


Berbicara mengenai Capaian Pembelajaran maka kita perlu mempelajari alokasi jam pelajaran di
Kurikulum Merdeka. Dibandingkan dengan Kurikulum 13, sebenarnya jumlah JP di setiap tahun
tidak berubah sama sekali. Namun di Kurikulum Merdeka, minimal 25% dari total JP dialokasikan
untuk pembelajaran berbasis proyek. Minimal? Ya betul. Setiap sekolah bisa menggunakan lebih
banyak JP untuk proyek, sesuai dengan kebutuhan, situasi dan karakteristik peserta didiknya masing-
masing. Dalam Capaian Pembelajaran Matematika Fase A (umumnya kelas 1 dan 2 SD) dan Bahasa
Inggris Fase D (umumnya kelas 7-9 SMP), kita bisa lihat bahwa deskripsi Capaian Pembelajaran
dibagi menjadi dua fungsi; pemahaman dan kreasi. Sedangkan dalam Capaian Pembelajaran Fase F
(umumnya kelas 11-12 SMA), deskripsi dituliskan dalam empat fungsi; konteks, pemahaman, kreasi
dan ideologi. Dengan Capaian Pembelajaran umum seperti ini, setiap sekolah dapat menyesuaikan
jangkauan materi dan kegiatan belajar yang sesuai dengan profil sekolah dan peserta didik
5. Pendekatan Pembelajaran Kurikulum Merdeka
Dengan Profil Pelajar Pancasila sebagai target, maka tantangannya adalah bagaimana
mencapainya? Kegiatan pembelajaran yang familiar dengan di masa lampau biasanya adalah
menghafal, ritual seperti upacara atau kewajiban mengerjakan PR.
Kurikulum Merdeka memperkenalkan pembelajaran berbasis proyek, dimana pembelajaran
berpusat pada murid dan murid dilibatkan sebagai pelaku pembelajaran dan bukan sebagai obyek
pembelajaran. Beberapa contoh nyata dari kegiatan belajar yang sesuai dengan arahan Kurikulum
Merdeka adalah memberi konteks pada kegiatan menghafal. Konteks dapat diberikan melalui
gambar, cerita soal, maupun artikel.
Dengan cara tersebut, murid paham relevansi materi dengan kehidupan sehari-harinya dan
dapat mempelajari materi dalam gambaran besar, bukan sepotong materi. Lebih jauh lagi,
pembelajaran berbasis proyek juga bisa dianggap sebagai integrasi ekskul ke mata pelajaran,
dimana murid belajar sambil mengalami (experiental learning). Aplikasi pembelajaran berbasis
projek ini bervariasi dari belajar di alam terbuka, hingga pengolahan sampah menjadi pupuk,
tergantung katakter muridnya.
6. Kurikulum Merdeka Di Jenjang Smp

Mengapa Informatika?
Siswa tidak hanya menjadi pengguna komputer, tetapi juga sebagai problem solver yang menguasai
core concept dan core practices.
Mengapa Prakarya?
Siswa mampu merancang dan memodifikasi desain produk kerajinan berdasarkan kajian ergonomis
sesuai potensi lingkungan dan/atau kearifan lokal yang berbasis kewirausahaan.
7. Elemen-Elemen Dalam Project Based Learning
Model pembelajaran PjBL (Project Based Learning) ini tidak hanya fokus pada hasil akhirnya,
namun lebih menekankan pada proses bagaimana siswa dapat memecahkan masalahnya dan
akhirnya dapat menghasilkan sebuah produk. Pendekatan ini membuat siswa mendapatkan
pengalaman yang sangat berharga dengan berpartisipasi aktif dalam mengerjakan proyeknya. Hal
ini tentu saja lebih menantang daripada hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru atau
membaca buku kemudian mengerjakan kuis atau tes.
Elemen-elemen dalam PjBl
1. Berawal dari Sebuah Masalah atau Pertanyaan
Pembelajaran berbasis proyek selalu bersumber dari sebuah masalah atau pertanyaan.
Permasalahan yang harus dipecahkan harus memiliki tingkat kesulitan yang disesuaikan
dengan level siswa. Jangan sampai memberikan tantangan untuk siswa kelas 4 SD pada
siswa kelas 2 SD.
2. Otentik & Relevan. Proyek yang dilakukan siswa harus mencakup pertanyaan-pertanyaan
dalam dunia nyata atau yang relevan dengan pengalaman siswa. Dengan demikian siswa
dapat menghubungkan antara pengetahuan yang didapatkannya saat pembelajaran dengan
manfaat atau kegunaannya di dunia nyata.
3. Kemerdekaan untuk memilih, Metode pembelajaran berbasis proyek hendaknya
memberikan kebebasan siswa untuk menentukan strategi memecahkan masalah, produk apa
yang akan dihasilkan, dan juga bagaimana cara menghasilkan produk tersebut.
4. Self- Reflection, Dalam Project Based Learning siswa diharapkan mampu merefleksikan
semua pengalaman yang di dapat selama mengerjakan proyeknya. Kemudian siswa mampu
menyimpulkan pelajaran berharga apa yang dapat diambil selama proses project based
learning.
5. FeedbackM, etode pembelajaran project based learning juga mengajarkan pada siswa untuk
dapat memberikan dan menerima masukan-masukan atas proyek yang dilakukannya.
Dengan demikian mereka tidak hanya belajar dari guru tetapi dapat saling belajar dengan
sesama teman.
6. Presentasi, Di akhir proses Pembelajaran berbasis proyek, Siswa harus mampu
mempresentasikan penemuannya atau produk yang dihasilkannya di depan teman-teman
sekelas atau bahkan di depan masyarakat umum. Selain berdiskusi tentang proyeknya,
diharapkan semua siswa mampu menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajari dan
juga dipraktikkan.
5 Pondasi Langkah Project Based Learning
1. Mulai dengan sebuah pertanyaan
Pertanyaan harus mengandung permasalahan yang harus dipecahkan dan menghasilkan sebuah
penemuan atau produk. Topik atau teman harus sesuai dengan real world dan mendorong siswa
untuk melakukan investigasi yang mendalam.
2. Membuat Perencanaan (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan siswa. Perencanaan meliputi
tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan
esensial dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung, serta menginformasikan
alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek.
3. Menyusun jadwal aktivitas
Guru dan siswa bersama-sama menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek. Waktu
penyelesaian proyek harus jelas, dan siswa diberi pengarahan untuk mengelola waktu yang ada.
Berikan siswa kebebasan dan kesempatan untuk mencoba menggali sesuatu yang baru. Guru
tetap harus memantau dan mengingatkan apabila siswa melenceng dari tujuan proyek.
4. Mengawasi proses pengerjaan proyek
Meskipun siswa diberikan kebebasan menentukan strategi dan cara mengerjakan proyeknya,
Guru tetap bertanggung jawab untuk memantau siswa dalam menyelesaikan proyek. Guru
bertindak sebagai mentor yang selalu mengarahkan para siswa untuk selalu fokus dan terarah
dalam mengerjakan proyeknya.
5. Memberikan penilaian dan Evaluasi
Penilaian yang Guru lakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar
pada proses dan produk yang dihasilkan. Guru juga berperan dalam mengevaluasi kemajuan
setiap siswa dan memberi feedback. Selanjutnya Guru pintar dapat menyusun strategi
pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dapat dilakukan dengan mempresentasikan
produknya di depan teman atau guru. Pada akhir proses pembelajaran project based learning,
guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan dan produk yang
telah dihasilkan. Proses refleksi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Siswa
hendaknya diberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek.

