Anda di halaman 1dari 17

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH 2.

7
“PEMERINTAHAN DAERAH DIBAWAH UU No. 23 TAHUN 2014 jo UU No. 1
TAHUN 2015 jo UU No. 9 Tahun 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH”

D
I
S
U
S
U
N

O
L
E
H

Nama : M. Rama Alasta


No. BP :2110112204

Universitas Andalas
Padang
2023
1. Multi Level Pemerintahan dan Konsekuensinya
Hakikat makna Multi Level Pemerintahan yang terekspos dalam media info
“google” tertuju dalam kerangka kajian “kebijakan administrasi public pengalokasian,
penggunaan sumber daya. Tata kelola multilevel dapat diartikan sebagai sebuah
pengaturan/ kesepakatan dalam membuat keputusan yang mengikat, yang melibatkan
beragam aktor yang independen secara politik namun saling bergantung – swasta
dan publik – di tiap level dari kelompok kewilayahan dan dilakukan melalui
negosiasi/musyawarah/implementasi ...
Jenis pemerintahan ini, sebagai sistem negosiasi berkelanjutan antara
pemerintah dan aktor teritorial yang berbeda di tingkat politik yang berbeda, pertama
kali diperkenalkan dalam literatur akademik oleh G. Marks. Tata kelola multilevel
menyoroti tentang peran negara, alokasi kekuasaan, dan otoritas. Negara tidak lagi
mahakuasa dan mengendalikan kekuasaan politik dengan demikian tidak bisa lagi
disamakan dengan mengendalikan negara atau pemerintahan (Bernard, 2002: 234).
Konsep teoritis ini menyoroti interaksi yang lebih kompleks dan sering antara
aktor pemerintah dan aktor non-negara yang semakin penting yang dimobilisasi
dalam kohesi pembuatan kebijakan dan kebijakan UE yang lebih umum. Model tata
kelola multi level tidak hanya menggambarkan penyebaran kompetensi
otoritatif di berbagai wilayah dan tingkat politik yang berbeda, tetapi juga
menekankan interkoneksi berbagai arena dalam proses pemerintahan.
( Dalam .proses ini, agen negara harus bekerja sama dengan kelompok dan aktor
kepentingan swasta untuk menyelaraskan pembuatan kebijakan publik dengan
tuntutan masyarakat dan untuk mencapai tujuan yang efisien (Wiener & Diez, 2003:
103-104).
Tata pemerintahan adalah multi-level dalam arti menyatukan berbagai aktor
yang terletak pada poros vertikal seperti UE serta pemerintah nasional, regional dan
sub-regional. (Pada saat yang sama tata kelola multi level menyatukan para aktor
melintasi kesenjangan publik-swasta (Bernard, 2002: 229). (Dengan cara ini, tata
kelola multi-level mengalihkan fokus dari keseragaman sebagai fitur utama
pemerintahan, yang ditolak demi penekanan pada heterogenitas keterlibatan aktor
sesuai dengan sifat beragam masalah kebijakan. Keragaman dalam keterlibatan aktor
membuat struktur variabel dari kontrol politik, dan tidak konstan, di seluruh bidang
kebijakan (Marks et al, 1998: 41).
Tata kelola multi-level adalah non-hierarkis dalam arti bahwa perintah
hierarkis tradisional dan peran kontrol negara telah dilonggarkan. Tata kelola
multi-level menekankan keterlibatan aktor-aktor yang berbeda, aktor swasta, serta
otoritas publik (seringkali dalam jaringan publik-swasta), dalam mekanisme tata
kelola (Ini tidak berarti, bagaimanapun, bahwa negara tidak lagi dianggap sebagai
aktor penting tetapi lebih bahwa ia tidak lagi mengendalikan proses kebijakan secara
totalitas.) Pengaturan sistem tata kelola multi level dapat mengarah pada fakta bahwa
keputusan politik dibuat oleh aktor yang dipilih sendiri, bukan oleh aktor yang dipilih
secara sengaja oleh warga negara untuk mewakili mereka dalam masalah yang
menarik.
2. Multilevel Pemerintahan dalam Konteks Hukum – UUD 1945 dan UU sebagai
Peraturan Pelaksana
1) Pembagian Wilayah Negara
Pasal 2
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan
Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota.
(2) Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa.
Pasal 3
(1) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan
Daerah.
(2) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan undang-undang.

Pasal 4
(1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
(2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
kabupaten/kota.

2) Kekuasaan Pemerintahan
Hakikat Kekuasaan
Pemerintahan

Pasal 5
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan
dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
(3) Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan tertentu.
(4) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi,
dan Tugas Pembantuan.
Kekuasaan Presiden Dijalankan Oleh Pemerintahan Pusat

Pasal 6
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.

3. Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintahan


Pusat Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah.
(2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pasal 8
(1) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Daerah provinsi dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga
pemerintah nonkementerian.
(2) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

4. Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan merupakan kekuasaan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan,
dan menyejahterakan masyarakat (Pasal 1 angka 5 UU No. 23 Tajun 2014)
Klasifikasi Urusan Pemerintahan:

Pasal 9
(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota.
(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah.
(5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
5. Urusan Pemerintahan Absolut
Pasal 10
(1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah Pusat:
a. melaksanakan sendiri; atau
b. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi.

6. Urusan Pemerintahan Pusat


Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan dibedakan dalam tiga klasifikasi, yaitu (i)
urusan pemerintahan absolut, (ii) urusan pemerintahan konkuren, dan (iii) urusan
pemerintahan umum. Kedudukan dan peranan Pemerintahan atasan menurut undang-
undang baru ini diperkuat, baik Pemerintahan Pusat terhadap Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota, maupun Pemeritahan Daerah Provinsi terhadap
Peritahan Daerah Kabupaten/Kota. Pada Pasal 9 UU ini ditegaskan bahwa Urusan
Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan
konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut yang
dimaksud adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Yang termasuk Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan
Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah itulah
yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Sedangkan yang dimaksud sebagai
Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Menurut ketentuan Pasal 10 UU NO. 23 Tahun 2014, urusan pemerintahan
absolut meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.

a. Urusan Politik Luar Negeri


politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan
menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional,
menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan Negara lain,
menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
b. Urusan Pertahanan
pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem
pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib
militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.
c. Urusan Keamanan
keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang
melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya.
d. Urusan Moneter
moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang,
menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan
sebagainya.
e. Urusan Yustisi
yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan
jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman
dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-
undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya.
f. Urusan Agama
agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku
secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama,
menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan
sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala
nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut, Pemerintah Pusat (a)
melaksanakan sendiri; atau (b) melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang
ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas
Dekonsentrasi. Sedangkan urusan pemerintahan konkuren, ada yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat dan ada pula yang ditentukan sebagai kewenangan
daerah.

7. Urusan Pemerintahan Konkuren


Urusan pemerintahan konkuren berbeda dari urusan pemerintahan yang
bersifat mutlak. Pasal 11 UU Pemerintahan Daerah yang baru ini menentukan bahwa
urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas (a)
Urusan Pemerintahan Wajib dan (b) Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan
Pemerintahan konkuren yang bersifat wajib terdiri atas (i) Urusan Pemerintahan yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan (ii) Urusan Pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan
Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan
pasar, yang meliputi: (a) pendidikan; (b) kesehatan; (c) pekerjaan umum dan penataan
ruang; (d) perumahan rakyat dan kawasan permukiman; (e) ketenteraman, ketertiban
umum, dan pelindungan masyarakat; dan (f) sosial.
Sedangkan urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar meliputi: (a) tenaga kerja; (b) pemberdayaan perempuan dan
pelindungan anak;
(c) pangan; (d) pertanahan; (e. lingkungan hidup; (f) administrasi kependudukan dan
pencatatan sipil; (g) pemberdayaan masyarakat dan Desa; (h) pengendalian penduduk
dan keluarga berencana; (i) perhubungan; (j) komunikasi dan informatika; (k)
koperasi, usaha kecil, dan menengah; (l) penanaman modal; (m) kepemudaan dan
olah raga; (n) statistik; (o) persandian; (p) kebudayaan; (q) perpustakaan; dan (r)
kearsipan. Sementara itu, yang termasuk kategi urusan Pemerintahan Pilihan adalah
urusan-urusan pemerintahan yang meliputi: (a) kelautan dan perikanan; (b)
pariwisata; (c) pertanian;
(d) kehutanan; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) perdagangan; (g)
perindustrian; dan (h) transmigrasi.
Menurut Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2014 ini, Pembagian urusan
pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah
kabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas,
serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan prinsipprinsip tersebut, kriteria
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah: (a) Urusan
Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; (b) Urusan
Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; (c) Urusan
Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas
negara; (d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau (e) Urusan Pemerintahan yang
peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
Sedangkan kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
provinsi adalah: (a) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah
kabupaten/kota;
(b) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota; (c) Urusan
Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota;
dan/atau (d) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi. Sementara itu, kriteria Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota adalah: (a) Urusan Pemerintahan
yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; (b) Urusan Pemerintahan yang
penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; (c) Urusan Pemerintahan yang manfaat
atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau (d) Urusan
Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Daerah kabupaten/kota.
Selanjutnya, dalam Pasal 14, ditentukan pula bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Urusan pemerintahan bidang
kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan
taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.
Urusan
Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan
Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi
kewenangan Daerah kabupaten/kota. Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan
penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan.
Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan
adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Dalam hal batas
wilayah kabupaten/kota yang dimaksud kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya
dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang
berbatasan.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota dicantumkan pula secara eksplisit dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UU No. 23 Tahun
2014. Sedangkan urusan-urusan pemerintahan konkuren lain yang tidak tercantum
dalam Lampiran undang-undang dianggap sebagai menjadi kewenangan tiap
tingkatan pemerintahan atau susunan pemerintahan masing-masing, yang
penentuannya dilakukan dengan menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan
pemerintahan konkuren seperti yang dimaksud di atas. Urusan pemerintahan
konkuren tersebut ditetapkan dengan peraturan presiden.
Perubahan terhadap pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota yang tidak
berakibat pengalihan urusan pemerintahan konkuren pada tingkatan pemerintahan
atau susunan pemerintahan yang lain juga ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Perubahan- perubahan yang dipandang penting dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren
sebagaimana dimaksud di atas.
Menurut Pasal 16, Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren berwenang: (a) menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan (b) melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah. Norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dimaksud
tercermin dalam rumusan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah. Kewenangan Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh kementerian
dan lembaga-lembaga pemerintah nonkementerian yang pelaksanaannya harus
dikoordinasikan dengan kementerian terkait. Penetapan norma, standar, prosedur, dan
kriteria sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren
diundangkan.
Ditegaskan pula dalam Pasal 17 bahwa Pemerintahan Daerah berhak
menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah. Dalam menetapkan kebijakan Daerah, Pemerintahan
Daerah wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam
rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria tersebut, Pemerintah Pusat
berwenang membatalkannya sebagaimana mestinya. Apabila dalam jangka waktu 2
(dua) tahun, Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, maka penyelenggara Pemerintahan Daerah berhak melaksanakan sendiri
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerahnya.
Penyelenggara Pemerintahan Daerah diharuskan memprioritaskan pelaksanaan
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Pelaksanaan
Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar tersebut harus berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal
ini diatur dengan peraturan pemerintah. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat diselenggarakan: (a) sendiri oleh Pemerintah Pusat; (b)
dengan cara melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau
kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah berdasarkan asas Dekonsentrasi; atau (c)
dengan cara menugasi Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
Instansi Vertikal yang dimaksud di atas harus dibentuk setelah mendapat
persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Pembentukan Instansi
Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan pembentukan Instansi
Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memerlukan
persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Penugasan oleh
Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan ditetapkan
dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian. Peraturan
menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian seperti yang dimaksud
ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 20 menentukan pula bahwa urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan Daerah provinsi diselenggarakan: (a) sendiri oleh Daerah
provinsi; (b) dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas
Pembantuan; atau (c) dengan cara menugasi Desa. Penugasan oleh Daerah provinsi
kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan tersebut dan
kepada Desa sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan dengan peraturan
gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
diselenggarakan sendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat ditugaskan sebagian
pelaksanaannya kepada Desa. Sedangkan penugasan oleh Daerah kabupaten/kota
kepada Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren diatur dalam peraturan pemerintah.
Menurut Pasal 22, Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah dalam
melaksanakan Tugas Pembantuan. Kebijakan Daerah hanya terkait dengan pengaturan
mengenai pelaksanaan Tugas 5 Pembantuan di Daerahnya. Anggaran untuk
melaksanakan Tugas Pembantuan disediakan oleh yang menugasi. Dokumen
anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan disampaikan oleh kepala daerah
penerima Tugas Pembantuan kepada DPRD bersamaan dengan penyampaian
rancangan APBD dalam dokumen yang terpisah. Laporan pelaksanaan anggaran
Tugas Pembantuan disampaikan oleh kepala daerah penerima Tugas Pembantuan
kepada DPRD bersamaan dengan penyampaian laporan keuangan Pemerintah Daerah
dalam dokumen yang terpisah. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya, menurut Pasal 24, kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian bersama Pemerintah Daerah melakukan pemetaan Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan
Pemerintahan Pilihan yang diprioritaskan oleh setiap Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota. Hasil pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan ditetapkan dengan
peraturan menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Pemetaan Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dilakukan untuk
menentukan intensitas Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar berdasarkan jumlah penduduk, besarnya APBD, dan luas wilayah.
Pemetaan Urusan Pemerintahan Pilihan dilakukan untuk menentukan Daerah yang
mempunyai Urusan Pemerintahan Pilihan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan
tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan. Sedangkan pemetaan Urusan Pemerintahan
Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan
Pilihan digunakan oleh Daerah dalam penetapan kelembagaan, perencanaan, dan
penganggaran dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan, digunakan
oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian sebagai dasar untuk
pembinaan kepada Daerah dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak
berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan secara nasional.
Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta pembinaan kepada Daerah dikoordinasikan
oleh Menteri.

8. Urusan Pemerintahan Daerah


1) Urusan Pemerintahan Wajib
a. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara
lain pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan
rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan
perlindungan masyarakat; serta sosial.
b. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar,
antara lain tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan
pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk
dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi,
usaha kecil, dan menengah; maupun penanaman modal.

1) Urusan Pemerintahan Pilihan


Urusan Pemerintahan Pilihan dipetakan berdasarkan potensi, proyeksi
penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan, antara lain bidang kelautan
dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya
mineral, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi.
UU Pemda juga memperkenalkan terminologi urusan pemerintahan
yang baru, yaitu Urusan Pemerintahan Umum yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala Pemerintahan, namun diselenggarakan oleh gubernur
dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dengan dibantu oleh
instansi vertikal dan dibiayai dari APBN. Bupati/wali kota dalam
melaksanakan Urusan Pemerintahan Umum pada tingkat kecamatan
melimpahkan kewenangannya kepada camat. Adapun yang menjadi Urusan
Pemerintahan Umum, meliputi:
a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka
memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka
Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras,
dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal,
regional, dan nasional;
d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di
wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan
kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Guna menunjang kelancaran pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Umum,
dibentuk Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sesuai wilayah
kerja, dimana Forkopimda provinsi dipimpin oleh gubernur sedangkan
Forkopimda kabupaten/kota dipimpin oleh bupati/wali kota, dengan anggota
pimpinan DPRD; pimpinan kepolisian daerah; pimpinan kejaksaan; dan
pimpinan satuan teritorial TNI di daerah. Forum koordinasi pimpinan di
tingkat kecamatan dipimpin oleh camat, dengan anggota pimpinan kepolisian
di kecamatan dan pimpinan kewilayahan TNI di kecamatan.
9. Urusan Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota
1) Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 Ayat 2,
urusan pemerintah daerah kabupaten/kota berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi di daerah yang bersangkutan.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 Ayat 1
mengatur berbagai urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
kabupaten/kota sebagai berikut:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan
g. Penanggulangan masalah sosial
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertanahan
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahanPelayanan administrasi
penanaman
n. Modal
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.

2) Urusan Pemerintahan Provinsi


Kewenangan pemerintah daerah provinsi sama dengan kewenangan
pemerintah daerah kabupaten/kota, namun bedanya tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 13 Ayat 1.
Kemudian, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah provinsi tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Pasal 13 Ayat 1. Di bawah ini tercantum poin-poinnya:
a. Urusan pemerintahan yang lokasinya berada di lintas daerah
kabupaten/kota
b. Urusan pemerintahan yang penggunanya berada di lintas daerah
kabupaten/kota
c. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya berada di
lintas daerah kabupaten/kota
d. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh daerah provinsi.
10. Kepala Daerah dan Gubernur sebagai Wakil Pemrintahan Pusat
PP Nomor 33 Tahun 2018 sebagaimana dimaksud berisi tentang Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat (tautan: PP Nomor
33 Tahun 2018).Menurut PP ini, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
mempunyai tugas:
a. mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pembantuan di daerah kabupaten/kota;
b. melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;
c. memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di wilayahnya;
d. melakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah, anggaran pendapatan
dan belanja daerah, perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
tata ruang daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah;
e. melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota; dan
f. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-
undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat memiliki wewenang: a. membatalkan peraturan
daerah kabupaten/kota; b. memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali
kota terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; c. menyelesaikan
perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah antardaerah kabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi; d. memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan
daerah kabupaten/kota tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah
kabupaten/kota; dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
Selain itu, menurut PP ini, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
mempunyai tugas dan wewenang di antaranya: a. memberikan rekomendasi kepada
Pemerintah Pusat atas usulan dana alokasi khusus pada daerah kabupaten/kota di
wilayahnya; b. melantik bupati/wali kota; dan c. melantik kepala instansi vertikal dari
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan di wilayah
provinsi yang bersangkutan kecuali untuk kepala instansi vertikal yang melaksanakan
urusan pemerintahan absolut dan kepala instansi vertikal yang dibentuk oleh
kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945.

11. Satuan Kerja Perangkat Daerah


Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan bagian dari pemerintah
daerah yang melaksanakan fungsi pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi
pemerintahan dan pelayanan publik, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya tersebut, SKPD diberikan
alokasi dana (anggaran) dan barang/aset yang dibutuhkan. Oleh karena itu, kepala
SKPD disebut sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pengguna Barang (PB). SKPD
selaku enitas akuntansi pada dasarnya menunjukkan bahwa SKPD melaksanakan
proses akuntansi untuk menyusun laporan keuangan yang akan disampaikan kepada
kepala daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah
(yang mencakup anggaran dan barang, diiringi dengan dana yang dikelola oleh
bendahara selaku pejabat fungsional.
Pada tingkat pemerintah daerah, satuan kerja yang bertanggungjawab
menyelenggarakan akuntansi adalah Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD), satuan kerja ini dapat berupa Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD)
atau pada banyak pemerintah daerah berupa Dinas Pendapatan dan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). Pada SKPKD transaksi-transaksi akuntansi
diklasifikasikan menjadi dua yaitu : transaksi-transaksi sebagai satuan kerja dan
transaksi-transaksi sebagai pemerintah daerah. Dari kedua transaksi tersebut, SKPKD
menyusun laporan keuangan sebagai kantor pusat (home office). Pada akhir tahun
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan cara
mengkonsolidasikan laporan keuangan dari setiap SKPD dengan laporan keuangan
yang prosesnya dikerjakan oleh fungsi akuntansi SKPKD. Maka dari itu, penyusunan
laporan keuangan seperti ini disebutkan sebagai sistem desentralisasi.
Saat ini banyak daerah yang menyusun laporan keuangannya dalam format
top down sehingga kurang bisa menghasilkan laporan keuangan yang kredibel karena
tidak adanya konsolidasi yang ditandai dengan SKPD tidak menyerahkan laporan
keuangan atau terlambat menyerahkan atau bahkan belum bisa menyusun laporan
keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah yang tertuang dalam PP 71
Tahun 2010. Maka dari itu penyusunan secara bottom up memiliki peranan penting
untuk menghasilkan laporan yang kredibel dan akuntabel sehingga terwujudunya
good governance.

12. Forum Koordianasi Pimpinan Daerah (FORKOMPIMDA)


1) Sejarah Lahirnya FORKOMPIMDA
Secara historis, pada masa pemerintahan orde baru dengan berlakunya
Undang-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok pokok
pemerintahan di daerah, wadah yang resmi sebagai forum koordinasi,
konsultasi dan komunikasi pimpinan daerah adalah Musyawarah Pimpinan
Daerah, yang disingkat dengan MUSPIDA. Oleh karena keanggotaannya
ditambah berdasarkan pertimbangan kepala daerah bersangkutan dengan
memasukkan pimpinan instansi vertikal lainnya maka namanya menjadi
MUSPIDA PLUS. Keberadaan MUSPIDA atau MUSPIDA PLUS ditetapkan
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1986
tentang Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA).
Muspida menurut Pasal 1 Kepres No. 10 Tahun 1986 adalah
musyawarah pimpinan daerah yang selanjutnya disingkat MUSPIDA adalah
suatu forum konsultasi dan koordinasi antara Gubernur dan Bupati/Walikota
dengan pejabat pejabat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di
daerah serta aparatur aparatur pemerintah lainnya, dalam rangka mewujudkan
dan memelihara stabilitas nasional dan pembangunan nasional di daerah.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah , maka forum yang
mempersatukan unsur pimpinan daerah yang sebelumnya , yaitu masa
berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974, disebut dengan MUSPIDA tersebut
berganti dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau yang disingkat
dengan FORKOPIMDA. Forum ini juga dibentuk di tingkat kecamatan yang
disebut dengan FORKOPIMCAM yang berfungsi untuk membantu camat
dalam penyelenggaraan urusan urusan pemerintahan khususnya pemerintahan
umum di tingkat kecamatan yang dilimpahkan wewenangnya oleh
Bupati/Walikota.
Pada tahun 2022, lahirlah PP Nomor 12 Tahun 2022 tentang Forum
Koordinasi Pimpinan daerah yang mulai diundangkan pada tanggal 25
Februari 2022. Peraturan pemerintah ini lahir didasari kepada Pasal 26 UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah
mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai Forkopimda dan
Forkopimcam diatur dalam peraturan pemerintah.
Secara umum, ruang lingkup yang diatur dalam peraturan pemerintah
ini meliputi keanggotaan, tugas, hubungan kerja dan pelaporan serta
pendanaan baik tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun tingkat kecamatan.
Substansinya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang telah diatur
sebelumnya mengenai keanggotaan Forkopimda, sebagaimana diatur dalam
Perpres Nomor
10 Tahun 1986 tentang Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA).
Keanggotaan FORKOPIMDA baik untuk tingkat Provinsi maupun tingkat
kabupaten/kota terdiri dari kepala daerah sebagai ketua, dengan anggota terdiri
dari pimpinan DPRD, Kepolisian, Kejaksaan dan TNI. Jadi pada aturan yang
lama maupun yang baru sebenarnya tidak memuat pimpinan pengadilan, baik
itu pengadilan negeri maupun pengadilan agama menjadi anggota muspida
atau Forkopimda.

2) Dasar Hukum Pembentukan Kelembagaan FORKOMPIMDA


Sebagai dasar hukum pembentukan Forkopimda adalah Pasal 26 ayat
(1) UU Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi “ Untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk FORKOPIMDA Provinsi,
FORKOPIMDA Kabupaten/Kota dan FORKOPIMDA Kecamatan”.
Selanjutnya pada ayat (6)nya menyatakan, Ketentuan lebih lanjut mengenai
FORKOPIMDA dan Forum Koordinasi pimpinan di kecamatan sebagai mana
dimaksud apada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), maka
lahirlah PP Nomor 12 Tahun 2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang Forum
Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA)
Dasar hukum pembentukan kelembagaan Forkopimda diatur dalam
peraturan pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2022, yang berisi 16 bab dan 33
Pasal, dengan aturan penjelasannya, sebagai aturan organik yang mengatur
berbagai hal mengenai kelembagaan FORKOPIMDA. Dalam peraturan ini
diatur mengenai susunan keanggotaan, hubungan kerja, pelaksanaan kegiatan,
pelaporan dan pendanaan Forkopimda.

3) Fungsi dan Tujuan Dibentuknya FORKOMPIMDA


Secara yuridis, forum koordinasi pimpian daerah membantu
pemerintah daerah dalam membahas dan melaksanakan urusan pemerintahan
umum di wilayah kerjanya. Urusan pemerintahan umum seperti yang diatur
dalam Pasal 25 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
terdiri dari :
a. Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, pelaksanaan
UUD 1945, pelestarian Bhineka tunggal ika serta pemertahanan dan
pemeliharaan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.
b. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku umat beragama, ras
dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan local
regional dan nasional.
d. Penanganan konplik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan .
e. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di
wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan keadilan,
keistimewaan dan kekhususan potensi serta keaneka ragaman daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
g. Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan
kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa fungsi Forkopimda adalah
untuk menunjang pemerintahan daerah dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan umum, yang berorientasi kepada pembinaan, pengembangan,
koordinasi dan penanganan konflik masyarakat di daerah.

Anda mungkin juga menyukai