Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TAKHRIJ AL-HADIST
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Ulumul Hadist
Dosen Pengampu: M. Isa Anshory, M.Ag.

Disusun Oleh:

1. Naila Zulfa (20122169)

2. Nia Oktaviani (20122172)

KELAS E

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tidak lupa kita haturkan
shalawat serta salam kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, yang semoga syafaatnya
mengalir kepada kita dihari akhir kelak. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat dengan
judul “TAKHRIJ AL-HADIST.” Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusuna


makalah ini karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu
penyusun mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan dampak positif kepada
pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekalongan, 12 April 2023

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Masalah.............................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................2

PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Pengertian Takhrij al-Hadis..........................................................................5

B. Metode Ulama Klasik................................................................................. 7

C. Metode Ulama Kontemporer................................................................................13

BAB III..................................................................................................................17

PENUTUP.............................................................................................................17

A. Kesimpulan.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Takhrij Al-Hadist merupakan salah satu cabang ilmu hadis yang berfokus pada
penyelidikan mengenai sanad (rantai perawi) dan matan (teks) hadis. Tujuan dari Takhrij Al-
Hadist adalah untuk menentukan keaslian dan kebenaran hadis, serta memastikan keabsahan
dan keandalan sumber-sumber hadis.

Pada awalnya, para ulama mempelajari hadis secara lisan dan menggunakan memorinya
untuk mengingat hadis-hadis yang mereka dengar. Namun, seiring waktu, semakin banyak
hadis yang muncul dan semakin banyak perawi yang terlibat, sehingga metode ini tidak lagi
efektif. Oleh karena itu, para ulama mulai mengembangkan metode-metode baru untuk
meneliti keaslian dan kebenaran hadist.

Salah satu metode baru yang dikembangkan adalah Takhrij Al-Hadist. Metode ini
dikembangkan oleh para ulama hadis untuk memeriksa kebenaran dan keaslian hadis dengan
cara memeriksa sanad dan matan hadis tersebut. Metode Takhrij Al-Hadith melibatkan
pembandingan hadis dengan sumber-sumber lainnya, seperti kitab-kitab hadis dan riwayat
para perawi hadis.

Dengan menggunakan metode Takhrij Al-Hadist, para ulama dan ahli hadis dapat
memastikan kebenaran dan keaslian hadis, serta memastikan bahwa hadis tersebut tidak
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Oleh karena itu, Takhrij Al-Hadist
menjadi sangat penting dalam penelitian hadis dan menjadi bagian integral dari studi hadis
Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian takhrij al-hadist?


2. Bagaimana Metode Ulama Klasik dalam Takhrij al-hadist?
3. Bagaimana Metode Ulama Kontemporer dalam Takhrij al-hadist?

C. Tujuan Masalah

1. Menjelaskan Pengertian Takhrij al-hadist.


2. Menjelaskan Metode Ulama Klasik dalam Takhrij al-hadist.
3. Menjelaskan Metode Ulama Kontemporer dalam Takhrij al-hadist.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Al-Hadist.

Secara bahasa takhrij adalah ijtima’ amrayn Mutadadayn fi shay’ wahid: berkumpulnya
dua Perkara yang berlawanan pada sesuatu yang Baru. Kata al-takhrij sering dimutlakkan
pada beberapa macam pengertian, pengertian yang popular untuk kata al-takhrij ialah : (1) al-
Istimbat (hal mengeluarkan); (2) al-tadrib (hal melatih atau pembiasaan); (3) al-taujih (hal
memperhadapkan). Sedangkan secara terminologi, takhrij adalah :

‫عزو االحا دیث التي في المصنفات معلقة غیر‬

‫مسندة وال معزوة الي كتاب مسندة اما مع الكالم علیھا‬

‫تصحیحا و تضعیفا وردا وقبوال وبیان ما فیھا من العلل‬

‫واما باالقتصار علي العزو الي االصول‬

Artinya: “Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di


dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai
dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dha’if, ditolak
atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan ‘illat yang ada padanya, atau hanya
sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal sumbernya”1

Menurut para muhaddisin dalam penelitian Syuhudi 2007, kata al-takhrij mempunyai
beberapa arti antara lain :

1. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya


di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu, berikut metode periwayatan yang
ditempuh.
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru
hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan

1
Emilia, Sari, PERANAN TAKHRIJ AL-HADITS DALAM PENELITIAN HADITS, Jurnal Al-Dirayah, Vol. 1, No. 1, 2018,
hlm. 67.

5
riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan sumber pengambilan.
3. Menunjukkan asal usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari
berbagai kitab hadis yang disusun para mukharijnya langsung yakni para periwayat
yang menjadi penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan.
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber, yakni kitab-
kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya, serta
diterangkan pula kepada para periwayatnya dan kualitas hadisnya.
5. Menunjukkan atau megemukakan letak asal hadis dari sumbernya yang asli, yakni
berbagai kitab, yakni berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara
lengkap dengan sanad-nya masing-masing. Lalu, untuk kepentingan penelitian,
dijelaskan pula kualitas hadis yang bersangkutan.2

Prinsip-prinsip dasar takhrij hadist

1. Takhrij bersifat mandiri (istiqlâl), dalam artian kajian dilakukan pada satu sanad
periwayatan, dan penilaian diberikan pada sanad yang dikaji itu tanpa harus meneliti
seluruh sanad yang ada.
2. Sebanyak mungkin informasi terkait hadis yang ditakhrij dipaparkan.
3. Sebuah hadis seringkali diriwayatkan melalui lebih dari satu orang sahabat.
4. Dalam penakhrîjan perlu diperhatikan substansi matan hadis, variasi redaksional
matan (jika terdapat lebih dari satu riwayat), kajian atas sanad berupa biografi beserta
kualitas para perawi, kajian atas kata-kata yang unik dan tidak lumrah (gharîbah al-
lafzh), kajian waktu dan tempat terhadap masingmasing perawi sebagai alat bantu
penelusuran ketersambungan (ittishâl) sanad, dan keunikan sîghah al-adâ` atau
ungkapan masing-masing perawi dalam sanad ketika meriwayatkan hadis.
5. Takhrij hadis dilakukan berdasarkan substansi matan hadisnya, dalam arti kita
mungkin akan mendapati beberapa sanad hadis yang substansi maknanya sesuai
dengan yang kita kaji, sementara redaksional matannya berbeda, atau sebagian ada
yang matannya diringkas.
6. Takhrij hadis dilakukan terhadap sebuah riwayat, sehingga penilaian diberikan kepada
kepada riwayat itu.

2
Emilia, Sari, PERANAN TAKHRIJ..., hlm. 68.

6
7. Penilaian terhadap seorang rawi merupakan ijtihad yang didasarkan data biografi yang
tersebar dalam literatur biografi perawi (tarâjum al-ruwât).
8. Standar masing-masing ulama jarh wa ta’dîl dalam menilai seorang perawi berbeda,
sehingga perlu menelusuri labih jauh ketika terjadi perbedaan pendapat terkait
kualitas seorang perawi.3

Tujuan Takhrij Hadist

Tujuan takhrīj dalam kaitannya dengan penelitian hadis, secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui asal usul hadis


2. Untuk membantu penentuan kualitas hadis
3. Untuk mengetahuipemahaman (al-syarh) hadis yang diteliti.4

B. Metode Ulama Klasik.

Cara melakukan takhrij hadis para pengkaji hadis dilakukan secara manual dengan
membuka kitab takhrij hadis. Penulisan dan pembukuan hadis ditulis dengan beragam, tentu
dalam mencari hadis juga memunculkan beragam cara mengikuti alur penulisan hadis. Sejauh
ini terdapat lima metode yaitu Takhrij melalui lafadz pertama Hadis, Takhrij melalui kosa
kata dalam Hadis, Takhrij melalui perawi pertama, Takhrij melalui tematik, Takhrij Hadis
berdasarkan status Hadis.5

1. Takhrij Melalui Lafadz Pertama Hadis ( Ni awali al-matan)

Penggunaan metode ini tergantung dari lafal pertama matan hadits. Metode ini juga
mengkodifikasikan hadits-hadits yang lafal pertamanya sesuai dengan urutan huruf-huruf
hijaiyyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Suatu
keharusan bagi yang akan menggunakan metode ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal
pertama dari hadits-hadits yang akan dicarinya. Setelah itu ia melihat huruf pertamanya
melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode ini, demikian pula dengan huruf
kedua dan seterusnya. Diantara kitab yang menggunakan metode ini adalah kitab Al-Jami’
Ash-Shaghir Min Hadits Al-Basyir AnNadzir karya As-Suyuthi.

Kitab-kitab yang menggunakan metode keempat, yaitu:

3
Andi Rahman, “Pengenalan Atas Takhrij Hadis,” Riwayah : Jurnal Studi Hadis 2, no. 1 (2017): 160-161.
4
Melalui Kosa Kata and Tematik Dan, METODE TAKHRIJ AL-HADIS, n.d. hlm:51-52.
5
Althaf Husein Muzakky and Muhammad Mundzir, “Ragam Metode Takhrij Hadis: Dari Era Tradisional Hingga
Digital,” Jurnal Studi Hadis Nusantara 4, no. 1 (2022): hlm 79.

7
a. Al-Jami' ash-Shaghir Min al-Basyir an-Nadzir karangan Imam Suyuthi
b. Faidh al-Qadir Bi Syarh al-Jami' ash-Shaghir
c. Al-Jami' al-Azhar Min Hadist an-Nabi al-Anwar karangan Al-Manawi.
d. Hidayah al-Bari Ila Tartib Ahadist al-Bukhari karangan Thahthawi.
e. Kasyf al-Khafa Wa Muzil al-Ilbas ‘Amma isytahara Min al-Ahadits ‘Ala Alsinah an-
Nas karangan Al-Ajluni.

2. Takhrij Melalui Kosa Kata Dalam Hadis ( Bi lafdzi)

Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik itu
berupa isim (kata benda) atau fi’il (kata kerja), sedangkan huruf tidak digunakan dalam
metode ini. Hadits-hadits yang dicantumkan hanyalah bagian hadits saja, adapun ulama-
ulama yang meriwayatkannya dan nama-nama kitab induknya dicantumkan di bawah
potongan hadits-haditsnya. Para penyusun kitab kitab-kitab takhrij menitikberatkan peletakan
hadits-haditsnya menurut lafal-lafal yang asing, semakin asing (gharib) suatu kata maka
pencarian akan semakin mudah.Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui
kata-kata yang terdapat dalam matan hadits adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-
Hadits An-Nabawikarya A.J. Wensinck.

Metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya:

a. Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.


b. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-haditsnya
dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan
halaman.
c. Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam
matan hadits.

Kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam metode ini antara lain:

a. Keharusan memiliki kemampuan bahasa Arab beserta perangkat ilmu-ilmunyayang


memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap katakata
kuncinya kepada kata dasarnya.
b. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat.
c. Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata lain .

8
Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui kata-kata yang terdapat
dalam matan hadits adalah:

a. Al-Al jam’Mu-Al Alfadz Li Mufahras-An Hadits- Nabawi karya A.J. Wensinck


b. Fihris shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abd al-Baqy
c. Fihris Sunan Abi Daud karya Ibnu Bayumi

3. Takhrij Melalui Perawi Pertama (Bi al-Rawi al-A'la)

Metode takhrij yang kedua ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits. Para
penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits olehsetiap
perawi pertama (shahabat atau tabi’i). Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih
dahulu perawi pertama setiap hadits yang akan kita takhrij melalui kitabkitabnya. Langkah
selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab takhrij metode ini, dan
kemudian mencari hadits yang kita inginkan diantara haditshadits yang tertera di bawah nama
perawi pertamanya itu. Bila kita telah menemukannya maka kita akan mengetahui pula ulama
hadits yang meriwayatkannya.Diantara kitab yang terkenal menggunakan metode ini adalah
Musnad Ahmad bin Hanbal karya Imam Ahmad bin Hanbal. Takhrij dengan Musnad Imam
Ahmad ini harus didahului dengan pengenalan kepada Shahabat yang meriwayatkan Hadits.
Bila kita tidak tahu siapa shahabat yang meriwayatkan Hadits yang akan kita takhrij, tentunya
kita tidak mungkin menggunakan metode ini.

Diantara kelebihan metode ini adalah dapat memperpendek masa proses takhrij dengan
diperkenalkan ulama hadist yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.

Adapun diantara kekurangannya adalah:

a. Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui lebih dahulu perawi
pertama hadist yang kita maksud.
b. Kesulitan mencari hadits karena penyusunan hadits-haditsnya didasarkan
perawiperawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.

Pada garis besarnya kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode kedua terbagi
dua bagian:

 Kitab Al-Athraf

1) Kegunaan Kitab-Kitab Athrafa

9
a) Dapat menghimpun berbagai jalan hadits (sanad) dari kitab-kitab yang menjadi
literaturnya hingga dapat diketahui hukum setiap hadits.
b) Hadits-hadits yang dihimpunnya dapat dijadikan bahan studi komparatif sanad antara
yang satu dengan yang lainnya.
c) Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks hadits, ini tentunya sebagai hasil menelaah
kembali teks-teks haditsnya dalam kitab-kitab referennya melalui kitab-kitab al-
athraf.
d) Pengenalan terhadap para Imam periwayat hadits dan tempat-tempat hadits dalam
kitab-kitab mereka.

2) Kitab-Kitab Yang Berjenis Al-Athrafa

a) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam abu Mas’ud Ibrahim bin Muhammad
bin ‘Ubaid ad-Dimasyqi, wafat tahun 400 H.
b) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam Khalaf bin Hamadun alWashithi,
wafat tahun 401 H.
c) Athraf al-Kutub as-Sittah, karangan Ibnu al-Qaisarani, wafat tahun 507 H.
d) Al-Isyraf ‘Ala Ma’rifah al-Athraf, karangan Ibnu Asakir, wafat tahun 571 H.e)
Tuhfah al-Asyraf Bi Ma’rifah al-Athraf, karangan al-Mizzi, wafat tahun 742 H.
 Kitab Musnad

1) Karya-Karya Dalam Al-Musnad

Kitab-kitab Musnad banyak sekali dan merupakan metode yang dipakai oleh para ulama
pada permulaan tahun 200-an H dalam penulisan-penulisan hadits. Musnad yang terkenal
adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Humaidi, Musnad Abi Daud ath-
Thayalisi, Musnad al-Bukhari al-Kabir, dan lain-lain.

2) Kegunaan Musnada

a) Musnad adalah kumpulan hadits-hadits dalam jumlah banyak, mencakup berbagai


riwayat dan meliputi jalan yang bermacam-macam.
b) Sarana untuk memudahkan menghafal hadits bagi yang berkeinginan.
c) Dapat menjadi jalan untuk sampai kepada hadits yang dituju.

4. Takhrij Melalui Tematik ( Bi al-Maudlu'i)

10
Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema hadits, setelah kita
menentukan hadits yang akan kita takhrij maka langkah selanjutnya ialah menyimpulkan
tema hadits tersebut kemudian kita mencarinya melalui tema ini pada kitab-kitab metode ini.
Kitab yang terkenal yang menggunakan metode ini adalah kitab Miftah Kunuz As-Sunnah
karya DR. AJ. WENSINCK, seorang orientalis dan guru besar bahasa Arab di Universitas
Leiden.

Keistimewaan metode keempat

a. Metode tema hadist tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadist,


seperti keabsahan lafal pertamanya, pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan-
perubahan katanya, dan pengenalan perawi teratas. Yang dituntut oleh metode
keempat ini ialah pengetahuan akan kandungan hadist.
b. Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadist pada diri peneliti.
c. Metode ini memperkenalkan kepada peneliti maksud hadist yang dicarinya dan
hadist-hadist yang senada dengannya, hal ini tentunya akan membantu mendalami
permasalahan.

Kekurangan metode keempat

a. Terkadang kandungan hadist sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak
dapat menentukan temanya, sebagai akibatnya dia tidak mungkin memfungsikan
metode ini.
b. Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab,
sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan hadist pada posisi yang tidak diduga
oleh peneliti tersebut.
 Karya-karya tulis pada metode keempat

1.) Kitab –kitab takhrij hadits secara umum, seperti:

a) Kanzul 'Ummal Fi Sunan al-Aqwal WA al-Af'al karangan al-Muttaqi al-Hindi


b) Muntakhab Kanz al-'Ummal juga karangan al-Muttaqi al-Hindi

2.) Kitab-kitab takhrij hadis-hadis dari beberapa kitab tertentu, seperti:

a) Miftah Kunuz as-Sunnah karangan Wensinck


b) Al-Mughni 'An Haml al-Asfar Fi al-Asfar Fi Takhrij Ma Fi al-Ikhya Min al-Akhbar
karangan al-Iraqi

11
3.) Kitab-kitab takhrij hadis dari kitab-kitab fiqih, seperi:

a) Nashb ar-Rayah Fi Takhrij Ahadist al-Hidayah karangan al-Zaila'i


b) Ad-Dirayah Fi Takhrij Ahadist al-Hidayah karangan Ibnu Hajar
c) At-Talkhish al-Habir Fi Takhrij Ahadist af-Rafi'i al-Kabir karangan Ibnu Hajar

4.) Kitab-kitab takhrij hadis -hadis hukum, seperti:

a) Muntaqa al-Akhbar Min Hadist Sayyid al-Akhbar karangan Ibnu Taimiyyah


b) Bulugh al-Maram Min Adillah al-Akhkam karangan Ibnu Hajar
c) Taqrib al-Asanid WA Tartib al-Masanid karangan al-'Iraqi

5.) Kitab-kitab takhrij hadis-hadis Tafsir, seperti:

a) Ad-Dur al-Mantsur Fi at -Tafsir Bi al-Ma'tsur karangan Imam Suyuthi


b) Tafsir Al-Qur'an Al-'Adhzim karangan Ibnu Katsir
c) Al- Kaf as-Syaf Fi Takhrij Ahadist al-Kasyaf karangan Ibnu Hajar

5. Takhrij Hadist Berdasarkan Kualitas Hadist (Bi Darajah al-Hadist)

Takhrij Berdasarkan Status Hadits Metode ini sangat membantu sekali dalam proses
pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti hadits-hadits qudsi, hadits-hadits yang sudah
masyhur, hadits-hadits mursal, dll.

Kelebihan metode ini adalah dapat memudahkan proses takhrij, karena sebagian besar
hadits-hadits yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit,
sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.

Adapun kekurangan metode ini yaitu cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya
hadits-hadits yang dimuat tersebut. Karya-karya yang berkenaan dengan metode kelimaa.

a)Kitab sekitar hadits-hadits mutawatir, seperti:


- Al-Azhar al-Mutanatsirah Fi al-Akhbar al-Mutawatirah karangan Imam
Suyuthi
b) Kitab sekitar hadis-hadis qudsi, seperti:
- Al-Ittihafat as-Saniyyah Fi al-Ahadist al-Qudsiyyah karangan al-Madani
- Al-Ahadist al-Qudsiyyah dari lembaga Al-Qur'an dan Hadits Dewan Tertinggi
Agama Islam
c) Kitab sekitar hadis-hadis terkenal, seperti :

12
- Al-Maqasid al-Hasanah Fi Bayan Katsir Min Ahadist al-Musyatahirah 'Ala al-
Alsinah karangan as-Sakhawi
- Kasyf al- Khafa Wa Muzil al-Ilbas 'Amma isytahara Min al-Ahadist 'Ala
Alsinah an-Nas karangan al-'Ajluni
d) Kitab sekitar hadis-hadis mursal, sperti:
- Al-Marasil karangan Abu Daud
e) Kitab sekitar hadis-hadis maudhu' (palsu), seperti:
- Takziah asy-Syari'ah al-Marfu'ah An al-Akhbar asy-Syani'ah al-Maudhu'ah
karangan Ibnu 'Iraq
- Al- La'ali al-Mashnu'ah Fi al-Ahadist al-Maudhu'ah karangan Suyuthi
- Al- Masing 'Fi Ma'rifah al-Hadist al-Maudhu' karangan al-Qari.6

C. Metode Ulama Kontemporer.

1. Pengertian Takhrij Kontekstual

Takhrij kontekstual adalah sebuah metode yang dapat digunakan sebagai usaha untuk
meretas kebekuan kajian hadits dengan memahami hadits secara aktual dan kontekstual.
Takhrij kontekstual berupaya merumuskan suatu konsep yang tidak hanya berhenti pada
analisis sanad dan matan, tetapi juga perlu adanya pemahaman yang aktual dan kontekstual
guna menilai otoritas suatu hadits. Rumusan ini menurut Faiqatul Mala disebut dengan
“takhrij kontekstual.” Maksud dari takhrij kontekstual adalah usaha aktualisasi metode
penelitian hadits dengan menyinergikan metode takhrij hadits konvensional dengan
kontekstualisasi fiqh al hadits. Sehingga dapat menghasilkan suatu pemahaman hadits yang
aktual dengan tetap mengakar pada tradisi kajian hadits terdahulu.

Metode takhrij hadits dan metode memahaminya secara esensial sudah diterapkan oleh
ulama terdahulu, namun masih berupa kajian yang terpisah. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya untuk merumuskan metode takhrij dengan pemahaman secara kontekstual menjadi satu
kesatuan metode yang tidak terpisahkan (kompilasi dari metode kritik sanad, matan, dan
pemahaman hadits). Utusan metode tersebut merupakan pemaknaan ulang terhadap
takhrijhadits yang pernah ada dan kemudian Faiqatul Mala memberi istilah dengan

6
Tajudin; Nur and Debibik Nabilatul Fauziah, “Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam Upaya Meningkatkan
Kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (Fai) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika),” Passion of the
Islamic Studies Center Vol.2, no. No.1 (2013): hlm.3-11.

13
sebutan”takhrij kontekstual” yang dapat dijadikan metode paling tepat untuk memahami
hadis musykil secara makna sehingga dapat dipahami sesuai dengan kontek kekinian.

Upaya ini merupakan metode baru dalam pengkajian ilmu hadits sehingga hadits-hadits
yang tadinya bermakna musykil bisa dipahami sesuai dengan konteknya. Sehingga bisa
dikatakan bahwa ilmu hadits akan senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan
zaman. Maka paparan berikut akan menjelaskan bagaimana cara mengaplikasikan takhrij
hadits kontekstual.

2. Aplikasi Takhrij Hadits Kontekstual

Untuk mengaplikasikan takhrij kontekstual ada beberapa langkah yang dapat menjadi
standar operasional untuk mengantarkan pada pemahaman hadis secara utuh. Standar tersebut
terdiri atas adalah analisis sanad, analisis matan, dan reinterpretasi pemahaman.

a. Analisis Sanad

Hadits diterima melalui jalur periwayatan, yaitu suatu kegiatan penerimaan dan
penyampaian hadits pada mata rantai periwayatnya. Orang yang menerima hadits tetapi ia
tidak menyampaikannya kepada orang lain, maka tidak dapat dikatakan sebagai orang yang
melakukan kegiatan periwayatan hadits. Begitu juga ketika menyampaikan hadits yang telah
diterimanya dari orang lain tetapi ketika menyampaikan, tidak menyebutkan mata rantai
periwayatan, maka juga tidak dapat dikatakan sebagai orang yang telah melakukan
periwayatan hadits. Oleh karena itu, dalam penilitian sanad hadits ada tiga bagian penting
yang perlu diperhatikan. Pertama,membahas tentang riwayat yang mencoba menginvestigasi
mata rantai transmisi periwayatan hadits. Kedua, membahas tentang asma’ al-rijal yang
memberikan keterangan biografi para perawi sebagai landasan untuk menilai karakter
mereka. Ketiga, berkaitan dengan dirayah yang membahas konten hadits apakah sesuai
dengan ajaran Nabi Saw. atau tidak.

Dalam menganalisis sanad, ada langkah-langkah yang harus dilakukan , yaitu:

a) Melakukan takhrij hadits yang merupakan suatu usaha untuk menemukan asal-usul
hadits secara lengkap dari beberapa kitab hadits primer (induk).
b) Melakukan penelitian sanad dengan meneliti pribadi perawi secara detail tentang
keadilan dan kedhabitannya.

14
c) Melihat kritik ulama lain atas kualitas pribadi perawi, yaitu kritik yang berisi celaan
dan pujian terhadap perawi dikenal dengan istilah al-jarh wa at-ta’dil.
d) Melihat metode periwayatan dan penyambungan sanad dengan melihat metode yang
digunakan dalam periwayatan hadits.
e) Pengambilan kesimpulan hukum yang disertai dengan argumen-argumen yang jelas.

b. Analisis Matan

Matan adalah salah satu dari unsur-unsur hadits yang terpenting, ia berasal dari bahasa
Arab yang secara bahasa berarti “muka jalan” atau “tanah yang tinggi dan keras”. Sementara
menurut ahli hadits matan adalah penghujung sanad yang merupakan lafal hadits. Seandainya
setiap matan hadits dapat dipastikan barasal dari Nabi Saw., maka penelitian matan dan juga
sanad hadits tidak diperlukan. Mengingat seluruh matan hadits berkaitan dengan sanadnya
sedangkan sanadnya sendiri masih membutuhkan penelitian, maka otomatis keadaan matan
juga perlu diteliti secara cermat dan penelitian ini tidaklah mudah untuk dilakukan.

Hal ini disebabkan karena adanya periwayatan secara makna, selain juga acuan yang
digunakan sebagai pendekatan pemahaman matan berbeda-beda, latar belakang munculnya
suatu hadits (asbabul wurud) tidak selalu dapat ditemukan, adanya kandungan matan hadits
yang musykil secara makna, serta kelangkaan kitab yang khusus membahas matan
hadits.26Maka, dalam memahami matan hadits dibutuhkan kejelian yang sangat tinggi,
karena tidak hanya menyangkut urusan agama, tetapi juga mengandung pesan moral yang
dibutuhkan kehati-hatian dalam memahaminya.

Unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas sahih adalah harus
terhindar dari kejanggalan (syudzudh) dan terhindar dari cacat (‘lllah). Untuk itu, langkah
sistematis yang perlukan dalam menganalisis dan meneliti matan hadis adalah:

a) Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya, karena antara matan dan sanad
memiliki kedudukan yang samasama penting untuk diteliti.
b) Meneliti susunan lafal yang semakna karena telah terjadi periwayatan secara makna
(riwayah bil ma’na).
c) Meneliti kandungan matan dengan memperhatikan adanya matan atau dalil-dalil lain
yang mempunyai topik yang sama.
d) Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan pada argumen yang jelas.

c. Reinterpretasi Pemahaman Hadits

15
Untuk mendapatkan pemahaman hadits yang tepat memang tidak bisa hanya
menggunakan pendekatan tekstual saja. Karena pemahaman tekstual dapat menimbulkan
pemahaman yang sempit, kaku, kurang fleksibel, dan kurang mengakomodasi perkembangan
zaman. Untuk itu, pendekatan kontekstual juga perlu dilakukan.

Upaya menangkap makna hadits secara utuh, maka perlu dilakukan reinterpretasi
pemahaman dengan menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut:

1) Pendekatan Historis
Yaitu suatu upaya memahami hadits dengan mempertimbangkan kondisi historis pada
saat hadits itu disampaikan oleh Nabi Saw. Pendekatan ini menekankan pada
pertanyaan mengapa Nabi saw., bersabda demikian dan bagaimana kondisi historis
sosiokultural masyarakat dan bahkan politik pada saat itu.
2) Pendekatan Sosiologis
Yaitu merupakan usaha untuk memahami hadits dari segi tingkah laku sosial yang
mempersoalkan mengapa Nabi melarang demikian dan faktor sosiologis apa yang
menyebabkan Nabi melarang demikian.
3) Pendekatan antropologis
Yaitu pendekatan yang dilakukan untuk memahami hadits dengan melihat tradisi yang
berkembang dalam masyarakat pada saat hadits tersebut disabdakan. Pendekatan ini
lebih memperhatikan terbentuknya perilaku pada tatanan nilai yang dianut dalam
kehidupan masyarakat.
4) Pendekatan Bahasa
Yaitu bahasa yang digunakan Nabi Saw dalam menyampaikan hadits adalah bahasa
Arab. Nabi dikenal fasih dalam berbahasa sehingga tidak mungkin Nabi Saw.
bersabda dengan tatanan kalimat yang rancu. Sebagaimana dikatakan oleh Zuhri
bahwa Nabi sering menggunakan kata kiasan dalam penjelasan agama. Oleh karena
itu, tema tentang haqiqi-majazi yang termasuk logika bahasa universal perlu
diperhatikan.
5) Pendekatan Psikologis
Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan melihat sebab, ciri psikologis, sikap,
pengalaman, dan berbagai fenomena dalam individu yang muncul menyertai sikap
dan pengalaman tersebut.
6) Pendekatan Kultural

16
Mengingat ketika bersabda Nabi Saw. tidak pernah lepas dari situasi, kondisi, dan
realitas budaya Nabi Saw. juga tidak mungkin berbicara dalam ruangan yang hampa
sejarah (vacum historis), maka pendekatan kultural ini juga perlu diperhatikan.
Karena bagaimanapun sebuah gagasan (termasuk sabda Nabi Saw) .
7) Pendekatan Ilmu Pengetahuan
Yaitu pembicaraan hadis mengenai pengetahuan empiris. Untuk itu, perlu dilakukan
penyesuaian antara kandungan hadits dan penemuan ilmiah mutakhir yang berbicara
tentang tema yang sama.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Takhrij secara terminologi adalah mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya)


hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-
kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi
shahih atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan ‘illat yang ada
padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal sumbernya.

1. Metode Ulama Klasik

Cara melakukan takhrij hadis para pengkaji hadis dilakukan secara manual dengan
membuka kitab takhrij hadis. Penulisan dan pembukuan hadis ditulis dengan beragam, tentu
dalam mencari hadis juga memunculkan beragam cara mengikuti alur penulisan hadis. Sejauh
ini terdapat lima metode yaitu Takhrij melalui lafadz pertama Hadis, Takhrij melalui kosa
kata dalam Hadis, Takhrij melalui perawi pertama, Takhrij melalui tematik, Takhrij Hadis
berdasarkan status Hadis.

2. Metode Ulama Kontemporer

Takhrij kontekstual adalah sebuah metode yang dapat digunakan sebagai usaha untuk
meretas kebekuan kajian hadits dengan memahami hadits secara aktual dan kontekstual.

17
Takhrij kontekstual berupaya merumuskan suatu konsep yang tidak hanya berhenti pada
analisis sanad dan matan, tetapi juga perlu adanya pemahaman yang aktual dan kontekstual
guna menilai otoritas suatu hadits. Rumusan ini menurut Faiqatul Mala disebut dengan
“takhrij kontekstual.” Maksud dari takhrij kontekstual adalah usaha aktualisasi metode
penelitian hadits dengan menyinergikan metode takhrij hadits konvensional dengan
kontekstualisasi fiqh al hadits. Untuk mengaplikasikan takhrij kontekstual ada beberapa
langkah yang dapat menjadi standar operasional untuk mengantarkan pada pemahaman hadis
secara utuh. Standar tersebut terdiri atas adalah analisis sanad, analisis matan, dan
reinterpretasi pemahaman.

DAFTAR PUSTAKA

Emilia, dan Sari. 2018. PERANAN TAKHRIJ AL-HADITS DALAM PENELITIAN


HADITS. Jurnal Al-Dirayah.1(1).

Kata, Melalui Kosa, and Tematik Dan. METODE TAKHRIJ AL-HADIS, n.d.
Miharso, Mantepi. “Pendidikan Keluarga Qur’ani” (2004).
Muzakky, Althaf Husein, dan Muhammad Mundzir. “Ragam Metode Takhrij Hadis: Dari Era
Tradisional Hingga Digital.” Jurnal Studi Hadis Nusantara 4, no. 1 (2022): 74.
Nur, Tajudin;, and Debibik Nabilatul Fauziah. “Pengenalan Metode Takhrij Hadits Dalam
Upaya Meningkatkan Kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (Fai) Universitas
Singaperbangsa Karawang (Unsika).” Passion of the Islamic Studies Center Vol.2, no.
No.1 (2013): hlm.110-119.
Rahman, Andi. “Pengenalan Atas Takhrij Hadis.” Riwayah : Jurnal Studi Hadis 2, no. 1
(2017): 146.

18
19

Anda mungkin juga menyukai