8. 6 Dimensi Profil Pelajar Pancasila


1. Elemen Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
a. akhlak beragama
b. akhlak pribadi
c. akhlak kepada manusia
d. akhlak kepada alam
e. akhlak bernegara.
2. Elemen Berkebinekaan global
a. Mengenal dan menghargai budaya
b. Kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesame
c. Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebhinekaan.
3. Elemen Bergotong royong
a. Kolaborasi
b. Kepedulian
c. Berbagi.
4. Elemen kunci dari Mandiri
a. Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi
b. Regulasi diri.
5. Elemen-elemen bernalar kritis
a. Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan
b. Menganalisis dan mengevaluasi penalaran
c. Merefleksi pemikiran dan proses berpikir
d. Mengambil Keputusan. Elemen kunci dari kreatif
e. Menghasilkan gagasan yang orisinal
f. Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.

9. Asesmen Profil Pelajar Pancasila


Pembelajaran berbasis proyek mengajak kita untuk memandang pendidikan dari sisi yang berbeda.
Kita terbiasa dengan pendidikan yang kuasa penuhnya terletak di tangan guru, dimana guru yang
merancang, menjalankan, memutuskan sekaligus mengevaluasi pembelajaran. Sedangkan
pembelajaran berbasis proyek memperkenalkan alur pembelajaran yang baru; siswa berdaya
merancang pembelajarannya berdasarkan rasa penasarannya sendiri. Dengan alur seperti tersebut di
atas, bagaimana peran asesmen dalam pembelajaran berbasis proyek? Kurikulum Merdeka
menekankan bahwa asesmen dan pembelajaran adalah kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri dan
saling berkaitan satu sama lain. Asesmen diagnostik dilaksanakan di awal periode pembelajaran dan
hasilnya dijadikan pedoman bagi guru untuk merancang pembelajaran yang mengasah keahlian
siswa namun tetap memperhatikan kesehatan mentalnya dengan memberi tantangan yang menantang
namun tetap realistis. Asesmen formatif berperan memberi masukan guru tentang efektivitas metode
ajar yang sudah digunakan. Di asesmen formatif, guru perlu mengingat bahwa siswa tidak harus
lulus atau naik kelas, justru guru menggunakan hasil asesmen formatif untuk menentukan arah
pembelajaran di sisa periode pembelajaran. Asesmen yang selama ini “populer” adalah sumatif.
Anggapan yang lazim adalah asesmen sumatif berperan mengukur capaian pembelajaran siswa,
sebuah anggapan yang tidak salah. Namun perlu kita ingat juga bahwa hasil dari asesmen sumatif
adalah juga sebuah “rapor” tentang seberapa efektif guru mendiagnosa, merancang, dan
mengevaluasi rancangannya. Hal penting yang juga perlu diingat adalah proyek merupakan bagian
dari rangkaian pembelajaran, maka asesmennya pun dapat dilakukan secara terintegrasi. Misalnya
pada kunjungan siswa kelas 8 ke desa adar, mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan
Sosial, PPKn dan bahkan PJOK dapat turut mengamati interaksi siswa dengan narasumber dan
mengambil nilai. Contoh pembelajaran berbasis proyek mencakup banyak kegiatan, dari yang
sederhana seperti belajar di alam terbuka, hingga yang kompleks seperti mengunjungi desa adat dan
berdialog dengan penduduk asli. Apapun kegiatannya, pembelajaran berbasis proyek haruslah
memenuhi paling tidak dua elemen; (1) mengasah aspek yang terdapat dalam Profil Pelajar
Pancasila, dan (2) kolaborasi guru dan siswa dalam menjalani pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai