Anda di halaman 1dari 12

BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN ISLAM

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masa’il Fiqhiyyah

Dosen Pengampu :
Nanang Abdillah, M.Pd.I

COVER

Oleh :
Laily Zaid Farah Azizah Nasywa (20210102251)
Lutfiyyah Rohimmah (20210102253)
Mufarrichtuz Zakiyah (20210102262)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AZHAR
MENGANTI GRESIK
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT. Yang


telah memberi segala nikmat kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membimbing umatnya
menuju jalan yang terang benderang .
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Masa’il Fiqhiyyah” Prodi S-I PAI STAI Al-Azhar Menganti Dengan judul
makalah “Hukum Bayi Tabung” Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mendapatkan bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ustadz Nanang Abdillah, M.pd.I selaku Dosen pengampu mata kuliah “Masa’il
Fiqhiyah” yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Bapak dan ibu tercinta yang memberikan bantuan dan dorongan baik secara
moral maupun spiritual.
3. Rekan mahasiswa yang dengan penuh rasa kebersamaan memberikan masukan
dan saran dalam penyusunan makalah ini.
4. Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah swt.
memberikan pahala atas bantuan yang diberikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum
sempurna. Untuk itu, kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat
diharapkan, dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi tim penulis dan
pembaca serta perkembangan ilmu pendidikan pada umumnya.

Gresik, 13 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan makalah ............................................................................................ 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
A. Definisi dan hukum bayi tabung .................................................................. 2
B. Bayi Tabung Menurut Perspektif Islam ....................................................... 4
BAB III ................................................................................................................... 8
PENUTUP ............................................................................................................... 8
A. Kesimpulan .................................................................................................. 8
B. Saran ............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9

iii
BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini begitu pesat dan luar
biasa, sehingga terkadang apa yang menurut kita tidak bisa terjadi di era teknologi
sekarang bisa terjadi begitu saja.
Pada bidang ilmu kedokteran, alat-alat teknologinya diciptakan, serta terus
dikembangkan. Adanya penemuan teknologi bayi tabung, dimana dengan berbagai
macam alat teknologi dengan kecanggihannya yang bisa membuat seseorang hamil
tanpa melalui hubungan seksual secara langsung. Bayi tabung/insemniasi buatan
yang tidak hanya bisa terjadi pada manusia melainkan juga pada hewan.
Insemniasi buatan manusia tentunya akan mengalami konsekwensi hukum
yang sangat luas, maka apabila insemniasi pada manusia ini tidak ditangani oleh
orang yang beriman dan bertaqwa serta dengan memahami qoidah hukum, maka
tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang akan mendatangkan
madharat dan berimplikasi pada peradaban manusia. Oleh karena itu, penulis dalam
kesempatan kali ini membahas tentang hukum bayi tabung perspektif fiqh Islam.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam hal ini dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi dan proses bayi tabung ?
2. Bagimana pandangan Islam tentang bayi tabung?
3. Tujuan Makalah
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan memahami lebih jelas pengertian dan proses dari
bayi tabung terhadapnya.
2. Untuk mengetahui dan memahami pandangan Islam tentang bayi tabung.

1
BAB II
Pembahasan

A. Definisi Bayi Tabung


Bayi tabung pertama yang lahir didunia adalah Loise Joy Brown pada tahun
1978 di Inggris. Bayi tabung merupakan cara/teknik yang dilakukan sebagai solusi
untuk mengatasi masalah kesuburan/ tidak bisa memperoleh keturunan disaat
pasangan suami istri telah berusaha dengan melakukan hubugan seksual secara
langsung atau bahkan telah melakukan berbagai upaya untuk membuat kesuburan
kandungan. tetapi tidak berhasil dilakukan. Bayi tabung atau dikenal juga dengan
pembuahan in vitro merupakan teknik pembuahan atau inseminasi yakni,
pembuahan sel telur dibagian luar tubuh wanita, istilah kerennya in vintro
vertilization (IVT).1 In Vintro dalam bahasa lain artinya gelas/ tabung gelas, dan
vertilization memiliki arti pembuahan.
Proses Pembuahan Bayi Tabung Bayi tabung merupakan pilihan terakhir
bagi mereka yang ingin mendapatkan keturunan namun sampai saat ini belum juga
mendapatkan kehamilan. Di bawah ini akan dijelaskan proses dalam pembuatan
bayi tabung 2:
1. Perjuangan Sperma Menembus Sel Telur Langkah pertama dalam proses
pembuatan bayi tabung ini diperlukan adanya sperma. Untuk mendapatkan
kehamilan, satu sel sperma harus bersaing dengan sel sperma yang lain. Sel
Sperma yang kemudian berhasil untuk menerobos sel telur merupakan sel
sperma dengan kualitas terbaik saat itu.
2. Perkembangan Sel telur selama masa subur, wanita akan melepaskan satu
atau dua sel telur. Sel telur tersebut akan berjalan melewati saluran telur dan
kemudian bertemu dengan sel sperma pada kehamilan yang normal.

1
Latifah,Merlin Karinda, Risky Vaira, Isrowiyatun Daiyah, Tri Tungal, “Haukum Bayi Tabung
Dalam Agama Islam The Law Of Test Tube Babies”, Jurnal Hukum dan Sosial, Vol. 1 No. 1, Januari
(2023), 121-126.
2
Muhammad Idris, “Bayi Tabung Dalam Pandanagn Islam”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 12 No. 1, Januari
(2019), 64-75.

2
3

3. Injeksi Dalam IVF, dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak-


banyaknya. Dokter kemudian memilih sel telur terbaik dengan melakukan
seleksi. Pada proses ini pasien disuntikkan hormon untuk menambah jumlah
produksi sel telur. Perangsangan berlangsung 5 – 6 minggu sampai sel telur
dianggap cukup matang dan siap dibuahi. Proses injeksi ini dapat
mengakibatkan adanya efek samping.
4. Pelepasan Sel telur Setelah hormon penambah jumlah produksi sel telur
bekerja maka sel telur siap untuk dikumpulkan. Dokter bedah menggunakan
laparoskop untuk memindahkan sel-sel telur tersebut untuk digunakan pada
proses bayi tabung (IVF) berikutnya.
5. Sperma beku Sebelumnya suami akan menitipkan sperma kepada
laboratorium dan kemudian dibekukan untuk menanti saat ovulasi. Sperma
yang dibekukan disimpan dalam nitrogen cair yang dicairkan secara hati-
hati oleh para tenaga medis.
6. Menciptakan Embrio Dalam menciptakan embrio ini, dokter akan
menyatukan sperma dan ovum yang telah dipilih sebelumnya. Pada sel
sperma dan sel telur yang terbukti sehat, akan sangat mudah bagi dokter
untuk
7. Menyatukan keduanya dalam sebuah piring lab. Namun bila sperma tidak
sehat sehingga tidak dapat berenang untuk membuahi sel telur, maka akan
dilakukan teknik ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Pada teknik
ICSI ini dokter akan menyuntikkan satu sperma hidup ke dalam sel telur.
8. Embrio Berumur 2 hari Setelah sel telur dipertemukan dengan sel sperma,
akan dihasilkan sel telur yang telah dibuahi (disebut dengan nama embrio).
Embrio ini kemudian akan membelah seiring dengan waktu. Embrio ini
memiliki 4 sel, yang diharapkan mencapai stage perkembangan yang benar.
9. Pemindahan Embrio Dokter kemudian memilih 3 embrio terbaik untuk
ditransfer yang diinjeksikan ke sistem reproduksi pasien (rahim ibu). i.
Implanted fetus Setelah embrio memiliki 4 – 8 sel, embrio akan dipindahkan
kedalam rahim wanita dan kemudian menempel pada rahim. Selanjutnya
4

embrio tumbuh dan berkembang seperti layaknya kehamilan biasa sehingga


kehadiran bakal janin dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG 4.

B. Bayi Tabung Menurut Perspektif Islam


Pada prinsipnya di dalam al-Qur’an tidak ditemukan ayat-ayat yang
mengatur secara khusus tentang inseminasi buatan yang menggunakan sperma
donor dan ovumnya berasal dari isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke
dalam rahim isteri. Tetapi yang ada adalah adanya larangan penggunaan sperma
donor, seperti terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 223,

ُ ‫نِ َسآ ُؤُكم َح‬


.... ‫رث لَ ُكم‬
“Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan
saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemuiNya.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.”3
Firman Allah di atas, memerintahkan kepada kaum laki-laki (suami) untuk
menaburkan benihnya (spermanya) kepada isteri-isterinya, dan bukan pada orang
lain. Begitu juga sebaliknya, bahwa isteri-isteri harus menerima sperma dari
suaminya, karena ia (isteri) merupakan tanah (ladang) bagi suaminya. Maka apabila
mereka melaksanakan perintah ini secara konsekuen, maka ia termasuk orang-
orang yang beriman. Di dalam Qs. an-Nur ayat 30 Allah juga berfirman,

ََ ْ‫ََْعُُ ن‬َ َِ ‫ر‬‫ع‬‫ي‬ِ‫ب‬ ‫خ‬ ‫ه‬ ٰ ‫قُل لِِّنلَؤِمَِين َعغُضُّْا ِمن اَِْ ِرِهم وَح َفظُْا فُعروجه ْۗم ٰذلِك اَنزٰكى لَه ْۗم اِ ََّ ال‬
‫ل‬
ِّ
‫َ َن َ َن‬ ‫ُن‬ َ ‫ن ُ ن ن َ َ ن ن ن َ ن َ َ ن ن ُن َ ُ ن‬

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: agar mereka menjaga


pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi
mereka, sungguh Allah mengetahui apa yang mereka perbuat”4

3
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia,
(2012), h. 44.
4
Ibid, h. 493.
5

Ayat di atas memerintahkan kepada suami (laki-laki) mukmin untuk


menahan pandangannya dan kemaluannya, termasuk di dalamnya memelihara
jangan sampai sperma yang keluar dari farjinya (alat kelamin) itu bertaburan atau
ditaburkan ke dalam rahim yang bukan isterinya. Begitu juga wanita yang beriman
diperintahkan untuk menjaga kemaluannya, artinya jangan sampai farjinya itu
menerima sperma yang bukan berasal dari suaminya. Berdasarkan atas firman
Allah, maka dapatlah dikemukakan bahwa seorang isteri tidak diperkenankan untuk
menerima sperma dari orang lain, baik yang dilakukan secara fisik ataupun pre-
embrio. Dan hal yang terakhir ini analogi dengan penggunaan sperma donor.
Karena di sini pendonor tidak melakukan hubungan badan secara fisik dengan
isteri, tetapi isteri menerima dalam bentuk pre-embrio. Dan apabila hal ini juga
dilakukan oleh isteri, maka ini juga termasuk zina, sedangkan zina merupakan dosa
besar sesudah syirik.
Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan sistem donor terdapat pada
Qs. al-Isra’ ayat 70,

‫ٰه نم ََ ٰلى َكِِنير‬ ِ ‫ولََق ند َكَّرمََ َِِي اٰدم وحَ نلَعٰهم فِى النبع ِر والنبح ِر ورَزقنعَعٰهم ِمن الطَّيِٰب‬
ُ ‫ض نلَع‬
َّ َ‫ِ َوف‬ ِّ َ ِّ ‫َ ِّ َ َ ن َ َ ُ ن‬ ‫ن َ ن ََ َ َ َ ُ ن‬ َ
ِ ‫ِم ََّن خلَ نقََ تَع نف‬
‫ضني ًل‬ َ ‫ِّ ن‬

“Dan sungguh kami telah memuliakan anak-cucu adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan
kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna.”
Dan Qs. at-Tin ayat 4,

‫اْل ن َس ََ فِ ني اَ نح َس ِن تَع نق َِْنم‬


ِ‫لََق ند خلَ نقََ ن‬
َ

“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya.”
6

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah


sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan ataupun keistimewaan sehingga
melebihi makhluk-makhluk Allah lainnya. Dan Allah sendiri berkenan memuliakan
manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri
dan menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan
sistem donor tersebut merupakan inseminasi yang dibingkai dengan unsur
perzinaan. Pada hakikatnya merendahkan harkat manusia hingga sejajar dengan
hewan yang diinseminasi.
Secara ringkas MUI telah memberikan fatwa mengenai bayi tabung sebagai
berikut:
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain
(misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan
masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya
antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan
penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami
isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya
perbuatan zina sesungguhnya.
Dari penjelasan fatwa MUI point nomor 1 diperinci bahwa apabila sperma
yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram yang dimaksud ialah pada
7

waktu keluarnya saja, seperti yang dikuatkan Imam Romli, meskipun tidak
muhtarom pada waktu masuk Contoh: suami bermimpi keluar mani, dan istrinya
mengambilnya air mani tersebut (lalu dimasukan ke farjinya dengan persangkaan,
bahwa air mani tersebut milik laki-laki lain) bukan suaminya( maka hal ini
dinamakan mani muhtarom keluarnya, tapi tidak muhtarom waktu masuknya
kefarji, dan dia wajib punya iddah )masa penantian (jika suaminya menceraikan
sebelum disetubui Menurut yang mu’tamad, berbeda dengan pendatnya imam ibnu
hajar yang mengatakan, kreterianya harus muhtarom keduanya) waktu masuk dan
keluar (seperti ketetapan dari Syaikhuna) Rofi’i Nawawi.5 Singaktnya, mani
muhtaram merupakan mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama
NU mengutip dasar hukum berikut:

‫لْ إستََى الرجل مَية ِيد امرأته او امته ج ز ألنه محل استَت َه‬
“Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air maninya dengan perantara
tangan istrinya, atau tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan
tersebut tempat istima' (senang-senang) bagi seorang suami.”6
Dan Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa bayi tabung yang merupakan
usaha di bidang kesehatan untuk mendapatkan keturunan bagi pasangan suami istri
yang tidak dapat mendapat anak dalam islam ada yang haram ada yang halal
tergantung pada perosesnya.

5
‫ كما اذا احتلم الزوج‬،‫( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول‬
‫ى اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا‬ ّ ‫وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من من‬
‫طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خالفا إلبن حجر ألنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا‬.
6
Kifayatu al-Akhyar, II: h, 113, Tuhfa, VI: h, 431, al-Bajuri, II: h, 172, al-Bughya: h, 238
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi tabung yang merupakan usaha di bidang kesehatan untuk mendapatkan
keturunan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat mendapat anak dalam islam
ada yang haram ada yang halal tergantung pada perosesnya. Inseminasi buatan
dengan sel sperma dan sel telur dari pasangan suami istri yang sah dan ditransfer
ke dalam rahim istri dimana sel telur berasal maka diperbolehkan dalam Islam dan
menjadi anak sah. Kemudian bayi tabung yang dilahirkan dari pasangan suami
istri dengan titipan rahim istri lain, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari
suami yang telah meninggal dunia, bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil
dari salah satu pasangan bukan suami istri yang sah hukumnya adalah haram,
karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya
dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan kewarisan.

B. Saran
Diharapkan penulisan ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah
dan masyarakat Indonesia mengenai status hukum keperdataan bayi tabung dan
hubungan nasabnya ditinjau dari hukum Islam dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Sehingga masyarakat Indonesia mampu mengetahui mana yang
baik dan buruk mengenai teknologi bayi tabung yang terjadi saat ini.
Seharusnya di Indonesia memiliki peraturan khusus yang mengatur
mengenai proses kelahiran bayi tabung serta kedudukan dari anak yang dilahirkan
melalui proses teknik bayi tabung. Dengan adanya kepastian hukum mengenai
kedudukan atas anak bayi tabung maka dapat ditentukan pula mengenai hal
pewarisan untuk anak bayi tabung menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

8
DAFTAR PUSTAKA

Idris, Muhammad. (2019). Bayi Tabung Dalam Pandanagn Islam. Jurnal Al-
‘Adl. Vol. 12 No. 1
Kementerian Agama RI. (2012). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT.
Sinergi Pustaka Indonesia
Merlin, Karinda, dkk. (2023). Hukum Bayi Tabung Dalam Agama Islam The
Law Of Test Tube Babies. Jurnal Hukum dan Sosial. Vol. 1 No. 1

Anda mungkin juga menyukai