Anda di halaman 1dari 18

“Reformasi Birokrasi Program Kemenkes dalam Upaya

Pemberantasan Korupsi”

EMILLIA MULTIATI
PO7124322004

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PROGRAM STUDI S.Tr.KEBIDANAN

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi

tugas individu untuk mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan

banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat

terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis

penulisan maupun pada isi materi, mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Untuk itu, diharapkan saran, masukan, maupun kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan

dan kesempurnaan makalah ini.

Palu, 5 juli 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................2

C. Tujuan.....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Reformasi Birokrasi ...................................................................................3

B. Teori Pemberantasan Korupsi .....................................................................................4

C. Faktor sukses yang perlu diperhatikan ........................................................................5

D. Rumusan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi........................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................14

B. Saran ............................................................................................................................14

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan

perubahan mendasar terhadap sistem penyelanggaraan pemerintah dan menjadi salah satu

ukuran keberhasilan pelaksanaan tata kelola manajemen. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sudah memasuki periode ke tiga yaitu tahun 2020-

2024. Hasil Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tahun 2021

menunjukkan nilai Reformasi Birokrasi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

sebesar 35.16, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2020 yakni sebesar 34.21 dengan

peningkatan sebesar 2.8%. Hasil penilaian pada aspek pemenuhan dan reform pada tahun

2020 menunjukkan perlu peningkatan capaian pada area Penataan Sistem Manajemen SDM

dan Penguatan akuntabilitas (Zamrodah, 2020)

Semangat reformasi setelah masa orde baru merupakan dasar dari pelaksanaan

reformasi birokrasi sampai saat ini. Tekanan dari masyarakat terutama para pelaku bisnis

terhadap pemerintah, memaksanya mengeluarkan berbagai peraturan sejak pertengahan

tahun 1980-an yang populer dengan sebutan deregulasi dan debirokratisasi. Sejak saat itu

berbagai perubahan terus berlangsung hingga akhirnya membawa perubahan politik yang

sangat besar yang dikenal sebagai reformasi.

Birokrasi dan korupsi merupakan dua hal yang erat kaitannya terutama dalam

pelaksanaan tugas para birokrat. Seperti paparan yang sebelumnya, dalam menjalankan

tugasnya, birokrasi yang ada saat ini cenderung kurang efektif dan efisien. Birokrasi di

Indonesia pada umumnya “gendut” terlalu banyak pegawai yang menyebabkan lambannya

dalam menjalankan tugas. Ada istilah lama untuk menyebut prinsip birokrasi “Kalau bisa

1
lama, kenapa dipercepat. Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Kalau bisa mahal,

kenapa dipermurah”(Ahmad, 2017)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana reformasi birokrasi program kemenkes dalam upaya pemberantasan

korupsi?

2. Apa saja faktor sukses penting yang perlu diperhatikan?

3. Bagaimana rumusan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui reformasi birokrasi program kemenkes dalam upaya pemberantasan

korupsi

2. Untuk mengetahui faktor sukses penting yang perlu diperhatikan

3. Untuk mengetahui rumusan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Reformasi Birokrasi

Reformasi berasal dari bahasa asing “reformation” (Inggris) atau reformatie

(Belanda). Kata dasar “reformation” berasal dari kata reform yang berarti membentuk

kembali. Reform berasal dari kata form yang berarti bentuk atau membentuk. Secara

teoritis, reformasi (Poltak dkk. 2011 : 25) adalah perubahan di mana perubahannya terbatas

sedangkan keluasan perubahannya melibatkan seluruh masyarakat. Sebagai perubahan yang

terbatas tetapi seluruh masyarakat terlibat, reformasi juga mengandung pengertian penataan

kembali bangunan masyarakat, termasuk cita-cita, lembaga- lembaga dan saluran yang

ditempuh dalam mencapai cita-cita. Reformasi memberi harapan terhadap pelayanan publik

yang lebih adil dan merata. Harapan demikian dihubungkan dengan menguatnya kontrol

masyarakat dan besarnya kontribusi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan

(Ahmad, 2017)

Menurut Miftah Thoha (2008), reformasi adalah suatu proses yang tidak bisa

diabaikan. Reformasi secara naluri harus dilakukan karena tatanan pemerintahan yang baik

pada suatu masa, dapat menjadi tidak sesuai lagi karena perkembangan jaman. Reformasi

birokrasi yang mendasar semestinya memberikan perspektif rancangan besar yang akan

dilakukan. Perbaikan di satu bidang harus menunjukkan kaitannya dengan bidang yang

lain. Apalagi dengan menganut sistem pemerintahan yang demokratis, maka setiap

kebijakan publik harus mengakomodasi setiap kebutuhan rakyat. Miftah menegaskan,

pemimpin daerah seharusnya mengenal warganya secara baik, sehingga pelayanan publik

tidak lagi berorientasi pada kepentingan penguasa, tetapi lebih kepada kepentingan publik.

Antrean panjang dalam memperoleh bantuan, padahal sudah ditimpa bencana, masih

dipersulit dengan birokrasi yang panjang, adalah contoh bahwa pelayanan publik belum
3
berorientasi pada kepentingan publik. Kelemahan lain birokrasi di Indonesia antara lain

karena banyak kegiatan yang tidak perlu dilakukan, tetapi tetap dipaksakan untuk

dijalankan oleh pemerintah.

Birokrasi pemerintah harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan

yang baik dan profesional. Birokrasi harus sepenuhnya mengabdi pada kepentingan rakyat

dan bekerja untuk memberikan pelayanan prima, transparan, akuntabel, dan bebas dari

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Semangat inilah yang mendasari

pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah di Indonesia.

Pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah harus mampu mendorong perbaikan dan

peningkatan kinerja birokrasi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kinerja akan

meningkat apabila ada motivasi yang kuat secara keseluruhan, baik di pusat maupun di

daerah. Motivasi akan muncul jika setiap program/kegiatan yang dilaksanakan

menghasilkan keluaran (output), nilai tambah (value added), hasil (outcome), dan manfaat

(benefit) yang lebih baik dari tahun ke tahun, disertai dengan sistem reward dan

punishment yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan (Justianan et al., 2015)

B. Teori Pemberantasan Korupsi

Dampak korupsi di bidang kesehatan, antara lain tingginya biaya kesehatan,

tingginya angka kematian ibu hamil dan ibu menyusui, tingkat kesehatan masih buruk, dan

lain-lain. Dampak Masif Korupsi terhadap Kesehatan sangatlah berpangaruh pada angka

kasus kejadian penyakit di Indonesia (Zamrodah, 2020)

Wacana yang mempengaruhi cara berpikir dalam upaya mengurangi korupsi di

Indonesia kebanyakan masih terfokus pada pemberantasan korupsi. Memang harus diakui

bahwa dalam situasi begitu akutnya persoalan korupsi, pemberantasan melalui pendekatan

hukum memang harus senantiasa dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi para

koruptor. Tetapi perlu diingat bahwa upaya untuk menangkal korupsi yang akan bertahan

dalam waktu yang lama adalah pencegahan secara sistematis. Untuk menangkal korupsi
4
secara umum ada tiga pendekatan yang harus dilakukan, yaitu : 1) cara sistemik-struktural

yang biasanya dilakukan dengan peningkatan pengawasan dan menyempurnakan sistem

manajemen publik. 2) cara abolisionistik yang dilakukan dengan penegakan hukuman dan

memberi sanksi kepada koruptor seberat-beratnya, dan 3) cara moralistik yang dilakukan

dengan memperhatikan faktor moral manusia.

Korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Pertama karena

melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi lebih utama dibanding

kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang

melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang.

Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas publik. Birokrasi

pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik

pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan

kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama, dalam pengertian

sederhana, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan

pribadi. Karena itu korupsi dipahami dalam konteks perilaku pejabat-pejabat sektor publik -

politisi, pegawai negeri yang memakai kekuasaan dan wewenang sosial untuk memperkaya

diri, atau bersama orang-orang yang dekat dengan mereka (Ahmad, 2017)

C. Faktor sukses yang perlu diperhatikan

Arti good dalam good governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.

Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang

dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian,

pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari

pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan

tersebut

OCED dan World Bank mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan

manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab, sejalan dengan demokrasi dan
5
pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan

korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta

penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan

(Ahmad, 2017)

1.Prinsip Good Governance

Agus Dwiyanto (2008:102) menjelaskan beberapa prinsip yang harus diterapkan demi

terwujudnya good governance, dalam hal ini penulis menggunakan tiga prinsip utama

good governance, yaitu:

a. Transparansi

Konsep transparansi menunjuk pada suatu keadaan dimana segala

aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat

diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan.

Karena itu, setidaknya ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

transparansi pelayanan publik. Indikator pertama adalah mengukur tingkat

keterbukaan proses penyelenggaran pelayanan publik. Indikator kedua dari

transparansi menunjukpada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan

dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain. Dan yang ketiga adalah

kemudahan untuk memperoeh informasi mengenai berbagai aspek

penyelenggaraan pelayanan publik

b. Partisipasi

Dalam hal pelayanan publik, prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan

good governance ini juga sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di

dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan cara melihat masyarakat tidak

hanya sebagai pelanggan (costumer) melainkan sebagai warga Negara yang

memiliki Negara dan sekaligus pemerintahan yang ada di dalamnya (owner).


6
Pergeseran paradigma ini mengisyaratkan bahwa masyarakat sejak awal harus

dilibatkan dalam merumuskan berbagai hal yang menyangkut pelayanan publik,

misalnya mengenai jenis pelayanan publik yang mereka butuh kan, cara terbaik

untuk menyelenggarakan pelayanan publik, mekanisme untuk mengawasi proses

pelayanan, dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme untuk mengevaluasi

pelayanan.

c. Akuntabilitas

Untuk menciptakan good governance yang salah satunya ditunjukkan

dengan sistem pelayanan birokrasi pemerintah yang akuntabel, kesadaran diantara

pegawai pemerintah mengenai pentingnya mengubah citra pelayanan publik sangat

diperlukan. Akuntabilitas (accountability) adalah suatu derajat yang menunjukkan

besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik

yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah (Ahmad, 2017)

Kemudian, beberapa prinsip dalam melaksanakan reformasi birokrasi dapat

dikemukakan sebagai berikut:

a. Outcomes oriented

Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan

reformasi birokrasi harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang mengarah pada

peningkatan kualitas kelembagaan, tata laksana, peraturan perundang-undangan,

manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik,

perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur. Kondisi ini

diharapkan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan membawa

pemerintahan Indonesia menuju pada pemerintahan kelas dunia.

b. Terukur

Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented

7
harus dilakukan secara terukur dan jelas target serta waktu pencapaiannya.

c. Efisien

Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented

harus memperhatikan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien dan

profesional.

d. Efektif

Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target

pencapaian sasaran reformasi birokrasi.

8
e. Realistik

Outputs dan outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program ditentukan

secara realistik dan dapat dicapai secara optimal.

f. Sinergi

Pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan secara sinergi. Satu tahapan

kegiatan harus memberikan dampak positif bagi tahapan kegiatan lainnya, satu

program harus memberikan dampak positif bagi program lainnya. Kegiatan yang

dilakukan satu instansi pemerintah harus memperhatikan keterkaitan dengan

kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah lainnya, dan harus menghindari

adanya tumpang tindih antar kegiatan di setiap instansi.

g. Inovatif

Reformasi birokrasi memberikan ruang gerak yang luas bagi K/L dan Pemda

untuk melakukan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,

pertukaran pengetahuan, dan best practices untuk menghasilkan kinerja yang

lebih baik.

h. Kepatuhan

Reformasi birokrasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

i. Dimonitor

Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor secara melembaga untuk

memastikan semua tahapan dilalui dengan baik, target dicapai sesuai dengan

rencana, dan penyimpangan segera dapat diketahui dan dapat dilakukan

perbaikan.

9
D. Rumusan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Beranjak dari upaya seluruh elemen bangsa dalam pemberantasan korupsi di

Indonesia, strategi dengan komposisi dan porsi yang pas dan selaras dengan undang-

undang serta peraturan yang berlaku, tentu sangat diperlukan untuk mencabut tuntas dan

membunuh penyakit korupsi yang berurat akar di negeri ini. Mencegah korupsi adalah

suatu pekerjaan yang berat untuk dilakukan. Pekerjaan memberantas korupsi harus

dilakukan secara bersama-sama dan membutuhkan komitmen nyata dari pimpinan

tertinggi. Selain itu, strategi pencegahan korupsi diperlukan, agar bahaya korupsi dapat

ditanggulangi dan celahnya dapat ditutup (Kementerian Kesehatan RI, 2018)

Adapun dalam pemberantasan korupsi terdapat tiga strategi yaitu strategi represif,

strategi perbaikan sistem, dan strategi edukasi dan kampanye.

1. Strategi Represif

Strategi Represif adalah upaya penindakan hukum untuk menyeret koruptor ke

pengadilan. Hampir sebagian besar kasus korupsi terungkap berkat adanya

pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat merupakan salah satu sumber

informasi yang sangat penting untuk diteruskan oleh KPK. Dalam strategi represif

terdapat lima tahap represif yaitu:

a. Tahap 1

Penanganan laporan pengaduanmasyarakat (KPK melakukan proses verifikasi

dan penelaahan).

b. Tahap 2

Penyelidikan: Apabila penyelidik menemukan bukti permulaan yang cukup

mengenai dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat tujuh hari

kerja penyidik melaporkan ke KPK.

c. Tahap 3

10
Penyidikan: Dalam tahap penyidikan seorang yang ditetapkan tersangka

tindak pidana korupsi wajib memberikan keterangan kepada penyidik.

d. Tahap 4

Penuntutan: Dalam tahap penuntutan, penuntut umum melimpahkan kasus ke

pengadilan Tipikor disertai berkas perkara dan surat dakwaan. Dengan

pelimpahan ini, kewenangan penahanan secara yuridis beralih kepada hakim

yang menangani

e. Tahap 5

Eksekusi: Eksekusi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan

oleh jaksa. Untuk itu panitera mengirimkan salinan putusan kepada jaksa.

