Anda di halaman 1dari 36

Tutorial

Skenario 3
Blok 8
Vina Widya Putri

J2A017017
APA ITU BEHAVIOR
MANAGEMENT?
Adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan penerimaan anak terhadap perawatan di kursi gigi. Atau
merupakan cara dimana tim Kesehatan Gigi dan Mulut melakukan perawatan secara efektif dan efisien
terhadap pasien anak dan pada waktu yang berasaamaan juga menanamkan sikap positif pada anak tersebut.
Proses ini adalah rangkaian interaksi yang melibatkan dokter gigi dan timnya, pasien, dan orang tua, yang
mana tujuannya adalah untuk:
1. Membangun komunikasi
2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan
3. Memberikan perawatan gigi yang berkualitas dengan efektif dan efisien
4. Membangun hubungan saling percaya antara dokter gigi/staf dengan anak/orang tua
5. Mendorong sikap positif anak terhadap perawatan kesehatan gigi dan mulut
Behaviour Management seharusnya tidak boleh berupa suatu bentuk hukuman, tuntutan atau strategi lain
yang menyakiti, memalukan atau meremehkan seorang pasien.
KLASIFIKASI PERILAKU
ANAK
Wilson (1933)

 Normal / Berani (Normal/Bold)


Anak cukup berani untuk menghadapi situasi baru, kooperatif, dan ramah dengan dokter gigi.
 Berkeinginan / Malu (Tasteful / Timid)
Anak pemalu, tapi tidak mengganggu prosedur perawatan gigi dan mulut
 Histeris / Memberontak (Hysterical / Rebellious)
Anak dipengaruhi oleh lingkungannya di rumah; melontarkan amarahnya dan memberontak
 Gugup / Ketakutan (Nervous / Fearful)
Anak merasa tegang dan gelisah, takut akan Dokter Gigi
Lampshire (1970)

 Kooperatif (Cooperative)
Anak secara fisik dan emosional santai serta kooperatif selama prosedur perawatan
 Kooperatif tetapi Tegang (Tense Cooperative)
Anak tegang dan kooperatif di waktu yang bersamaan.
 Tampak Khawatir (Outwardly Apprehensive)
Anak menghindari perawatan pada awalnya, biasanya bersembunyi di belakang ibunya, menghindari melihat
atau berbicara dengan dokter gigi. Namun akhirnya menerima perawatan gigi.
 Takut (Fearful)
Butuh dukungan yang cukup besar, sehingga dapat mengatasi ketakutan terhadap perawatan gigi dan mulut
 Keras Kepala / Menantang (Stubborn / Defiant)
Secara pasif menolak perawatan dengan menggunakan teknik yang telah berhasil dalam situasi lain
 Hipermotif (Hypermotive)
Anak benar-benar gelisah dan berusaha untuk berteriak, menendang
 Cacat (Handicapped)
Anak tersebut secara fisik/mental/emosional cacat
 Secara Emosional Belum Dewasa (Emotionally Immature)
Anak yang masih sangat kecil
Frankl Behavioral Rating Scale
Merupakan gold standar dari skala penilaian klinis.
 Definitely Negative ( -- )
Menolak perawatan, menangis kuat, atau melakukan hal ekstrem lainnya yang negatif
 Negative ( - )
Enggan menerima perawatan, tidak kooperatif, menunjukkan sikap negative tapi tidak melalui ucapan, seperti
cemberut, diam
 Positive ( + )
Menerima perawatan, penuh dengan kehati-hatian, kesediaan untuk mengikuti arahan dokter gigi secara kooperatif
 Definitely Positive ( ++ )
Hubungan yang baik dengan dokter gigi, tertarik dengan prosedur perawatan, tertawa, senang/gembira
Wright (1975)
 Kooperatif
Anak bersikap kooperatif, santai dan dengan ketakukan/keprihatinan yang minimal
 Kurang mampu untuk Kooperatif
Termasuk kelompok anak-anak yang masih kecil (kemampuan berkomunikasi masih kurang), kelompok anak
yang memiliki kondisi spesifik seperti disabilitas, anak-anak dengan cacat fisik maupun mental. Anak-anak
dalam kategori ini termasuk dalam tahap pre-kooperatif yang mana seiring dengan berjalannya waktu dapat
menjadi pasien yang kooperatif
 Berpotensi Kooperatif
Anak-anak dalam kategori ini bisa merupakan anak yang keadaannya sehat maupun yang mengalami disabilitas.
Kategori ini dibedakan dari kategori anak yang Kurang mampu untuk Kooperatif karena anak-anak dalam
kategori ini lebih berpotensi untuk memiliki kemampuan berperilaku baik.
FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERILAKU ANAK
 Patient Attributes
Berkaitan dengan ciri yang ada pada pasien anak tersebut. Seperti keterlambatan perkembangan, cacat fisik
maupun mental, memiliki penyakit akut atau kronis yang tentunya memengaruhi perilaku anak tersebut.
 Riwayat Kesehatan
Kunjungan medis di masa lalu sangatlah menentukan. Bila kualitas pelayanan/perawatannya tidak menyenangkan
maka berpengaruh pada kunjungan medis anak kedepannya.
 Pengaruh Orangtua
Orang tua yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai pasien dapat menularkan kecemasan atau
ketakutannya ke anak yang dengan demikian mempengaruhi sikap dan tanggapan anak tersebut terhadap
perawatan. Selain itu, kesulitan ekonomi jangka panjang yang berpengaruh pada orangtua sehingga menyebabkan
orangtua menjadi depresi, cemas, penyalahgunaan obat-obatan, melakukan tindak kekerasan juga dapat
menyebabkan masalah emosi dan perilaku pada anak.
 Kebutuhan akan Perawatan
Jika seorang anak menyadari bahwa terdapat masalah pada giginya, maka kemungkinan besar bahwa kecemasan
anak akan meningkat, yang menyebabkan anak menjadi tidak kooperatif selama perawatan.
 Lingkungan Tempat Praktik Gigi
Peran staff yang bekerja ditempat tesebut juga berperan penting, karena mereka merupakan orang pertama
yang berkontak dengan orangtua si anak, seperti melalui telepon. Staff harus berperan aktif dengan bersikap
ramah dan memberikan informasi yang tepat baik pada orangtua maupun anak.
Selain itu, pengelolaan ruangan tunggu (terdapat tempat bermain) juga perlu diperhatikan, karena dapat
mengalihkan perhatian anak.
 Sikap Dokter Gigi dan Timnya
Sikap, Bahasa tubuh, keterampilan komunikasi yang dimiliki oleh dokter maupun timnya sangat penting
untuk menciptakan kesan yang positif dan juga mendapatkan kepercayaan dari anak dan orangtuanya. Selain
itu, keterampilan yang dimiliki dokter maupun timnya juga dapat mengurangi rasa cemas dari pasien anak
tersebut dan orangtuanya.
TEKNIK PENGELOLAAN
TINGKAH LAKU
 Pengelolaan Tingkah laku teknik Mendasar
A. Komunikasi
Pada teknik ini, Dokter harus mempertimbangkan perkembangan kognitif pasien, serta adanya gangguan komunikasi
lainnya (gangguan pendengaran, dll). Peran dokter sangat penting dalam hal komunikasi untuk membangun suatu
hubunganyang baik dan mendapatkan kepercayaan pasien, bias dengan mengajukan pertanyaan mengenai keluhan
pasien dan mendengarkannya. Selain itu dokter juga dapat memberikan arahan disertai ketegasan seperti “Saya
butuh kamu untuk duduk diam sehingga kita bisa mengambil foto giginya”.
B. Citra Pra-kunjungan yang Positif
Tujuannya yaitu memberikan informasi visual pada orangtua maupun anak mengenai apa yang akan dilakukan saat
kunjungan tersebut. Dapat dilakukan dengan cara pasien diperlihatkan foto/gambar yang positif mengenai dokter
gigi dan perawatan gigi di ruang tunggu.
C. Observasi Langsung/Modelling
Tujuannya yaitu membiasakan pasien dengan prosedur yang ada, memberikan kesempatan pada pasien untuk
bertanya mengenai prosedur yang ada. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan video atau secara langsung
memperlihatkan pasien anak yang kooperatif selama perawatan.
D. Tell-Show-Do (TSD)
Tujuannya yaitu mengajarkan pada pasien mengenai aspek penting kunjungan perawatan gigi serta
pengaturannya dan membentuk respon pasien. Dapat dilakukan dengan cara memberikan penjelasan secara
verbal dengan memerhatikan perkembangan kognitif pasien (Tell), Mendemonstrasikan prosedur secara
visual, pendengaran, taktil, dll pada pasien dengan hati-hati dan tidak membahayakan (Show), Melakukan
prosedur (Do). Dapat dilakukan dengan reinforcement.
E. Ask-Tell-Ask
Tujuannya yaitu untuk menilai kecemasan pasien yang dapat menunjukkan sikap non-kooperatif selama
perawatan, mengajarkan pasien mengenai prosedur dan cara pencapaiannya, dan mengonfirmasi pasien
apakah merasa nyaman dengan perawatannya sebelum melanjutkan perawatan. Dapat dilakukan dengan cara
menyelidiki alasan kedatangan pasien dan prosedur yang diinginkannya (Ask), menjelaskan prosedur dengan
demonstrasi yang dilakukan dengan hati-hati dan tidak membahayakan (Tell), Menanyakan kembali pada
pasien apakah sudah mengerti dan tanggapannya mengenai perawatan yang akan dilaksanakan nantinya (Ask).
F. Desensitisasi
Bertujuan untuk membantu anak mengatasi kecemasan pada perawatan gigi dan untuk memberikan
serangkaian pengalaman mengatasi kecemasan anak pada perawatan gigi. Digunakan untuk anak yang
gelisah, takut, ataupun fobia pada perawatan gigi. Prinsip ini dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh dokter
gigi untuk semua pasien anak.
G. Voice Control
Tujuannya yaitu untuk mendapatkan perhatian dan kerjasama pasien dan cegah perilaku pasien yang
negatif. Dapat dilakukan dengan cara merubah volume suara, nada, kecepatan untuk memengaruhi dan
mengarahkan pasien. Sebaiknya sebelum menggunakan teknik ini dijelaskan terlebih dahulu pada orangtua
agak tidak terjadi kesalahpahaman.
H. Reinforcement Positive
Tujuannya yaitu memberikan penguatan untuk hasilkan perilaku yang diinginkan. Dapat dilakukan dengan
cara memberikan pujian seperti “Terimakasih sudah tetap duduk dengan posisi yang baik”, memberikan
kasih saying, memberikan hadiah seperti mainan, dll.
I. Distraksi
Tujuannya yaitu untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan pasien serta mencegah perilaku negatif. Dapat dilakukan
dengan cara mengalihkan perhatian pasien, memberikan waktu istirahat setelah menjalani suatu prosedur yang
cukup menegangkan.
J. Restrukturisasi Memori
Tujuannya yaitu merestrukturisasi pengalaman pasien terhadap perawatan yang tidak menyenangkan sebelumnya
dan meningkatkan perilaku positif pasien pada kunjungan berikutnya. Dapat dilakukan dengan cara
memperlihatkan gambar orang tersenyum setelah melakukan perawatan, memberikan pujian pada pasien atas
sikap positifnya selama jalani perawatan.
K. Inhalasi Nitrogen Oksida / Oksigen
Bertujuan untuk mengurangi atau hilangkan rasa cemas, mengurangi gerakan yang tidak diinginkan selama
perawatan, meningkatkan komunikasi dan kerjasama pasien. Diindikasikan untuk pasien yang cemas, takut, susah
diajak bekerjasama, pasien berkebutuhan khusus, pasien dengan reflek muntah yang mengganggu perawatan.
Kontraindikasinya yaitu pasien yang alami PPOK, ibu hamil trimester satu, pasien ketergantungan obat-obatan.
L. Hand Over Mouth Exercise (HOME)
HOME adalah suatu teknik manajemen perilaku digunakan pada kasus yang selektif misalnya pada anak yang
agresif dan histeris yang tidak dapat ditangani secara langsung. Dilakukan dengan cara menahan anak pada dental
chair dan meletakkan tangannya menutupi mulut, tetapi hidung tidak boleh tertutup. Kemudian dokter akan
berbicara dengan perlahan ke anak bahwa tangannya tidak akan dilepaskan sampai tangisannya berhenti. Teknik
ini juga sering digunakan bersama teknik sedasi inhalasi. Tujuannya ialah untuk mendapatkan perhatian dari anak
sehingga komunikasi dapat dijalin dan diperoleh kerjasama dalam melakukan perawatan yang aman. Teknik ini
hanya digunakan sebagai upaya terakhir dan tidak boleh digunakan secara rutin.
 Pengelolaan Tingkah laku yang lebih maju
A. Stabilisasi Pelindung
Bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gerakan pasien yang tidak diinginkan selama perawatan,
melindungi pasien, dokter gigi maupun staf, atau orang tua dari cedera, serta membantu kelancaran pemberian
perawatan yang berkualitas. Dapat dilakukan dengan cara membatasi ruang gerak pasien dengan memegangnya
menggunakan bantuan orang lain, alat/perangkat stabilisasi pasien, maupun gabungan keduanya. Di indikasikan
untuk pasien yang tidak dapat mengontrol gerakannya, pasien yang tidak kooperatif karena level perkembangan
emosional atau kognitifnya, kondisi mental atau fisiknya. Sebelum menggunakan teknik ini perlu memerhatikan
informed consent dari orangtuanya juga memberikan penjelasan.
B. Sedasi
Bertujuan untuk menjaga keselamatan pasien dengan mengontrol perilaku/gerakannya sehingga memungkinkan
penyelesaian prosedur perawatan yang aman, meminimalkan trauma psikologis, mengontrol rasa cemas,
meminimalkan ketidaknyamanan fisik dan rasa sakit pasien. Di indikasikan untuk pasien yang merasa cemas,
ketakutan yang mana pengelolaan tingkah laku dengan teknik mendasar tidak ampuh, Pasien yang tidak kooperatif
karena kurang kematangan emosional dan psikologisnya, cacat fisik maupun mental. Sebelum menggunakan teknik
ini perlu memerhatikan informed consent dari orangtuanya juga memberikan penjelasan.
KLASIFIKASI TINGKAT
KECEMASAN
Moree et al.
klasifikasi kecemasan perawatan gigi dapat dibagi menjadi 4 subtipe, yaitu:
 Tipe I
Tipe ini merupakan ketakutan akibat rangsangan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan seperti
jarum, suara, dan bau.
 Tipe II
Tipe ini merupakan kecemasan tentang reaksi somatik selama pengobatan atau perawatan gigi (reaksi
serangan panik).
 Tipe III
Pasien dengan kecemasan yang rumit atau multiphobia.
 Tipe IV
Tipe ini tergolong kepada ketidakpercayaan pasien terhadap dokter gigi.
Finn (2003)

 Kecemasan Objektif
Merupakan kecemasan yang dirasakan dengan adanya rangsangan fisik secara langsung. Mereka merespon
rangsangan tersebut dengan merasakan, melihat, mendengar, membau atau merasakan sesuatu yang tidak
disukai atau yang tidak diterima.
Kecemasan objektif pada kedokteran gigi biasanya merupakan hasil dari buruknya penanganan gigi di masa
lampau. Mereka takut pada jas putih dan bau dari beberapa obat dan bahan kimia di rumah sakit.
Hal ini merupakan suatu tanggung jawab dokter gigi untuk merubah kecemasan tersebut dengan
meningkatkan kepercayaan diri anak dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
 Kecemasan Subjektif
Hal ini berdasarkan pada perasaan dan kebiasaan dimana anak-anak tersugesti oleh orang lain tentang kedokteran
gigi tanpa mengerti bahwa anak tersebut memiliki pengalaman secara personal. Orangtua mungkin memberitahu
kepada anak tentang rasa tidak nyaman atau rasa sakit yang didapatkan oleh situasi yang dialami oleh mereka,
sehingga dapat menambah rasa takut pada pikiran anak.
A. Sugestif
didapatkan dari observasi atau meniru kecemasan yang kemudian anak akan mengembangkan rasa takut yang
sama pada objek nyata. Kecemasan anak erat kaitannya dengan kecemasan orangtua. Anak sering meniru
orangtuanya. Jika orangtuanya merasa sedih, anak akan merasa sedih dan jika orangtua menunjukkan rasa takut,
maka anak akan merasa takut.
B. Imajinatif
Seorang ibu yang takut untuk ke dokter gigi secara tidak langsung dapat mengirimkan rasa takut tersebut kepada
anaknya, dimana saat itu sang anak juga melihat keadaan ibu. Jenis kecemasan ini mungkin dimunculkan oleh
orangtua atau didapat pada saat kecil oleh anak tanpa disadari. Meremas tangan anak pada saat di klinik dokter
gigi merupakan gestur yang secara tidak langsung akan menimbulkan kecemasan pada anak.
Tingkat Kecemasan

 Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Dapat memotivasi belajar dan hasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
 Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk fokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami perhatian yang tidak selektif
namun dapat fokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
 Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung fokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berpikir tentang hal lainnya. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk fokus pada area lain.
 Tingkat Panik dari Kecemasan
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan terror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya.
Karena alami hilang kendali, individu yang alami panic tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadia n dan menimbulkan peningkatan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang
,dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
Bucklew (1980)

 Tingkat Psikologis
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar
berkonsentrasi, perasaan tidak menentu, dsb.
 Tingkat Fisiologis
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada sistem
fungsi saraf misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dsb.
PENGUKURAN TINGKAT
KECEMASAN
 Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A)
Merupakan salah satu skala penilaian pertama yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keparahan gejala
kecemasan, dan masih banyak digunakan saat ini baik pada pengukuran klinis maupun penelitian.
Skala ini terdiri dari 14 item, masing-masing ditentukan oleh serangkaian gejala, dan pengukuran baik kecemasan
psikis (mental agitasi dan tekanan psikologis) maupun kecemasan somatik (Keluhan fisik yang berhubungan
dengan kecemasan).
 State-Trait Anxiety Inventory (STAI)
Tersusun berdasarkan skala Likert 4 poin dan terdiri dari 40 pertanyaan terhadap self-report sehari-hari. STAI
mengukur dua jenis kecemasan yaitu kecemasan keadaan / kecemasan tentang suatu kejadian, dan kecemasan sifat
/ tingkat kecemasan sebagai karakteristik pribadi. Skor yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan tingkat
kecemasan yang lebih tinggi.
 Beck Anxiety Inventory (BAI)
Adalah ukuran untuk kecemasan secara singkat dengan fokus pada gejala-gejala somatik yang dikembangkan
sebagai ukuran untuk membedakan antara kecemasan dan depresi.
 Wong-Baker Faces Pain Scale
 Faces Pain Scale-Revised
 Facial Image Scale
 Modified faces version of modified child dental anxiety scale (MCDAS)
CARA PENANGANAN
KECEMASAN PADA ANAK
 Tell-Show-Do
 Jeda Istirahat (Rest Breaks)
 Distraksi
 Desensitisasi
 Strategi Farmalogikal
 Signalling (komunikasi non verbal)
 Relaxation Breathing (Inhale, Exhale)
 Strategi Farmakologikal
A. Sedasi Inhalasi, kombinasi nitrogen oksida dengan oksigen
B. Sedasi Oral, dengan menggunakan benzodiazepines(Valium, Xanax) yang bertindak sebagai obat anti-
anxiety
C. Sedasi Intravenous

Anda mungkin juga menyukai