Anda di halaman 1dari 17

Kurikulum 2013 sering disebut juga dengan kurikulum berbasis karakter.

Kurikulum ini merupakan kurikulum


baru yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kurikulum 2013
sendiri merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter,
dimana siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki
sopan santun dan sikpa disiplin yang tinggi. Kurikulum ini secara resmi menggantikan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan yang sudah diterapkan sejak 2006 lalu. bukan hanya itu, Kurikulum ini pun mempunyai
kelemahan dan keunggulan.
kurikulum-2013
Dalam Kurikulum 2013 tersebut, mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik pada satu satuan
pendidikan pada setiap satuan atau pun jenjang pendidikan. Sementara untuk mata pelajaran pilihan yang
diikuti oleh peserta didik, dipilih sesuai dengan pilihan dari nmereka. Kedua kelompok mata pelajaran
bersangkutan (wajib dan pilihan) terutamanya dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan tingkat
menengah yakni SMA dan SMK. Sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis dari peserta didik
usia 7 15 tahun, maka mata pelajaran pilihan yang ada belum diberikan untuk peserta didik tingkat SD dan
SMP.
Beberapa aspek yang terkandung dalam kurikulum 2013 tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan
Untuk aspek pengetahuan pada kurikulum 2013, masih serupa dengan aspek di kurikulum yang sebelumnya,
yakni masih pada penekanan pada tingkat pemahaman siswa dalam hal pelajaran. Nilai dari aspek pengetahuan
bisa diperolehjuga dari Ulangan Harian, Ujian Tengah/Akhir Semester, dan Ujian Kenaikan Kelas. Pada
kurikulum 2013 tersebut, pengetahuan bukanlah aspek utama seperti pada kurikulum-kurikulum yang
dilaksanakan sebelumnya.
2. Keterampilan
Keterampilan merupakan aspek baru yang dimasukkan dalam kurikulum di Indonesia. Keterampilan merupakan
upaya penekanan pada bidang skill atau kemampuan. Misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan opini
pendapat, berdiksusi/bermusyawarah, membuat berkas laporan, serta melakukan presentasi. Aspek
Keterampilansendiri merupakan salah satu aspek yang cukup penting karena jika hanya dengan pengetahuan,
maka siswa tidak akan dapat menyalurkan pengetahuan yang dimiliki sehingga hanya menjadi teori semata.
3. Sikap
Aspek sikap tersebut merupakan aspek tersulit untuk dilakukan penilaian. Sikap meliputi perangai sopan
santun, adab dalam belajar, sosial, absensi,dan agama. Kesulitan penilaian dalam aspek ini banyak disebabkan
karena guru tidak setiap saat mampu mengawasi siswa-siswinya. Sehingga penilaian yang dilakukan tidak
begitu efektif.
Sementara untuk buku Laporan Belajar atau Rapor pada Kurikulum 2013 tersebut ditulis berdasarkan pada
Interval serta dihapuskannya sistem ranking yang sebelumnya ada pada kurikulum. Hal ini dilakukan untuk
meredam persaingan antar peserta didik. Upaya penilaian pada Rapor di kurikulum 2013 tersebut dibagi ke
dalam 3 kolom yaitu Pengetahuan, Keterampilan, danjuga Sikap. Setiap kolom nilai tersebut (Pengetahuan dan
Keterampilan) dibagi lagi menjadi 2bagia kolom yaitu kolom angka dan juga kolom huruf, dimana setiap
kolom diisi menggunakan system nilai interval.

Apa Beda Kurikulum 2013 dengan Sebelumnya

Siswa Siswi mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah SD 01 Menteng dengan menggunakan buku
kurikulum 2013 yang difotocopy di Jakarta, 14 Agustus 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Kurikulum 2013 telah mulai diterapkan. Namun, kurikulum ini masih saja menuai
perdebatan. Sekretaris Jenderal Forum Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti menganggap kurikulum ini
bukan solusi kemajuan pendidikan Indonesia. "Memajukan pendidikan bukan dengan mengganti kurikulum,"
kata dia kepada Tempo, Jumat, 15 Agustus 2014.
Menurut dia, kunci kemajuan pendidikan di Indonesia ada di tangan guru-gurunya. "Yang perlu ditingkatkan
adalah kualitas guru," kata dia. Retno menjelaskan jika kualitas guru bagus, kurikulum macam apa pun, bahkan
tanpa kurikulum sekali pun, anak-anak didik yang dihasilkan pasti baik. "Guru-guru kita saja tak siap
menjalankan kurikulum baru ini," ujarnya. (Baca: Kurikulum 2013: Murid Bingung Belajar Apa)
Retno mengibaratkan kurikulum ini seperti mobil mewah triliunan dan sopirnya adalah para guru. "Kurikulum
ini kan mahal, tapi tidak bisa jalan karena sopirnya sendiri tak bisa mengendarainya," kata dia. Menurut Retno,
penerapan kurikulum ini ibarat memberi obat yang salah. "Ini salah obat. Harusnya diberi obat guru yang
berkualitas," ujarnya. (Baca: Kurikulum 2013, Sekolah di Jakarta Sampai Jumat)
Menurut dia, kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, lebih baik
dibandingkan dengan kurikulum baru ini. Salah satunya terkait dengan penyamarataan sistem pendidikan.
"KTSP itu mengakomodir masing-masing satuan pendidikan sesuai kondisi. Kalau K-13, kan, berlaku
nasional," ujarnya. Inilah yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi keberagaman yang ada di Indonesia.

Kurikulum di indonesia
Manado, KOMENTAR - Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Propinsi Sulut, Harold Monareh SH MSi
menegaskan bahwa Kurikulum 2013 (K13) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) merupakan jawaban kebutuhan di abad 21. K13 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang
dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi di abad 21. Terutama dari sisi peningkatan kemampuan
kreativitas dan komunikasi yang menjadi dasar yang sangat penting yang diikuti dengan pembentukan sikap,
keterampilan dan pengetahuan, ungkapnya.
Dalam pengembangan kualitas peserta didik, lanjut dia, Diknas Propinsi Sulut, secara terus menerus melakukan
pemantapan agar sekolah-sekolah sasaran semakin berkembang. Implementasi K 13 merupakan tuntutan
terhadap perubahan, yang bukan hanya dari sisi ilmu pengetahuan yang terus berkembang, tetapi juga pada
industri serta sosial-budaya masyarakat, jelasnya sambil menambahkan K13 juga dirancang untuk mencapai
pembelajaran berbasis penemuaan atau discovery learning. Hal ini dapat dibuktikan melalui berbagai kegaiatan
berbasis tugas atau project based learning yang mencakup proses mengamati, menalar, mencoba dan
mengkomunikasikannya. Kajian terhadap isi mata pelajaran yang terlalu berat, kemudia disederhanakan sesuai
dengan mata pelajaran yang pada intinya adalah untuk peningkatan kreativitas pembelajaran, ujarnya.
Tak itu saja, penerapan K13 juga dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik agar ke depan dapat
menghasilkan generasi yang berahklak mulia dan berbudi pekerti.
Pemerintah telah menyiapkan buku bagi peserta didik yang disusun berdasarkan kopentensi dasar yang
kemudian diterapkan di sekolah sasaran yang jumlahnya di Sulut mencapai 120-an sekolah. Baik SD, SMP dan
SMA/SMK, tandasnya.
Selanjutnya, untuk memantapkan K13, Diknas Sulut akan terus mengupayakan agar dalam penerapannya akan
menambah jumlah sekolah sasaran. Penambahan jumlah sekolah sasaran tentunya akan memberikan dampak
positif. Terutama untuk meningkatkan kompetensi dan kreativitas peserta didik maupun guru, kuncinya.(eda)

PENTINGNYA KURIKULUM TERHADAP PROSES PENDIDIKAN


Apa sih kurikulum itu?, mengapa kurikulum begitu penting terhadap proses pendidikan?, apa pengaruh
kurikulum terhadap pendidikan?. Mungkin pertanyaan-pertanyaan semacam ini pernah ada dalam pikiran
pembaca sekalian dan mungkin juga sempat mencari tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut namun
belum juga mendapatkan jawaban-jawaban yang konkrit. Hal yang serupa pun pernah dialami oleh penulis
sendiri, oleh karena itu penulis bermaksud ingin berbagi pengetahuan yang penulis telah dapatkan, yang
mungkin ini merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang selama ini belum terjawab dengan benar.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Didalam buku PANDUAN MANAJEMEN MUTU KURIKULUM PENDIDIKAN yang ditulis oleh Moh.
Yamin, pada bab 1 dijelaskan bahwa, Proses Pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau dalam kelas, akan
bisa berjalan dengan lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila pendidikan bisa dijalankan dengan
baik ketika kurikulum menjadi penyangga utama dalam proses belajar mengajar. Kurikulum mengandung
sekian banyak unsur konstruktif supaya pembelajaran berjalan dengan optimal. Sejumlah pakar kurikulum
berpendapat bahwa jantung pendidikan berada pada kurikulum. Baik dan buruknya hasil pendidikan ditentukan
oleh kurikulum, apakah mampu membangun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak.
Adanya peserta didik yang memiliki pandangan yang luar biasa dan berpikir ke depan disebabkan oleh
kurikulum yang bisa membuka mindset peserta didik yang progresif. Banyaknya peserta didik yang tidak
memahami realitas sosial disebabkan oleh kurikulum yang menggiring peserta didik kepada pembelajaran
tekstual, bukan pada pendidikan konstektual. Dengan demikian, kurikulum memegang peran penting bagi
keberhasilan sebuah pendidikan bagi peserta didik.
Prof. Dr. S. Nasution. M.A. mengatakan bahwa masa depan bangsa terletak pada tangan kreatif generasi muda.
Mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dinikmati anak-anak saat ini, terutama dalam
pendidikan formal yang diterima dibangku sekolah. Apapun yang akan dicapai di sekolah harus ditentukan oleh
kurikulum sekolah. Jadi, barang siapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peran penting dalam
mengatur nasib bangsa dan Negara ke depannya.
A Ferry T. Indratno mengatakan bahwa kurikulum adalah program dan isi dari suatu system pendidikan yang
berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat. Bila ditarik benang
merah maka kurikulum dapat dipahami sebagai alat sentral baggi keberhasilan pendidikan.
Nah, dari tulisan ini mungkin sedikit banyaknya pembaca telah mengetahui tentang pentingnya kurikulum
terhadap proses pendidikan. Bila disimpulkan kurikulum sejatinya dihadirkan supaya menjadi alat utama agar
pendidikan yang dijalankan selaras dengan cita-cita bangsa. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca sekalian.

Perubahan Kurikulum dan Kualitas


Pendidikan di Indonesia
OPINI | 24 July 2013 | 21:58

Dibaca: 2991

Komentar: 0

PERUBAHAN KURIKULUM DAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA


Oleh : Saharuddin, S.Pd
Pengurus Cabang IP-DDI Kabupaten Sidenreng Rappang
Setiap perubahan kurikulum selalu menjadi harapan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia akan adanya
perubahan dalam dunia pendidikan terutama untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, namun
tentu harus terpahami bersama se ideal apapun kurikulum yang coba diterapkan kalau kesadaran dari
setiapstakeholder untuk membangun dunia pendidikan kurang, tentu tentu sangat susah untuk membangun
dunia pendidikan yang ideal.
A. Sejarah perubahan kurikulum di Indonesia
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada
saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses
perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir
pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih
popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasilanamun
penerapannya baru dimulai di sekolah-sekolah pada 1950.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
3. Rentjana Pendidikan 1964
Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional, spritual dan jasmani.
4. Kurikulum 1968
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah
satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung processskill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor
tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa

ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi).
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa
aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan
bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban) dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang
menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah.
6 Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang
sederhana ke hal yang kompleks.
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
suplemen kurikulum 1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu:

Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan


kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan
kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara
tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan
lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan
materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya
dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan
lainnya yang tersedia di sekolah.

8. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah
yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa,
yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang
ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa.

9. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih
tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis
evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
10. Kurikulum 2013
Penekanan utama pada kurikulum 2013 terdapat 6 poin mendasar yaitu :
Pertama, terkait dengan penataan sistem perbukuan.
Kedua, penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) di dalam penyiapan dan pengadaan guru.
Ketiga, penataan terhadap pola pelatihan guru.
Keempat, memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler,
serta penguatan peran guru bimbingan dan konseling (BK).
Kelima, terkait dengan memperkuat NKRI. Melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaanlah, peserta didik
diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter, baik menyangkut nilai-nilai kebangsaan,
keagamaan, toleransi dan lainnya.
Keenam, ini juga masih terkait dengan hal kelima, memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa-budaya.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia.
Perubahan kurikulum serta besarnya anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk Pendidikan tidak
berbanding lurus dengan kualitas Pendidikan Indonesia sampai hari ini, dapat dilihat beberapa aspek yaitu :
1. Prestasi belajar siswa dari Ujian Nasional
Secara hitungan angka-angka sebenarnya hasil ujian nasional cukup lumayan sukses karena melihat nilai-nilai
hasil ujian nasionalnya diatas rata-rata dibanding tahun-tahun 90-an. Nilai matematika saja misalnya, pada
tahun 90-an sangat jarang siswa mendapatkan nilai 9 tapi beberapa tahun ini sangat banyak siswa yang
mendapatkan nilai tersebut bahkan beberapa siswa yang mendapatkan nilai 10, namun harus di kaji lebih jauh
penyebab munculnya nilai tersebut apakah betul-betul murni hasil buah pikiran siswa atau ada yang lain,
penomena ini masih teringat di benak kita maraknya peredaran kunci jawaban sebelum ujian nasional
berlangsung yang berimplementasi pada hasil ujiannya, tak jarang siswa enggan belajar sebelum ujian karena
asumsi yang dia miliki bahwa toh juga ada kunci jawaban yang diberikan nantinya. Apakah ini menandakan
kualitas pendidikan meningkat.
2. Akhlak Pelajar.
Maraknya tawuran yang terjadi diseluruh indonesia menjadi bukti bahwa akhlak para pelajar hari ini sangatlah
terperosok, baik itu secara nasional maupun tingkat regional. Karena ketidak mampuan beberapa stakeholder
dalam membina para pelajar dengan kondisi politik, kondisi sosial yang mengalami perubahan yang begitu
singnifikan.
Dari beberapa opini diatas dapatlah disimpulkan keberhasilan dunia pendidikan bukan karena kurikulum yang
begitu bagus, tapi lebih pada kesadaran dan kualitas setiap stakeholder yang terkait yang harus dipikirkan
.!!!!!!!!!!!!!!!! Semoga pendidikan Indonesia Jaya dimasa akan datang

Apa Itu Kurikulum?


Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang
lalu, dimana istilah kurikulum itu untuk pertama kalinya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu suatu alat yang
membawa orang dari start sampai ke finish. Baru pada tahun 1955 istilah kurikulum digunakan dalam bidang
pendidikan, dengan arti sejumlah materi pelajaran dari suatu perguruan.
Menurut Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development; Theory and Practice, sebagaimana dikutip oleh
Khoiron Rosyadi, kurikulum diartikan sebagai sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak didik. Dalam
pengertian yang lain, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Pengertian ini
menggarisbawahi adanya 4 (empat) komponen pokok dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi/bahan, organisasi dan
strategi.
Pengertian seperti tersebut di atas merupakan pengertian kurikulum yang sempit, dimana kurikulum diartikan secara
terbatas karena masih belum mencakup aktivitas peserta didik dalam proses kependidikan. Hal inilah yang selama
beberapa dekade ini telah mengebiri kurikulum pendidikan kita serta mengarahkannya pada nasionalisme yang
sempit dan uniformitas (keseragaman) baik dalam berpikir dan bertindak, yang secara tidak langsung memasung
kreatifitas guru dan memperendah proses perkembangan imajinasi, keberanian dan daya berpikir peserta didik.
Konsep sentralisasi tersebut merupakan bagian dari kelemahan struktur dan mekanisme praktek pendidikan kita
yang selama ini terlalu menekankan pada proses. Sehingga telah melahirkan suatu kecenderungan proses pengajaran
oleh guru (teacher teaching) dibandingkan dengan yang seharusnya sebagai proses pembelajaran oleh peserta
didik (student learning). Guru diharuskan melaksanakan tugas dengan metode sebagaimana petunjuk dari atas,
terlepas setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka dan cocok tidaknya metode tersebut dengan materi yang
disampaikan. Dengan kata lain pendidikan seharusnya lebih menekankan pada aspek pembelajaran (learning) dan
bukan pengajaran (teaching).
Situasi terbungkamnya dinamika keilmuan Indonesia inilah yang disebut oleh Paulo Freire sebagai budaya bisu,
dimana penghargaan terhadap demokratisasi pendidikan sangat kurang dan nyaris tidak ada. Dalam situasi demikian,
pendidikan Indonesia mulai menampakkan titik cerah begitu digulirkannya reformasi dan berkembangnya isu otonomi
daerah.
Menurut Paulo Freire, mengajar bukannya memindahkan pengetahuan dengan hafalan. Mengajar tidak direduksi
menjadi mengajar saja, tetapi mengajar menjadi efektif jika peserta didik belajar untuk belajar (learn to learn).
Konsep mengenai pembelajaran efektif ini mulai dikedepankan di Indonesia adalah dengan pendekatan CBSA (cara
belajar siswa aktif) dan KBK yang menekankan konsep learning by doing, dan pendekatan ketrampilan proses. Kedua
konsep tersebut merupakan representasi dari desentralisasi pendidikan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan
pendidikan melalui otonomi. Dan yang paling gress saat ini adalah dengan dikenalkannya Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) oleh pemerintah.
Kembali ke masalah pengertian kurikulum, dengan kondisi tersebut di atas, tampaknya pengertian yang dikemukakan
Hasan Langgulung terasa lebih luas, dimana menurut dia kurikulum adalah Sejumlah pengalaman pendidikan,
kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar
sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. Pengertian ini menggambarkan segala bentuk aktivitas sekolah
yang sekiranya mempunyai efek bagi pengembangan peserta didik, dan bukan hanya terbatas pada kegiatan belajar
mengajar saja.
Pengertian lain yang senada dengan Hasan Langgulung adalah apa yang disampaikan oleh J. Galen Saylor, William M.
Alexander, serta Artur J. Lewis, dalam Curriculum Planning for Better Teaching and Learning menjelaskan arti
kurikulum sebagai berikut:
The curriculum is the sum total of schools effort to influence learning, weither in the classroom, on the
playgroup, or out school.
Jadi, segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak itu belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah,
atau di luar sekolah, dapat dikategorikan sebagai kurikulum. Dengan demikian, kurikulum meliputi segala pengalaman

yang disajikan oleh sekolah agar anak mencapai tujuan yang diinginkan. Hal demikian dikarenakan suatu tujuan tidak
akan tercapai dengan suatu pengalaman saja, akan tetapi melalui berbagai pengalaman dalam bermacam-macam
situasi, di dalam maupun di luar sekolah.
Pengertian kurikulum menurut Hasan Langgulung dan juga J. Galen Saylor, yang mengartikan bahwa kurikulum
merupakan pengalaman belajar, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah ini nampaknya berjalan linier dengan
paradigma pendidikan Post modernisme yang mengharuskan pendidikan mempunyai sifat yang terbuka. Terbuka
dalam arti tidak hanya menjadi subyek yang masterable dan mempunyai kontrol tertentu, tetapi lebih dari itu dapat
menemukan makna kontemporer dan tidak terlalu terpaku pada single definitif. Hal demikian karena pengalaman
bukanlah sebuah entitas reduktif terhadap entitas yang sama, tetapi pengalaman adalah sebuah bentuk yang
terbuka terhadap perbedaan. Keterbukaan tersebut melibatkan pengertian yang tidak hanya mencari makna
tertentu, tetapi menjadikan peserta didik lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan multiple.
Namun begitu, kaitannya dengan sistem pendidikan di negara Indonesia, pendidikan harus tetap mengacu pada
kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan. Yang dimaksud dengan kesatuan dalam
kebijaksanaan ditandai dengan sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen KTSP yang sama yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional/Kementerian Agama. Sedangkan Keberagaman dalam
pelaksanaan ditandai dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh sekolah masing-masing sesuai
dengan karakteristik sekolahnya.

LATAR BELAKANG MUNCULNYA KURIKULUM 2013 dan LANDASAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan
upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) memerintahkan agar pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannyaUndang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menjadi desentralisasi dan otonomi
pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas
adalah manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab . Oleh karena itu,
pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana dalam pembangunan bangsa dan karakter .
Penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yangdiyakini akan menjadi faktor
determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negaraIndonesia sepanjang jaman.
Oleh karena kurikulum dipandang sebagai salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan
untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik maka kurikulum 2013 perlu
dikembangkan dengan berbasis padakompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi:
1. Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;
2. Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri;
3. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Adapun landasan penyempurnaan kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 adalah:
1. Landasan yuridis:
Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan
keputusan yuridis di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum adalah sebagai berikut:
Pancasila dan UUD 1945,
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
PP nomor 19 tahun 2005,
Permendiknas no. 23 tahun 2006 tentang Standar KompetensiLulusan
Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
2. Landasan filosofis:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu,
pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada
budaya bangsa. Oleh karena itu, melalui pendidikan, berbagainilai dan keunggulan budaya di masa lampau

diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat,


dan bangsa yang sesuai dengan zaman di mana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri.
Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabilapengetahuan,
kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar

untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat
manusia.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan

bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan
yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang
berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu,

teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat,bangsa,


dan umat manusia dikemas sebagai konten
pendidikan. Kontenpendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu
terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan
berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak
terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagi pula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan
memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa
lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan ketika
mereka telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar
pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan
untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana
dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar
Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk
dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagaipribadi, anggota masyarakat, dan warganegara
yang produktif serta bertanggungjawab di masa mendatang.
3. Landasan teoritis:
Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis
kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar
nasional sebagai kualitas minimal hasil belajaryang berlaku untuk setiap
kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi
Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan
yang mencakup sikap,pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yg berisikan 3
(tiga) komponen yaitu:
Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi
kompetensi.
Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan.
Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan
menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di atasnya serta jalur satuan
pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan
berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik
untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan
tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia
dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses,
maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan
pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan
sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai
rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa
di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Konten kurikulum tersebut
dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran
terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap
dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk
dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum .

Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran.
Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses
pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program
Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung
dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa
yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu
proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.

Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum
diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil
kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi
yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI)
mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
(2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran.
(3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas
tertentu.
(4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk
suatu satuan pendidikan dan mata pelajaranditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran.
(5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi, bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu
yang berasal dari pendekatan disciplinarybased curriculum atau content-based curriculum.
(6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan
memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery).
Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan
sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang
tidak langsung.
(8) Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti
dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria
Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).
4. Landasan empiris:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun akan datang diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum
pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh,
kreatif, ulet, jujur, danmandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa
depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan
pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya
kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain,sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa
masih tetap ada. Kurikulum harusmampu membentuk manusia Indonesia yang dapat menyeimbangkan

kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan
kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia .

Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus


pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga
menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal.
Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli
pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum

yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan
yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dandireorganisasi terhadap
beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini .
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran
berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan
secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah
satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada
tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca,
tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di
dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui
kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi
nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam.
Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia,
dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan
datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda

terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secarakreatif
terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.

Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi
PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan,
matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara.
Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia
berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis, dan
pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah, dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi
ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten
namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperan serta dalam
membangun negara pada masa mendatang.

Pendekatan Scientific dalam Implementasi Kurikulum 2013


Labels: Model pembelajaran
Beberapa waktu yang lalu di blog Penelitian Tindakan Kelas dan Model-Model Pembelajaran telah
disajikan tulisan mengenai apa dan bagaimana pelatihan implementasi kurikulum 2013. Kali ini informasi
terkait kurikulum 2013 kita lanjutkan dengan salah satu materi penting dalam pelatihan tersebut tentang salah
satu pendekatan pembelajaran yang harus digunakan dalam implementasi kurikulum 2013,
yaitu pendekatanscientific (pendekatan ilmiah), mari kita simak.

Konsep Pendekatan Scientific dalam Kurikulum 2013


Pada penerapan (implementasi Kurikulum 2013) di lapangan (baca: sekolah), guru salah satunya harus
menggunakan pendekatan ilmiah (scientific), karena pendekatan ini lebih efektif hasilnya dibandingkan
pendekatan tradisional.
Kriteria Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah)
Lalu bagaimanakah kriteria sebuah pendekatan pembelajaran sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan
ilmiah atau pendekatan scientific? Berikut ini tujuah (7) kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat
dikatakan sebagai pembelajaran scientific, yaitu:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang sertamerta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi,
memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan
tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola
berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Langkah-Langkah Pembelajaran pada Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah)

pendekatan scientific dan 3 ranah yang disentuh


Proses pembelajaran yanag mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu:
sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang
demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Perhatikan diagram berikut.
Adapun penjelasan dari diagram pendekatan pembelajaran scientific (pendekatan ilmiah) dengan menyentuh
ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa.
Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
bagaimana.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang
baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak
(hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran scientific meliputi:

