Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting untuk


mengembangkan potensi diri demi mewujudkan sumber daya manusia yang unggul. Guru
harus memiliki komitmen mengembangkan kompetensi diri yang melahirkan murid
berpotensi, cerdas, bermartabat, menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia serta cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab bagi bangsa
dan negara. Guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan
murid yang beragam. Oleh karena itu sangat dibutuhkaan seorang guru yang dapat
melahirkan inovasi baru, agar tujuan tersebut tercapai sehingga dalam proses pembelajaran di
kelas menjadikan kelas yang handal dan melahirkan murid yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan meskipun dengan keragaman yang dimiliki.
Murid di SMP Negeri 4 Bajo sendiri mengalami learning loss yang cukup besar.
Selain itu, beberapa situasi seperti pemetaan kebutuhan murid belum pernah dilaksanakan
secara optimal, dan komunikasi yang baik dengan orang tua murid tidak maksimal. Sebelum
mengenal pembelajaran berdiferensiasi ini, penulis juga termasuk guru yang merancang
pembelajaran yang sama untuk semua murid. Meskipun guru mengobservasi setiap murid
terkait dengan karakteristik yang mereka miliki, namun hasil observasi tersebut tidak
digunakan dalam mempersiapkan pembelajaran dengan beragam perlakuan dan tindakan
yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid. Sehingga pembelajaran yang
dilaksanakan masih sesuai dengan keinginan guru dan belum berpihak kepada murid.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat, mengharuskan guru dan murid untuk
selalu menyesuaikan diri dari perubahan. Tuntutan global di era 4.0 membuat teknologi
menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Selain itu, dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat banyak kesenjangan terjadi di
dunia pendidikan, salah satunya adalah terjadinya kemunduran pembelajaran (learning loss).
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kurikulum pada setiap satuan pendidikan harus
sejalan dengan keadaan saat ini.
Menjawab permasalahan tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka
pada 11 Februari 2022 secara daring. Ia mengatakan Kurikulum Merdeka ini merupakan
kurikulum yang jauh lebih ringkas, sederhana dan lebih fleksibel untuk bisa mendukung
learning loss recovery akibat pandemi Covid-19 dan juga untuk mengejar ketertinggalan
Indonesia dari negara-negara lain. (https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/luncurkan-
kurikulum-merdeka-mendikbudristek-ini-lebih-fleksibel, 2022).
Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus, kata Mendikbudristek semakin
menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara
lebih komprehensif. Arah perubahan kurikulum yang termuat dalam Merdeka Belajar
Episode 15 adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial,
memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan
dan karakteristik murid, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk
terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik
baik. (https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/pulihkan-pembelajaran-mendikbudristek-
luncurkan-kurikulum-merdeka-dan-platform-merdeka-mengajar, 2022).
Setelah melakukan penggalian informasi terkait pembelajaran berdiferensiasi, penulis
selaku guru menyadari akan pentingnya penerapan pembelajaran berdiferensiasi sebagai
sebuah strategi yang dapat memberi keleluasaan pada murid untuk meningkatkan potensi
dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid tersebut. Hal inilah
yang membuat penulis merasa memiliki tanggung jawab untuk menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi yang merupakan ciri dari Kurikulum Merdeka dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas.
Mengacu pada pemaparan di atas, maka selaku guru di SMP Negeri 4 Bajo penulis
merancang sebuah pembelajaran yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi
yang Terintegrasi dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
untuk Menciptakan Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid di SMP Negeri 4 Bajo.

B. Rumusan Masalah
“Apakah melalui pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dengan model
pembelajaran berbasis masalah dapat menciptakan pembelajaran yang berpihak pada
murid di SMP Negeri 4 Bajo”.

C. Tujuan
“Untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid di SMP Negeri 4 Bajo
melalui pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dengan model pembelajaran
berbasis masalah”.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menyumbangkan pemikiran terhadap strategi pembelajaran untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid di SMP Negeri 4 Bajo.
2. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pembelajaran
yang berpihak pada murid dan menjadi bahan kajian lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Berdiferensiasi
Pendidikan memegang peranan penting bagi perkembangan dan perwujudan
setiap individu. Pendidikan dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Pendidikan yang berkualitas akan
mencerminkan masyarakat yang maju, damai dan mengarah kepada sifat-sifat yang
konstruktif. Dewasa ini pendidikan mengalami perubahan yang sangat mengejutkan
dengan adanya pandemi covid-19. Hal ini tentunya menjadi fokus seluruh pemangku
kepentingan, sehingga memunculkan berbagai konsep perubahan kurikulum yang
dilakukan untuk menyesuaikan kondisi yang ada (Faiz et al., 2022). Muara dari berbagai
kebijakan pemerintah di dunia pendidikan Indonesia adalah bagaimana setiap murid yang
lulus dari suatu jenjang pendidikan diharapkan memiliki kemampuan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (kompetensi lulusan) yang memadai dan sesuai dengan standar yang
berlaku.
Kompetensi lulusan ini merupakan profil dari kualifikasi lulusan yang diharapkan
terwujud dalam diri murid dan merupakan ejawantah dari apa yang diharapkan dalam
tujuan pendidikan nasional. Untuk dapat mewujudkan profil kualifikasi lulusan seperti
yang dijabarkan dalam Standar Kompetensi Lulusan tersebut, maka diperlukan suatu
upaya untuk mengembangkan potensi murid dengan semaksimal mungkin. Pembelajaran
berdiferensiasi akan memungkinkan guru memaksimalkan potensi murid dengan
meminimalisir kesenjangan belajar (learning gap) melalui proses identifikasi kebutuhan
belajar murid yang tepat. Lewat pembelajaran berdiferensiasi, tidak hanya murid
berkembang potensinya secara maksimal, namun proses pembelajaran juga akan lebih
memberikan banyak ruang bagi murid untuk membuat dan menentukan pilihan dan
memberikan suara, sehingga proses belajar akan menjadi lebih menyenangkan.
Setiap murid yang duduk di kelas kita adalah individu yang unik dan memiliki
keberagaman dan ini  seharusnya menjadi dasar dari praktik-praktik pembelajaran yang
kita lakukan di kelas dan di sekolah, serta menjadi kerangka acuan saat mengevaluasi
praktik-praktik pembelajaran kita. Keberagaman murid mungkin dapat berupa:
a. murid-murid kita yang berasal dari keluarga kurang mampu yang tidak dapat
mengakses teknologi dari rumah sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam pembelajaran
daring;
b. murid-murid yang memiliki kesulitan memahami bahasa yang digunakan di kelas,
karena ia murid yang baru pindah dari daerah lain;
c. murid-murid yang bosan karena ia sebenarnya telah menguasai keterampilan yang
diajarkan, sehingga pembelajaran tidak menantang lagi untuknya;
d. murid-murid yang saat ini sedang berjuang keras untuk mencoba memahami apa yang
diajarkan, namun karena adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara apa yang ia
mampu lakukan dengan apa yang sedang dipelajari, akhirnya ia tidak bisa membuat
koneksi;
e. murid kita yang hasil-hasil kerjanya tampak baik, namun di sisi lain memiliki masalah
sosial emosional;
f. murid kita yang memiliki minat yang besar terhadap bidang tertentu;
g. murid-murid kita yang memiliki kesulitan-kesulitan dalam belajar; dan sebagainya.
(LMS Modul PGP, 2022)
Menurut Ki Hadjar Dewantara, keunikan dari murid-murid tersebut itulah yang
disebut kodrat alam anak. Ki Hajar Dewantara mengingatkan guru bahwa pendidikan anak
sejatinya melihat kodrat alam (diri) anak dan menghubungkannya dengan kodrat zaman.
Kodrat alam anak yang bervariasi ini, mengakibatkan terjadinya perbedaan cara belajar
murid, perbedaan daya serap dan berbagai perbedaan lainnya. Guru harus jeli melihat
keberagaman tersebut dan tidak bisa memaksakan cara belajar tertentu sesuai dengan teori
yang mereka yakini baik bagi murid. Murid juga berhak menerima pembelajaran sesuai
dengan cara belajar masing masing. karena itu adalah kodrat alam mereka. Demi
memenuhi perbedaan tersebut, maka pembelajaran berdiffrensiasi merupakan salah satu
solusi yang patut dipahami oleh guru.. Proses mendiferensiasikan pelajaran dilakukan
untuk menjawab kebutuhan, gaya, atau minat belajar dari masing-masing murid.
Tomlinson (2001), menjelaskan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan
belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:
a. Kesiapan belajar (readiness) murid. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas
untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang
mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona
nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan,  namun dengan lingkungan
belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi
atau keterampilan baru tersebut.
b. Minat murid. Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama
sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis
yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada
saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang
topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut,
karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan
menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat
sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama
dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu.
Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap
tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar
sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 
c. Profil belajar murid. Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai
individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan
belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada
murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru,
kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai
dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar
sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Profil belajar murid terkait
dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
1) Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan,
tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur,  dsb. Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan
yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  
2) Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih,
memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya
belajar ada tiga, yaitu:
a) visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar,
menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 
b) auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru,
membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi,
mendengarkan musik); 

c) kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan


tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Menurut Andini (2016) pembelajaran diferensiasi menggunakan berbagai
pendekatan (multiple approach) dalam konten, proses dan produk. Terdapat 3 elemen
penting yang dilakukan diferensiasi, antara lain:
a. Konten berhubungan dengan apa yang akan murid-muird ketahui, pahami dan yang
akan dipelajari. Dalam hal ini guru akan memodifikasi bagaimana setiap murid akan
mempelajari suatu topik pembelajaran. Misalnya, guru akan mengajarkan matematikan
yang mana tujuan objektifnya adalah murid-murid bisa membaca waktu. Dari murid-
muridnya di kelas, mungkin guru akan menemukan anak yang belum mengerti
mengenai konsep angka, ada juga yang belum mengertai mengenai konsep waktu dan
mungkin beberapa murid- murid di kelasnya sudah memahami dan bisa membaca
waktu dengan baik. Bagi anakanak yang tingkat kesiapannya sudah siap dan mengerti
akan konten yang akan dipelajarinya, hal ini tidak menjadikan masalah bagi murid
untuk belajar hal yang sama sesuai dengan konten yang sudah ditentukan. Bagi tingkat
kesiapannya belum memahami mengenai konten tersebut, guru perlu melakukan
modifikasi dan adaptasi berdasarkan tingkat kesiapan murid tersebut.
b. Proses merupakan cara murid mendapatkan informasi atau bagaimana ia belajar. Dalam
arti lain adalah aktivitas murid dalam mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan berdasarkan konten yang akan dipelajari. Aktivitas akan dikatakan efektif
apabila berdasarkan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan murid.
Murid akan bisa mengerjakan dengan sendirinya dan berguna bagi diri mereka sendiri.
c. Produk merupakan bukti apa yang sudah mereka pelajari dan pahami. Murid-murid
akan mendemostrasikan atau mengaplikasikan mengenai apa yang sudah mereka
pahami. Produk akan merubah murid dari “consumers of knowledge to producer with
knowledge”.
C.A. Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul “How to Differentiate
Instruction in Mixed Ability Classrooms” menjelaskan bahwa dalam pembelajaran
berdiferensiasi, guru mengajarkan materi dengan mempertimbangkan tingkat kesiapan,
minat, dan gaya belajar murid. Guru juga dapat mengubah isi pelajaran, proses
pembelajaran, produk atau hasil pembelajaran yang diajarkan, dan lingkungan belajar di
mana murid belajar. Guru dapat melayani murid yang diajar sesuai dengan keadaan
masing-masing dengan melaksanakan proses pembelajaran ini. Sekolah dapat
menggunakan proses pembelajaran yang berbeda untuk membebaskan murid dari
keharusan menjadi sama dalam segala hal, memungkinkan mereka untuk mengekspresikan
diri sesuai dengan keunikan mereka sendiri. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan
menjadi kurikulum yang fleksibel dan tidak kaku yang hanya percaya pada satu cara untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem Based Learning (PBL)
Dalam melakukan pembelajaran tentu saja guru harus merancang pedoman
yang akan digunakan. Pedoman tersebut dalam dunia pendidikan dikenal sebagai
model pembelajaran. Dimana model pembelajaran yang ditentukan oleh guru akan
sangat memengaruhi proses kegiatan belajar murid. Joyce & Weil dalam Rusman
(2018) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
lingkungan belajar lain.
Salah satu model pembelajaran yang menurut penulis sejalan dengan
pembelajaran berdiferensiasi adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning). Hal ini dikarenakan Problem Based Learning (PBL) merupakan
model pembelajaran yang berpusat pada murid serta digunakan untuk meningkatkan
motivasi murid dan menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan
yang terjadi di dunia nyata. Selain itu, model pembelajaran ini juga dapat melatih
kemampuan berpikir murid dan kemampuannya dalam mengemukakan pendapatnya
sendiri.
Menurut Suyatno (2009), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah tersebut digunakan
sebagai stimulus yang mendorong mahamurid menggunakan pengetahuannya untuk
merumuskan sebuah hipotesis, pencarian informasi relevan yang bersifat student-centered
melalui diskusi dalam sebuah kelompok kecil untuk mendapatkan solusi dari masalah
yang diberikan.
Sedangkan menurut Arends dalam Trianto (2007), PBL merupakan suatu
pendekatan pembelajaran dimana murid dihadapkan pada masalah autentik (nyata)
sehingga diharapkan mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan murid, dan
meningkatkan kepercayaan dirinya.
Setiap model pembelajaran biasanya memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut
ini merupakan keunggulan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL), yaitu sebagai berikut (Sanjaya, 2006). Pemecahan masalah merupakan teknik yang
cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna. 
a. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan murid serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi murid. 
b. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran murid.
c. Pemecahan masalah dapat membantu murid bagaimana mentransfer pengetahuan murid
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
d. Pemecahan masalah dapat membantu murid untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang dilakukan. Disamping itu,
pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun proses belajarnya.
e. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada murid bahwa setiap mata
pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti
oleh murid, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja. 
f. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai murid. 
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan murid untuk berpikir kritis
dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan murid untuk menerapkan
pengetahuan yang dimiliki dalam dunia nyata. 
i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat murid untuk secara terus menerus
belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Adapun kelemahan-kelemanan dari penggunaan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL), adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2006):
a. Manakala murid tidak memiliki minat atau murid berasumsi bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka akan merasa enggan untuk mencoba. 
b. Keberhasilan model pembelajaran melalui Problem Based Learning membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan. 
c. Tanpa pemahaman mengapa murid berusaha memecahkan masalah yang dipelajari,
maka murid tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.
Berdasarkan pemaparan konsep di atas terkait pembelajaran berdiferensiasi dan
model pembelajaran berbasis masalah, maka penulis mengintegrasikan strategi
pembelajaran berdiferensiasi tersebut ke dalam model PBL untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid
B. Hasil penelitian yang relevan
Bagian ini memuat ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan atau
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Sarie, N, F (2022) yang berjudul “Implementasi Pembelajaran
Berdiferensiasi dengan Model Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar
Kelas VI”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model Problem Based
Learning efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa di Sekolah Dasar
dan merupakan salah satu model pembalajaran yang mendukung dalam pembelajaran
berdiferensiasi.
2. Penelitian oleh Wahyuningsari, D., Mujiwati, Y., Hilmiah, L., Kusumawati, F., dan
Sari, P, I (2005) yang berjudul “Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Rangka
Mewujudkan Merdeka Belajar”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan
murid dalam kegiatan belajar. Guru memberikan perhatian terhadap keunikan
karakteristik murid yang berbeda – beda sehingga tidak bisa diberikan perlakuan yang
sama antara satu murid dan murid yang lain yang berbeda karakteristik. Dalam
penerapan pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu memberikan tindakan yang masuk
akal dalam menyikapi perbedaan karakteristik murid. Pembelajaran berdiferensiasi
tidak berarti memberikan perlakuan berbeda untuk setiap murid atau membedakan
antara murid yang pintar dan kurang pintar. Pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi
diharapkan dapat merangsang anak dalam memaksimalkan penyerapan informasi
pada pembelajaran. Dampak penerapan pembelajaran berdiferensiasi diantaranya;
setiap murid dengan berbagai karakteristik merasa disambut dengan baik dan
dihargai, guru mengajar untuk kesuksesan dan perkembangan murid, kebutuhan
belajar murid terfasilitasi, sebagai bentuk nyata keadilan dalam perlakuan
pembelajaran, adanya kolaborasi guru dan murid.
3. Penelitian oleh Khasanah, I., dan Alfiandra (2023) yang berjudul “Implementasi
Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Kelas IX
di SMPN 33 Palembang”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah
dilaksanakannya pembelajaran berdiferensiasi di kelas IX.8 SMPN 33 Palembang
berdampak positif pada motivasi belajar murid dimana pada observasi awal yang
dilakukan sebanyak 40% murid kurang antuasias atau kurang termotivasi dalam
kegiatan pembelajaran setelah dilakukannya pembelajaran berdiferensiasi hanya
sekitar 5% murid yang masih kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
Sehingga pembelajaran berdiferensiasi ini dapat menjadi solusi di kelas IX.8 SMPN
33 Palembang untuk meningkatkan motivasi belajar murid.
4. Penelitian selanjutnya oleh Mahfudz, M,S (2023) dengan judul “Pembelajaran
Berdiferensiasi dan Penerapannya” menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi
adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru
memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan
yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi
tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda
untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang
pintar dengan yang kurang pintar. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan
memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama kepada murid. Setiap murid
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid bisa kita beri perlakuan
yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan murid
maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang
belajarnya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Menurut Arikunto (2019) desain penelitian ini meggambarkan prosedur untuk
mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk menjawab semua pertanyaan
penelitian disertai dengan informasi tentang faktor penyebab sehingga mungkin muncul
kejadian yang dideskripsikan secara rinci, urut dan jujur. Penelitian ini berupaya
memperoleh informasi mengenai bagaimana pembelajaran berdiferensiasi yang
terintegrasi dengan model PBL pada mata pelajaran IPA dapat mewujudkan pembelajaran
yang berpihak pada murid.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah murid Kelas 8 SMP Negeri Bajo yang berjumlah 30
orang dan terdiri atas 15 orang murid perempuan dan 15 orang murid laki-laki. Penelitian
ini dilakukan di kelas 8 pada mata pelajaran IPA semester 1, materi “Sistem Gerak pada
Manusia”.

C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 3 pekan dari tanggal 5 sampai
dengan 26 September 2023.

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan ada beberapa cara
yaitu:
1. Angket
Peneliti menggunakan angket untuk melakukan tes diagnostik awal kepada
murid. Dimana tes diagnostik awal terdiri atas tes diagnostik kognitif dan non kognitif.
Angket tes diagnostik kognitif berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait materi yang akan
diajarkan sedangkan untuk angket tes diagnostik non kognitif memuat pertanyaan-
pertanyaan tentang profil belajar murid.
2. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap hasil tes
diagnostik awal murid, pada proses pembelajaran, dan hasil evaluasi dan refleksi terkait
implementasi pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dalam model PBL untuk
menciptakan pembelajaran yag berpihak pada murid
3. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan data-data melalui foto-foto kegiatan proses
pembelajaran, hasil tes diagnostik awal murid, dan hasil karya/produk yang dihasilkan.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif.
1. Pengumpulan data. Data yang diperoleh dari hasil angket, observasi, dan dokumentasi
yang kemudian dituliskan dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa yang dilihat,
didengar, disaksikan, dialami, dan juga temuan tentang apa yang dijumpai selama
penelitian dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
2. Pengolahan data. Data yang diperoleh dari angket tes diagnostik awal murid terkait
profil belajar diolah dengan aplikasi microsoft excel untuk melihat kecenderungan gaya
belajar murid. Tes diagnostik kognitif diolah dengan microsoft excel untuk
mendapatkan persentase murid yang belum paham, kurang paham dan paham terhadap
materi yang akan diajarkan. Sedangkan untuk respon murid terhadap pembelajaran juga
diolah dengan microsoft excel untuk memperoleh bagaimana perasaan murid setelah
mengikuti pembelajaran.
3. Penyajian data. Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk grafik/bagan dan narasi
deskriftif.
4. Menarik kesimpulan. Dari hasil pengolahan data kemudian peneliti melakukan
penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap tujuan dari penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi hasil tes diagnostik non kognitif,
hasil tes diagnostik kognitif, dan respon siswa terhadap pembelajaran. Berikut adalah
uraiannya:
1. Hasil Tes Diagnostik Non Kognitif
Tes diagnostik non kognitif berupa angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan
sederhana terkait kesejahteraan psikolog dan emosional pribadi murid, kondisi keluarga,
aktivitas murid saat belajar di rumah, dan gaya belajarnya (Profil belajar murid). Tes
tersebut penulis laksanakan di kelas 8 dengan jumlah murid sebanyak 30 orang yang
terdiri atas 15 murid perempuan dan 15 murid laki-laki. Hasil dari asesmen diagnostik non
kognitif terkait profil belajar murid pada penelitian ini berfokus pada gaya belajar yang
dimiliki.
Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa dari 30 orag murid menunjukkan 12 orang
murid atau 40% murid memiliki gaya belajar visual, 12 orang murid atau 40% memiliki
gaya belajar audio, dan 6 orang murid atau 20% memiliki gaya belajar kinestetik. Berikut
ini disajikan grafik persentase jumlah murid dengan gaya belajar yang dimiliki.

45
40
35
30
25
20 Jumlah Peserta
15 Didik
10 Persentase %
5
0
Visual Audio Kinestetik

Gambar 4.1. Grafik persentase jumlah murid dengan gaya belajar yang dimiliki

2. Hasil Tes Diagnostik Kognitif


Hasil tes diagnostik kognitif, akan digunakan untuk mengelompokkan murid
berdasarkan kemampuan awal atau kesiapan belajar. Kelompok tersebut akan
melaksankan proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan belajarnya sehingga target
pencapaian murid disesuaikan dengan kemampuannya masing-masing.
Tes diagnostik kognitif memuat soal-soal pilihan ganda yang berkaitan dengan
topik materi yang akan diajarkan. Dari hasil tes tersebut menunjukkan bahwa 6,7% murid
pada level paham, 40% pada level kurang paham dan 53% pada level belum paham
terhadap materi yang termuat dalam tes tersebut. Berikut ini disajikan grafik persentase
jumlah murid dengan level pehaman yang dimiliki.
Level Pemahaman
Persentase (%)
murid
Paham 6,67
Kurang Paham 40
Belum paham 53

Tabel 4.1 hasil tes diagnostik kognitif

Gambar 4.2. Grafik persentase jumlah murid dengan level pemahaman yang dimiliki

Gambar 4.3 Pelaksanaan Tes Diagnostik Kognitif dan Non Kognitif


3. Pelaksanaan Pembelajaran Berdiferensiasi Terintegrasi dengan Model PBL
a. Pembelajaran Berdiferensiasi
Setelah memperoleh pemetaan kebutuhan belajar murid dari hasil asesmen
diagnostik, selanjutnya adalah tahap kedua dengan membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan pemetaan kebutuhan belajar tersebut. Pada tahap
pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan, guru merancang
pembelajaran yang berdiferensiasi dari segi konten, proses, dan produk sesuai dengan
gaya belajar yang dimiliki murid dan terintegrasi dalam model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning/PBL). Berikut ini adalah penjelasan dan foto-foto
kegiatan dalam proses pembelajaran.
1) Diferensiasi konten
Diferensiasi konten/materi yang dilakukan yaitu guru menyajikan materi/konten
dengan berbagai moda, yaitu melalui powerpoint materi sistem rangka manusia,
video pembelajaran sistem rangka manusia yang didownload melalui Youtube,
model/torso rangka manusia, dan melalui buku ajar murid.

Gambar 4.4 Guru menyediakan konten materi dengan berbagai media (diferensiasi konten)

2) Diferensiasi proses
Diferensiasi proses terlihat pada saat murid melakukan kegiatan diskusi untuk
menyelesaikan LKPD yang dibagikan. Murid dalam kelompoknya bebas memilih
gaya belajar yang mereka senangi. Hal ini dapat diamati dengan adanya kelompok
yang berdiskusi dengan posisi duduk melantai, ada yang sambil mengamati langsung
torso rangka manusia, dan ada yang berdiskusi seperti biasanya.
Gambar 4.5 murid menyelesaikan LKPD berdasarkan sumber belajar yang sesuai dengan
kondisi belajar yang mereka minati (diferensiasi proses)

3) Diferensiasi produk
Diferensiasi produk terlihat ketika guru memberikan kebebasan murid untuk
mengembangkan dan menyajikan hasil karya mereka sesuai dengan apa yang
mereka minati, yaitu karya yang disajikan boleh dalam bentuk laporan, lagu,
puisi, pantun, ataupun peta konsep. Walaupun karya yang disajikan berbeda-
beda, namun guru tetap mengarahkan agar karya yang dikembangkan oleh
murid tetap berkaitan dengan tujuan pembelajaran pada LKPD.

Gambar 4.6 murid menampilkan hasil karya/produk berdasarkan apa yang diminati
(diferensiasi produk)
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem Based Learning (PBL)
Implementasi model PBL tergambar mulai dari kegiatan awal pembelajaran, kegiatan
inti, hingga di kegiatan penutup. Model PBL digunakan sebagai panduan dalam
pembelajaran, sementara itu strategi pembelajaran berdiferensiasi (diferensiasi
konten, proses, dan produk) terintegrasi di dalam model tersebut. Adapun sintaks
model PBL menurut Arends (2012), sebagai berikut:
1) Orientasi murid pada masalah.
2) Mengorganisasi murid untuk belajar
3) Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Selanjutnya adalah tahap evaluasi, pada tahap ini guru menggunakan instrumen penilaian
sesuai dengan kebutuhan murid yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan murid. Hasil
evaluasi tersebut akan digunakan sebagai bahan guru untuk memperbaiki pembelajaran
selanjutnya.
Tahap terakhir adalah refleksi, pada tahap ini guru meminta umpan balik murid untuk
mengekspresikan pesan, kesan, kritik dan harapan terhadap proses pembelajaran. Dengan adanya
refleksi, akan diperoleh informasi positif tentang bagaimana guru dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran serta menjadi bahan sejauh mana hasil pembelajaran tercapai.

Gambar 4.7 Respon murid (umpan balik) yang dituliskan pada kertas refleksi
Jumlah
Respon Siswa (orang) Persentase (%)
Senang 25 83,33
Kurang Senang 3 10
Tidak Senang 2 6,67
Tabel 4.2 Respon siswa terhadap proses pembelajaran

90
80
70
60
50 Senang
40 Kurang Senang
30 Tidak Senang
20
10
0
Jumlah Persentase (%)
(orang)

Gambar 4.8 grafik respon murid terhadap proses pembelajaran

B. Pembahasan
1. Hasil Tes Diagnostik Non Kognitif
Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa dari 30 orang murid menunjukkan 12 orang
murid atau 40% murid memiliki gaya belajar visual, 12 orang murid atau 40% memiliki
gaya belajar audio, dan 6 orang murid atau 20% memiliki gaya belajar kinestetik. Kondisi
tersebut menunjukkan gaya belajar yang berbeda pada murid. Dengan hasil yang diperoleh
tersebut, sangat membantu guru dalam menyediakan komponen-komponen yang
digunakan pada saat proses pembelajaran. Guru memiliki dasar dalam mempersiapkan
konten materi yang akan disajikan, lembar kerja murid, aktivitas dalam proses
pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan murid.
Meskipun dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi ketiga aspek
( konten/materi, proses, dan produk) ini tidak harus hadir secara keseluruhan, namun
perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada penelitian ini membuat
diferensiasi dari ketiga aspek tersebut. Dari segi diferensiasi konten, langkah yang
dilakukan guru adalah menyediakan konten/materi pelajaran melalui berbagai moda
seperti, video pembelajaran, lembar kerja murid, torso/rangka manusia, dan poster. Hal ini
dilakukan guru untuk memenuhi keragaman gaya belajar yang dimiliki murid.
Untuk diferensiasi proses, tindakan yang dilakukan guru yaitu dengan memberikan
keleluasaan kepada murid untuk mencari posisi ternyaman bersama kelompoknya dalam
mengerjakan lembar kerja murid. Begitupun dengan akses sumber pembelajarannya, guru
memberi kebebasan murid menggunakan berbagai sumber pembelajaran yang telah
disediakan guru sesuai dengan apa yang mereka senangi.
Sedangkan untuk diferensiasi produk, aktivitas yang dilakukan guru adalah
memberikan kebebasan murid untuk memilih produk/karya yang akan dibuat sesuai
dengan apa yang mereka minati, misalnya karya dibuat dalam bentuk peta konsep,
gambar, lagu, puisi, laporan singkat, dan lain-lain. Meskipun karyanya beragam, namun
guru tetap memberi acuan agar karya yang dibuat tersebut harus memenuhi tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam proses pembelajaran yang telah terlaksana
tersebut, murid dengan gaya belajar visual membuat karya dalam bentuk peta konsep dan
laporan singkat. Untuk murid yang memiliki gaya belajar audio membuat karya berupa
lagu dan puisi. Sedangkan murid yang gaya belajaranya kinestetik, karya yang dibuat
dalam bentuk gambar sekaligus memberi penjelasan melalui torso/model rangka manusia.
2. Hasil Tes Diagnostik Kognitif
Tes diagnostik kognitif yang dibuat oleh guru memuat 10 soal dalam bentuk
pilihan ganda terkait materi sistem rangka manusia yang akan dipelajari pada proses
pembelajaran. Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa 6,7% murid pada level paham, 40%
pada level kurang paham dan 53% pada level belum paham terhadap materi yang termuat
dalam tes tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar murid belum memiliki
pengetahuan awal terhadap materi yang akan diajarkan. Dari hasil tes inilah guru
merancang pembelajaran yang dapat mengoptimalkan pengetahuan murid melalui dengan
pemilihan stategi pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dalam model PBL.
Pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dalam model PBL ini, menurut
peneliti berhasil menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Hal ini dapat
dilihat dari pengamatan yang dilakukan peneliti, menunjukkan murid merasa antusias
mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir. Selain itu, hasil respon murid saat
melakukan refleksi pembelajaran menunjukkan 83,33% murid merasa senang dengan
pembelajaran yang dihadirkan di kelas.
3. Pelaksanaan Pembelajaran Berdiferensiasi Terintegrasi dengan Model PBL
Implementasi pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dengan model PBL
mengikuti sintaks model pembelajaran tersebut. Dimana pada kegiatan awal/pendahuluan, guru
melakukan aktivitas berdoa, mengecek kehadiran murid, memberikan apersepsi, pemberian
motivasi sekaligu orientasi murid pada masalah terkait fenomena-fenomena di dunia nyata
mengenai sistem gerak manusia, menyampaikan tujuan pembelajaran dan manfaat mempelajari
materi tersebut.
Pada kegiatan inti, guru membagi murid berdasarkan gaya belajar yang dimiliki. Hal ini
dimaksudkan agar kegiatan diskusi kelompok berjalan lebih optimal karena anggota kelompok
memiliki kecenderungan gaya belajar yang sama sehingga memudahkan persamaan persepsi untuk
melakukan aktivitas yang termuat dalam lembar kerja murid. Setelah guru membagi murid dalam
kelompok serta membagikan lembar kerja, selanjutnya adalah membimbing penyelidikan individu
dan kelompok. Hal ini juga sejalan dengan strategi pembelajaran berdiferensiasi yang mana guru
lebih banyak melakukan pendampingan dengan kelompok-kelompok kecil, selain itu guru juga
memanfaatkan tutor sebaya untuk memberikan bantuan kepada murid yang masih belum paham.
Kemudian pada tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru tetap mendamping setiap
kelompok dalam mengembangkan jenis karya yang mereka minati. Guru memberikan panduan
terkait kriteria-kriteria penilaian jika jenis karya tertentu yang akan disajikan. Selanjutnya adalah
tahap yang terakhir menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru melakukan
penilaian dan bersama dengan murid memberikan umpan balik terhadap karya/produk yang
disajikan tersebut.
Kegiatan berikutnya adalah penutup, pada kegiatan ini guru meminta murid memberikan
refleksi/umpan balik terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, kemudian bersama-
sama membuat kesimpulan. Setelah itu guru memberikan soal evaluasi untuk mengecek kembali
pemahaman murid terkait materi yang telah disajikan, menginformasikan materi selanjutnya,
berdoa bersama dan menutup pelajaran.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan informasi yang telah disajikan, dapat disimpulkan beberapa hal
berikut, yakni:
1. Dalam dunia pendidikan, untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul maka
seorang guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Guru yang berkualitas serta profesional diyakini mampu menciptakan generasi bangsa
yang bermutu dan bermartabat serta mampu mengahadapi tantangan global.
2. Dengan melihat perubahan zaman dan perkembangan teknologi saat ini, guru harus
mampu memahami dan melihat kebutuhan murid sesuai dengan konteks zamannya.
Sehingga dalam penerapannya guru dapat menciptakan pembelajaran yang berpihak
kepada murid.
3. Pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dengan model PBL dapat menjadi
jawaban untuk merancang pembelajaran yang berpihak bagi murid. Dengan penerapan
pembelajaran tersebut semua murid akan menjadi unggul sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki masing-masing. Pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dengan
model PBL dapat menciptakan kesetaraan belajar bagi semua murid dan menjembatani
kesenjangan belajar antara murid yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi di
SMP Negeri 4 Bajo

B. Saran
Berikut ini beberapa saran yang diberikan peneliti terkait dengan penelitian
dalam karya tulis ini:
1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya mungkin dapat memerhatikan lebih mendalam
terkait pemberian tes diagnostik kepada murid. Karena tes diagnostik tersebut menjadi
dasar guru untuk memetakan kebutuhan belajar murid, untu kemudian menyusun
rancangan pembelajaran sesuai dengan profil belajar murid.
2. Disarankan pula untuk penelitian selanjutnya lebih mengembangkan penelitian ini
dengan menggunakan model pembelajaran yang lain guna melihat bagaimana
kefektifan strategi pembelajaran berdeferensiasi jika diintegrasikan dengan berbagai
model pembelajaran lainnya.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
terkait dengan implementasi pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi dalam
model pembelajaran berbasi masalah/ Problem Based Learning (PBL)

Anda mungkin juga menyukai