Identifikasi Dan Telaah Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Buah Lokal Untuk Meningkatkan Integrasi Pertanian & Pariwisata Bali
Identifikasi Dan Telaah Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Buah Lokal Untuk Meningkatkan Integrasi Pertanian & Pariwisata Bali
ABSTRACT
The rapid growth of tourism in Bali raises new issues i.e. the decline of the agricultural
sector. A model of development of integration of agriculture and tourism is required to avoid further
imbalance in the development of tourism and agriculture. The objective of this study was to identify
and study utilization of genetic resources of local fruits in order to improve agricultural and tourism
integration. The research was conducted from March to December 2015 throughout regencies in
Bali, using survey method to identify the species and sub-species of local fruits, its utilization,
harvest time, and superior fruits of each regency. Definition of local fruit in this study is all species
and sub-species of fruit plant found in Bali, either cultivated or wild. The results showed that there
were 41 species with 149 sub-species of local fruits identified. Availability of local fruits was
generally still seasonal. The harvest season was dominant from December to March. Fruits were
used for local consumption, exports, inter-island trade, and material for rituals and culture and for
tourism market. Utilization of local fruit for tourism was still limited, i.e for fresh fruit consumption
(snake fruit, wani, banana, mango, orange, papaya, water melon, melon and mangosteen), for juice
(passion fruit, manggo, melon, water melon, guava, strawberry, wani); raw material for wine (snake
fruit, grape), raw material for massage/Spa (lemon, pineapple, avocado, papaya, strawberry, star
fruit), and for agrotourism object (strawberry, snake fruit, orange and mangosteen). We suggested
that effort was required to increase the utilization of local fruits for tourism activities so that it
increased the welfare of the farming community in Bali.
ABSTRAK
panen dominan dari Desember sampai Maret. Produksi buah-buahan lokal Bali dimanfaatkan untuk
konsumsi lokal, komoditas ekspor, perdagangan antar pulau, keperluan ritual adat dan budaya, dan
pasar pariwisata. Pemanfaatan untuk pariwisata masih relatif terbatas, meliputi: (1) hasil buah untuk
konsumsi segar (fresh fruit) seperti salak, wani, pisang, mangga, jeruk, pepaya, semangka, melon
dan manggis; (2) hasil buah untuk bahan juice (markisa, mangga, melon, semangka, stroberi, wani);
(3) hasil buah untuk bahan wine (salak, anggur), (4) bagian buah, daun, atau bagian lainnya untuk
massage/spa (jeruk lemon, nenas, avokad, pepaya, stroberi, belimbing wuluh); dan (5) kebun buah
untuk agrowisata (stroberi, salak, jeruk, dan manggis). Berdasarkan hasil penelitian ini perlu ada
upaya nyata meningkatkan pemanfaatan buah-buahan lokal untuk pariwisata agar kesejahteraan
petani buah-buahan semakin meningkat.
Kata kunci: buah lokal, integrasi, pariwisata, pertanian, sumber daya genetik
3 I Nyoman Rai, Gede Wijana, I Putu Sudana, I Wayan Wiraatmaja, C. G. A. Semarajaya, dan Ni Komang Alit
J. Hort. Indonesia 7(1): 31-39. April 2016.
hewan dan jasad renik, yang mempunyai panen, dan buah lokal komersial unggulan
kemampuan untuk menurunkan sifat dari kabupaten.
generasi ke generasi berikutnya, dapat Cara menentukan buah lokal komersial
dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan unggulan kabupaten dihitung menggunakan
dalam mengembangkan variates baru. Dalam metode Location Quotient (LQ) mengikuti
penelitian ini batasan buah lokal adalah semua metode Isserman (1977) dan Miller et al.
spesies dan sub-spesies buah-buahan yang ada (1991) dengan formula:
di Bali, baik yang dibudidayakan atau tumbuh
liar.
Buah-buahan di Bali tidak hanya Xikj / Xkj
kj
bernilai ekonomi untuk konsumsi domestik, LQi = p p
tetapi juga bernilai sosial budaya untuk Xi / X
kegiatan ritual keagamaan, memenuhi Dimana :
kebutuhan pariwisata, bahan Spa (massage), LQkj = LQ spesies buah i di wilayah
i
perdagangan antar pulau, dan ekspor. kabupaten
Namun, menurut Adelianie (2015) peluang kj = jumlah produksi spesies buah i di
pasar buah-buahan yang besar di Bali belum Xi wilayah kabupaten
dimanfaatkan dengan
kj
baik oleh produsen buah lokal yang X = jumlah produksi agregat buah di
ditunjukkan oleh pamor buah lokal semakin wilayah kabupaten
p
menurun sementara buah impor semakin Xi = jumlah produksi spesies buah i di
menjamur tidak hanya di super market dan wilayah provinsi
p
pasar pariwisata, tetapi telah merambah X = jumlah produksi agregat buah di
sampai ke pasar tradisional dan warung- wilayah provinsi
warung kecil di pedesaan. Bila LQ ≥ 1 maka tergolong spesies buah
Terdesaknya keberadaan buah-buahan unggulan kabupaten.
lokal mendorong Pemerintah Provinsi Bali
membuat regulasi dengan mengeluarkan Jumlah produksi buah-buahan lokal
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 yang digunakan untuk mengitung nilai LQ
Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal. seperti formula di atas adalah data produksi
Tujuan dari diberlakukannya Perda tersebut rata-rata selama 5 tahun terakhir (2010-2014)
adalah agar terjadi penguatan, pemberdayaan dari BPS Bali (2014) dan data statistik setiap
dan perlindungan sumber daya genetik buah- kabupaten. Hasil identifikasi spesies dan sub-
buahan lokal melalui kegiatan pengembangan spesies buah-buahan lokal, pemanfaatannya,
buah lokal terintegrasi dengan industri musim panen dan spesies buah lokal unggulan
pariwisata. Terkait dengan hal itu, penelitian kabupaten yang diperoleh ditabulasi dan
ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi dianalisis secara deskriptif.
spesies dan sub-spesies buah-buahan lokal
yang ada di Bali, baik yang dibudidayakan
atau tumbuh liar, dan menelaah HASIL DAN PEMBAHASAN
pemanfaatannya untuk meningkatkan integrasi
pertanian dan pariwisata. Survei berhasil mengidentifikasi 41
spesies dan 149 sub-spesies buah-buahan
lokal. Dari 41 spesies buah tersebut, sebanyak
BAHAN DAN METODE 31 spesies merupakan buah yang dibudi-
dayakan dan 10 spesies lainnya tumbuh liar
Penelitian dilakukan di seluruh (tidak/belum dibudidayakan) dengan 7 spesies
kabupaten di Bali dari bulan Maret sampai diantaranya tergolong langka, yaitu bidara/
Desember 2015. Buah-buahan lokal bekul (Zyzyphus jujuba), dewandaru/buah
diinventarisasi dan diidentifikasi melalui dewa (Eugenia uniflora L.) gowok/kaliasem
metode survei lapangan untuk menemukan (Syzygium polycephalum Mig.),
semua spesies dan sub-spesies, baik yang jamblang/juwet (Eugenia cumini Merr.),
dibudidayakan maupun yang tumbuh liar kawista/kwista (Feronia acidissima L.),
(tidak/belum dibudidayakan). Disamping itu, kecapi/sentul (Sandoricum koetjape Merr.),
diamati pula pemanfaatannya, musim/waktu dan mundu/badung (Garcinia dulcis Roxb.
kurz) (Tabel 1).
3 I Nyoman Rai, Gede Wijana, I Putu Sudana, I Wayan Wiraatmaja, C. G. A. Semarajaya, dan Ni Komang Alit
J. Hort. Indonesia 7(1): 31-39. April 2016.
Beberapa sub-spesies dari spesies buah sumber daya genetik yang dimiliki dan
lokal yang dibudidayakan juga tergolong menyulitkan untuk mendapatkan bahan sarana
langka, yaitu pada spesies mangga sub-spesies upacara adat dan budaya.
yang tergolong langka ialah mangga eni/poh Hasil survei menunjukkan, buah-buahan
eni (Mangifera odorata Griffith) dan mangga lokal Bali dimanfaatkan untuk berbagai
pakel/poh pakel (Mangifera foetida Lour.), kepentingan, yaitu untuk konsumsi lokal,
pada spesies markisa sub-spesies yang perdagangan antar pulau, komoditas ekspor,
tergolong langka markisa besar/melisah memenuhi keperluan ritual adat dan budaya,
(Passiflora quadrangularis), pada spesies dan pasar pariwisata. Pemanfaatan untuk
pisang sub-spesies yang tergolong langka kegiatan pariwisata masih relatif terbatas, yaitu
pisang seribu/biu siu (Musa chiliocarpa), dan dalam bentuk: (1) hasil buah untuk konsumsi
pisang gunting/biu, gunting (Musa sp.), dan segar (fresh fruit) seperti salak, wani, pisang,
pada spesies salak sub-spesies yang tergolong mangga, jeruk, pepaya, melon, semangka dan
langka yaitu salak mangku/salak turis manggis; (2) hasil buah untuk bahan juice
(Salacca zalacca var. Mangku), salak getih/ (markisa, mangga, melon, semangka, jambu
salak barak (Salacca zalacca var. Getih), salak biji, stroberi, wani); (3) hasil buah untuk bahan
beringin/salak bingin (Salacca zalacca var. wine (salak, anggur), (4) bagian buah, daun,
Beringin), dan salak sudamala/ salak sudemale atau bagian lainnya untuk massage/spa (jeruk
(Salacca zalacca var. Sudamala). Kriteria lemon, nenas, avokad, pepaya, stroberi,
langka dalam penelitian ini ditetapkan menurut belimbing wuluh); dan (5) kebun buah-buahan
Milner-Gulland (1992) dan Gardenfors et al. untuk agrowisata (stroberi, salak, jeruk, dan
(2001), bahwa suatu organisme dapat manggis). Hasil serupa didapatkan oleh Dinata
ditetapkan sebagai kategori langka et al. (2011) bahwa pemanfaatan hasil
(endangered) apabila populasinya kurang dari pertanian oleh pasar pariwisata di Bali masih
10 000 karena sempitnya area endemik dan sangat rendah sehingga perlu dilakukan
atau habitat yang terfragmentasi, atau secara pemberdayaan petani melalui pengembangan
kualitatif jumlah populasinya terus berkurang pariwisata berbasis pertanian (agrowisata). Hal
dengan cepat sehingga sulit mengembalikan ini juga sejalan dengan hasil penelitian
secara alami ke jumlah semula. Hasil survei Routray dan Malkanthi (2011) di Srilangka,
ini menunjukkan bahwa beberapa spesies dan bahwa agrowisata perlu dikembangkan melalui
sub-spesies buah- buahan lokal perlu segera peningkatan peran serta masyarakat dan
dikonservasi untuk menghindari dari ancaman dukungan pemerintah untuk mendorong petani
kepunahan. dapat mengembangkan pariwisata berbasis
Hasil wawancara dengan para serati, masyarakat.
yaitu orang yang ahli dalam membuat sarana Lokasi tumbuh berbagai spesies buah-
upacara untuk kegiatan ritual adat dan budaya buahan lokal Bali yang teridentifikasi sebagian
(bahasa Bali: banten), seluruh buah-buahan besar tersebar hampir di seluruh kabupaten/
lokal yang tergolong langka di atas walaupun kota di Bali karena tidak menuntut syarat
tidak diperdagangkan secara komersial, tetapi tumbuh (tanah dan iklim) yang spesifik seperti
sangat dibutuhkan untuk kelengkapan upacara jeruk Bali, salak Bali, salak Gula Pasir, pisang,
adat Panca Yadnya (lima persembahan suci), wani, mangga, manggis, durian, jambu biji,
yaitu Dewa Yadnya (persembahan suci kepada dan nangka, tetapi banyak pula yang hanya
para Dewa), Rsi Yadnya (persembahan suci dibudidayakan atau tumbuh pada lokasi
kepada para Rsi/Guru), Manusa Yadnya spesifik tertentu karena membutuhkan syarat
(persembahan suci untuk kesejahteraan tumbuh yang khas seperti stroberi, kawista,
manusia), Pitra Yadnya (persembahan suci jeruk Kintamani, anggur, dan leci. Kondisi
kepada leluhur), dan Butha Yadnya tersebut dimungkinkan karena walaupun
(persembahan suci kepada bhutakala atau secara geografis pulau Bali relatif kecil, tetapi
kekuatan yang bersifat negatif). Menurut lingkungan yang sangat bervariasi dalam jarak
Mace dan Lande (1991), upaya konservasi ekologi yang pendek dan topografi yang juga
perlu segera diberikan kepada spesies yang bervariasi dengan kisaran ketinggian tempat
mungkin berada dalam keadaan terancam atau dari dataran rendah sampai dataran tinggi,
mendekati kepunahan, meski tidak termasuk suhu dari suhu tropika sampai menyerupai
ke dalam status terancam. Upaya ini penting sub-tropika, memberikan kondisi lingkungan
agar tidak terjadi kepunahan sehingga
mereduksi kekayaan
yang baik sehingga spesies tanaman buah yang nangka, dan stroberi; kelompok buah yang
ada di Bali sangat banyak. Menurut Poerwanto panennya ada panen raya pada bulan tertentu
et al. (1997), bervariasinya jenis buah yang dan panen kecil pada bulan lainnya seperti
dimiliki sangat menentukan keberhasilan avokad, belimbing, jambu air, mangga,
dalam mengisi pasar buah secara kontinu markisa, dan nangka; dan kelompok buah yang
sesuai tuntutan konsumen. Hal serupa panennya ada panen raya dan panen kecil pada
dinyatakan oleh Swamy (2012) bahwa, dengan bulan tertentu kemudian sama sekali tidak ada
beragamnya jenis maka ketersediaan buah di panen buah pada bulan lainnya seperti duku,
pasaran terjadi sepanjang tahun (all year durian, leci, manggis, salak, jeruk, srikaya, dan
round) karena musim panen masing-masing wani (Tabel 2).
buah berbeda waktu. Kelompok buah yang musim panennya
Hasil pengamatan terhadap musim sepanjang tahun menggambarkan suplai buah
panen menunjukkan, sebaran musim panen dapat dilakukan setiap saat karena tanaman
buah-buahan lokal komersial di Bali dapat buah tersebut berbuah tidak mengenal musim
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu atau karena musim panen buahnya bisa diatur
kelompok buah yang musim panennya dengan mengatur saat tanam, berhubung
sepanjang tahun (tidak bermusim) seperti tanaman buah yang bersangkutan merupakan
anggur, pepaya, pisang, melon, semangka, tanaman buah semusim.
3 I Nyoman Rai, Gede Wijana, I Putu Sudana, I Wayan Wiraatmaja, C. G. A. Semarajaya, dan Ni Komang Alit
J. Hort. Indonesia 7(1): 31-39. April 2016.
Kelompok buah yang panennya ada unggulan Kabupeten Badung terdiri atas 5
panen raya pada bulan tertentu dan panen kecil spesies, yaitu avokad, nangka, jambu biji,
pada bulan lainnya menggambarkan semangka, dan pepaya. Kabupaten Gianyar
ketersediaannya melimpah pada bulan-bulan dan Kabupaten Klungkung yang oleh
tertentu tetapi suplainya sedikit di bulan yang masyarakat tidak dikenal sebagai penghasil
lain, sedangkan kelompok buah yang buah spesifik ternyata tergolong kabupaten
panennya ada panen raya dan panen kecil pada yang memiliki buah unggulan paling banyak,
bulan tertentu kemudian sama sekali tidak ada yaitu masing-masing sebanyak 8 spesies buah.
panen pada bulan lainnya menggambarkan Buah unggulan di Kabupaten Gianyar yaitu
bahwa spesies buah tersebut pada bulan avokad, rambutan, jeruk, durian, jambu biji,
tertentu sama sekali tidak ada suplai karena semangka, melon, dan pepaya, sedangkan
memang tidak ada panen sama sekali. buang unggulan Kabupaten Klungkung yaitu
Kelompok buah yang terakhir ini menurut avokad, mangga, durian, jambu biji, sawo,
Sakhidin dan Suparto (2011) menimbulkan pepaya, pisang, dan nenas.
fluktuasi ketersediaan buah dan harga. Pada Kabupaten Bangli yang terkenal sebagai
saat musim panen, buah melimpah sehingga sentra penghasil jeruk di Bali hanya memiliki
harga relatif murah, sedangkan pada saat tidak 2 spesies buah unggulan yaitu jeruk dan
musim panen terjadi kondisi sebaliknya. Oleh pisang, sementara Kabupaten Karangasem
karena itu, menurut Rai et al. (2010) untuk yang terkenal sebagai sentra produksi salak
jenis buah yang pada periode tertentu sama memiliki 7 spesies buah unggulan, yaitu
sekali tidak ada suplai perlu dikembangkan mangga, nangka, jambu biji, sawo, pepaya,
teknologi produksi di luar musim. nenas, dan salak. Selanjutnya,
Hasil analisis menggunakan metode LQ Kabupaten
(location quotient) menunjukkan, setiap Buleleng yang terkenal dengan buah anggur
kabupaten di Bali memiliki spesies buah lokal dan durian, memiliki 6 spesies buah unggulan
komersial unggulan yang relatif berbeda yaitu avokad, mangga, rambutan, durian, sawo,
(Tabel 3). Kabupaten Jembrana yang terkenal dan anggur. Menurut Hendrayana (2003),
sebagai salah satu kabupaten sentra produksi penentuan komoditas unggulan merupakan
pisang memiliki 4 spesies buah unggulan, langkah awal yang sangat penting menuju
yaitu pisang, semangka, melon, dan nenas. pembangunan pertanian yang berpijak pada
Buah unggulan Kabupaten Tabanan terdiri atas efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif
6 spesies, yaitu rambutan, durian, semangka, dan kompetetif agar bisa memenuhi
sawo, pepaya, dan pisang, sedangkan buah permintaan pasar.
3 I Nyoman Rai, Gede Wijana, I Putu Sudana, I Wayan Wiraatmaja, C. G. A. Semarajaya, dan Ni Komang Alit
J. Hort. Indonesia 7(1): 31-39. April 2016.
Isserman, A.M. 1977. The Location Quotient salak Gula Pasir sebagai upaya
approach to estimating regional mengatasi kegagalan Fruit-Set. J.
economic impacts. J. the American Hortikultura. 20(3): 216-222.
Planning Association. 43(1): 33-41.
Routray, J.K., S.H.P. Malkanthi. 2011.
Kidd, J. 2011. Hospitality on the farm: the Agritourism development: the case of
development of a systems model of Sri Lanka. Asean J. Hospitality and
farm tourism. Asean J. Hospitality and Tourism. 10(1): 3-15.
Tourism. 10(1): 17-25.
Sakhidin, S., R. Suparto. 2011. Kandungan
Mace, G.M., R. Lande. 1991. Assessing giberelin, kinetin, dan asam absisat pada
extinction threats: toward a re- tanaman durian yang diberi
evaluation of IUCN threatened species Paklobutrazol dan Etepon. J. Hort.
categories. Conservation Biology. 5: Indonesia. 2(1): 21-26.
148-157.
Sudana, I.P., N.P.E. Mahadewi. 2015.
Miller, M.M., J.L. Gibson, G.N. Wright. 1991. Pelatihan mengkemas paket agrowisata
Location Quotient: basic tools for bagi anggota kelompok tani di Desa
economic development studies. Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten
Economic Gianyar. Udayana Mengabdi. 14(1):
Development Review. 9(2): 65- 42-
68. 45.
Milner-Gulland, E.J. 1992. The Development Sumiyati, L. Sutiarso, I.W. Windia, P. Sudira.
of new criteria for listing species on the 2011. Aplikasi analytical hierarchy
IUCN (International Union for the process (AHP) untuk penentuan
Conservation of Nature and Natural strategi pengembangan subak.
Resources) Red List. Species. 19: 16-22. Agritech. 31(2): 138-145.
Nurisjah, S. 2001. Pengembangan kawasan Suyastri, N.M.Y.P. 2012. Pemberdayaan
wisata agro (Agrotourism). Buletin subak melalui “Green Tourism”
Tanaman dan Lanskap Indonesia. 4(2): mendukung keberlanjutan pembangunan
20-23. pertanian di Bali. Jurnal SEPA (Sosial
Ekonomi Pertanian dan Agribisnis).
Poerwanto, R., D. Effendi, S.S. Harjadi. 1997. 8(2): 168-173.
Pengaturan pembungaan mangga
Gadung 21 di luar musim dengan Swamy, J.S. 2012. Flowering manipulation in
paklobutrazol dan zat pemecah manggo. J. Today’s Biological
domansi. Hayati. 4(2): 41-46. Sciences: Research and Review. 1(1):
122-127.
Prayogi, A., H.K. Yuni. 2013. Pengembangan
aktifitas pertanian sebagai alternatif Windia, W., M. Wirartha, K. Suamba, M.
pengembangan wisata di Bali. J. Sarjana. 2011. Model pengembangan
Perhotelan dan Pariwisata. 3(2): 57-68. agrowisata berbasis subak di Bali. J.
Socio-economic of Agriculture and
Rai, I.N., C.G.A Semarajaya, I.W. Agribusiness. 11(1): 81-86.
Wiraatmaja.
2010. Studi fenofisiologi pembungaan