Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Globalisasi yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir memberikan beban yang

terus meningkat bagi dunia usaha. Dunia usaha didorong untuk mengalami

perubahan dan meningkatkan upaya efisiensi agar mampu bertahan dalam

persaingan bisnis. Salah satu upaya meningkatkan efisiensi adalah melalui proses

integrasi dan proses integrasi

yang efisien bisa dicapai melalui proses transformasi digital. Saat ini transformasi

digital sudah banyak dipertimbangkan dalam perspektif bisnis. (Kraus, Jones, et

al., 2021).

Bidang pelayanan kesehatan dan/atau perumahsakitan tidak terlepas dari dampak

persaingan akibat globalisasi meskipun bisnis rumah sakit memiliki perbedaan

dengan bidang bisnis atau industri non kesehatan lainnya. Organisasi pelayanan

kesehatan (OPK) menghadapi tiga tantangan utama dalam menjalankan usahanya,

yaitu penurunan investasi publik, peningkatan kebutuhan akan pelayanan

kesehatan yang berkualitas, serta tekanan untuk terus meningkatkan kinerja dari

inti bisnis OPK. Tantangan ini mendorong OPK untuk menyeimbangkan antara

efisiensi dan ketangguhan kinerja. Dalam hal ini, teknologi dipandang sebagai

kunci dalam mengintegrasikan keduanya. (Marques da Rosa et al., 2021)

Transformasi digital mengacu pada sebuah proses yang bertujuan untuk

meningkatkan sebuah entitas (termasuk di dalamnya proses bisnis, efisiensi, dan

lain sebagainya) dengan cara memicu perubahan yang bersifat signifikan pada

komponenkomponennya melalui penggabungan informasi, komputasi,


komunikasi, dan konektivitas yang memanfaatkan teknologi. Transformasi digital

akan mempengaruhi berbagai aspek organisasi seperti misalnya pemanfaatan

sumber daya digital, desain strategis pertumbuhan digital, perubahan struktur

organisasi internal, serta definisi dari berbagai pengukuran untuk tujuan yang

ingin dicapai. (Kraus, Schiavone, et al., 2021)

Konsep teknologi informasi dan komunikasi yang diturunkan dari perkembangan

industri 4.0 telah banyak digunakan untuk mendukung bidang pelayanan

kesehatan dan proses administratif melalui digitalisasi dan interkoneksi proses,

layanan, dan manusia. Terminologi pelayanan kesehatan 4.0 (healthcare 4.0 atau

H4.0) dimunculkan untuk menyatakan sebuah pendekatan berbasis teknologi yang

mengutamakan kustomisasi real-time demi mencapai pelayanan kesehatan yang

terpusat pada pasien. Teknologi H4.0 diperkirakan akan mampu mempengaruhi

kemampuan adaptif bidang pelayanan ksehatan yang umumnya memiliki ciri khas

ketidakpastian (uncertainty), keragaman (diversity), dan dinamis. (Marques da

Rosa et al., 2021)

PEMBAHASAN

Situasi pandemi COVID-19 merupakan disrupsi besar yang berdampak terhadap

berbagai sektor, termasuk di dalamnya sektor kesehatan dan ekonomi. OPK,

dalam hal ini rumah sakit, dituntut untuk melakukan peninjauan kembali terhadap

rencana strategisnya, termasuk dalam hal rencana strategis pemasarannya. Rumah

Sakit Siloam Palangka Raya merupakan rumah sakit swasta kelas C yang
berlokasi di kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pada saat rumah sakit ini

diresmikan pada bulan Desember 2018, infrastruktur digital telah dipersiapkan,

namun implementasi digital health baru menunjukkan proses pesat justru setelah

terjadi pandemi COVID-19 di tahun 2020.

Adopsi terhadap transformasi digital di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya

menunjukkan variasi baik dalam hal adopsi internal maupun adopsi eksternal.

Dengan menilai adopsi berdasarkan tujuh area penelitian dan pengembangan

teknologi pelayanan kesehatan menurut Marques dan Fereira (2020), maka dapat

diketahui hal yang mendukung atau menghambat implementasi transformasi

digital di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya. Dinilai dari aspek pemasaran,

transformasi digital pada dasarnya termasuk dalam komponen bauran pemasaran

yang mencakup tiga dari 4P, yaitu product (produk), promotion (promosi), dan

place (tempat atau distribusi). Komponen price (harga) sebagai komponen yang

keempat memang tidak terlalu relevan dalam hal ini.

Dinilai dari segi produk, transformasi digital menghasilkan produk baru dalam

bidang pelayanan kesehatan. Contoh sederhananya adalah telekonsultasi. Layanan

telekonsultasi bisa dikatakan merupakan pengembangan produk konsultasi tatap

muka yang memunculkan konsep baru dengan memanfaatkan teknologi digital.

Lebih jauh lagi, transformasi digital menawarkan nilai pelayanan yang lebih

tinggi (value-based service) dan pengalaman (experience) yang lebih baik bagi

pasien berkaitan dengan efisiensi alur proses dan waktu.


Dinilai dari segi promosi, transformasi digital menawarkan metode pemasaran

yang lebih fleksibel. Kemudahan komunikasi secara digital memungkinkan rumah

sakit untuk menyampaikan informasi seputar kesehatan kepada target pasar yang

dituju tanpa menutup kemungkinan untuk bisa menjangkau target pasar lainnya.

Aspek komunikasi berupa promosi kesehatan merupakan komponen penting dari

bauran pemasaran promosi rumah sakit. Ini berbeda dengan bidang industri non

kesehatan lainnya dimana bauran promosi umumnya lebih identik dengan

kegiatan periklanan (advertisement). Promosi dalam bidang kesehatan lebih

banyak bertujuan untuk meningkatkan kesadaran target pasar akan pentingnya

kesehatan, serta menginformasikan layanan yang tersedia di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

Dinilai dari segi tempat atau distribusi, transformasi digital berperan sebagai

jembatan atau akses yang menghubungkan target pasar (dalam hal ini pasien) ke

rumah sakit. Akses digital memungkinkan pasien untuk terhubung dari rumah ke

rumah sakit melalui fitur online booking atau patient portal hanya dengan

menggunakan aplikasi berbasis gawai atau ponsel pintar. Akses ini didukung pula

oleh pemanfaatan media sosial yang tengah berkembang meskipun fungsinya

lebih banyak sebagai media informai. Dalam hal ini, media sosial juga termasuk

sebagai bagian dari bauran pemasaran promosi.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka diketahui secara lebih jelas bahwa strategi

pemasaran dengan memanfaatkan transformasi digital tidak hanya terbatas pada

pemanfaatan media sosial. Promosi dengan cara rutin melakukan feed posting atau

story update hanya merupakan bagian kecil dari upaya pemanfaatan teknologi
digital. Hal yang lebih penting di balik itu adalah justru kesiapan rumah sakit

dalam menerapkan konsep digital dalam memberikan layanan yang lebih

berkualitas serta pengalaman yang lebih berkesan bagi pasien dan pengunjung

rumah sakit ketika pasien dan pengunjung datang ke rumah sakit.

Implementasi SIMRS yang terintegrasi dengan berbagai bagian rumah sakit,

termasuk di dalamnya EMR dan RIS-PACS lebih banyak ditujukan untuk efisiensi

alur proses rumah sakit dan efisiensi biaya. Penerapan EMR mengurangi

kebutuhan pengiriman berkas rekam medis dari ruang arsip ke ruang konsultasi di

samping melakukan penghematan biaya penggunaan kertas dan map rekam medis.

Penerapan e-prescription mempersingkat waktu tunggu farmasi karena order obat

sudah langsung diterima oleh petugas farmasi pada saat dokter melakukan klik

order melalui EMR. Petugas farmasi memiliki waktu lebih panjang dan lebih awal

untuk mempersiapkan obat sebelum pasien mendatangi farmasi.

Implementasi SIMRS di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya telah menunjukkan

capaian yang baik dalam hal tujuan di atas, yaitu efisiensi alur proses dan efisiensi

biaya. Integrasi data memungkinkan sistem pelaporan yang terdigitalisasi

sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk penyusunan laporan manual.

Melalui penerapan dashboard business intelligence, level pimpinan mampu

memantau proses bisnis rumah sakit kapan saja dan di mana saja secara realtime

sehingga proses pengambilan keputusan bisa dilakukan secara lebih cepat dan

lebih tepat sasaran, termasuk juga dalam hal penyusunan strategi pemasaran.
Implementasi SIMRS di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya juga memberikan

dampak perbaikan dalam hal administratif keuangan, khususnya dalam proses

pembelian barang (obat, alat kesehatan, bahan habis pakai, barang umum). Proses

pembelian barang tidak lagi bisa dilakukan secara manual tanpa

mempertimbangkan stok (inventory), melainkan harus melalui proses persetujuan

secara berjenjang, dengan mengikuti alur proses seharusnya, yaitu pengajuan

purchase request, pembuatan purchase order, dan proses pembelian.

Hal yang sama juga berlaku untuk penerapan RISPACS. Konversi citra radiologi

ke dalam bentuk digital menurunkan kebutuhan akan film radiologi. Film

radiologi selama ini cukup menjadi permasalahan bagi rumah sakit karena selain

harganya mahal, membutuhkan ruang penyimpanan yang relatif luas, serta

menjadi membutuhkan pengelolaan limbah sebagaimana halnya limbah B3 (bahan

berbahaya dan beracun). Melalui konversi ke bentuk digital, maka citra radiologi

cukup disimpan di dalam server dan bisa diakses sewaktu-waktu melalui

komputer yang terhubung dengan jaringan rumah sakit. Citra radiologi ini tetap

bisa diserahkan kepada pasien dengan menggunakan CD atau DVD, dan dengan

menyediakan monitor yang bersifat medical grade di kamar operasi, maka

kebutuhan cetak film untuk kepentingan operasi tidak lagi diperlukan.

Implementasi aplikasi MySiloam yang berbasis gawai atau ponsel pintar

memberikan akses kepada pasien untuk mampu membuat janji temu dan

mengakses data medis pribadinya dengan memanfaatkan gawai atau ponsel pintar

dan jaringan internet. Akses ini jauh lebih fleksibel jika dibandingkan melakukan

booking melalui telepon atau dengan cara datang langsung ke rumah sakit
mengingat jalur telepon bisa menjadi padat sehingga lambat mendapat respon.

Fitur online booking ini tidak hanya menguntungkan bagi pasien dalam hal

ketepatan waktu konsultasi, tetapi juga sebagai pengingat bagi dokter spesialis

untuk hadir tepat waktu mengingat dokter spesialis akan terinfo juga jika ada

pasien yang melakukan online booking.

Kendala utama dalam menerapkan transformasi digital kembali pada penerimaan

atau adopsi dari pihak internal dan pihak eksternal. Proses transisi dari alur proses

manual menjadi digital merupakan proses yang paling berat karena ini berbicara

mengenai perubahan kebiasaan. Dalam banyak hal, resistensi terjadi karena pihak

penerima perubahan menolak untuk keluar dari zona nyaman kebiasaannya

selama ini. Perubahan dianggap sebagai ancaman terhadap sistem kerja yang

sudah berlangsung, yang bisa memperumit alur atau memperpanjang waktu kerja.

Hal ini juga terjadi Rumah Sakit Siloam Palangka Raya.

Dinilai dari segi internal, ketika sistem pelaporan bergeser menuju pemanfaatan

dashboard business intelligence, terjadi resistensi dari para pengguna yang belum

terbiasa dengan tampilan user interfacedan fungsi data filter. Muncul pertanyaan

mengenai sumber data sehingga penggunaan laporan manual masih lebih banyak

dipilih dengan alasan kenyamanan dan pertanggubgjawaban atas data. Ketika

EMR diimplementasikan, resistensi terbesar muncul dari dokter spesialis yang

selama ini terbiasa menggunakan kertas. Pandangan ini berubah ketika para

pengguna secara perlahan-lahan memahami kemudahan yang bisa diberikan oleh

teknologi digital ini setelah mereka terbiasa dengan fungsi dan tampilan dari

aplikasi yang disediakan.


Proses pengadaan barang melalui SIMRS memang dipandang rumit dan bertele-

tele secara internal sehingga sempat mendapatkan resistensi juga. Meskipun

demikian, proses ini terbukti mampu menghasilkan kendali yang lebih baik

sehingga tidak terjadi lagi pembelian barang yang tidak pada tempatnya.

Pemantauan stok juga berjalan lebih baik sehingga kejadian kekosongan stok bisa

diantisipasi melalui modul tracking proses persetujuan dan pembelian barang.

Pasien tidak perlu lagi diarahkan untuk membeli obat ke apotek luar hanya karena

rumah sakit kehabisan stok obat.

Ketika RIS-PACS diimplementasikan, muncul juga resistensi dari dokter spesialis,

khususnya bidang bedah, yang merasa bahwa tampilan citra radiologi melalui film

lebih baik. Pandangan ini berubah ketika para dokter spesialis memahami bahwa

citra radiologi digital memungkinkan untuk dikustomisasi (zoom in/out,

perubahan kontras, tingkat kecerahan, dan lain sebagainya) secara manual dengan

memanfaatkan fitur yang ada pada aplikasi RIS-PACS. Dalam beberapa hal,

fungsi film memang tidak bisa digantikan, khususnya untuk kepentingan rujukan

ke rumah sakit yang belum menerapkan transformasi digital. Meskipun

penggunaan film tidak bisa ditekan menjadi nol, namun angka penggunaannya

terbukti bisa ditekan seminimal mungkin.

Dari segi eksternal, resistensi dari pihak pasien maupun pengunjung terjadi akibat

latar belakang pasien atau pengunjung yang belum sepenuhnya terbiasa

melakukan aktivitas digital. Sistem aplikasi yang sama pada dasarnya diterapkan

juga pada Siloam Hospitals Unit selain Palangka Raya dan Siloam Hospitals Unit

yang terletak di kota besar umumnya mendapatkan respon yang baik terkait
implementasi digital tersebut. Hal ini berarti bahwa latar belakang pemahaman

teknologi dari target pasar mampu menjadi pendorong atau justru penghambat

yang relatif kuat untuk proses transformasi digital yang tengah atau akan berjalan.

Jika dilihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui implementasi sistem online

booking, patient portal, filmless hospital, telekonsultasi, hingga cashless hospital,

tujuan ini pada dasarnya baik, berfokus pada pasien, dan mampu memberikan

nilai tambah pelayanan kepada pasien. Sayangnya, tidak semua pasien mampu

melihat keuntungan dari sisi tersebut. Beberapa pasien masih menganut paham

konvensional bahwa konsultasi identik dengan tatap muka secara langsung,

peresepan obat identik dengan kertas resep, hasil radiologi identik dengan film

berukuran besar, dan pembayaran atas jasa layanan identik dengan menggunakan

uang tunai. Semakin jauh dari kota besar, semakin kuat paham ini. Itu sebabnya,

ketika implementasi digital ini diterima baik di Siloam Hospitals Unit lain,

beberapa hal justru tidak berjalan di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya. Hal ini

terbukti melalui capaian indikator adopsi e-prescription, online booking, patient

portal, dan telekonsultasi yang masih relatif rendah di Rumah Sakit Siloam

Palangka Raya. Meskipun demikian, capaian yang relatif rendah ini menunjukkan

tren yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu meskipun dalam pergerakan

lambat.

Beberapa implementasi sistem digital pada akhirnya mampu berproses secara

cepat karena dipaksa oleh keadaan, seperti misalnya implementasi RIS-PACS dan

EMR. Selama masa pandemi, penggunaan kertas diminimalisir untuk mengurangi

risiko penularan akibat kontak. Pasien yang awalnya bersikeras minta agar ada
hasil tercetak untuk hasil radiologi pada akhirnya juga terpaksa menerima sistem

pembacaan citra radiologi secara digital. Booking untuk kebutuhan pemeriksaan

COVID-19 juga ditertibkan menggunakan antrian online, dimana pengisian data

diri dilakukan tanpa kertas (paperless) agar langsung terhubung dengan data

center Kementerian Kesehatan dan aplikasiPeduliLindungi. Dalam hal ini, bahkan

pasien yang keberatan dengan perubahan alur proses secara tidak langsung tetap

dipaksa untuk menyesuaikan diri untuk kepentingannya sendiri.

Terlepas dari berbagai faktor pendukung dan faktor penghambat transformasi

digital di kota Palangka Raya, tidak bisa dipungkiri bahwa inisiatif

yangdijalankan di rumah sakit juga menjadi penarik bagi segmen pasar di luar

yang selama ini berjalan. Kunjungan dari luar kota Palangka Raya relatif

mengalami peningkatan sejak implementasi digital, khususnya fitur online

booking diberlakukan. Pengalaman pasien seringkali merupakan sumber

informasi pemasaran terbaik, yaitu melalui promosi dari mulut ke mulut. Hal ini

yang mampu menjelaskan mengapa sekalipun transformasi digitaldi Rumah Sakit

Siloam Palangka Raya mendapat resistansi dari beberapa kelompok pasien,

namun dari jumlah kunjungan justru malah mengalami peningkatan. Dalam hal

ini, transformasi digital memungkinkan rumah sakit untuk menjangkau segmen

pasar yang sebelumnya begitu sulit untuk dijangkau karena keterbatasan waktu

dan jumlah personil staf pemasar.


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Transformasi digital mampu memberikan dampak perbaikan dalam hal efisiensi

biaya dan pendisiplinan alur proses di Rumah Sakit Siloam Palangka Raya. Status

pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor yang memungkinkan percepatan

implementasi teknologi digital dalam berbagai bidang pelayanan. Meskipun

demikian, adopsi implementasi teknologi digital di Rumah Sakit Siloam Palangka

Raya masih belum menunjukkan angka yang memuaskan. Hal ini terkait dengan

perbedaan latar belakang pemahaman baik pihak internal maupun pihak eksternal

terhadap pemanfaatan teknologi. Implementasi transformasi digital menunjukkan

resistansi dari beberapa pihak pada awalnya, namun dalam perjalanannya mampu

menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan. Dalam hal ini, transformasi digital

dapat dijadikan sebagai bagian dari strategi pemasaran dalam meningkatkan

jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Gillpatrick, T. (2019) ‘The Digital Transformation of Marketing: Impact on

Marketing Practice & Markets’, Economics, 7(2), pp. 139–156. doi:

10.2478/eoik-2019-0023.

Kraus, S., Jones, P., et al. (2021) ‘Digital Transformation: An Overview of the

Current State of the Art of Research’, SAGE Open, 11(3). doi:

10.1177/21582440211047576.

Kraus, S., Schiavone, F., et al. (2021) ‘Digital transformation in healthcare:

Analyzing the current state-of-research’, Journal of Business Research,

123, pp. 557–567. doi: 10.1016/j.jbusres.2020.10.030.Marques da Rosa, V.

et al. (2021) ‘Digital technologies: An exploratory study of their role in the

resilience of healthcare services’, Applied Ergonomics, 97(July), p.

103517. doi: 10.1016/j.apergo.2021.103517.

Marques, I. C. P. and Ferreira, J. J. M. (2020) ‘Digital transformation in the area

of health: systematic review of 45 years of evolution’, Health and

Technology, 10(3), pp. 575–586. doi: 10.1007/s12553-019-00402-8.

Mehta, A. et al. (2020) ‘The New Era of Digital Transformation in Healthcare:

“Emerging Technologies for Value-Centered Marketing in Healthcare

Ecosystem”’, European Journal of Molecular & Clinical Medicine, 07(11),

pp. 5310–5316.
Syed, M. et al. (2021) ‘Essentials of Healthcare Marketing’, Asian Journal of

Medicine and Health, (April), pp. 73–79. doi:

10.9734/ajmah/2021/v19i230306.

Trinugroho, I. et al. (2021) ‘Adoption of digital technologies for micro and small

business in Indonesia’, Finance Research Letters, (May), p. 102156. doi:

10.1016/j.frl.2021.102156.

Anda mungkin juga menyukai