Langkah-langkah pendekatan scientific


Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Posted on 20 Januari 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 103 Komentar
Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki
adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat,
membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa
proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered active learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum
20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud).
Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya meyakini, secara konseptual proses pembelajaran
yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati kurikulum 2004 (KBK) dan
Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama seperti apa yang
tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan
kebanjiran dengan aneka konsep pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran Konstruktivisme, PAKEM,
Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning, Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah,
Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif dengan aneka tipenya, dan sebagainya.
Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh
berbeda. Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran mutakhir tersebut
telah terimplementasikan di lapangan?
Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK
dan KTSP, yang tentunya tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi
dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaan kira-kira seperti ini:
Anggap saja dalam satu semester terjadi 16 kali pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan
pembelajaran dengan menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?
Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering
digunakan adalah pendekatan pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode
ceramah (Chalk and Talk Approach).
Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan
KTSP, setidaknya saya melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:
1. Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).
Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a) kategori berat, yaitu mereka yang
menunjukkan ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran mutakhir, mengenal
judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika mengajar dia berdiri di depan kelas atau bahkan hanya

duduk di kursi guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir pelajaran,
sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun; dan
(b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran
mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di kelas, mereka
bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sanasini.
2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).
Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah
memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya
mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka memperoleh pengetahuan dan
keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan,
semangat mereka berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge, tetapi lambat laun semangatnya
memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi
sia-sia.
Kembali kepada persoalan Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini
telah menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi Kurikulum 2013. Hampir
bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu berkaitan dengan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan
dengan Kurikulum 2013.
Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian
saya berharap dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan
saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti, perlu ada upaya-upaya tertentu
untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan
dan metode pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan
melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin lebih penting dari sekedar
menanamkan kemampuan.
Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang
sejalan dengan Kurikulum 2013, niscaya kehadiran Kurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan
tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya.
Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?

BUKU GURU
Salah satu perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya buku siswa dan
buku guru yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah.
Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum 2013, peserta didik dipacu untuk mencari dari
sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk
meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik dengan ketersedian kegiatan pada buku ini. Guru
dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang
bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
Oleh karena itu, guru sebagai pengendali utama di dalam proses belajar mengajar di kelas perlu mencermati
terlebih dahulu terhadap buku siswa maupun buku pegangan guru yang sudah disediakan pemerintah. Hal ini
diperlukan mengingat buku yang disediakan oleh pemerintah ditujukan untuk keperluan skala nasional. Artinya,
buku tersebut dibuat secara umum untuk kondisi siswa di Indonesia, tentunya belum mengakomodasi
kebutuhan khusus pada masing-masing sekolah yang ada kemungkinan mempunyai karakteristik masingmasing. Dengan demikian, sebelum menggunakan di kelas, tentunya guru diharapkan sudah membaca dan
mencermati dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar jika terdapat kekeliruan
atau ketidaktepatan yang ada dalam buku tersebut, dapat dilakukan langkahlangkah tindak lanjut mengatasinya
lebih awal.
E. ANALISIS BUKU GURU DAN BUKU SISWA
Sebelum buku siswa digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, guru sebaiknya sudah membaca dan
melakukan analisis buku terlebih dahulu. Sehingga jika di dalam buku tersebut ditemukan adanya kekeliruan
atau ketidaktepatan, guru dapat mengatasinya dengan melakukan langkah-langkah tindak lanjut yang
diperlukan. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa pentingnya melakukan analisis buku siswa. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis buku adalah sebagai berikut:
a. Kesesuaian isi buku dengan SKL, KI, dan KD
Buku yang hendak digunakan di kelas hendaknya sudah dicek kesesuaiannya dengan kurikulum yang
digunakan. Apakah sudah sesuai dengan standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar
yang sudah ditentukan. Jika masih ditemukan adanya ketidaksesuaian, guru dapat menindaklanjutinya lebih
awal.
b. Kecukupan materi
Materi yang terdapat dalam buku siswa perlu dianalisis dari segi kecukupan materi yang ditinjau dari segi
cakupan konsep atau materi esensial dan alokasi waktu yang dibutuhkan/disediakan.
c. Kedalaman materi
Dalam melakukan analisis terhadap kedalaman materi, materi yang tertuang dalam buku siswa perlu ditinjau
dari pola pikir keilmuan dan karakteristik siswa. Jika ada yang dianggap kurang sesuai dengan karakteristik
siswa di sekolahnya, diharapkan guru dapat menindaklanjuti dengan memberikan tambahan-tambahan
penjelasan seperlunya.
d. Kebenaran materi
Analisis buku juga sekaligus melihat kebenaran akan materi, contoh, maupun latihan-latihan yang dituliskan.
Jika ditemukan adanya materi/contoh/soal yang dituliskan dalam buku terjadi kesalahan, baik kemungkinan
salah dalam penulisan konsep maupun salah ketik, maka guru diharapkan sesegera mungkin untuk
menindaklanjutinya. Tidak lanjut dapat berupa ralat perbaikan yang segera disampaikan kepada siswa agar
tidak berdampak lebih lanjut kepada siswa (membuat siswa bingung/ragu).
e. Kesesuaian pendekatan yang digunakan
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific, oleh karena itu buku siswa perlu ditinjau dari segi
penerapan pendekatan scientific. Apakah penyajiannya sudah memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatankegiatan seperti yang diharapkan dalam pendekatan scientific atau belum.
f. Kesesuaian penilaian
Bentuk penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik. Oleh karena itu,
buku siswa yang akan digunakan perlu ditinjau dari ketersediaan penilaian autentik yang terdapat dalam buku
siswa tersebut.
Format analisis buku siswa
Judul buku
: ......................................................................................
Kelas
: .....................................................................................
Jenjang
: ......................................................................................
Tema/Topik
: ......................................................................................
NO. ASPEK YANG DIANALISIS
HASIL ANALISIS
TINDAK

TIDAKSESUAI
1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.

LANJUT
SESUAI
SESUAI HASIL
SEBAGIAN
ANALISIS

Kesesuaian denganSKL
Kesesuaian dengan KI
Kesesuaian dengan KD
Kecukupan materiditinjau dari:
a. cakupan konsep/materi
esensial
b. alokasi waktu.
Kedalaman
materipengayaan ditinjau dari:
a. Pola pikir keilmuan
b. Karakteristik siswa
Penerapan Pendekatan Scientific
Penilaian Autentikyang tersedia
dalam buku siswa

PERINGKAT

NILAI

KRITERIA

Amat Baik ( AB)

90 < A 100

Hasil analisis tepat, tindak lanjut logis dan bisa dilaksanakan

Baik (B)

75 < B < 90

Hasil analisis tepat, tindak lanjut kurang logis

Cukup (C)

60 < C < 75

Hasil analisis kurang tepat, tindak lanjut logis

Kurang (K)

< 60

Hasil analisis kurang tepat, tindak lanjut tidak logis

F. KESIMPULAN
Buku siswa yang disediakan oleh pemerintah dalam kurikulum 2013 ini menjabarkan usaha minimal yang harus
dilakukan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sedangkan dalam proses belajar, peserta
didik dipacu untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya.
Oleh karena itu peran guru menjadi sangat penting dalam meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta
didik dengan ketersedian kegiatan pada buku tersebut. Guru diharapkan dapat memperkayanya dengan kreasi
dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam
daerah masing-masing.
Dengan demikian, sebelum menggunakan di kelas, tentunya guru diharapkan sudah membaca dan mencermati
dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar jika terdapat ketidaksesuaian atau
ketidaktepatan yang ada dalam buku tersebut, dapat dilakukan langkah-langkah tindak lanjut untuk
mengatasinya lebih awal. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis buku siswa
adalah: (1) kesesuaian isi buku dengan SKL, KI, dan KD; (2) kecukupan materi; (3) kedalaman materi; (4)
kebenaran materi; (5) kesesuaian dengan pendekatan yang disarankan; dan (6) kesesuaian dengan penilaian
yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai