Hukum Pemerintahan Daerah 8 9 10 M Rama
Hukum Pemerintahan Daerah 8 9 10 M Rama
7
“PEMERINTAHAN DAERAH DIBAWAH UU No. 23 TAHUN 2014 jo UU No. 1
TAHUN 2015 jo UU No. 9 Tahun 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH”
D
I
S
U
S
U
N
O
L
E
H
Universitas Andalas
Padang
2023
1. Multi Level Pemerintahan dan Konsekuensinya
Hakikat makna Multi Level Pemerintahan yang terekspos dalam media info
“google” tertuju dalam kerangka kajian “kebijakan administrasi public pengalokasian,
penggunaan sumber daya. Tata kelola multilevel dapat diartikan sebagai sebuah
pengaturan/ kesepakatan dalam membuat keputusan yang mengikat, yang melibatkan
beragam aktor yang independen secara politik namun saling bergantung – swasta
dan publik – di tiap level dari kelompok kewilayahan dan dilakukan melalui
negosiasi/musyawarah/implementasi ...
Jenis pemerintahan ini, sebagai sistem negosiasi berkelanjutan antara
pemerintah dan aktor teritorial yang berbeda di tingkat politik yang berbeda, pertama
kali diperkenalkan dalam literatur akademik oleh G. Marks. Tata kelola multilevel
menyoroti tentang peran negara, alokasi kekuasaan, dan otoritas. Negara tidak lagi
mahakuasa dan mengendalikan kekuasaan politik dengan demikian tidak bisa lagi
disamakan dengan mengendalikan negara atau pemerintahan (Bernard, 2002: 234).
Konsep teoritis ini menyoroti interaksi yang lebih kompleks dan sering antara
aktor pemerintah dan aktor non-negara yang semakin penting yang dimobilisasi
dalam kohesi pembuatan kebijakan dan kebijakan UE yang lebih umum. Model tata
kelola multi level tidak hanya menggambarkan penyebaran kompetensi
otoritatif di berbagai wilayah dan tingkat politik yang berbeda, tetapi juga
menekankan interkoneksi berbagai arena dalam proses pemerintahan.
( Dalam .proses ini, agen negara harus bekerja sama dengan kelompok dan aktor
kepentingan swasta untuk menyelaraskan pembuatan kebijakan publik dengan
tuntutan masyarakat dan untuk mencapai tujuan yang efisien (Wiener & Diez, 2003:
103-104).
Tata pemerintahan adalah multi-level dalam arti menyatukan berbagai aktor
yang terletak pada poros vertikal seperti UE serta pemerintah nasional, regional dan
sub-regional. (Pada saat yang sama tata kelola multi level menyatukan para aktor
melintasi kesenjangan publik-swasta (Bernard, 2002: 229). (Dengan cara ini, tata
kelola multi-level mengalihkan fokus dari keseragaman sebagai fitur utama
pemerintahan, yang ditolak demi penekanan pada heterogenitas keterlibatan aktor
sesuai dengan sifat beragam masalah kebijakan. Keragaman dalam keterlibatan aktor
membuat struktur variabel dari kontrol politik, dan tidak konstan, di seluruh bidang
kebijakan (Marks et al, 1998: 41).
Tata kelola multi-level adalah non-hierarkis dalam arti bahwa perintah
hierarkis tradisional dan peran kontrol negara telah dilonggarkan. Tata kelola
multi-level menekankan keterlibatan aktor-aktor yang berbeda, aktor swasta, serta
otoritas publik (seringkali dalam jaringan publik-swasta), dalam mekanisme tata
kelola (Ini tidak berarti, bagaimanapun, bahwa negara tidak lagi dianggap sebagai
aktor penting tetapi lebih bahwa ia tidak lagi mengendalikan proses kebijakan secara
totalitas.) Pengaturan sistem tata kelola multi level dapat mengarah pada fakta bahwa
keputusan politik dibuat oleh aktor yang dipilih sendiri, bukan oleh aktor yang dipilih
secara sengaja oleh warga negara untuk mewakili mereka dalam masalah yang
menarik.
2. Multilevel Pemerintahan dalam Konteks Hukum – UUD 1945 dan UU sebagai
Peraturan Pelaksana
1) Pembagian Wilayah Negara
Pasal 2
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan
Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota.
(2) Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa.
Pasal 3
(1) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan
Daerah.
(2) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan undang-undang.
Pasal 4
(1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
(2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
kabupaten/kota.
2) Kekuasaan Pemerintahan
Hakikat Kekuasaan
Pemerintahan
Pasal 5
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan
dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
(3) Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan tertentu.
(4) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi,
dan Tugas Pembantuan.
Kekuasaan Presiden Dijalankan Oleh Pemerintahan Pusat
Pasal 6
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.
Pasal 8
(1) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Daerah provinsi dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga
pemerintah nonkementerian.
(2) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.
4. Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan merupakan kekuasaan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan,
dan menyejahterakan masyarakat (Pasal 1 angka 5 UU No. 23 Tajun 2014)
Klasifikasi Urusan Pemerintahan:
Pasal 9
(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota.
(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah.
(5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
5. Urusan Pemerintahan Absolut
Pasal 10
(1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah Pusat:
a. melaksanakan sendiri; atau
b. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi.