Modul 3 Motivasi Berprestasi
Modul 3 Motivasi Berprestasi
Karakter
Motivasi Meraih Prestasi
Fakultas : FBIS
Program studi : Ilmu Komunikasi
Manajemen
Tatap Muka
03
Kode Matakuliah : U1119003
Disusun oleh : Islahulben, SE., MM
PEMBAHASAN
Apa Itu Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation)?
Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang. Dorongan itu memaksa
seseorang untuk bergerak atau bertindak. Sedangkan motivasi berprestasi ialah motivasi yang
menyebabkan orang menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan dapat digolongkan menjadi
tiga bagian, yakni:
Manusia terdorong untuk melakukan suatu perbuatan bisa karena keinginan untuk
mendapatkan imbalan fisik material, misalnya dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani, baik
berupa barang atau uang. Motivasi seperti ini sangat lemah dan sifatnya sangat
sementara. Misalnya orang yang melakukan sesuatu untuk sekadar mendapat makanan
guna menutupi rasa lapar, maka ketika sudah kenyang ia akan kehilangan
motivasi. Sebaliknya, ia pasti akan kehilangan motivasi untuk melakukan perbuatan yang
justru membuat ia lapar, misalnya berpuasa. Apalagi memperjuangkan suatu kebenaran, yang
mungkin akan membuatnya menderita. Jadi, motivasi fisik material sekalipun ada dan
memang perlu, tapi sulit untuk dikembangkan untuk menjadi pendorong utama bagi manusia
dalam berusaha.
2. Motivasi psiko-emosional
Motivasi psiko-emosional akan menggerakkan manusia untuk berbuat karena suatu kondisi
kejiwaan yang ingin dimiliki seseorang ini seperti rasa kebahagiaan, kehormatan, kebanggaan
dan sebagainya. Orang sering menyebutnya kepuasan batin. Misalnya,
seseorang berani melakukan perlawanan keras terhadap orang yang dinilai telah merusak
nama baiknya. Atau berjuang mati-matian dengan mempertaruhkan harta dan jiwa demi
menjaga kemerdekaan. Dan sebagainya. Motivasi ini meski lebih kuat bila dibandingkan
dengan motivasi fisik – material, sebenarnya juga masih lemah dan sementara sifatnya.
Maka, motivasi yang harus dibangun oleh setiap manusia dalam mewujudkan aktivitas
kehidupannya adalah motivasi spiritual semata. Dengan motivasi ini, seseorang akan terpacu
untuk berikhtiar terus-menerus disertai dengan sikap tawakal dan pantang berputus harapan
hingga akhirnya meraih keberhasilan dengan izin Allah Yang Maha Pemurah lagi
Penyayang. Inilah motivasi berprestasi yang sesungguhnya.
Adalah fitrah jika kondisi manusia itu labil. Keimanan seseorang itu fluktuatif. Motivasi juga
cenderung naik turun. Ada kalanya kita merasa di puncak motivasi. Terkumpul bola semangat
yang sangat besar di atas tangan kita. Namun kadangkala kita juga merasa sangat malas. Sama
sekali tidak ada gairah untuk melakukan sesuatu. Saat itulah motivasi kita turun.
Memang itu wajar. Akan tetapi kehidupan menuntut kita untuk senantiasa berprestasi.
Lingkungan akan memberi kita penghargaan apabila kita berprestasi. Tapi lingkungan juga
akan menghina kita jika tidak produktif. Islam pun mengajarkan demikian. Jika hari ini tidak
berbeda dengan hari kemarin, merugilah kita. Jika lebih buruk? Parah lagi, kita termasuk orang-
orang celaka. Dan jika hari ini lebih baik dari sebelum-sebelumnya, masuklah kita ke dalam
golongan orang-orang yang beruntung.
Kondisi di atas cukup bertentangan. Satu sisi kita dituntut prestatif, tetapi di sisi lain kita juga
punya rasa malas. Lantas, bagaimana cara kita menghilangkan rasa malas? Atau bagaimana
caranya menigkatkan motivasi?
Sebenarnya yang paling berhak meningkatkan motivasi kita adalah diri kita sendiri. Kitalah
yang lebih menentukan keberhasilan kita. Dan kita pun bisa mengusahakan peningkatan
motivasi itu melalui beberapa cara.
Menurut Anis Matta dalam bukunya, Model Manusia Muslim, motivasi atau kemauan dapat
dibangun dengan pemantapan tujuan hidup. Sedini mungkin, cobalah kita merumuskan tujuan
hidup kita sebenarnya. Karena orang yang tidak punya tujuan akan mudah terombang-ambing
oleh masalah.
Rumusan tujuan hidup ini hendaknya sejelas mungkin. Tidak cukup kita hanya bercita-cita
menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, agama, dan keluarga. Tetapi labih jauh lagi,
rumuskan dengan cara apa kita akan menjadi orang berguna. Misalnya kita ingin berguna
dengan menjadi seorang entrepreneur. Alasannya ingin memberi kesempatan kerja bagi orang
lain. Setidaknya itu lebih jelas dari cira-cita sebelumnya.
Jika sudah, cobalah visualisasikan tujuan itu sedetil-detilnya. Bayangkan gagahnya kita
menjadi seorang entrepreneur. Jalan-jalan sambil menggenggam handphone. Bolak-balik ke
luar negeri karena urusan bisnis. Pakaian rapi, rambut klimis, wangi, dan segar. Kendati kaya,
kita pun tidak lupa akan kewajiban sebagai seorang hamba. Tak pernah kita lalai mendirikan
shalat, shaum, tilawah, infaq, nikah, da’wah, dan berakhir dengan meraih gelar syuhada.
Penggambaran cita-cita yang detil ini akan membuat kita lebih bersemangat.
Jika kita masih merasa malas, cobalah analisis. Mengapa rasa malas itu muncul? Apakah
karena kita merasa tidak cocok terhadap jenis aktivitas tertentu? Jika itu alasannya, kita pun
bisa menyiasatinya. Cobalah cintai pekerjaan itu. Caranya dengan mencari tahu beribu
manfaatnya. Dengan mengetahui manfaat, kita akan lebih bersemangat dalam bekerja. Karena
kecenderungan manusia menyukai sesuatu yang memberinya manfaat. Rasulullah SAW sendiri
sering menjelaskan pahala-pahala yang akan didapat jika mengamalkan amalan tertentu.
Selain itu, rasa cinta bisa dimunculkan juga dengan mencintai Sang Pemilik Cinta Yang Kekal,
yaitu Allah. Niatkanlah setiap aktivitas kita dengan harapan mendapat cinta dan ridha dari
Allah. Karena itu adalah sebaik-baik tujuan.
Rasa malas juga bisa dihilangkan dengan mulai bergerak. Bergerak di sini artinya ialah
memulai berbuat. Seringkali kita merasa malas sebelum mencoba bekerja. Belum apa-apa, di
benak kita muncul anggapan-anggapan penghambat. Namun coba abaikan anggapan itu.
Mulailah bekerja. Karena bisa jadi setelah itu kita ternyata menemukan ritme yang asyik di
sana. Sehingga kemudian kita mendapati diri kita larut dalam aktivitas.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyaksikan orang-orang yang begitu aktif dan penuh
vitalitas dalam bekerja. Bila kita seorang karyawan, akan kita temukan teman-teman (atau
Anda sendiri) yang berlainan intensitas dan cara kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya. Ada
yang amat giat untuk mencapai sukses, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada pula yang
nampaknya tidak ada gairah.
Suatu ketika dalam benak kita mungkin mencuat pertanyaan, apa sih gerangan yang melatar
belakanginya? Pertanyaan ini telah lama digeluti oleh para ahli pendidikan, ekonomi, sosiologi,
psikologi, antropologi, sejarah dan disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan manusia.
Namun demikian David McClelland Guru besar psikologi dari Harvard University,
Massachussett itu secara brillian mengupas kelemahan teori-teori para ahli antropologi,
sosiologi, sejarah geografi, dan bahkan psikoanalisis Freud sendiri yang menurutnya tidak
mampu menerangkan mengapa ada perbedaan intensitas kerja dan prestasi yang dicapai oleh
manusia satu dengan manusia lain, oleh bangsa satu dengan bangsa lain.
Kritik Me Clelland itu terutama dialamatkan kepada ketakmampuan teori tersebut dalam
menjelaskan perbedaan secara individual; antara si Amir dengan si Anton, si Tiara dengan si
Nur. Kemudian sebagai puncak penelitiannya selama lima tahun (Januari 1947 - Januari 1952),
ia mengemukakan konsep Motif Berprestasi (Achievement Motive).
Dalam buku-bukunya secara bergantian menggunakan teori ini dengan kebutuhan berprestasi
(need for Achievement disingkat n-Ach). Motif berprestasi inilah gerangan yang menjadi
motor penggeraknya.
Untuk mengetahui hal itu Clelland menyusun alat. untuk skala motif. la tidak secara konsisten
menentukan istilah yang digunakan antara “Achievement motive” dan “need for
Achievement”. Mungkin karena keduanya mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda atau
sama saja. Motif berprestasi adalah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak
dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya.
Sementara n-Ach ia beri pengertian dorongan untuk meraih sukses gemilang, hasil yang sebaik-
baiknya menurut “standard” of exellence” yang akan lebih nampak dalam suasana rivalitas-
kompetitif.
“Standard kesempurnaan” itu lebih besar ditentukan atas dasar pertimbangan individu itu
sendiri ketimbang standar menurut ukuran lingkungan sosial. Kendatipun dalam kenyataannya
mungkin, bahkan pasti, merupakan hasil internalisasi diri, atau dibentuk oleh ukuran-ukuran
sosial dengan siapa orang itu berinteraksi.la menemukan, bahwa seseorang yang abilitasnya
inferior tapi memiliki n-Ach yang tinggi, akan lebih baik prestasinya dibandingkan dengan
mereka yang abilitasnya superior dengan n-Ach yang rendah.
Mungkin Anda tergoda untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk besar kecilnya atau
tinggi-rendahnya motif berprestasi pada diri seseorang. Terbentuknya motif berprestasi
amatlah kompleks, sekompleks perkembangan kepribadian manusia. Motif ini tidak lepas dari
perkembangan kepribadian tersebut, dan tidak pernah berkembang dalam kondisi vakum.
Seperti kita ketahui, betapa besarnya peranan kehidupan keluarga dalam perkembangan
kepribadian individu. Hubungan orang tua-anak sedikit demi sedikit menampakan pola-pola
kepribadian dan kemudian berkembang dengan segala karakteristiknya mencakup sikap,
kebiasaan, cara berfikir, motif-motif, dan sebagainya.
Pada masa di mana seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak, motif itu dipengaruhi
oleh lingkungan yang lebih luas lagi. Orang tua tidak lagi di-anggap sumber nilai atau figure
ideal (Freud), atau satu-satunya “significant person” (Sullivan), melainkan nilai-nilai sosial di
luar keempat dinding rumah. Di rumah, motif berprestasi anak bisa dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, hubungan dengan saudara-saudaranya,
dan sebagainya.
Sementara di luar, “dibentuk lewat hubungan yang penuh tantangan dengan teman-teman
sekerja rekan sekantor, hubungan dengan direktur, dan sebagainya. Tantangan mengandung
konotasi persaingan, kondisi mana dianggap sebagai stimulan utama n—Ach. Disinilah Me
Clelland (juga para ahli psikologi lain mendalami motif) bertolak dari teori “Seleksi Alam” dan
“Lestasi bagi yang kuat”, dari Charles Darwin (1809 - 1882).
Boleh anda cek sendiri. Kalau merasa motif berprestasi anda di tempat kerja kecil, umpamanya,
apa yang melatarbelakanginya? Ekonomi yang serba cukup, pimpinan yang kurang menghargai
prestasi, atau lingkungan tempat anda bekerja? Sebaliknya dengan motif berprestasi, bekerja
akan bertambah semangat. Beruntunglah Anda. Tapi periksa lagi dari mana itu sumbernya?
Secara sederhana besar kecilnya motif dapat dilihat dari upaya yang dilakukan dalam
menggapai “standard of excellence”. Ini tentunya hanya gejala saja yang banyak berguna untuk
menduga n—Ach seseorang. Agar anda dapat mengecek intensitas motif berprestasi sendiri,
ada baiknya secara terperinci dikemukakan ciri-cirinya. Ciri-ciri tersebut dapat diidentifikasi
dari segi kognisi, konasi, dan afeksi/emosi.
Berprestasi adalah idaman setiap individu, baik itu prestasi dalam bidang pekerjaan,
pendidikan, sosial, seni, politik, budaya dan lain-lain. Dengan adanya prestasi yang pernah
diraih oleh seseorang akan menumbuhkan suatu semangat baru untuk menjalani aktifitas.
Pengertian prestasi menurut Murray (dalam J. Winardi, 2004):
Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland (dalam Alex Sabur, 2003:285)
adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik,
lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya.
Ini disebabkan oleh virus mental.
Dari pendapat tersebut Alex Sabur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang
mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia
dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut dinamakan virus
mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya tersebut akan berkembang biak
dengan cepat. Dengan kata lain, daya tersebut akan meluas dan menimbulkan dampak dalam
kehidupan.
McClelland juga berpendapat tentang motivasi berprestasi. McClelland dan Atkinson
menyebutkan: “Setiap orang mempunyai tiga motif yakni motivasi berprestasi
(achievement motivation), motif bersahabat (affiliation motivation) dan motif berkuasa (power
motivation)”.
Ahli lain yakni Gellerman menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi
tinggi akan sangat senang kalau ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani
menanggung segala risiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk mencapai tujuan.
Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (1996:105) adalah sebagai suatu cara berfikir
tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku
secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi.
Sepanjang masa kehidupan, yaitu sejak masa kanak-kanak hingga masa dewasa seseorang
selalu punya harapan atau cita-cita. Antara individu yang satu dengan yang lainnya belum tentu
mempunyai harapan atau cita-cita yang sama. Misalnya waktu seseorang menginginkan
menjadi seorang dokter, tapi setelah dewasa menginginkan menjadi orang yang sukses dan
kaya. Salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan cita-cita adalah motif berprestasi
atau motivasi berprestasi.
Seseorang yang mempunyai motivasi yang tinggi maka dia akan berusaha melakukan yang
terbaik, memiliki kepercayaan terhadap kemampuan untuk bekerja mandiri dan bersikap
optimis, memiliki ketidakpuasan terhadap prestasi yang telah diperoleh serta mempunyai
tanggung jawab yang besar atas perbuatan yang dilakukan sehingga seseorang yang
mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam
menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motif berprestasi yang
rendah.
Pada jaman dahulu, motivasi berprestasi pada remaja pada umumnya sangat tinggi karena
pada jaman dahulu fasilitas-fasilitas umum tidak selengkap saat ini. Belum banyaknya sarana-
sarana dan tempat-tempat hiburan yang banyak didatangi para remaja sebagai tempat bergaul
seperti halnya pada keadaan jaman dulu juga menyebabkan mereka lebih memfokuskan diri
dan berkosentrasi pada pelajaran sehingga motivasi berprestasi mereka jauh lebih tinggi bila
dibandingkan pada saat ini dimana fasilitas-fasilitas umum semakin banyak sehingga remaja
lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang atau mungkin hanya
untuk sekedar bergaul dengan teman.
Untuk mendapatkan sesuatu jauh lebih sulit dibandingkan dengan saat ini, dimana remaja lebih
mudah mendapatkan semua yang diinginkannya karena semakin canggihnya teknologi. Hal ini
bisa terjadi karena adanya pengaruh, dalam hal ini teman. Atau mungkin keluarga tidak
memberikan perhatian dan dorongan terhadap prestasi remaja, keluarga kurang menghargai
prestasi yang diraih oleh remaja sehinga mereka merasa prestasi yang diraihnya hanyalah sia-
sia. Selain itu mungkin keluarga hanya memanjakan remaja dengan uang sehingga mereka
berpikir tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan uang karena mereka bisa mengandalkan
pada orang tua, yang akhirnya menyebabkan motivasi berprestasi mereka rendah. Oleh karena
itu kita diharapkan mampu meningkatkan motivasi berprestasi secara efektif dan efisien
Dari pendapat di atas dapat di pahami bahwa dengan adanya motivasi berprestasi dalam diri
individu akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat, akan menumbuhkan individu-individu
yang bertanggung jawab dan dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga akan membentuk
individu menjadi pribadi yang kreatif.
McClelland (dalam Marwisni Hasan 2006) menyatakan bahwa orang yang mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai Tanggung Jawab Pribadi.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas sekolah atau
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan akan puas dengan hasil pekerjaan karena merupakan hasil usahanya sendiri.
7. Mengadakan antisipasi.
Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari kegagalan
atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan siswa dengan menyiapkan
semua keperluan atau peralatan sebelum pergi ke sekolah. Siswa datang ke sekolah lebih
cepat dari jadwal belajar atau jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk latihan. Siswa
menyokong persiapan belajar yang perlu dan membaca materi pelajaran yang akan di
berikan guru pada hari berikutnya
Handoko (1992), menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu tenaga yang terdapat dalam
diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi tingkah laku. Lewin
(dalam Petri) mengungkapkan bahwa perilaku merupakan fungsi dari faktor personal dan
faktor lingkungan dalam pengertian bahwa perilaku itu timbul karena adanya dorongan faktor
internal dan kekuatan faktor eksternal. Sementara itu Watson (dalam As’ad) menegaskan
bahwa perilaku pada dasarnya bersifat mekanistis, yaitu timbulnya disebabkan karena adanya
stimulus. Perilaku dipandang sebagai reaksi atau respons terhadap suatu stimulus.
Woodhworth (dalam Petri, 1981) mengungkapkan bahwa perilaku terjadi karena adanya
motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tadi tidak akan ada suatu
kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan
diaktifkan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan
dorongan ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan mekanisme perilaku.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi sebagai penyebab dari timbulnya perilaku menurut
konsep Woodworth (dalam As’ad, 1982) mempunyai 3 (tiga) karakteristik, yaitu : (a)
intensitas; menyangkut lemah dan kuatnya dorongan sehingga menyebabkan individu
berperilaku tertentu; (b) pemberi arah; mengarahkan individu dalam menghindari atau
melakukan suatu perilaku tertentu; dan (c) persistensi; kecenderungan untuk mengulang
perilaku secara terus menerus.
Pandangan lain dikemukakan oleh Hull (dalam As’ad) yang menegaskan bahwa perilaku
seseorang dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan oleh kepentingan mengadakan pemenuhan
atau pemuasan terhadap kebutuhan yang ada pada diri individu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
perilaku muncul tidak semata-mata karena dorongan yang bermula dari kebutuhan individu
saja, tetapi juga karena adanya faktor belajar. Faktor dorongan ini dikonsepsikan sebagai
kumpulan energi yang dapat mengaktifkan tingkah laku atau sebagai motivasional factor,
dimana timbulnya perilaku menurut Hull adalah fungsi dari tiga hal yaitu : kekuatan dari
dorongan yang ada pada individu; kebiasaan yang didapat dari hasil belajar; serta interaksi
antara keduanya.
Mencari Pekerjaan di saat sekarang ini memang dianggap sebagian orang tidak mudah. Jika
salah melangkah sedikit saja anda akan gagal meraih kesuksesan.. Jangan pernah anda ragu-
ragu dalam mengirimkan surat lamaran kerja pada perusahaan yang anda minati. Cermati hal-
hal penting seputar dunia kerja, terutama bagi anda yang masih belum ada pengalaman kerja
atau pemula. Promosikan diri anda sebaik-baiknya surat lamaran kerja anda pada saat anda
mengirimkan lamaran pekerjaan tadi. Sebelum melangkah dan melaju ke depan buatlah analisa
pada diri anda sendiri. Kenali jenis pekerjaan yang anda inginkan, serta posisi dan gaji yang
ingin anda dapatkan. Coba anda jujur pada diri sendiri saat anda melakukan analisa tersebut.
Mungkin yang paling penting saat ini dalam menapaki dunia kerja adalah mencari informasi
pekerjaan sebanyak-banyaknya. Dengan cara Membuka pergaulan seluas-luasnya adalah
sebuah resep untuk mencari informasi kerja yang bermutu. Selain itu cobalah sarana
alternatif berikut untuk mencari informasi kerja.
Rajinlah membaca koran karena disana tiap hari selalu ada lowongan kerja.
Ikutan mailling list kampus . Biasanya di milis ini anda akan dapat info lowongan kerja
dari almamater.
Bergabunglah dengan Head hunter untuk mendapatkan informasi secara gratis tentang
info lowongan kerja. Mereka ini mengkhususkan diri sebagai penemu, pengevaluasi
dan penyeleksi kandidat tenaga kerja bagi perusahaan yang membutuhkan.
Jika telah mendapatkan info kerja yang sesuai dan anda telah mengirimkan surat lamaran kerja
dan anda telah sampai pada sesi wawancara maka inilah tips dalam memulai wawancara :
Sukses, banyak orang yang menginginkan untuk menjadikan hidupnya menjadi seperti itu,
sukses. Sukses dalam berbagai bidang; sukses dalam asmara, sukses dalam studi/sekolah, atau
sukses dalam mengejar karier/bekerja. Tapi bagaimana menjadi sukses itu? sukses merupakan
suatu proses untuk mencapai tujuan yang kita inginkan dan sukses bukan merupakan akhir dari
proses karena sukses merupakan awal dari proses sebelumnya.
Sukses adalah dambaan setiap orang, dan berikut ini beberapa tips untuk sukses dalam bekerja.
Dalam dunia kerja, seperti halnya pada pertandingan sepak bola/olah raga, dimana mengenal
kompetisi atau persaingan untuk mencapai kesuksesan dalam berkarir.
Berikut ini beberapa tips yang mungkin berguna untuk meraih sukses dalam bekerja:
Atkinson, J.W. 1958. Achievement Motive and Test Anxiety Asimilator Motives to Approach
http:www.depdiknas.co.id/jurnal/29faktor.htm.
Yuniarti, K.W. 1988. Pola Asuh, Self Esteem, Motivasi Berprestasi, dan Prestasi Belajar.
http://suksesitubebas.com/2012/12/04/pentingnya-memiliki-tujuan/
http://suksesitubebas.com/2012/07/13/tujuan-hidup-adalah-impian/
http://www.scribd.com/doc/24002434/Pengaruh-Motivasi-Berprestasi-Terhadap-Kinerja