Anda di halaman 1dari 29

PENERAPAN EDUKASI LATIHAN FISIK PADA PASIEN STROKE

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

AZTY RAMADHANI SAPUTRI

NIM.P00320017056

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
LEMBARAN PERSETUJUAN

PENERAPAN EDUKASI LATIHAN FISIK PADA PASIEN STROKE

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

AZTY RAMADHANI SAPUTRI

NIM. P00320017056

Proposal KTI ini Telah Disetujui

Pada tanggal..........................................2020

Pembimbing I Pembimbing II

Lena Atoy.SST.,MPH Muslimin L, A.Kep., S.Pd., M.Si

Mengetahui,

Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kendari

Indriono Hadi,S.kep.,Ns.,M.Kep

NIP. 197003301995031001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan

berkat rahmat dan hidayah-Nya lah, sehinggah penulis dapat menyelesaikan proposal

ini dengan judul “Penerapan Edukasi Latihan Fisik Pada Pasien Stroke”. Penulis

sadar dan mengakui segala


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke semakin meningkat di Indonesia dan merupakan beban bagi negara

akibat disabilitas yang ditimbulkannya. Definisi stroke menurut WHO 2014,adalah

terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak

atau karena tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan

oksigen ke otak berkurang (Ghani et al., 2016). Stroke termasuk penyakit

serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak

(infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.

Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan (stroke

iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Saat ini stroke

merupakan masalah neurologis dunia karena merupakan penyebab kecacatan nomor

satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia, selain itu sangat merugikan secara

ekonomi. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia

mencapai 1,21% (Volume et al., 2014).

Stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di

negara maju di Amerika Serikat tahun 2010, prevalensi penduduk Amerika yang

terserang stroke adalah 3,2% atau sekitar 6.934.000 orang. Dan lebih dari 5, 47 juta

pasien stroke telah meninggal (Chaidir Reny, 2014). Stroke merupakan satu masalah

kesehatan yang paling serius dalam kehidupan modern saat ini. Badan kesehatan
dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan

kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6juta pada tahun 2010

menjadi 8 juta di tahun 2020 (DIRSECIU, 2017).

Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan

sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan

adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke pada

masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Data nasional yang dikeluarkan

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa stroke

menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian untuk semua umur, dimana

stroke menjadi penyebab kematian terbanyak (15,4%) (Sofyan et al., 2012). Stroke

merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian menduduki peringkat atas di

wilayah perkotaan menurut data Departemen Kesehatan sekitar 28,5% penderita

stroke meninggal dunia, selebihnya lumpuh sebagian atau bahkan lumpuh total dan

sisanya 15% dapat sembuh total. Stroke mulai terjadi pada orang yang berusia

produktif (Wardhani & Martini, 2014).

Prevalensi stroke di 33 provinsi menunjukkan angka yang variatif, sedangkan

Prevalensi di Sulawesi Tenggara adalah 0,76% (Depkrs RI, 2008). Kejadian stroke

masih menjadi masalah kesehatan di Sulawesi Tenggara. Menurut data di Ruang

rekam medik RSUU Privunsi Sulawesi Tenggara dan didapatkan jumlah pasien

stroke 280 kasus dengan angka kematian 59 jiwa (21%). Pada tahun 2011,jumlah

penderita stroke meningkat menjadi 413 kasus dengan angka kematian 155 jiwa

(37%) ( Profil RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, 2011). Resiko meningkat seiring
berat dan adanya factor resiko.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Edukasi Ltihan Fisik pada pemenuhan kebutuhan

aktivitas pada pasien stroke.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu memberikan

edukasi terhadap pasien maupun keluarga pasien untuk dapat menerapkan latihan

fisik pada pasien stroke.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu penulis

mampu :

a. Mengedukasi pasien maupun keluarga pasien

b. Menerapkan latihan fisik pada pasien

c. Mengkaji proses latihan fisik

d. Menggambarkan proses evaluasi tindakan yang telah dilakukan

e. Menggambarkan proses pendokumentasian tindakan yang telah dilakukan

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi sekolah tinggi kesehatan

Studi ini dapat dijadikan pustaka dan referensi bagi mahasiswa dalam

penyusunan karya ilmiah.


2. Bagi penulis

Studi ini dapat dijadikan wawasan dan pedoman dalam pemenuhan asuhan

keperawatan pada pasien stroke.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke

1. Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi pada otak yang mengalami perdarahn dan

adanya gejala klinik yang berkembang cepat yang mengakibatkan gangguan

fungsi otak fokal (global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas

selain vaskuler.

Stroke merupakan suatu gangguan perdarahan pada predarah aliran darah

pada otak. Stroke juga dikenal dengan cerebro-vascular accident dan Brain

Attack. Stroke berarti pukulan (to strike) yang tejadi secara mendadak, tiba-tina

dan menyerang system persarafan otak. Gangguan peredaran darah di otak dapat

berupa iskemia yaitu aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di

otak. Sedangkan gangguan peredaran darah lainnya adalah terjadinya perdarahan

di otak karena dinding pembuluh darah robek.

Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke

adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak.

Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh

darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini

menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai (Hernawati, 2009).


Stroke non hemoragik atau iskemik, yaitu suatu gangguan fungsional otak akibat

gangguan aliran darah ke otak karena adanya bekuan darah yang telah

menyumbat aliran darah. Pada stroke non hemoragik aliran darah kesebagian

jaringan otak berkurang atau berhenti. Hal ini disebabkan oleh sumbatan

thrombus, embolus atau kelainan jantung yang mengakibatkan curanh jantung

atau oleh tekanan perfusi yang menurun.

Berat maupun ringannya dampak serangan stroke sangat bervariasi

tegantung pada lokasi dan luas daerah otak yang rusak. Jika aliran darah terputus

hanya pada area yang kecil atau terjadi pada daerah otak yang rawan, efeknya

ringan dan berlangsung sementara. Sebaliknya bila aliran darah terputus pada

area yang luas atau pada daerah otak yang vital akan terjadi kelumpuahan yang

parah sampai pada kematian (Hernawati, 2009).

2. Klasifikasi Stroke

Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Stroke Iskemik

Delapan puluh persen kasus stroke berasal dari proses iskemik dan

disebabkan oleh sumbatan trombotik atau tromboembolik pada arteri. Lokasi

tersering asal bekuan darah yaitu arteri ekstakarnial, Jantung( fibrasi atrial,

penyakit katup mitral, thrombus ventrikal kiri), dan plak arkus aorta. Stroke

iskemik dibagi menjadi atetotrombosis arteri besar, emboli otak, stroke

lakunar, dan hipoperpusi sitemik. Stroke iskemik biasanya berupa


defisitneurologis fokal sesuai dengan distribusi pembuluh darah tunggal.

Temuan dapat bervariasi, dan mungkin terdapat pemburukan progresif atau

berkurangnya fungsi neurologis dalam pola seperti tangga. Muntah dan

berkurangnya kesadaran serimg terjadi.

b. Stroke Hemoragik

Stroke dapat dibedakan menjdi perdarahan subaraknoid. Perdarahan

intraserebral. Dan perdarahan subdural/ekstradural berdasarkan gambaran

klinis dari CT scan. Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan yang

menunjukkan gejala nyeri kepala hebat mendadak, terhentinya aktivitas, dan

muntah tanpa tanda-tanda neurologis fokal. CT scan menunjukkan darah

dalam rongga subaraknoid dan system serebri, serta cairan spinal selalu

mengandung darah. Perdarahan intra serebral menunjukkan gejala neurologis

fokal. Nyeri kepala, muntah, dan menurunnya kesdaran sering terjadi pada

perdarahan yang lebih luas, CT scan dan MRI menunjukkan hematom

didalam otak. Sedangkan perdarahan subduran dan ekstradural biasanya

disebabkan trauma kepala. Lesi terjadi diluar otak. Baik didalam (subdural),

maupun diluar (ekstradural), dura mater (Goldszmidt, 2011). Factor resiko

stroke dibagi menjadi dua yaitu factor resiko mayor (kuat) dan factor resiko

minor (lemah). Factor resiko yang kuat berarti besar pengaruhnya terhadap

kemungkinan menderita stroke. Factor resiko yang kuat adalah sebagai

berikut :
1) Hipertensi

Seseorang yang mengalami hipertensi dan tidak mendapatkan

pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin). Maka hal ini dapat

membawa penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan menyebabkan

kematian. Tekanana darah tinggi yang terus-menerus menyebabbkan

jantung seseorang bekerja ekstra keras yang pada akhirnya kondisi ini

berakibat terjadinya kerusakan pada pembulu darah jantung, ginjal, otak

dan mata. Penyakit hipetensi ini merupakan penyebab umum terjadinya

stroke dan serangan jantung (heart attack).

2) Penyakit Jantung

Penyaakit jantung merupakan factor resiko terjadinya stroke.

Penyakit jantung yang dimaksud seperti infrak miokard, elektrokardiogram

abnormal, penyakit katup jantung, dan gagal jantung kongesif.

3) Adanya manisfiestasi atteriklorosis secara klinis

Stroke dapat terjadi jika sudah ada manifiestasi atterosklorosis

secara klonis yaitu adanya gangguan pembulu darah karotis (terdapat

bising dikarotis), dan lain-lain seperti klaudikasio intermiten, dnyut nadi

diperifer tidak ada.

4) Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit dimana kadar glukosa

didalam drah tinggi. Penyakit ini di Indonesia juga dikenal dengan penyakit

kencing manis yang prevalensinya semakin meningkat. Diabetes mellitus


ini apabila tidak dikendalikan maka dapat menyebabkan terjadinya

perubahan serius pada jantung, saraf, ginjal dan mata.

5) Pernah mengalami stroke

6) Merokok

3. Etiologi

Penyebab stroke dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

a. Trombosis serebri

Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah

penyebab utama thrombosis serebral yang adalah penyebbab paling umum

dari stroke. Thrombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang

telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan

lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis, aterosklerosis merupakan

penyebab utama karena zat lemak tertumpuk dan membentuk plak . Plak ini

terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri.

Stenosis menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah

akan berputar-putar dibagian permukaan yang terdapat plak, menyebabkan

penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirya rongga

pembuluh darah menjadi tersumbat. (Marchetti, 2019).

Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotid atau pada

cabang-cabangnya. Bagian yang biasa terjadi penyumbatan adalah pada

bagian yang mengarah pada percabangan dari karotid utama ke bagian dalam
dan luar dari arteri karotid. Bagian endotelium dari pembuluh darah kecil

dipengaruhi sebagian besar oleh kondisi hipertensi, yang menyebabkan

penebalan dari dinding pembuluh darah dan penyempitan. Infark lakunar juga

sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Fisik et al., 2018).

b. Emboli serebri

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama

stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung

sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan

penyakit jantung. Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh

embolus menyebabkan stroke embolik. Embolus terbentuk di bagian luar

otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai

embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri.

Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Trombus dapat terlepas dari

arteri karotis bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam

sirkulasi serebral. Kejadian fibralasi atrial kronik dapat berhubungan dengan

tingginya kejadian stroke embolik, yaitu darah terkumpul didalam atrium

yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri

dan bergerak menuju jantung dan masuk kedalam sirkulasi cerebral. Pompa

mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan

otot jantung yang normal dan dapat menyebabkan peningkatan risiko

terjadinya pengumpalan. Endokarditis yang disebabkan oleh bakteri maupun

nonbakteri dapat menjadi sumber terjadinya emboli. Sumber-sumber

penyebab emboli lainnya adalah tumor, lemak, bakteri, dan udara. Emboli
bisa terjadi pada seluruh bagian pembuluh darah serebral. Kejadian emboli

pada serebral meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia (Fisik et al.,

2018)

c. Hemoragi

Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau

epidural) di bawah durameter (hemoragi subdural), di ruang sub arachnoid

(hemoragik subarachnoid atau dalam susbstansial otak (Wijaya & Putri,2013).

Adapun penyebab lain terjadinya strok hemoragik yaitu :

1) Aterosklerosis Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma

(endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain

dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena

arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena

timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter

pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.

2) Infeksi Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,

terutama yang menuju ke otak.

3) Jenis kelamin Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.

4) Obat-obatan Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat

menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan

mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

5) Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang

pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
4. Patofisiologi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa stroke haemoragik adalah perdarahan

ke dalam jaringan otak. Perdarahan dari sebuah arteri intrakranium biasanya

disebabkan oleh aneurisma (arteri yang melebar) yang pecah atau karena suatu

penyakit. Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena

robek/pecahnya pembuluh darah otak, diikuti pembentukan oedema dalam

jaringan otak disekitar hematoma, akibatnya terjadinya diskontinuitas jaringan

dan kompresi oleh hematoma dan oedema pada struktur sekitar sehingga

menyempitkan atau menyumbat pembuluh darah yang lain disekitarnya sehingga

terjadi ishemik pada jaringan yang dilayaninya (Hernawati, 2009).

Gejala yang timbul bersumber dari jaringan otak, kompresi pembuluh

darah otak/iskemik atau kompresi pada jaringan otak lainnya, gejala klinis yang

menyertai diantarannya adalah nyeri kepala hebat, mual, muntah-muntah yang

sering terjadi diawal serangan, hemiplegic/parese biasa terjadi sejak permulaan

serangan dan kesadaran biasanya menurun bahkan sampai koma.

Stroke menyerang pada sususnan saraf pusat maka lesi yang diakibatkan

termaksud pada lesi upper motor neuron. Hemiplegic yang diakibatkan lesi pada

kortek motor primer bersifat kontralateral , kerusakan yang menyeluruh namun

belum meruntuhkan semua neuron kortek pyramidal sesisi, menimbulkan

kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral dari yang ringan sampai yang
sedang. Meskipun yang terkena sisi tubuh kanan atau sisi tubuh kiri pada

umumnya terdapat perbedaan pada lengan dan tungkai, perbedaan tersebut

nampak jika kerusakan pada tingkat kortek namun jika kerusakan pada tingkat

interna maka hemiplegic tidak ada perbedaan. Keruskan atau kelumpuhan yang

dikarenakan lesi pada kapsula interna hamper selamnya disertai hipertonus yang

khas, hal ini dikarenakan pada kapsula interna dilewati serabut-serabut

ekstrapiramidal. Tergantung pada lesi yang terkena maka lesi vascular yang

terjadi dikapsula interna dapat mengakibatkan kerusakan area disekitarnya

seperti radiasio optika, neuleus kaudatus dan putamen sehingga hemiplegia

akibat lesi kapsula interna memperlihatkan upper motor neuron yang disertai

oleh rigditas, atetosis, distonia tremor atau hemianopia.

Gambaran klinis utama yang dapat dikaitkan dengan pembuluh darah otak

yang pecah adalah sebagai berikut :

a. Kerusakan pada vertebra basilaris(sirkulasi posterior) mengakibatkan

terjadinya kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak, peningkatan

refleks tendon, ataksia, tanda babinsky bilateral, disfagia, disatria, koma,

gangguan daya ingat, gangguan pengelihatan dan muka baal.

b. Kerusakan pada arteri karotis interna (sirkulasi anterior) gejalanya biasa

unilateral. Lokasi yang paling sering terkena pada bifurkasio arteri karotis

komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Tanda-tandanya adalah

anggota derak atas terasa lemah dan baal, bila hemisfer dominan muka dapat

terjadi afaksia ekspresif.


c. Kerusakan pada arteri serebri anterior pada umumnya adalah perasaan kacau,

kelemahan kontralateral terutama pada tungkai, lengan bagian proksimal

mungkin juga terkena, gerak voluntary tungkai terganggu, gangguan sensorik

kontralateral, demensia, muncul refleks patologis.

d. Kerusakan pada arteri serebri posterior tanda gejalanya adalah koma,

hemiparesis kontralateral, afasia visual, hemianopsia.

e. Kerusakan pada arteri serebri media gejalanya adalah monoparesis atau

hemiparesis kontralateral, kadang-kadang ada hemianopsia kontralateral,

afasia global bila hemisfer dominan terkena, gangguan pada semua fungsi

yang berkaitan dengan percakapan dan komunikasi (Hernawati, 2009).


5. Manifestasi Klinis Stroke

Gejala klinis stroke sangat tergantung pada bagian daerah otak yang

mengalami ganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang mengalami
gangguan aliran darah tersebut (Ilmiah et al., 2017). Manifestasi klinik yang

dapat terjadi secara umumnya yaitu sebagai berikut adalah ;

a. Timbulnya defisit neorologis sacara mendadak atau subakut didahului gejala

prodromal terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya

tidak menurun kecuali jika embolus cukup besar.

b. Gejala yang muncul pada saat perdarahan intraserebral adalah gejala

prodomal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Sifat nyeri

kepala hebat sekali, mual muntah seringkali teradi sejak permulaan

serangan.

c. Kesadaran biasanya menurun cepat termasuk koma (65% terjadi kurang dari

setengah jam, 23 % antara setengah sampai dua jam dan 12% terjadi setelah 2

jam, sampai 19 hari).

b. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodomal berupa nyeri kepala

hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala

atau tanda rangsangan meninggal.

c. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri karotis interna.

d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya , gejala yang muncul dapat berupa kelumpuhan

wajah dan anggota badan satu atau lebih anggota badan, gangguan sensibilitas

pada satu atau lebih anggota badan, prubahan mendadak status mental, afasia

(bicara tidak lancer), ataksia anggota badan, vertigo, mual muntah atau nyeri

kepala.
e. Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motorik misalnya

hemiplegia, hemiparesis, menurunnya tonus otot abnormal.

f. Kehilangan komunikasi misalnya disartria yaitu kesulitan bicara disebabkan

oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara,

disfasia atau afasia kehilangan bicara yang terutama ekpresif/ represif.

g. Gangguan persepsi yaitu berupa homonimus hemianopsia yaitu kehilangan

setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan

sisi tubuh yang paralisis, amforfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung

berpaling

h. Gangguan visual spasia yaitu gangguan dalam mendapatkan hubungan dua

atau lebih objek dalam area spasial.

i. Kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh (kehilangan propriosetik) sulit mengintepretasikan stimulasi

visual, taktil dan auditorius.

6. Penatalaksanaan Stroke

a. Penatalaksanaan umum

1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat , posisi lateral dekubitus bila

disertai muntah. Boleh di mulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik

stabil.

2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan

oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil AGD.

3) Kosongkan kandung kemih dengan kateter bila penuh.


4) Kontrol tekanan darah dipertahankan normal.

5) Suhu tubuh harus dipertahankan, apabila demam kompres dan berikan

antipiretik sesuai indikasi.

6) Nutrisi peroral hanya boleh di berikan setelah tes fungsi menelan baik bila

terdapat gangguan menlan atau pasien yang kesadaran menurun dianjurkan

pasang NGT

7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi

b. Penatalaksanaan medis

1) Trombolitik (Streptokinase)

2) Antiplatelet atau antitrombolitik (Acetosal dan Ticlopidin)

3) Antikoagulan (Heparin)

4) Hemorhagea (Pentoxyfilin)

5) Antagonis serotonin (Naftidrofuryl)

6) Antagonis calcium (Nifedipine dan Piracetam)

c. Penatalaksanaan khusus/komplikasi

1) Atasi kejang

2) Atasi TIK yang meninggi manitol, gliserol, furosemid, intubasi, stroid dll)

3) Atasi dekompresi (Kraniotomi)

d. Penatalaksanaan faktor resiko

1) Atasi hipertensi

2) Atasi hiperglikemia

3) Atasi hiperurisemia

7. Komplikasi Stroke
Menurut pudiastuti (Ilmiah et al., 2017) Komplikasi stroke yaitu

a. Berhubungan dengan imobilisasi

1) Infeksi pernafasan

2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan

3) Konstipasi

b. Berhubungan dengan mobilisasi

a) Nyeri pada daerah punggung

b) Dislokasi nyeri

c. Berhubungan dengan kerusakan otak

a) Epilepsi

b) Sakit kepala

c) Kraniotomi

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Pudiastuti (2011) pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita

stroke adalah (Ilmiah et al., 2017) :

a. Ultrasongrafi Doppler mengidentifikasikan penyakit artiovena (masalh system

arteri karotis (arteri darah atau muncul plak).

b. Aniografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik

seperti perdarahan darah atau obstruksi arteri adalah titik obstruksi atau

rupture.

c. CT Scan memperlihatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya

infark.
d. Lumbal Pungsi untuk menunjukkan adanya hemoragik Malformasi

Arterivenousa (MAV)

e. Sinar X tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah

yang berlawanan dari masa yang meluas.

f. EEG mengidentifikasikan masalh didasarkan pada gelombang otak dan

mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan melakukan proses pengumpulan data dari

pasien baik data subjektif maupun data objektif untuk dapat dapat mengetahui atau

mengenal masalah-masalah keluhan dari pklien, pada pasien stroke pengkajian perlu

dilakukan yaitu sebagai berikut ;

a. Kesadaran Pada pasien stroke biasa mengalami tingkat kesadaran

dengan somnolen dan GCS 10-12 dan terjadi pada awal terserang

stroke.

b. Tanda-Tanda Vital

1) Biasanya tekanan darah pada pasien stroke yang memiliki

riwayat tekanan darah tinggi yaitu sistole >140 dan diastole

>80.

2) Nadi pada pasien strike biasanya normal.

3) Biasanya terjadi gangguan pada bersihan jalan nafas pada

saluran pernafasan.
4) Pada suhu pasien yang terkena stroke normal.

c. Rambut

Pemeriksaan pada rambut bisanya kotor, penyebaran rambut tdk merata

dan berketombe

d. Wajah

Biasanya pada wajah terjadi stroke setengah atau sebelah sisi, wajah

nampak miring dan wajah nampak pucat.

Pada pemeriksaan nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien dapat

menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, pada saat diusap

kornea dengan kapas halus maka klien dengan refleks akan menutup

kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis

mata simetris, dapat mengangkat alis maupun mengkerutkan dahi alis,

mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembangkan pipi, pada

saat stroke menggerakkan pipi maka akan terlihat jika tidak simetris

kiri dan kanan tergantung pada lokasi kelemahan dan saat diminta

mengunyah maka pasien akan mengalami kesulitan dalam mengunyah

maupun menggerakkannya.

e. Mata

Pada pemeriksaan dimata pada pasien stroke konjungtiva tidak terlihat

anemis, sklera tidak ikterik, pupil nampak isokor dan kelopak mata

tidak terdapat edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya

luas pandang baik 900, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius) :

biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor,


palpebra dan refleks mengedipk dapat nilai jika pasien tersebut

membuka mata. Nervus IV (troklear) : biasanya pasien bias

menggerakkan bola matanya dengan mengikuti arah tangan perawat ke

atas dan ke bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasilnya pasien

dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.

f. Hidung

Pemeriksaan pada hidung untuk pasien stroke biasanya simetris kiri

dan kanan, terpasang oksigen, dan tidak terdapat ada pernapasan

cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius) : pada

pemeriksaan ini terkadang pasien stroke tidak bisa menyebutkan bau

yang diberikan perawat tetapi juga ada yang bisa, dan biasanya

ketajaman penciuman pasien antara kiri dan kanan tidak sama.

g. Mulut dan gigi

Pada pemeriksaan mulut pasien stroke mengalami masalah dalam

pergerakkan lidah, masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir terlihat

kering, dan terjadi peradangan pada bagian gusi. Pada pemeriksaan

nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan

kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada

nervus IX (glossofaringeal): biasanya ovula yang terangkat simetris,

mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan

rasa pahit dan asam. Pada nervus XII (hipoglasus): pada pasien stroke

biasanya dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan

kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara.


2. Diagnosa keperawatan

3. Konsep latihan fisik ROM (Range Of Moition)

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Rancangan atau desain penelitian merupakan suatu bentuk rencana dalam

melakukan proses pengumpulan dan analisis data. Rancangan penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus dimana

dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dengan dengan melihat objek

untuk mengumpulkan data.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek dari penelitian studi kasus ini adalah klien dengan Diagnosa Medis

Stroke pada satu pasien di Rumah Sakit Umum Bahteramas.

C. Fokus Studi Kasus

Dalam penelitian kasus ini difokuskan :

1. Klien dengan diagnosa medis stroke.


2. Melatih mobilitas fisik pada anggota tubuh yang terkena gangguan stroke dengan

diagnosa medis stroke.

D. Definisi Oprasional Studi Kasus

1. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang mengakibatkan sebagian atau

seluruh anggota tubuh menjadi lumpuh dan tidak dapat digerakkan,

E. Metode Pengumpulan Data

F. Tempat dan Waktu Studi Kasus

G. Penyajian Data

H. Etika Studi Kasus


DAFTAR PUSTAKA

Chaidir Reny, Z. M. I. (2014). Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragi Di Ruang Rawat Stroke Rssn Bukittinggi Tahun 2012.
Afiyah, 1(1), 1–6.
DIRSECIU, P. (2017). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康
関連指標に関する共分散構造分析 Title. 1–14.
Fisik, M., Rsud, D. I., & Kulon, W. (2018). Karya tulis ilmiah penerapan rom (range
of motion) pada asuhan keperawatan pasien stroke dengan gangguan mobilitas
fisik di rsud wates kulon progo.
Ghani, L., Mihardja, L. K., & Delima, D. (2016). Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(1), 49–58.
https://doi.org/10.22435/bpk.v44i1.4949.49-58
Hernawati, I. K. A. Y. (2009). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Pasca
Stroke Hemorage Dextra Stadium Recovery. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ilmiah, P., Keperawatan, P. S., Ilmukesehatan, F., & Surakarta, U. M. (2017). Upaya
peningkatan intoleransi aktivitas pada pasien stroke.

Marchetti, A. (2019). No Tit‫ילי‬le. ペインクリニック学会治療指針2, 1–9.


https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78
Sofyan, A. M., Sihombing, I. Y., & Hamra, Y. (2012). Hubungan Umur, Jenis
Kelamin, dan Hipertensi dengan. Medula, 1(1), 24–30.
Volume, P., Leorita, M., & Fiandari, D. A. (2014). Gambaran Pencapaian Target
Tekanan Darah Sesuai JNC 8 Pada Pasien Pasca Stroke Yang Menjalani Terapi
Antihipertensi Tunggal di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2014. 1(2), 49–53.
Wardhani, N. R., & Martini, S. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
pengetahuan tentang stroke pada pekerja institusi pendidikan tinggi. Universitas
Airlangga, 2, 13–23. https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/149/23

Anda mungkin juga menyukai