Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DALAM REFORMASI PENDIDIKAN

DI SATUAN PENDIDIKAN DASAR

TUGAS REKOGNISI KEGIATAN KAMPUS MENGAJAR 5

MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Oleh :

HANIM MUFIDAH F1082201011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan program penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan di kelas
3A SDN 39 Pontianak Kota yang disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh rekognisi mata kuliah Pendidikan Karakter. Penulis menyadari
dalam menyelesaikan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
pihak.

Dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima


kasih kepada:

1. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas


Tanjungpura.
2. Rio Pranata, S.Pd., M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Tanjungpura.
3. Dr. Siti Halidjah, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tanjungpura dan Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pendidikan Karakter.
4. Yadi ardiawan, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL)
Kampus Mengajar 5 di SD Negeri 1860 Pontianak Barat.
5. selaku Kepala Sekolah SD Negeri 1860 Pontianak Barat.
6. Ibu Emi Y…. Selaku Guru Pendamping di SD Negeri 1860
Pontianak Barat.
7. Dewan Guru dan Staf SD Negeri 1860 Pontianak Barat.
8. Rekan Mahasiswa Program Kampus Mengajar 5 di SD Negeri
1860 Pontianak Barat
9. Peserta didik SD Negeri 1860 Pontianak Barat.
10. Pihak-pihak terkait yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian laporan ini.

1
Harapan kami, semoga dalam penulisan laporan program penguatan
pendidikan karakter ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mudah-mudahan
apa yang penulis buat ini bisa mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa.

Aamiin.

2
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Tujuan........................................................................................................... 5
C. Manfaat ....................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Problematika Pendidikan dalm Era Reformasi ............................................ 6
B. Jenis-Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan ............................................. 10
C. Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia ........................ 20
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan21
E. Hasil Survey Analisis Problematika Pendidikan di SDN 1860 Pontianak
Barat .................................................................................................................. 26
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 30
A. Kesimpulan ................................................................................................ 30
B. Saran........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31
Lampiran 1 ............................................................................................................ 32
Lampiran 2 ............................................................................................................ 34
Lampiran 3 ............................................................................................................ 36

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang pendidikan nasional telah muncul berbagai pendapat
dan pandangan mengenai perlunya reformasi pendidikan nasional.
Maraknya tuntutan reformasi total dalam kehidupan berbangsa termasuk di
dalamnya reformasi pendidikan nasional semakin lama semakin perlu.
Proses pendidikan merupakan salah satu tuntutan konstitusi yang
mengatakan bahwa tujuan untuk membangun negara yang merdeka ini
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Era reformasi dimulai tahun 1998 sejak tumbangnya rezim Orde
Baru di Indonesia yang telah berkuasa lebih dari tiga dasawarsa. Jatuhnya
Soeharto dari kekuasaan pada 21 Mei 1998 digantikan oleh B.J Habibie.
Sehingga era reformasi dimulai sejak masa pemerintahan B.J
Habibie.Sistem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan
kehidupan politik bangsa. Selama Orde Baru telah tercipta suatu
kehidupan yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD 1945. Ternyata
pemerintahan yang represif telah menghasilkan manusia-manusia
Indonesia yang tertekan, tidak kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan
suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan
sekelompok kecil rakyat Indonesia.
Era reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah
hilang itu. Dengan sendirinya pula pendidikan nasional haruslah
dikembalikan fungsinya kepada memberdayakan masyarakat yaitu
mengembalikan kedaulatan rakyat untuk membangun dirinya sendiri.
Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan visi baru
masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia.
Namun ketika era reformasi telah berjalan, ternyata banyak sekali
permasalahan yang muncul dalam bidang pendidikan. Kalau pada masa
Orde Baru kebebasan individu dipasung , dimana aspek-aspek
pembentukan kepribadian yang lengkap meliputi kognitif, afektif dan
psikomotorik telah diabaikan. Justru pada era reformasi, dimana kebebasan

4
telah digaungkan justru membawa dampak negatif yang berupa dekadensi
moral yang menjadi sumber dari segala macam krisis berkepanjangan.
Generasi bangsa dari yang muda sampai yang tua, dari yang kecil sampai
yang besar, dari rakyat jelata sampai yang berkuasa hampir mengalami
krisis moral. Untuk mengatasi masalah pendidikan tersebut maka sangat
perlu diadakan perubahan dan rancangan yang lebih bagus lagi dalam
bidang pendidikan masa depan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja problematika pendidikan dalam era
reformasi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Problematika Pendidikan dalam Era Reformasi
Reformasi merupakan pembaharuan, perubahan paradigma lama
kedalam paradigma baru sebagai langkah perbaikan terhadap kondisi
sebelumnya. Politik pendidikan pada era reformasi didasarkan pada UU
Sisdiknas No.20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Sistem pendidikan era reformasi diatur dalam UU no.20 tahun 2003
diuraikan dalam indikator akan keberhasilan/kegagalannya. Maka lahirlah
peraturan pemerintah no.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Namun
pada akhirnya pelaksanaan pendidikan di era reformasi mengalami banyak
problematika yang beragam. Dewasa ini dunia pendidikan kita mengalami
empat krisis pokok yaitu: kualitas, relevansi atau efisiensi eksternal,
elitisme dan manajemen.
1. Kualitas Pendidikan
Tidak mudah menentukan karakteristik atau ukuran yang digunakan
untuk mengukur kualitas pendidikan. Namun beberapa indikator dapat
digunakan sebagai tanda yang memberitahu tentang kekhawatiran kita
mengenai mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa
indikator itu diantaranya ada mutu guru yang masih rendah pada semua
jenjang pendidikan, alat-alat bantu proses pembelajaran seperti buku
teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja belum memadai.
Selain itu dari proses pendidikan era reformasi ini telah
menghasilkan juga potret kondisi bangsa juga generasinya yang
mengalami krisis moral. Muhyidin Albarois dalam bukunya, Mendidik

6
Generasi Bangsa (2012b), menjelaskan enam kerusakan moral secara
umum yang dialami bangsa kita,yaitu:
Pertama, “prestasi” bangsa Indonesia dimata dunia. Saat ini dunia
mengenal bangsa Indonesia dengan “prestasi” yang amat memalukan
yaitu korupsi. Mengutip hasil survei Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) tahun 2010, menunjukkan Indonesia negara
terkorup di Asia Pasifik, mengungguli 15 negara lain. Data lain dari
World Economic Forum (WEF), melalui survey global competitivenes
index pada 2010, menempatkan Indonesia pada rangking 44 dari 139
negara didunia. Sebelumnya survei ini menempatkan korupsi Indonesia
pada rangking 54 (2009), rangking 55 (2008,2007) dan rangking 50
(2006).
Kedua, pejabat publik yang tunamoral, baik dari kalangan
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam ungakapan Buya Syafii
Maarif (2005), mereka menganut paham “mumpungisme”. Jabatan
bukan dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan,
melainkan sebagai kesempatan untuk meraup sebanyak-banyaknya
keuntungan pribadi.
Selain itu dari proses pendidikan era reformasi ini telah
menghasilkan juga potret kondisi bangsa juga generasinya yang
mengalami krisis moral. Muhyidin Albarois dalam bukunya, Mendidik
Generasi Bangsa (2012b), menjelaskan enam kerusakan moral secara
umum yang dialami bangsa kita,yaitu:
Pertama, “prestasi” bangsa Indonesia dimata dunia. Saat ini
dunia mengenal bangsa Indonesia dengan “prestasi” yang amat
memalukan yaitu korupsi. Mengutip hasil survei Political and
Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010, menunjukkan
Indonesia negara terkorup di Asia Pasifik, mengungguli 15 negara lain.
Data lain dari World Economic Forum (WEF), melalui survey global
competitivenes index pada 2010, menempatkan Indonesia pada
rangking 44 dari 139 negara didunia. Sebelumnya survei ini

7
menempatkan korupsi Indonesia pada rangking 54 (2009), rangking 55
(2008,2007) dan rangking 50 (2006).
Kedua, pejabat publik yang tunamoral, baik dari kalangan
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam ungakapan Buya Syafii
Maarif (2005), mereka menganut paham “mumpungisme”. Jabatan
bukan dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan,
melainkan sebagai kesempatan untuk meraup sebanyak-banyaknya
keuntungan pribadi.
Ketiga, penegakan hukum yang timpang. Keadilan dinegeri ini
harus dibayar dengan harga mahal. Hukum hanya berlaku tegas pada
rakyat kecil dan miskin, seperti kasus pencurian semangka di Kediri,
kasus pemungutan sisa kapas di Tegal yang mana mereka melakukan itu
karena masalah perut. Ketika mereka tidak mampu menebus perkaranya
mereka mendapat hukuman yang tak sebanding dengan yang
diambil/dicurinya. Namun ketika keatas hukum sangat tumpul, lihatlah
para pelaku korupsi dinegeri ini yang telah merugikan negara milyaran
bahkan triliunan. Mereka ada yang lolos dan ada yang dihukum dengan
hukuman yang sangat ringan dibanding perbuatan mereka yang telah
mencuri uang rakyat dengan jumlah yang fantastis.
Keempat, masyarakat yang kalap. Seperti, aksi tawuran antar
pelajar, antarwarga, antar mahasiswa. Pemberitaan lain konflik antar
etnis di Sampit, isu Sara di Ambon, pembantaian dukun santet di
Banyuwangi. Ada lagi seorang ibu muda yang membunuh tiga anaknya
dirumah kontrakannya di Bandung.
Kelima, guru yang tak patut ditiru. Sebuah pepatah Jerman
mengatakan, “Kalau engkau mau membangun bangsamu, bangunlah
terlebih dahulu pendidikanmu.” Jika ingin membangun pendidikan
bangsa peran guru tidak boleh diabaikan, sebab merekalah ujung
tobaknya. Dalam ungkapan Jawa, guru sosok yang digugu lan ditiru
artinya diikuti omongannya dan diteladani perbuatannya.Faktanya,
banyak guru menurut data Kemdiknas sekarang Kemdikbud tahun 2010

8
dalam sehari ada 500 ribu guru membolos atau mangkir mengajar tanpa
alasan yang jelas. Hilangnya keteladanan dalam kerja keras,
kepercayaan diri, malas membaca dan kejujuran. Contohnya, kasus
pemalsuan dan jual beli sertifikat ( untuk keperluan sertifikasi guru),
jual beli ijazah (untuk meraih gelar S-1), plagiarisme karya tulis ilmiah,
hingga bersekongkol dalam mencurangi Ujian Nasional.
Keenam, generasi muda yang sakit. Hal yang memprihatinkan
dari generasi muda yang memiliki moralitas mencapai titik nadir. Kasus
contekan massal dalam Ujian Nasional, penganiayaan dan kekerasan di
lingkungan sekolah, kehamilan diluar nikah, aborsi yang cenderung
meningkat, narkoba dan minuman keras juga pencurian dengan pelaku
remaja.Semua itu menunjukkan generasi bangsa penerus bangsa ini
telah mengalami sakit yang harus segera disembuhkan.
2. Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal suatu sistem
pendidikan, diukur antara lain dari keberhasilan sistem itu dalam
memasok tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai bagi
kebutuhan sektor pembangunan. Namun faktanya, semakin besar
pengangguran lulusan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
Masalah tidak relevannya pendidikan kita disebabkan adanya
kesenjangan “supply” sistem pendidikan dengan “demand” tenaga yang
dibutuhkan oleh berbagai sektor ekonomi. Dalam hal ini berkaitan juga
dengan isi kurikulum yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi
atau kemajuan iptek.
3. Elitisme
Elitisme dalam pendidikan maksudnya ialah kecenderungan
penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan
kelompok masyarakat yang kecil atau mampu. Mahalnya biaya
pendidikan membuat masyarakat miskin tidak mampu melanjutkan
pendidikan. Dalam hal ini pemerintah memberi subsidi pendidikan yang
lebih besar pada pendidikan tinggi dibanding pendidikan dasar. Pada

9
kenyataannya sebagian besar mahasiswa itu berasal dari golongan
menengah keatas yang lebih mampu dibanding dengan keluarga para
siswa SD yang banyak dari golongan menengah bawah.
4. Manajemen Pendidikan
Sebagai suatu industri pengembangan dalam hal ini sumberdaya
manusia, pendidikan harus dikelola secara profesional. Ketiadaan
manajer pendidikan profesional mengharuskan kita mengadakan
terobosan untuk membawa pendidikan sejalan dengan langkah-langkah
pendidikan yang semakin cepat. Peta permasalahan pendidikan ini
sangat kompleks yang bukan hanya masalah teknis tapi juga kegiatan
perencanaan, pendanaan dan efifiensi dari sistem itu sendiri.
SISDIKNAS perlu ditata kembali atau direstrukturisasi agar pendidikan
mampu mengikuti cepatnya laju pembangunan. Memasuki era
pembangunan nasional jangka panjang kedua yaitu masyarakat industri
modern yang membuka dimensi persoalan baru yang perlu
ditanggulangi.
B. Jenis-Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia
merdeka telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga
secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik.
Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih
ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu
ditingkatkan agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing di Negri sendiri
terutama karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas
irama gendang irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia
yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan
berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di
sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah
internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada

10
jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat
berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah
internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.
1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai
banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan
yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal
ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan
alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal
penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan
mengembangkan iptek.
3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui
waktu standart yang sudah ditentukan.
4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan
relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran
tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris
kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik
disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi
oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat
mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan
demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil
dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang
menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial,
seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini
pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak
dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta
didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang
kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat.
Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan
geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk

11
yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas.
Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki
hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja
sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan
menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi
karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti
rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan.
Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut
menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada
gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan
lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara
spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga
berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem
pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan
pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan
sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut,
dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu
menjadi sangat kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam
sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar
sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu
sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal,
serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan
yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut. Pada dasarnya ada dua
masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita
dewasa ini, yaitui:

12
1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan
pendidikan.
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah
kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah
masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan. Seperti telah
dikemukakan diatas, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok
pendidikan yang telah menjadi kesempatan nasional yang perlu
diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimaksud adalah:
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk
memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional
diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga
pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan
pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya
anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau
lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang
tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No 4
tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang
sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang
ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu
dipenuhi.

13
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10
ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan
yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya
6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah
mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah
memenuhi kewajiban belajar.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting
sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar
pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber
belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai
produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak
terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam
upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat
untuk dapat berpatisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya
pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir
tentang masalah mutu pendidikan.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum
mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil
pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai
produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.
Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan
sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan
pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan
persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.

14
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas
keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka
pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan
menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang
sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini
mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran
seperti tersebut adalah nurturant effect. Meskipun disadari bahwa
hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil
dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa
cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan pada
umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang
sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui
proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat
sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak
terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang
baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah
semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada
masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancara pemprosesan
pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari
peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran,
dan juga masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan
mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik
berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu
setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan
ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika.

15
Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya
menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan
pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya
manusia. Efesiensi artinya dengan menggunakan tenaga dan biaya
sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Jadi,
sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang
terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus
tampak diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri
maupun swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara
lembaga dan unit jajaran depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang
ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang
drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan pendidikan,
banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas
dan genius. Oleh karena itu, harus berusaha untuk menemukan cara
agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien. Masalah efisiensi
pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan
efisiensinya tinggi. Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang
penting adalah:
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan
pengembanagan tenaga kependidikan. Masalah pengangkatan terletak

16
pada kesenjanagn antara stok tenaga yang tesedia dengan jatah
pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini
jatah pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan
tenaga lapangan. Sedangkan persediaan tenaga siap di angkat lebih
bear daripada kbutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih
dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi
kemubadziran yang terselubung, karena biaya investasi pengadaan
tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian. Dan tenaga
kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan
studi, sering mengalami kepincanagn, tidak disesuaikan dengan
kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam
bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang
guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya
jatah pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah
tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan
bidang studi diluar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang
direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun
mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat
diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah
terpencil.
Masalah pengembanagan tenaga kependidikan di lapangan
biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya
kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya
penyesuaian dari para pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya
penanganan pengembanagn tenaga pelaksana di lapangan sangat
lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan
kurikulum baru sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan
antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat mulai
dilaksanakan.dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
4. Masalah Relevansi Pendidikan

17
Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak
sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara
kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka
pendek, maupun dalam jangka panjang. Pendidikan merupakan faktor
penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu,
perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
dengan pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di
sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak
pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang
di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah
lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan
ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah
relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat
menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor
jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem
pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor
pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka
relevansi pendidikan dianggap tinggi. Sebenarnya kriteria relevansi
seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan
kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang
pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
a. Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam
kualitasnya.
b. Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai.
Yang ada ialah siap kembang.

18
c. Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat
digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan
untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing
dikatakan teratasi jika pendidikan:
a. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua
warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu
satuan pendidikan.
b. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan,
pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan.
c. Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan
sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d. Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan
tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu
sekaligus. Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab
mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat
demikian, yaitu: Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani
pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan
penghimpunan dan pengerahan dana dan daya. Kedua: kondisi satuan-
satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan
mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana
yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan
karena upaya tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai
membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis juga
tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar kepada warga Negara
agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk

19
mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat
dengan masalah mutu pendidikan. Bertolak dari gambaran tersebut terlihat
juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan
pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien.
Hasil pendidikan belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan
masyarakat pembangunan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
C. Solusi Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara
konvesional dan cara inovatif. Cara konvesional antara lain:
1. Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan
belajar.
2. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian
pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk
pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat
yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya. Cara Inovatif
antara lain: Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan
guru) atau inpact sistem, sistem tersebut dirintis di solo dan
didiseminasikan ke beberapa provinsi.
1. SD kecil pada daerah terpencil
2. Sistem guru kunjung
3. SMP terbuka
4. Kejar paket A dan b.
5. Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka.

20
1. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-
masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan
masalah mutu pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas
komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut.
Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan
kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, dan
menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis
besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak,
personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a. Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay
untuk Slta dan PT.
b. Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi
lanjut.
c. Penyempurnaaan kurikulum
d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang
tenteram untuk belajar
e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media
pembelajaran
f. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai
anggaran.
g. Kegiatan pengendalian mutu.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah


Pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan diatas
merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang
berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut
berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar
sistem pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan

21
masalah mikro pendidikan. Masalah makro ini meliputi masalah
perkembangan internasional, masalah demografi, masalah politik,
ekonomi, dan sosial budaya, serta masalah perkembangan regional.
Masalah-masalah makro yang merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
1. Perkembangan Iptek Dan Seni
a. Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dan iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan
hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam
semesta , dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari
ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Sebagai contoh hubungan antara pendidikan dan iptek, misalnya
sering suatu teknologi baru yang digunakan suatu proses produksi
menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan
persyaratan kerj, dan mungkin juga penguraian jumlahtenaga
kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem
pelayanan baru, sampai pada berkembangnya gaya hidup baru,
kondisi tersebut minimal bisa mempengaruhi perubahan isi
pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru
tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana sarana penunjangnya
seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan
tersebut tentu juga membaw masalah dalam skala nasional yang
tidak sedikit memakan biaya. Contoh di atas memberikan
gambaran pengaruh tidak langsung iptek terhadap sistem
pendidikan. Di samping pengaruh tidak langsung juga banyak
pengaruh yang langsung dalam sistem pendidikan dalam bentuk
berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi
tujuan yang bermacam-macam pula. Ada yang bertujuan untuk
mengatasi kekurangan guru dan gedung sekolah seperti sistem
Pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru relatif cepat seperti

22
dengan program diploma, perlindungan terhadap profesi guru
seperti program akta mengajar. Hampir setiap inovasi
mengundang masalah. Pertama, karena belum ada jaminan bahwa
inovasi itu pasti membawa hasil. Kedua, pada dasarnya orang
merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru. Masalahnya
ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang
menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek
konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-prinsip) dan
aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
b. Perkembangan Seni
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara
individual ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yamg
indah. Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan
berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan
dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Dilihat dari
segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya,
aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat
mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang
positif dan konstruktif serta keterampilan disamping domain
kognitif yang sudah digarap melalui program /bidang studi yang
lain. Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni
dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat
dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk.
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu:
a. Pertambahan Penduduk.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka penyediaan
prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang
terselenggaranya pendidikan harus di tambah. Dan ini berarti beban
pembangunan nasional menjadi bertambah.

23
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia
rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya
struktur kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar
menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah lanjutan,
angkatan kerja, dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan
bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi pergesaran
permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan
cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan
fasilitas sekolah dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk
lanjutan keperguruan tinggi juga meningkat, khusus untuk penduduk
usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan non
formal.
b. Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata.
Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan
daerah yang penduduknya jarang yaitu daerah pedalaman khususnya
di daerah terpencil yangberlokasi di pegunungan dan di pulau-pulau.
Sebaran penduduk seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan
dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contoh adalah
dibangunya SD kecil untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di
daerah terpencil pada pelita V, di samping SD yang reguler. Belum
lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan penempatan guru.
3. Aspirasi Masyarakat
Dalam dua dasa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam
banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup
yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi
peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Pendidikan dianggap memberi
jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga
sosial. Gejala yang timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-
sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota , di samping
pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan

24
nonformal. Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi
penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi
kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang
semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak , diadakannya
kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan jam belajar,
kurang sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya. Keterbelakangan
budaya adalah istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang
menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu
budaya . bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti
dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik.
4. Keterbelakangan Budaya Dan Sarana Kehidupan.
Keterbelakangan budaya adalah istilah yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada
masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung
budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan
baik. Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis,
apalagi mandeg, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian
unsur-unsurnya yang berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Perubahan
kebudayaan terjadi karena ada penemuan baru dari luar maupun dari
dalam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik bersifat
material seoerti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi,
telekomunikasi, dan yang bersifat non matreial seperti paham atau konsep
baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap
waktu, dan lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
a. Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil)
b. Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budata baru karena
tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendik
masyarakat.
c. Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur
kebudayaan tersebut.

25
Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan
budaya umumnya dialami oleh:
a. Masyarakat daerah terpencil.
b. Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
c. Masyarakat yang kurang terdidik.

Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang


terbelakang budayanya tidak ikut berperan serta dalam
pembangunanmsebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi
inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya,
dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem
pendidikan dapat melibatkan mereka. Jika sistem pendidikan dapat
menggapai masyarakat terbelakang kebudayaanya berarti melibatkan
mereka untuk berperan serta dalam pembangunan.

E. Hasil Survey Analisis Problematika Pendidikan di SDN 1860


Pontianak Barat
1. Nama Kegiatan
Analisis Problematika Pendidikan di SDN 1860 Pontianak Barat
2. Tempat dan waktu Pelaksanaan
Tempat : Menyesuaikan
Waktu :
3. Peserta Kegiatan
Peserta Didik kelas IV C SDN 1860 Pontianak Barat
4. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilakukan dengan membagikan kuesioner online kepada
peserta didik kelas IV C di SDN 1860 Pontianak Barat. Kusioner
online berisi 20 pernyataan mengenai problematika pendidikan di
satuan pendidikan dasar.
5. Hasil Kegiatan

26
Angket diisi oleh 20 orang responden dari 22 siswa kelas.
Terdapat 20 pernyataan dengan jawaban menggunakan skala likert
rentang setuju, kurang setuju, setuju dan tidak setuju. Dari banyak
pernyataan yang diberikan, ada beberapa responden yang mengisi
sangat setuju, kurang setuju, setuju dan tidak setuju. Perbandingan
antara yang mengisi sangat setuju dan kurang setuju hampir sama.
Untuk mengetahui hasil analisis angket yang telah dibagikan
menggunakan perhitungan skala likert. Skala Likert lebih rentan
terjadi response bias dibandingkan skala lainnya (Moors, Kieruj, &
Vermunt, 2014). Respons biasa terjadi pada skala Likert yang
menggunakan pilihan respons yang berurutan, seperti “sangat tidak
setuju” hingga “sangat setuju” (Harzing, 2006). Sudah pasti, ketika
responden memberikan respons yang tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya pada sebuah skala psikologi, maka berdampak kepada
keakuratan hasil dari skala itu sendiri. Secara lebih spesifik,
response bias dapat mempengaruhi variabilitas dari skor tes, dan
yang pasti reliabilitas, validitas, serta penggunaan dari skor tes
tersebut (Shultz, Whitney, & Zickar, 2014). Adapun perhitungan
menggunakan Skala Likert yaitu
Rumus: T x Pn
T = Total jumlah responden yang memilih
Pn = Pilihan angka skor Likert
Interpretasi skor Perhitungan
Untuk mendapatkan hasil interpretasi, terlebih dahulu harus
diketahui skor tertinggi (X) dan skor terendah (Y) untuk item
penilaian dengan rumus sebagai berikut:
Y = skor tertinggi likert x jumlah responden
X = skor terendah likert x jumlah responden
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
Rumus Index % = 𝑥 100
𝑌

Pra Penyelesaian
X = 0 x 20 = 0 (skor terendah)

27
Y = 4 x 40 = 80 (skor tertinggi)
Sebelum menyelesaikannya harus mengetahui interval (rentang
jarak) dan interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan
metode mencari Interval skor persen (I).
Rumus Interval
100
I = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 (𝑙𝑖𝑘𝑒𝑟𝑡)

Skor Ideal = 80
Skor tertinggi – skor terendah = 80-0 = 80
80 : 4 (kategori) = 20
(Ini adalah intervalnya jarak dari terendah 0 hingga tertinggi 80)
Berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval:
Angka 0 – 20 = Sangat (tidak setuju/buruk/kurang sekali)
Angka 21 – 40 = Tidak setuju / Kurang baik)
Angka 41 – 60 = (Setuju/Baik/suka)
Angka 61 – 80 = Sangat (Setuju/Baik/Suka)
Berikut interval dalam bentuk persentase:
20
x 100 = ≤ 25 % (Sangat Kurang Baik)
80
40
x 100 = 26 % - 50% (Kurang Baik)
80
60
x 100 = 51% - 75% (Baik)
80
80
x 100 = 76% - 100% (Sangat Baik)
80

Berdasarkan analisis angket yang telah dibagikan diketahui


bahwa problematika pendidikan yang ada di SD Negeri 24
Pontianak Kota cenderung berada pada kategori baik dengan
rantang persentase 51% - 75%. Bentuk problematika yang berada
pada katagori baik SD Negeri 1860 Pontianak Barat berdasarkan
survey yang telah dilakukan ialah kemampuan tenaga pendidik,
keterbaruan materi pembelajaran/kurikulum, pemahaman dan
pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran perlu adanya
peningkatan agar menjadi lebih baik.

28
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa terdapat
problematika pendidikan pada era reformasi di satuan pendidikan yaitu:
1. Problematika pendidikan dapat dilihat dari kualitas pendidikan
terutama mutu guru, media pembelajaran yang digunakan dan sarana
prasarana.
2. Beberapa permasalahan pokok pendidikan yaitu rendahnya
pemerataan kesempatan belajar, rendahnya mutu akademik,
rendahnya efisiensi internal, terjadi kecenderungan menurunnya
akhlak dan moral serta kemiskinan.
3. Selain itu jenis-jenis permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah
pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi
pendidikan dan masalah relevansi pendidikan.
4. Solusi pemecahan problematika pendidikan di Indonesia dilakukan
oleh pemerintah dengan pembangunan sarana dan prasarana yang
memadai dan memperbarahui kurikulum serta penyesuaian dengan
perkembangan teknologi.
5. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan yaitu perkembangan iptek dan seni, laju pertumbuhan
penduduk, aspirasi masyarakat, keterbelakangan budaya dan sarana
kehidupan.
6. Berdasarkan survey yang dilakukan melalui angket diisi oleh 20
orang responden dari 22 siswa kelas IVC terdapat problematika
pendidikan yang ada di SDN 1860 Pontianak Barat cenderung
berada pada kategori kurang baik dengan rentang persentase 26 % -
50%.

B. Saran
Dengan adanya laporan ini maka diharapkan sebagai calon guru
SD/MI atau guru, kepala sekolah serta tenaga pendidik dapat mengetahui
dan mengatasi problematika pendidikan yang terjadi di era reformasi
sekarang ini yang terdapat di satuan pendidikan dasar sehingga dapat
terwujudnya tujuan pendidikan.

30
DAFTAR PUSTAKA
Albarobis, Muhyidin. (2012). Pedidikan Berbasis Problem Sosial. Jogjakarta: Ar –
Ruzz Media.
Budiningsih, Asri. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Harzing, A.-W. (2006). Response styles in cross-national survey research: A 26-
country study. International Journal of Cross Cultural Management, 6(2), 243–
266. doi:10.1177/1470595806066332
Moors, G., Kieruj, N. D., & Vermunt, J. K. (2014). The effect of labeling and
numbering of response scales on the likelihood of response bias. Sociological
Methodology, 44(1), 369-399. doi:https://doi.org/10.1177/0081175013516114

31
Lampiran 1
Lembar Angket Analisis Problematika Pendidikan Dalam Reformasi
Pendidikan Di SDN 1860 Pontianak Selatan
A. Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Nama Sekolah :
Alamat :
B. Petunjuk
1. Tulislah identitas anda.
2. Jawablah pernyataan dalam angket dengan jujur dan sesuai dengan
keadaan anda.
3. Pilihlah satu jawaban yaitu antara “Sangat Setuju” “Setuju” “Tidak
Setuju” atau “Sangat Tidak Setuju”
4. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi anda dalam mengisi angket.
C. Daftar Pertanyaan
Respon
No Pertanyaan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak
Setuju
1. Guru memberikan motivasi
kepada siswa
2. Guru menjelaskan materi
pelajaran secara jelas dan mudah
dimengerti
3. Guru melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran
4. Guru menguasai materi
pelajaran yang diajarkan
5. Guru menanggapi pertanyaan
atau jawaban siswa secara
positif
6. Guru dan staf yang disediakan
sekolah sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan
7. Guru melakukan refleksi,
evaluasi, dan pengayaan bila
diperlukan pada setiap pelajaran
8. Sarana dan prasarana sekolah
menunjang proses belajar
9. Sekolah selalu mengupdate
materi pendidikan dan
pembelajaran sesuai dengan

32
standar yang ditentukan
10. Sekolah menyediakan pelatihan
dan pengembangan untuk
menunjang kemampuan guru
11. Kebersihan dan keamanan
lingkungan sekolah terjaga
12. Sekolah menyediakan
perpustakaan sebagai sarana
siswa mencari sumber belajar
13. Sekolah menyediakan ruang
UKS yang memadai
14. Materi yang diajarkan sesuai
dengan kompetensi yang ingin
dicapai
15. Model pembelajaran sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa
16. Siswa dapat mengaplikasikan
keterampilan yang mereka
pelajari dilingkungan sekolah
dan masyarakat
17. Siswa dapat memahami tujuan
pembelajaran
18. Siswa memiliki pengetahuan
literasi dan numerasi
19. Siswa dan guru saling
menghargai perbedaan yang ada
20. Guru dan orang tua murid
menjalin hubungan yang baik

33
Lampiran 2
Daftar Responden Angket Analisis Problematika Pendidikan Dalam
Reformasi Pendidikan Di SDN 1860 Pontianak Barat
Jumlah Responden
Sangat Setuju Tidak Sangat
No Pertanyaan Setuju Setuju Tidak
Setuju
1 Guru memberikan motivasi kepada 12 5 3 0
siswa
2 Guru menjelaskan materi pelajaran 16 4 0 0
secara jelas dan mudah dimengerti
3 Guru melibatkan siswa secara aktif 12 5 3 0
dalam proses pembelajaran
4 Guru menguasai materi pelajaran 10 9 1 0
yang diajarkan
5 Guru menanggapi pertanyaan atau 12 5 3 0
jawaban siswa secara positif
6 Guru dan staf yang disediakan 7 12 1 0
sekolah sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan
7 Guru melakukan refleksi, evaluasi, 8 12 0 0
dan pengayaan bila diperlukan pada
setiap pelajaran
8 Sarana dan prasarana sekolah 14 4 2 0
menunjang proses belajar
9 Sekolah selalu mengupdate materi 9 11 0 0
pendidikan dan pembelajaran sesuai
dengan standar yang ditentukan
10 Sekolah menyediakan pelatihan dan 15 5 0 0
pengembangan untuk menunjang
kemampuan guru
11 Kebersihan dan keamanan 17 3 0 0
lingkungan sekolah terjaga
12 Sekolah menyediakan perpustakaan 12 3 5 0
sebagai sarana siswa mencari sumber
belajar
13 Sekolah menyediakan ruang UKS 16 4 0 0
yang memadai
14 Materi yang diajarkan sesuai dengan 11 9 0 0
kompetensi yang ingin dicapai
15 Model pembelajaran sesuai dengan 8 9 3 0
situasi dan kondisi siswa
16 Siswa dapat mengaplikasikan 10 10 0 0
keterampilan yang mereka pelajari
dilingkungan sekolah dan

34
masyarakat
17 Siswa dapat memahami tujuan 13 7 0 0
pembelajaran
18 Siswa memiliki pengetahuan literasi 9 8 3 0
dan numerasi
19 Siswa dan guru saling menghargai 13 5 2 0
perbedaan yang ada
20 Guru dan orang tua murid menjalin 14 4 2 0
hubungan yang baik

35
Lampiran 3
Data Tanggapan Angket Problematika Pendidikan Dalam Reformasi
Pendidikan di SDN 1860 Pontianak Barat
No T x Pn 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟 Kategori
𝑥 100
𝑌

1 12 x 4 = 48 48 Baik
𝑥 100 = 60%
80

2 16 x 4 = 64 64 Sangat Baik
𝑥 100 = 80%
80

3 12 x 4 = 48 48 Baik
𝑥 100 = 60%
80

4 10 x 4 = 40 40 Kurang Baik
𝑥 100 = 50%
80

5 12 x 4 = 48 48 Baik
𝑥 100 = 60%
80

6 7 x 4 = 28 28 Kurang Baik
𝑥 100 = 35%
80

7 8 x 4 = 32 32 Kurang Baik
𝑥 100 = 40%
80

8 14 x 4 = 56 56 Sangat Baik
𝑥 100 = 78%
72

9 9 x 4 = 36 36 Kurang Baik
𝑥 100 = 50%
72

10 15 x 4 = 60 60 Baik
𝑥 100 = 75%
80

11 17 x 4 = 68 68 Sangat Baik
𝑥 100 = 85%
80

12 12 x 4 = 48 48 Baik
𝑥 100 = 60%
80

13 16 x 4 = 64 Sangat Baik

36
64
𝑥 100 = 80%
80

14 11 x 4 = 44 44 Baik
𝑥 100 = 55%
80

15 8 x 4 = 32 32 Kurang Baik
𝑥 100 = 40%
80

16 10 x 4 = 40 40 Kurang Baik
𝑥 100 = 50%
80

17 13 x 4 = 52 52 Baik
𝑥 100 = 65%
80

18 9 x 4 = 36 36 Kurang Baik
𝑥 100 = 45%
80

19 13 x 4 = 52 52 Baik
𝑥 100 = 65%
80

20 14 x 4 = 56 56 Baik
𝑥 100 = 70%
80

37

Anda mungkin juga menyukai