Dalam memahami upaya represif ini ada beberapa istilah status yang penting

dipahami, yaitu sebagai berikut:

a) Saksi. Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang

ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri

b) Tersangka. Seseorang yang karena perbuatannya atau

keadaannyaberdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku

tindak pidana

c) Terdakwa. Seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di

sidang pengadilan

d) Terpidana. Seseorang yang dipidana berdasarkan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Setiap strategi atau sistem pasti memiliki kekurangan, sama halnya dengan

strategi represif ini yang memiliki beberapa keterbatasan seperti: sanksi pidana

merupakan sanksi yang paling tajam dalam bidang hukum sehingga harus digunakan

11
sebagai ultimatum remedium, secara operasional menuntut biaya tinggi, mengandung

efek negatif misalnya overload di lembaga pemasyarakatan, penggunaan hukum pidana

tidak menghilangkan kausa karena tidak menangani sebab-sebab terjadinya kejahatan

korupsi yang dianggap sangat kompleks, hanya merupakan sebagian kecil dari kontrol

sosial, sistem pemidanaan hanya individual dan fragmental tidak bersifat struktural atau

fungsional, dan efektivitas hukuman pidan tergantung pada banyak faktor dan masih

sering menjadi perdebatan (Rahman, 2022)

2. Strategi Perbaikan Sistem

Perbaikan sistem yang baik untuk meminimalisir tindak pidana korupsi.

Banyak sistem yang diterapkan di Indonesia memberikan peluang tindak pidana

korupsi.Sistem yang baik dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi.

Maka diperlukan sistem yangmampu mendorong transparansi penyelenggaraan

negara, seperti yang dilakukan KPK menerima Laporan harta Kekayaan

Penyelenggara Negara (LHKPN) dan juga Gratifikasi, memberikan rekomendasi

kepada kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan langkah –langkah

perbaikan, dan emodernisasi pelayanan publik dengan online dan sistem pengawasan

yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.

3. Strategi Edukasi dan Kampanye

Strategi Edukasi dan Kampanye adalah strategi pembelajaran pendidikan

antikorupsi dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak

korupsi. Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi,

serta membangun perilaku dan budaya anti korupsi. Tidak hanya bagi mahasiswa

dan masyarakat umum namun juga anak usia dini dan sekolah dasar. Pemberantasan

korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindak pidana korupsi itu

sendiri. Dengan adanya persepsi yang sama, pemberantasan korupsi bisa dilakukan

12
secara tepat dan terarah. Agar pemberantasan berjalan lebih efektif, maka hendaknya

ketiga strategi harus dilakukan secara bersamaan (Zamrodah, 2020)

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan

perubahan mendasar terhadap sistem penyelanggaraan pemerintah dan menjadi salah

satu ukuran keberhasilan pelaksanaan tata kelola manajemen. Birokrasi dan korupsi

merupakan dua hal yang erat kaitannya terutama dalam pelaksanaan tugas para birokrat.

Arti good dalam good governance mengandung dua pengertian sebagai berikut.

Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang

dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional),

kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional

dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai

tujuan tersebut, 3 prinsip dalam hal ini yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.

B. Saran

Mencegah korupsi adalah suatu pekerjaan yang berat untuk dilakukan Selain itu,

strategi pencegahan korupsi diperlukan, agar bahaya korupsi dapat ditanggulangi dan

celahnya dapat ditutup

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. M. (2017). Reformasi Birokrasi dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di


Kabupaten Batang. Universitas Diponegoro.
Justianan, S., Muslih, A., Iryanti, Kamelia, E., Sumarni, E., & Sugiarti, I. (2015). Buku Ajar
Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). In B. Trim (Ed.), Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan (pertama). Pusat pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan. http://www.pdpersi.co.id/pusdiknakes/
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Rencana Aksi Kegiatan 2017-2020. In Direktorat
P2MJKN (Pertama). Kemenkes RI.
Rahman, H. (2022). Reformasi Birokrasi: Korupsi Dalam Birokrasi Indonesia. Jurnal Ilmiah
Administrasi Pemerintahan Daerah, 14(1), 135–161.
https://ejournal.ipdn.ac.id/JAPD/article/view/2735%0Ahttps://ejournal.ipdn.ac.id/
JAPD/article/view/2735/1367
Zamrodah, Y. (2020). Pendidikan Budaya Antikorupsi (Pertama). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
http://vilep-poltekes.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2021/03/PBAK_final.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai