dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro, 11 November 1785 – 8 Januari 1855) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia, yang memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda. Sejarah mencatat, Perang Diponegoro atau Perang Jawa dikenal sebagai perang yang menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia, yakni 8.000 korban serdadu Hindia Belanda, 7.000 pribumi, dan 200 ribu orang Jawa serta kerugian materi 25 juta Gulden. Atas penghormatan terhadap jasa-jasa Diponegoro melawan penjajahan Hindia Belanda, kota-kota besar di Indonesia banyak yang memiliki nama Jalan Pangeran Diponegoro, seperti di Kota Semarang terdapat nama Jalan Pangeran Diponegoro, Stadion Diponegoro, Universitas Diponegoro (Undip), dan Kodam IV/Diponegoro CUT NYAK DIEN Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908;[1] dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setahun setelahnya yakni 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal dunia di usia 60 tahun. Dia dimakamkan di daerah pengasingan. Makam Cut Nyak Dien baru ditemukan di tahun 1959 atas permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Semangat Cut Nyak Dien dalam memimpin rakyat Aceh melawan penjajah membuatnya dikenang sebagai pahlawan perang perempuan yang tak kenal menyerah. Pada 2 Mei 1964, Presiden Soekarno melalui surat Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1964 menetapkan Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional. Selain itu, rumah Cut Nyak Dien di Aceh juga dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat. Hingga kini, nama Cut Nyak Dien masih harum dikenang. Kisah perjuangannya patut diteladani sebagai semangat emansipasi. I GUSTI NGURAH RAI Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai (30 Januari 1917 – 20 November 1946) adalah seorang tokoh militer Indonesia, yang berjasa dalam Perang Kemerdekaan. Ia merupakan pendiri dan panglima pertama satuan angkatan bersenjata Republik Indonesia di Kepulauan Sunda Kecil, yang memimpin langsung perlawanan bersenjata anti-Belanda di Bali. Ia gugur pada bulan November 1946 dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di dekat desa Marga, Bali tengah. Sebagai pahlawan nasional Indonesia, ia secara anumerta dianugerahi salah satu penghargaan militer tertinggi negara Indonesia dan dipromosikan menjadi brigadir jenderal (ia meninggal dalam pangkat letnan kolonel). Dia adalah salah satu tokoh yang paling dihormati dalam sejarah Bali modern. Namanya diabadikan sebagai nama Bandara Internasional Denpasar, universitas dan stadion di pulau Bali, kapal Angkatan Laut Indonesia, jalan-jalan di banyak pemukiman Bali, serta di sejumlah kota di bagian lain Indonesia, dinamai I Gusti Ngurah Rai. BUNG TOMO Sutomo (3 Oktober 1920 – 7 Oktober 1981)[1] atau lebih dikenal dengan sapaan akrab Bung Tomo adalah pahlawan nasional Indonesia dan pemimpin militer Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia yang dikenal karena peranannya dalam Pertempuran 10 November 1945. Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, priyayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahan ekspor- impor Belanda. Kartawan mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pengikut dekat Pangeran Diponegoro. Pada 1944, ia terpilih menjadi anggota "Gerakan Rakyat Baru" dan pengurus "Pemuda Republik Indonesia" di Surabaya, yang disponsori Jepang. Setelah ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial, inilah titik awal keterlibatannya dalam Revolusi Nasional Indonesia. Dengan posisinya itu, ia bisa mendapatkan akses radio yang lantas berperan besar untuk menyiarkan orasi-orasinya yang membakar semangat pemuda dan rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Terlebih, sejak 12 Oktober 1945 Bung Tomo juga menjadi pemimpin "Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia" (BPRI) di Surabaya melawan pasukan Belanda dan Inggris. Meskipun pada Pertempuran Surabaya 10 November 1945, akhirnya pihak Indonesia kalah, tetapi rakyat Surabaya dianggap berhasil memukul mundur pasukan Inggris untuk sementara waktu (pasukan Inggris mundur dari Indonesia pada November 1946) dan kejadian ini dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah sebagai awal dari mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Bung Tomo resmi dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka. Sang istri, Ny. Sulistina, menerima langsung surat keputusan bernomor 041/TK/Tahun 2008 yang diserahkan presiden. Pengangkatan ini buah dari desakan berbagai pihak, termasuk GP Ansor dan Fraksi Partai Golkar DPR IR. SOEKARNO Dr. (H.C.) Ir. H. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo; 6 Juni 1901 – 21 Juni 1970) adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967. Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang berperan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno orang pertama yang mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya. Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang kontroversial, isinya —berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat— menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia. R.A KARTINI Raden Adjeng Kartini (21 April 1879 – 17 September 1904) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Nusantara. Ia adalah seorang aktivis Indonesia terkemuka yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan pendidikan perempuan. Ia mempunyai tanggal lahir yang sama seperti dr. Radjiman Wedyodiningrat, yakni sama-sama lahir pada 21 April 1879. Ia dilahirkan dalam keluarga bangsawan Jawa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Setelah bersekolah di sekolah dasar berbahasa Belanda, ia ingin melanjutkan pendidikan lebih lanjut, tetapi perempuan Jawa saat itu dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Ia bertemu dengan berbagai pejabat dan orang berpengaruh, termasuk J.H. Abendanon, yang bertugas melaksanakan Kebijakan Etis Belanda. Setelah kematiannya, saudara perempuannya melanjutkan pembelaannya untuk mendidik anak perempuan dan perempuan. Surat-surat Kartini diterbitkan di sebuah majalah Belanda dan akhirnya, pada tahun 1911, menjadi karya: Habis Gelap Terbitlah Terang, Kehidupan Perempuan di Desa, dan Surat-Surat Putri Jawa. Ulang tahunnya sekarang dirayakan di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya, serta beberapa sekolah dinamai menurut namanya dan sebuah yayasan didirikan atas namanya untuk membiayai pendidikan anak perempuan di Indonesia. Dia tertarik pada mistisisme dan menentang poligami. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Pemerintahan Orde Lama Soekarno mendeklarasikan 21 April sebagai Hari Kartini untuk mengingatkan perempuan bahwa mereka harus berpartisipasi dalam "wacana negara hegemonik pembangunan". Namun, setelah tahun 1965, pemerintahan Orde Baru Soeharto mengubah citra Kartini dari emansipator wanita radikal menjadi citra yang menggambarkannya sebagai istri yang patuh dan putri yang patuh, "sebagai hanya seorang wanita berpakaian kebaya yang bisa memasak. Pada kesempatan itu, yang dikenal sebagai Hari Ibu Kartini, "gadis-gadis muda harus mengenakan jaket ketat yang pas, kemeja batik, gaya rambut yang rumit, dan perhiasan berornamen ke sekolah, yang seharusnya meniru pakaian Kartini tetapi dalam kenyataannya, mengenakan pakaian ciptaan, dan ansambel yang lebih ketat daripada yang pernah dia lakukan. MOHAMMAD HATTA Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (12 Agustus 1902 – 14 Maret 1980) adalah negarawan dan ekonom Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Pada 1956, ia mundur dari jabatan wakil presiden. Hatta dikenal akan komitmennya pada demokrasi. Ia mengeluarkan Maklumat X yang menjadi tonggak awal demokrasi Indonesia. Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya terhadap perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi. Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986.[3] Namanya bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-Tunggal dan disematkan pada Bandar Udara Soekarno-Hatta. Di Belanda, namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem. JENDERAL SOEDIRMAN Jenderal Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman (EYD: Sudirman; 24 Januari 1916 – 29 Januari 1950[a]) adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Soedirman telah menerima berbagai tanda kehormatan dari pemerintah pusat secara anumerta, termasuk Bintang Sakti, Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Mahaputra Pratama, Bintang Republik Indonesia Adipurna, dan Bintang Republik Indonesia Adipradana. Pada 10 Desember 1964,Soedirman ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964. Soedirman dipromosikan menjadi Jenderal Besar pada tahun 1997.