Anda di halaman 1dari 8

MANTAN PENYANYI KAMPUNG SUKSES JADI MILIARDER (Inul Daratista)

Leave your comment Posted by RSON


Published in Entrepreneurship, Kisah Sukses, Success Story, Usaha Mandiri, Wirausaha Sukses,
Wirausahawan

Siapa tak kenal Inul Daratista? Pemilik goyang ngebor ini pernah menjadi penyanyi dangdut paling fenomenal di
tanah air. Kemunculannyapun banyak dipenuhi pro dan kontra di kalangan masyarakat sehingga sempat terancam
diusir dari kediamannya. Namun perjalanan hidupnya yang perih mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup di
tengah berbagai macam goncangan. Ia bahkan semakin mengukuhkan diri sebagai artis kampung yang sukses
meretas asa di belantara Jakarta dengan membangun jaringan bisnis karaoke berlabel Inul Vista. Bagaimanan kisah
suksesnya membesarkan bisnis itu?

BERANGKAT DARI KEMISKINAN


Inul Daratista tentu tak percaya hidupnya akan seperti sekarang ini jika ia membayangkan kembali sejarah
kehidupan masa lalunya. Ibarat langit dan bumi, kehidupan perempuan asal Pasuruan ini memang sangat bertolak
belakang antara dulu dan kini. Jangankan memiliki kendaraan mewah dan rumah bernilai miliaran rupiah,
memikirkannyapun Inul tak berani. Satu-satunya impian yang dimiliki perempuan yang tidak sempat menuntaskan
pendidikan SMA ini adalah menjadi penyanyi terkenal meskipun harus melewati berbagai rintangan. Bagi Inul
kemiskinan adalah sahabat paling akrab dengannya, maklum ia terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, sang
ayah Abdullah Aman bekerja sebagai tukang jahit. Sementara Rufia, ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Sedari
kecil kehidupan perempuan yang bernama asli Ainur Rokhimah ini memang jauh dari kemewahan. Sehingga, untuk
mendapatkan sesuatu, perempuan yang lahir di Pasuruan pada 21 Januari 1979 ini dituntut untuk bekerja ekstra. Bila
ia menghendaki sesuatu maka ia harus menahan diri hingga ada uang untuk membelinya. Saat itu, satu-satunya cara
mudah untuk mendapatkan uang bagi Inul adalah dengan menyanyi karena biasanya ia akan menerima bayaran usai
manggung. Sayangnya keinginannya ditentang keras oleh kedua orang tuanya, meskipun profeasi penyanyi keliling
dengan band sederhana atau organ tunggal sudah lazim sebagai lahan bisnis di daerahnya sat itu. Meski menjadi
penyanyi amatiran namun jadwal manggung Inul sudah tertata dengan rapi termasuk segala tetek bengek
keperluannya, mulai dari make up hingga kostum. Bayaran yang diperoleh pelantun tembang kocok-kocok ini pun
masih sangat kecil. Honor pertama yang ia terima waktu itu hanya Rp. 1.500 sampai Rp. 12.000 tapi ia merasa
senang karena hasil jerih payah sendiri. Hasil itu ia gunakan untuk membeli bedak merk viva dan baju kiloan.
Biasanya satu kilo bahan lebarnya 8 meter, itu bisa untuk membuat 4 buah baju dengan model yang berbeda-beda.
Dengan pendapatan yang sekecil itu Inul terus memacu semangat dan kemampuan agar paling tidak bisa membantu
meringankan beban orang tuanya dari segi ekonomi. Dia yakin hanya dengan kerja keras, disiplin dan pantang
menyerah ia bisa meraih kesuksesan dan keluar dari belenggu kemiskinan.

MERUBAH NASIB KE JAKARTA


Publikasi aksi pinggul Inul Daratista melalui VCD amatiran tersebut menjadi titik tolak Inul hingga sosoknya mulai
dikenal publik. Padahal Inul mengaku tak tahu menahu siapa yang membuat VCD tersebut. Pucuk dicinta ulam pun
tiba, kehebohan VCD amatiran ini seakan membuka jalan selebar-lebarnya bagi Inul untuk mengadu nasib ke
Jakarta. Maka dengan modal suara, Inul nekad hijrah ke Jakarta pada tahun 2002. kali ini Adam masih memegang
peranan besar mengembangkan kariernya. Kedua pasangan muda ini bahu-membahu bekerja dari satu panggung ke
panggung yang lain. Hasilnya, tak hanya laris mendapat undangan manggung, dengan goyang ngebornya Inul juga
laris menjadi bintang iklan, sinetron dan mengisi acara live di stasiun-stasiun televisi. Rupiah demi rupiah pun mulai
mengisi pundi-pundi kekayaannya. Bayangkan saja, untuk sekali manggung, Inul medapat honor antara 25-35 juta
dengan intensitas manggung 3 kali dalam sehari. Padahal dahulu, honor tertinggi yang pernah diterimanya hanya
sekitar 300 ribu.

Inul pun mulai pandai memadu-padankan gaya busana dan riasannya serta mengembangkan tingkah lakunya
menjadi lebih santun. Ia mempelajari semua itu mulai dari cara berdandan, duduk, pegang sendok, makan, berjalan,
dan berbicara dari hasil mengobrol dengan rekan sesama artis atau kalangan kelas atas. Tapi justru kemampuan
otodidak seperti inilah yang bisa mengantarnya ke sukses yang lebih jauh lagi. Sejak saat itu Inul mulai akrab dan
bergaul bebas dengan golongan jet set tanah air. Segala yang dikenakannya pun tak luput dari sentuhan tangan
desainer ternama. Termasuk secara diam-diam mencari dan mempelajari berbagai jenis bisnis yang kemungkinan
bisa dilakukan suatu saat nanti.

KISAH SUKSES BISNIS INUL DARATISRA


BELASAN tahun lalu, di pelosok Pasuruan, Jawa Timur, seorang gadis belia merenda mimpi. Tak setinggi langit,
kok. Si gadis hanya ingin meluluhkan hati sang ayah, bahwa memilih menjadi musisi tak selalu identik dengan
menderita di hari tua. Maklum, si ayah tak pernah setuju anak gadisnya menjadi penyanyi dangdut.
Akhir 2011, Ainur yang menjelma menjadi Inul Daratista (32) bukan saja menunjukkan kepada sang ayah, tapi juga
membuka mata banyak orang. Kisah Inul penuh drama, namun berakhir bahagia.
Berkali-kali dijatuhkan, karena goyangan dangdut yang dianggap tak senonoh sampai dicekal banyak ormas, Inul
tetaplah Inul. Ia bertahan. Melalui pusat karaoke Inul Vizta, Inul sukses membangun kerajaan bisnis dengan total
aset triliunan rupiah.
“Aku seperti ini karena sejak awal aku bertekad ingin menunjukkan kepada Bapak, menjadi pedangdut tidak berarti
sengsara di hari tua. Pedangdut tidak selalu bisa diajak ke tempat tidur. Aku ingin menunjukkan, dengan bekerja
keras, aku bisa meraih mimpiku,” sebut Inul.
Selain bisnis karaokenya yang menggurita, Inul mulai menjajaki menjadi importir makanan kesehatan dari Korea
Selatan.
Kalau Mau Jadi Kepala Naga, Harus Inovatif
Inul Vizta menjadi lokomotif yang membawa Inul meraih mimpi. Kalau mengingat masa lalu, Inul Vizta lahir dari
kegamangan Inul, ketika pencekalan untuk tampil di ruang publik menjadi hantu yang paling menakutkan.
“Pada 2005, setiap hari aku dicekal untuk tampil, sampai-sampai aku tidak punya job sama sekali. Aku tidak tahu
harus berbuat apa. Aku pergi ke rumah Tante Titiek Puspa dan menangis. Selanjutnya, aku dan Mas Adam (suami)
memutuskan untuk membangun usaha karaoke,” kenang Inul. Sebagai modal awal, Inul menggelontorkan uang Rp 5
miliar dan membuka outlet pertama di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Enam tahun berselang, Inul berhasil mendirikan 80 outlet Inul Vizta di puluhan kota di Indonesia. Wajar,
kesuksesan Inul kini banyak diikuti artis lain yang merintis usaha serupa. Inul justru senang punya banyak pesaing.
“Suami selalu bilang, kalau tak mau rugi, jangan dagang. Kalau tak mau ada pesaing, jangan buka usaha. Aku
menganggap ini acuan untuk berbuat lebih baik lagi. Aku ingin menjadi kepala naga, yang selalu ada di depan,
bukan buntut yang mengekor kesuksesan orang lain. Jadi, aku selalu berusaha inovatif,” tandas Inul.
Dalam waktu dekat, Inul berencana membuka tempat karaoke premium. Namanya, Biangnya Inul Vizta.
“Layanannya pun premium karena memang ditujukan untuk kalangan high class,” ungkap Inul. Selain itu, ia tengah
menjajaki kerja sama untuk membuka Inul Vizta di Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Inul membagi kiat bisnisnya: komitmen. Inul meretas usaha bersama sang suami. Adam Suseno mengurusi
keuangan, sedangkan Inul terjun ke lapangan menemui para rekan bisnis.
“Kami saling percaya. Aku yakin dengan pengelolaan uang yang dilakukan Mas Adam. Matematikanya pintar
sekali. Sebisa mungkin, grafik perusahaan kami selalu naik, tak pernah ada kebobolan,” sebut Inul.
Sedangkan tugas Inul variatif. Dari mulai lobi-lobi bisnis sampai mengurusi perizinan membangun tempat hiburan
di daerah-daerah.
“Tak semua daerah punya izin untuk tempat hiburan. Jadi, saya harus babat alas mendatangi satu per satu pejabat
terkait untuk mengurus perizinan dan meyakinkan mereka, karaoke kami aman untuk keluarga. Nah, biasanya, kalau
izin untuk membuka usaha karaoke keluar, barulah perusahaan lain ikut-ikut membuka. Ibaratnya, aku yang bekerja
keras mereka yang menangguk untung,” jelas Inul.
“Tapi tak apa, masyarakat akan melihat perjuangan saya. Mereka akan tahu bahwa saya menjadi seperti ini karena
benar-benar bekerja keras,” pungkas Inul.

Kisah sukses Tukul Arwana

Nama satu ini pasti tidak asing d telinga kita sebagai seorang komedian, host acara talk show, hingga bintang
sejumlah iklan ternama di Indonesia. Tingkah lakunya yang khas seperti tepuk tangan ala monyet dan ucapan
"kembali ke laptop" akrab di banyak orang di Indonesia. Satu hal yang banyak orang tak tahu adalah perjuangan
tukul untuk mencapai kesuksesannya sekarang ini.

Tukul lahir di Semarang 16 Oktober 1963, sejak kecil tukul sudah mulai melawak dari panggung perayaan
kemerdekaan RI setiap 17 Agustus dari satu kampung ke kampung yang lain. Saat beranjak dewasa ia pun sempat
bekerja sebagai sopir omprengan, kru shooting video, sopir pribadi sampai penyiar radio. Setelah sempat menekuni
pekerjaan-pekerjaan tadi, akhirnya ia kembali ke dunia yang membesarkan namanya sekarang yaitu melawak. Ia
mulai karirnya dengan melawak di radio humor SK, kemudian bergabung dengan Srimulat, saat di Srimulat benar-
benar digunakan tukul untuk belajar dan mengoreksi kemampuan melawaknya.
Pelawak yang secara fisik memang jauh dari kata rupawan ini pernah mengalami banyak cobaan, tantangan, hinaan,
bahkan cacian dari orang-orang yang menontonnya melawak. " Saya sudah kenyang diremehkan, dicaci, dan
dicibir dari satu panggung ke panggung yang lain, dari satu kampung ke kampung yang lain. Tapi inilah yang
saya terima sekarang. "

Sekarang Tukul sudah mencapai tingkat kesuksesan yang luar biasa, konon tarif beliau mencapai 90juta sekali
tampil di acara off air. Saat sukses pun tak lupa tukul membantu teman-temannya yang masih berada di saat-saat
susah dengan menyediakan satu rumah untuk teman-temannya dan memodali mereka untuk mandiri. Satu hal yang
saya belajar dari beliau yaitu kerendahan hatinya yang luar biasa. " Saat berada di atas janganlah hanya
memandang ke atas tapi lihatlah ke bawah dan bantulah orang lain untuk naik ke atas. " Prinsip yang sama saat
kita terapkan dalam hidup pasti akan mencapai kesuksesan yang luar biasa.
“Saya ini seperti pisau yang jelek tapi diasah terus sehingga bisa jadi tajam ,”sebut sesosok pria yang kini enam
hari sekali menjumpai pemirsa di stasiun Trans7 melalui program Empat Mata. Mudah ditebak, sosok itu adalah
Tukul Arwana. Banyolan yang khas, tepuk tangan ala monyet, bahasa inggris yang kacau, kepolosan dan
penampilan konyol yang menjadi trade mark-nya, mampu mengantarkan pria bernama asli Tukul Riyanto ini
mencapai puncak keemasannya.
Tukul kini boleh jadi telah menjadi semacam ikon atau simbol orang desa yang mampu ‘menaklukkan’ kota.
Pengakuannya sebagai orang kelahiran desa, dengan tingkah laku ! yang kampungan, slapstik, seakan menjadi
simbolisasi kesuksesan yang benar-benar dimulai dari bawah. Maka, tak heran, ia dianggap mampu menjadi
representasi kebanyakan orang yang ingin sukses. Inilah yang membuat banyak orang mau antri untuk datang ke
acaranya, selain tentu untuk menikmati banyolan-banyolannya.
Perjuangan kelahiran Semarang 16 Oktober 1963 ini memang sangat panjang dan berliku. Untuk mendapatkan
kesuksesan seperti saat ini, Tukul harus berjuang dari panggung ke panggung. Menurut pria yang sudah suka
melawak di panggung 17 Agustusan sejak kecil ini, proses adalah bagian terpenting dalam hidupnya. “Saya sudah
kenyang diremehkan, dicaci, dan dicibir. Saya jalan dari satu kampung ke kampung yang lain, dari satu panggung ke
panggung yang lain. Dan inilah yang sekarang saya terima,” kata bapak satu anak yang sering menggambarkan
dirinya sebagai hasil dari kristalisasi keringat itu.
Menurut mantan sopir omprengan, kru shooting video, sopir pribadi, dan penyiar radio ini, kunci sukses yang utama
pada dirinya adalah menikmati kelemahan dalam diri, dan mengubahnya menjadi berkah. “Makanya saya nikmati
saja diolok-olok, dijelek-jelekkan, wong malah itu yang menghidupi saya sekarang.” Selain itu, Tukul juga
menyebut sejumlah nama, selain istrinya, yang turut memberi andil pada suksesnya. Beberapa di antaranya yaitu
Joko Dewo dan Tony Rastafara yang pertama kali mengajaknya melawak ke Jakarta. Ia juga menyebut Radio
Humor SK dan kelompok lawak Srimulat sebagai prosesnya memperkaya materi lawakan. “Saya bisa mencapai ini
semua berkat bantuan banyak orang juga,” ujar pria yang kini sering mengundang beberapa orang yang dianggap
berjasa pada karirnya, untuk ikut tampil di Empat Mata.
Kini, boleh jadi Tukul telah jadi pelawak paling mahal di Indonesia. Konon, tarifnya sekali manggung mencapai
Rp30 juta. Padahal, untuk acara Empat Mata, ia sudah mengantongi kontrak hingga 260 episode. Jika ditotal, plus
honor jadi bintang iklan beberapa produk, pendapatannya per tahun miliaran rupiah. Sebuah motor Harley Davidson
kini juga menjadi simbol kesuksesan yang sudah diraihnya. Rumahnya pun ada beberapa, sebagian dikontrakkan
untuk menambah pundi-pundi simpanan masa tuanya. Bersama mantan majikannya, ia juga berencana untuk
membuka restoran.
Namun, mendapat kelimpahan rejeki demikian banyak, Tukul tak melupakan asalnya. Karena itu, demi membantu
rekan-rekan sesama pelawak yang belum sukses, ia membelikan beberapa motor untuk dijadikan sarana ojek bagi
rekannya. Selain itu, ia menyediakan satu rumah khusus untuk dijadikan tumpangan rekannya selama di Jakarta.
Rumah yang dinamai Posko Ojo Lali itu juga dijadikan ajang tukar pikiran dan meramu ide kreatif lawakan. Selain
itu, saat ini ia juga ingin merealisasikan sebuah program acara untuk mengakomodasi teman-teman pelawak yang
belum berhasil. “Banyak pelawak yang potensial, namun belum terangkat. Saya yang sedang di puncak ingin
mereka juga bisa berhasil,” harap Tukul.
Perjuangan Tukul dari nol adalah sebuah gambaran ketekunan dan keuletan yang perlu kita contoh. Keyakinannya
yang kuat untuk menjadi pelawak terkenal, ditambah kemauannya belajar banyak hal, telah menjadikannya sebagai
ikon orang desa yang bisa menaklukkan kota. Perhatiannya kepada sesama rekan pelawak yang belum sukses juga
patut diteladani.
Dengan begitu, apapun bentuk kesuksesan yang kita raih, bisa lebih bermakna bagi sesama.
10 HAL YANG BUAT TUKUL ARWANA SUKSES
Tukul Arwana – Siapa sih yang ga kenal dia? yaps, sosok pelawak yang
karirnya melambung tinggi ibarat “Superman” lewat acara Talk Show
EMPAT MATA/BUKAN EMPAT MATA ini sepintas memang terlihat biasa-biasa
saja.. Namun jangan salah dulu, sesuai dengan guyonan dia “Casingnya
boleh kurang bagus, tapi dalamnya bagus donk”., Ya,gue setuju banget
dengan dia. Terbukti, dia sudah berhasil menghasilkan milyar-an rupiah
dari lawakan-lawakan dia yang segar tersebut. Ada beberapa sikap
positif yang bisa kita tiru dari pribadi seorang Tukul Arwana ini.

1. Menghargai Orang Lain


Seseorang yang sudah sukses cenderung berperilaku sombong, kurang
menghargai orang lain, dan maunya dihormati. Tukul tidaklah demikian.
Ia memiliki prinsip positive thinking, tidak pernah merendahkan orang
lain atau pun mengecilkan orang lain. Sebaliknya ia lebih suka
membesarkan (hati) orang lain dan menghormati orang lain. Menurut
Tukul, kesombongan itu akan menjadi bumerang bagi diri sendiri dan
akan merugikan diri sendiri.
2. Bekerja Keras
Rahasia sukses Tukul yang lain adalah ia mau bekerja keras dalam
menjalankan setiap pekerjaannya. Ia juga sangat menjunjung tinggi
kejujuran. Seperti diungkapkan oleh Alex, Tukul adalah salah seorang
perantau yang rajin dan sangat menjunjung tinggi kerja keras dan
kejujuran. Terbukti, selama tiga tahun menjadi sopir pribadinya, Alex
tidak sedikit pun pernah dikecewakan., Tukul juga sangat disiplin dan
menghargai waktu. Ia selalu berusaha tepat waktu dalam menjalankan
setiap pekerjaannya. Hal ini telah diakui oleh para mitra kerjanya.
Tujuannya tidak lain agar mitra kerja Tukul selalu puas dan mau
menggunakan jasanya lagi.
3. Belajar Dan Terus Belajar
Tukul merasa bahwa dirinya bukanlah berasal dari kalangan serba cukup
dan bukan dari keluarga yang mempunyai banyak fasilitas maka ia merasa
harus terus belajar. Semangat belajar Tukul sangat tinggi. Hal ini
bisa dilihat tatkala ia bekerja sebagai sopir pribadi Alex Sukamto.
Mantan majikannya ini sempat heran dengan kemauan belajar Tukul yang
sangat tinggi.

Seperti pernah diceritakan Alex bahwa setiap gajian, Tukul selalu


menyisakan uang untuk beli buku. Alex tidak menyangka bahwa seorang
sopir seperti Tukul ternyata mempunyai hobi membaca buku. Lebih
mengherankan lagi, buku-buku yang dibacanya adalah tentang psikologi,
politik dan lain-lain., Tukul mengakui bahwa dirinya memang tidak
pintar. Ia biasa-biasa saja, tetapi ia senang membaca bacaan apa saja.
Ia juga senang mengobrol bertukar pikiran. Dari kegiatan membaca atau
mengobrol inilah ia bisa mendapatkan ilmu dan kemudian dijadikannya
bekal untuk masa depan., Di tengah kesibukannya yang cukup padat, ia
selalu berusaha menyempatkan diri untuk membaca. Ia sadar bahwa bacaan
akan membuatnya tidak terbelakang. Ilmu yang semakin bertambah
diyakini akan semakin menambah kemampuan dirinya sehingga ia mampu
menjadi seorang penghibur sejati.
4. Hidup Itu Harus Ber-proses
Mas Tukul yakin betul bahwa hidup itu merupakan sebuah proses. Tidak
ada ceritanya hidup langsung sukses, langsung kaya, atau langsung
ngetop tanpa melalui sebuah proses. Mas Tukul sangat memegang prinsip
bahwa yang terpenting dalam hidup adalah proses. Dan ia telah
membuktikannya dengan menjalani sebuah proses yang cukup panjang,
berliku dan tidak sedikit ia harus menghadapi tantangan yang begitu
berat., Berjuang dengan butiran kristal keringat tentu berbeda dengan
mereka yang meraih kesuksesan dengan cara instan. Mas Tukul sudah
sangat kenyang diremehkan, dicaci dan dicibir. Namun, semuanya ia
lalui, ia jalani tanpa menyimpan dendam. Ia jalan dari kampung ke
kampung, dari panggung ke panggung yang lain dengan penuh keyakinan
suatu saat bisa meraih kesuksesan. Ternyata, sukses itu akhirnya
datang juga.
5. Tidak Memilih-milih Pekerjaan
Tawaran pentas tidak pernah dipilih-pilih. Di mana pun dan kapan pun
tawaran itu ada maka akan dijalaninya dengan penuh rasa tanggung jawab
dan sikap profesional. Barangkali dari sikap inilah banyak tawaran
justru mengalir dan membawa rezeki., Sementara di kalangan artis,
tindakan selektif dalam memilih tawaran job sudah biasa. Bila
dipertimbangkan untung ruginya tidak seimbang maka tawaran tersebut
akan ditolak. Hal ini tidak pernah dialami Tukul.
6. Ikhlas Dan Serius Mengerjakan Segala Hal
Tukul tidak pernah merasa gengsi atau rendah diri mengerjakan
pekerjaan apa pun. Mulai menjadi sopir omprengan, sopir pribadi, kerja
di tukang pembuatan pompa, menjadi model figuran, menjadi pembawa
acara dan lain-lain. Semuanya dikerjakan dengan tingkat keseriusan
tinggi., Teguh, salah seorang yang biasa mengatur jadwal kegiatan
Tukul, pernah mengatakan, “Bisa dibilang Mas Tukul paling semangat
kalau dengar ada kerjaan. Apa saja pasti dia kerjakan.
7. Sukses adalah “Kristalisasi Keringat”
Sering melihat penampilan tukul di TV..? kalau begitu anda pasti
sering mendengar kalimat ini bukan? dan dia membuktikannya.. salut…
8. Percaya Diri
Tidak perlu di ragukan lagi tingkat kepercayaan diri dari sosok Tukul
ini. Percaya diri disertai ambisi dan target membuat Tukul bisa
mendapat tempat tersendiri di kalangan selebritas indonesia.
9. Menerima Kekurangan Dan Memaksimalkan Kelebihan
Ini yang saya suka dari mas tukul ini.. dia tidak melihat
kekurangannya sebagai batu sandungan, namun dia melihatnya sebagai
pendongkrak untuk memaksimalkan kelebihan.
10. Kegagalan Adalah Sukses Yang Tertunda
Tukul sudah mengalami beberapa kali kegagalan dalam hidupnya. Namun
hal itu tidak membuat nya jera ataupun putus asa. Semangat dan
kreatifitasnya memang boleh diacungi dua jempol.. sukses selalu..
Agus Pramono, Sukses dengan Ayam Bakar Mas Mono

Tak gampang bagi Agus Pramono meraih sukses sebagai pemilik Ayam Bakar Mas Mono. Ia sempat berjualan
kacang dari satu warung ke warung lain selama setahun. Lelaki asal Madiun ini juga pernah mencecap pekerjaan
office boy dan penjual gorengan. Sampai akhirnya ia nekat berjualan ayam bakar tanpa bekal ilmu kuliner.

Lulus dari SMA di Kota Madiun, Jawa Timur pada 1994, Agus Pramono merantau ke Jakarta. Setibanya di Jakarta,
Mono, panggilan akrab Agus Pramono, tinggal dengan kakak pertamanya di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Saat
itu, makan dan kebutuhan hidup lain ditanggung si kakak yang bekerja sebagai office boy.

Karena tak ingin membebani sang kakak, anak kelima dari enam bersaudara ini lantas mencari pekerjaan. "Saya jadi
sales makanan ringan seperti kacang. Saya jual dari satu warung ke warung lain," katanya. Pulang berdagang, Mono
mengasuh anak kakaknya.

Setahun berjualan makanan, Mono mendapat tawaran kerja sebagai office boy (OB) di sebuah perusahaan di Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Tak punya pilihan lain, ia pun menerima tawaran itu. "Dalam hati saya malu sekali. Saya
disekolahkan paling tinggi dibandingkan dengan saudara-saudara saya yang lain, tapi kok ya jadi OB dengan gaji
pas-pasan," tuturnya.

Selama menjadi OB, Mono tak pulang kampung. Sebab, ia tak punya cukup uang untuk membeli tiket kereta. Bila
banyak orang merayakan Lebaran di tengah keramaian, Mono malah sibuk mencari uang sebagai penjaga rumah
orang yang sedang pergi berlibur.

Pernah ia tidak menjenguk ayahnya yang sakit lantaran tak punya tabungan. "Dari bapak saya sakit sampai
meninggal di tahun 1998, saya tidak bisa ke Madiun. Itu tamparan keras buat saya," katanya mengenang.

Tahun 2001 menjadi awal pijakan Mono merambah dunia usaha. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai OB dan beralih
menjadi penjual gorengan. Dia berani berdagang walau tak punya keahlian apa pun tentang kuliner. "Saya cuma
punya modal nekat," ujarnya.

Di kamar sewaan berukuran 2,5 x 3 meter di Menteng Dalam, tempat tinggal Mono dan istrinya, bahan gorengan
disiapkan. Bila bahan sudah siap, ia mendorong gerobak gorengan tiap pagi.
Mono berjualan keliling sekolah-sekolah dan kompleks perumahan. Jika adzan magrib telah berkumandang, ia
dorong gerobak pulang dengan membawa Rp 15.000 di kantong. Terkadang, bila ramai pembeli, ia bisa bawa
pulang Rp 20.000.

Sering, Mono menyembunyikan sisa gorengan yang tak laku dijual saat pulang ke kamar sewaan. "Sisa gorengan
saya umpetin di bawah gerobak supaya tetangga tak melihat gorengan saya tak laku," ungkap dia.

Mono sering berdagang gorengan di sekitar Universitas Sahid di Jalan Prof. Dr. Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan.
Suatu hari, ketika ia tengah menunggu pembeli, Mono terpikir berdagang ayam bakar. "Saat itu, jarang sekali orang
jual ayam bakar. Ditambah lagi, masih ada lahan kosong di sekitar kampus Sahid," ujarnya.

Yakin terjun ke usaha ayam bakar, Mono pun mencari modal. Akhirnya, ia mendapatkan modal Rp 500.000 untuk
membeli bahan dan bumbu ayam bakar serta perlengkapan memasak.
Awalnya, Mono menyajikan ayam bakar, tempe, tahu, dan cah kangkung. Ketika itu, ia menjual seporsi nasi plus
ayam bakar Rp 5.000. Rupanya, banyak yang menyambangi gerobak Ayam Bakar Kalasan miliknya. Baik
mahasiswa, pegawai kantoran, dan orang yang lalu-lalang di Jalan Soepomo.
Waktu itu, ia mengolah 80 ekor ayam per hari. Soal rasa, Mono belajar otodidak dari saran dan kritik para
pelanggan. "Ada yang bilang pakai bumbu ini, pakai kecap itu, nasinya jangan nasi pera,” kata Mono. Ia pun
mencoba menerima saran dan kritik pembelinya itu hingga benar-benar menemukan rasa khas Ayam Bakar Kalasan.
Melihat pengunjung yang makin banyak, Mono pun memperluas lokasi usaha. Dengan bantuan lima karyawan, ia
mengubah konsep tempat makan, dengan menempatkan meja dan kursi berpayung terpal.
Pada tahun 2004, gerai ayam bakar Mono kena gusur. Ia pun memindahkan gerainya ke Jalan Tebet Raya, Jakarta
Selatan. "Waktu itu, Tebet sepi, tidak seramai sekarang. Belum banyak usaha makanan juga," katanya.
Dari sinilah, Ayam Bakar Kalasan makin dikenal luas dan punya banyak penggemar. Mono pun membuka cabang di
banyak tempat hingga beromzet ratusan juta rupiah per bulan

Anda mungkin juga menyukai