Anda di halaman 1dari 10

Karakteristik Daerah, Keruangan, dan Interaksi Antarruang dalam Lingkup

NKRI

(Mata Pelajaran IPS dan PKN Kelas VII)

TUGAS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Nilai Semester 1

SMPIT Al Irsyad Al Islamiyyah Karawang

Oleh

Jasmine Athalla Anindia Lesmana

7 Makkah

Karawang

2020/1441 H
A. Melakukana pendataan dalam lingkup keluarga yang berasa dari berbagai daerah.

Data yang terdapat pada table dibawah adalah data yang diambil dari data kelurga dan
kerabat yang saya kenal dan melalui wawancara yang saya lakukan kepada ayah, bunda
dan nenek, data tersebut benar adanya sesuai dengan daerah asal.

Data Keluarga

No Nama Asal Daerah Hubungan

1. Mas Yusup Setia L Karawang Ayah

2. Susi Sumarni Bandung Ibu

3. M. Zidan Athalla Bandung Kakak

4. Ferry Supriatna Bandung Om

5. Nelia Bandung Bibi

6. Agus Hexa Graha Bandung Uwa/ Bude

7. Neni Rosmayani Bandung Bibi

8. Dzaki Hexa Graha Bandung Sepupu

9. Tabina Rupa Luneta Bandung Sepupu

10. Euis Hunaenah Bandung Nenek

11. Erma Saputra Bandung Kakek

12. Tyaga Rafan K Bandung Sepupu

13. Kinza Almeera Karawang Keponakan

B. Karakteristik Daerah
(Amatilah daerah sekitarmu, atau daerah dari data yang telah diperoleh kalian,
bagaimana karakteristik daerah tersebut?, Bahasa yang digunaka ? pakain adatnya dan
alat tradisional dan seni budaya yang terdapat di daerah tersebut? hal apa saja yang bias
dikembangkan dari daerah tersebut dalam kesatuan NKRI, termasusk pada suku apa?,
seperti pariwisata, pendidikan dan makanan tradisional dll)
Nama daerah
Karawang
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………
Bahasa yang digunakan
Sunda
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
…….
Suku daerah
Sunda
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………..
Kebudayaan (pakaian adat, alat tradisional, seni budaya yang terdapat di daerah
tersebut)
Kebaya,Jaipong
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………..
Sumber daya Alam
Pertanian dan Perikanan
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
……….
Mata Pencaharian
Bertani dan nelayan
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………
Agama dan Kepercayaan
Islam
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
………..
Pariwisata yang terdapat di … / pariwisata yang dapat di kembangkan
Curug Loji
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………..

Contoh
Dari data yang terdapat pada tabel di atas saya menentukan 5 daerah yang akan saya
teliti karakteristik daerah-darerahnya, dianteranya adalah daerah Cianjur, daerah Garut,
daerah Sukabumi, Daerah Cirebon dan daerah Maluku Tenggara Barat.
Berikut saya jelaskan dari daerah-daerah yang sudah saya pilih :
A. Cianjur
Cianjur termasuk pada daerah Jawa Barat, Cianjur termasuk daerah dataran tinggi
karena masih banyak pegunungan dan tentunya udaranya cukup dingin,Cianjur
termasuk pada suku sunda atau tataran Pasunda sehingga bahasa yang digunakan oleh
orang setempat adalah bahasa sunda, keseharian dari masyarakatnya adalah petani
(kebun dan sawah). Agama yang di anut oleh masyarakat adalah 98% Agama Islam dan
sisanya non Islam.
Sebagian besar wilayah Cianjur adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan
berupa dataran rendah yang sempit. Lahan-lahan
pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan merupakan sumber
kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan
kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian.
Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia
Kabupaten Cianjur sudah terkenal dengan budaya 3M (Maos, Mamaos, Maenpo) yang
menjadi ciri Kabupaten Cianjur
1. Ngaos

Cianjur sudah lama dikenal sebagai salah satu kota santri. Dan  salah satu tradisi yang
sangat melekat dalam diri masyarakat Cianjur adalah budaya Ngaos. Ngaos adalah
tradisi masyarakat yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang
lekat dengan keberagamaan. Ngaos bandungan adalah suatu bentuk mengaji saat santri
yang membaca isi Al-Quran dengan didampingi seorang ustadz yang sewaktu-waktu
membetulkan bacaan santri apabila sang santri salah dalam bacaannya serta memberi
tafsiran apabila memang diperlukan.
Tugu Al-Quran
2. Mamaos

Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca),
degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu mamaos yang diambil
dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu
Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau.
Tugu Mamaos

3. Maenpo

Dikenal juga dengan istilah pencak silat adalah suatu kesenian beladiri yang
menggambarkan keterampilan dan ketangguhan . Maenpo sendiri secara bahasa terdiri
dari dua kata yaitu maen dan po. Maen berarti melakukan sesuatu
sementara po berasal dari istilah China untuk memukul. Maka maenpo artinya
melakukan sesuatu dengan memukul.
4. Tatanen

Tatanen atau bercocok tanam ini dinilai sangat relevan dengan masyarakat Cianjur yang
terkenal dengan beras Pandanwangi. Tatanen menjadi suatu ciri khas masyarakat
Cianjur karena mayoritas masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani
terutama padi untuk diolah menjadi beras Pandanwangi.
Kampung Budaya Pandanwangi Warungkondang, Cianjur
B. Maluku Tenggara Barat
Maluku tenggara barat adalah daerah timur Indonesia, zona waktu yang digunakan di
Maluku WIT yaitu waktu Indonesia bagian timur, sehinga 2 jam lebih cepat dari waktu
Indonesia bagian barat, Maluku tenggara barat adalah daerah kepulauan karena dari
desa satu kedesa lain atau kecapatan satu ke kecamatan lain dibagi menjadi beberapa
pulau. Aktivitas sehari-hari merka adalah nelayan dan trasnportasi yang digunakan
sebagian besar yaitu trasnportasi laut seperti kapal, perahu atau motor laut. Agama
pada masyarakat Malutu Tenggara Barat 90% adalah agama Kristen dan Katholik dan
sisanya adalah agama Islam.
Bahasa Suku Tanimbar
Untuk bahasanya sendiri yang dipakai oleh masyarakat ini ialah bahasa Fordata yang
amat terpengaruh oleh bahasa Kei. Sebagian dari mereka menggunakan bahasa
Yamdena, terutama yang mendiami daerah bagian timur Pulau Yamdena dan Pulau
Selaru, bahasa ini dianggap masih sekerabat dengan bahasa Tetun di Pulau Timor “Timor
Leste”.
Mata Pencaharian Suku Tanimbar
Mata pencaharian masyarakat ini ialah berladang dan menangkap ikan, tanaman
pokoknya ialah ubi jalar, ubi kayu, jagung dan sedikit padi. Protein hewani mereka
peroleh dari hasil tangkapan ikan dan binatang laut lainnya.
Sistem Kekerabatan Suku Tanimbar
Orang Tanimbar menganut sistem kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan ayah
“patrilineal”, keluarga intinya disebut tabil dalam, namun mereka lebih suka
mengelompok dalam kesatuan keluarga batih patrilineal yang disebut das dalam.
Hubungan kekerabatan dibedakan atas awai merwan “saudara dekat” dan awai babar
“saudara jauh”. Secara umum garis kekerabatan yang partilineal itu mereka sebuat
tojame matan. Kelompok kerabat yang merupakan ketrunan orang yang mula-mula
mendiami daerah ini disebut mele, dan sering disebut tuan tanah. Sedangkan orang-
orang yang datang kemudian disebut famudi. Golongan mele dianggap mempunyai
kedudukan sosial yang lebih tinggi sehingga mereka hanya boleh kawin dengan sesama
golongan mele.
Agama dan Kepercayaan Asli Suku Tanimbar
Kepercayaan asli orang Tanimbar ialah memuha tokoh Pencipta Pertama yang mereka
sebut Limnditi Fenreu “matahari dan bulan” dan pemujaan kepada roh-roh nenek
moyang, serta kepercayaan kepada adanya roh-roh alam dan kekuatan adikodrati yang
merusak atau melindungi kehidupan manusia. Kemampuan mempengaruhi kekuatan
magis untuk kepentingan tertentu disebut perbuatan suanggi.
Kebudayaan Suku Tanimbar
 Berkenalan dengan Duan & Lolat
Duan dan Lolat merupakan status sosial yang berasal dari hubungan perkawinan, dan
perkawinan merupakan dasar untuk menentukan status sosial Duan dan Lolat. Dalam
perkawinan, pihak yang memberikan anak perempuan pada gilirannya akan menjadi Duan,
sedangkan pihak yang menerima anak perempuan akan menjadi Lolat. Setelah menikah
pihak keluarga perempuan menjadi Duan sedangkan pihak keluarga laki-laki, yaitu
keturunan dari pasangan yang menikah menjadi Lolat dari pihak keluarga perempuan.

Tidak hanya terbatas dalam konteks perkawinan, Duan-Lolat telah menjadi pola relasi sosial
yang terbangun dalam kehidupan sosial masyarakat Tanimbar. Pola relasi sosial yang lahir
dari budaya ini adalah pola yang hirarkis di mana ada perbedaan status antara Duan dan
Lolat. Duan dipandang sebagai pihak yang superior sedangkan Lolat adalah pihak yang
inferior.

Perbedaan status ini pada gilirannya memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan
masyarakat Tanimbar. Secara positif, perbedaan status tersebut menjadi sarana yang efektif
untuk menciptakan hubungan-hubungan interaksi sosial dan psikologis antara sesama serta
menjadi perekat dalam membina dan melestarikan kehidupan sosial antar warga
masyarakat. Hubungan Duan-Lolat memungkinkan orang-orang Tanimbar untuk
membangun persekutuan yang lebih luas di antara mereka.

Hubungan Duan-Lolat tidak hanya terbatas pada orang-orang yang tinggal dalam satu desa
saja atau pada satu pulau saja, tetapi juga mencakup orang-orang pada desa-desa dan
pulau-pulau lainnya. Dalam frame yang lebih besar, hal ini berarti bahwa semua orang, yang
berkembang secara kuantitas melalui proses perkawinan adalah sama-sama terhisap dalam
relasi Duan-lolat.

Sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat Tanimbar berdasarkan hubungan


patrilineal. Kesatuan kekerabatan yang ada dalam masyarakat Tanimbar yaitu: keluarga
inti, Famili, Das Matan (marga), Suan (soa) dan Desa. Keluarga inti yaitu kesatuan dari bapak
dan ibu beserta anak-anak. Kesatuan dalam masyarakat Tanimbar selain bersifat patrilineal,
ada kesatuan yang lebih besar yang bersifat bilateral, yaitu famili. Famili merupakan
kesatuan kekerabatan disekeliling individu, yang terdiri dari warga-warga yang masih hidup
dari mata rumah asli, yaitu semua keturunan dari keempat nenek moyang. Das
Matan (marga) yaitu suatu kelompok kekerabatan yng bersifat patrilineal. Marga terbentuk
dari keluarga-keluarga yang bergabung menjadi satu kelompok yang memiliki hubungan
kedekatan kekeluargaan. Marga  merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang
belum kawin dan isteri dari laki-laki yang telah kawin[3]. Suan (Soa) merupakan gabungan
dari beberapa marga. Marga-marga bergabung menjadi satu kelompok dalam sistem
kekerabatan yaitu Suan (Soa). Desa adalah gabungan dari Suan (soa). Suan-suan  (soa-soa)
sepakat untuk bergabung dan membantuk satu kelompok dan hidup bersama sehingga
membentuk desa.
Seorang Duan dihargai oleh Lolatnya, oleh karena jasanya terhadap Lolat. Seorang Duan
bertanggungjawab penuh terhadap kehidupan Lolatnya. Apapun yang terjadi dalam
kehidupan Lolat menjadi tanggungjawab Duan. Misalnya ketika seorang Lolat akan menikah,
atau ketika ia sedang mengalami masalah dalam kehidupannya, maka Duannya akan
menebus segala beban “harta” yang ditimpakan atas Lolatnya, baik untuk pernikahan
maupun persoalan seperti perkelahian atau pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum adat.
Seorang Lolat, hanya perlu datang kepada Duannya untuk menyampaikan maksud atau
masalahnya dengan membawa sebotol “sopi”. Karena itulah, seorang Duan kemudian
dipandang dan dipercaya sebagai penyelamat dan penebus sedangkan Lolat adalah orang
yang diselamatkan atau ditebus.

Dalam relasi Duan-Lolat, masyarakat Tanimbar meyakini bahwa pembangkangan atau


pemberontakan seorang Lolat terhadap Duannya akan mendatangkan kutuk bagi sang Lolat.
Pihak Duan sebagai pihak perempuan adalah sumber kehidupan bagi Lolat. Amarah dari
sang Duan diyakini akan mendatangkan musibah kepada sang Lolat dan keturunannya,
seperti sakit, susah untuk melahirkan, anak mengalami cacat pada saat dilahirkan oleh
ibunya, dan bahkan bisa sampai meninggal dunia.

Dalam konteks ini, pihak Duan juga berperan dalam urusan religius yaitu untuk
mempersembahkan korban kepada para leluhur, maka pemberian kain atau pakaian dari
Duan kepada Lolatnya kemudian berarti bahwa pihak kehidupan Lolatnya itu tidak hanya
mendapatkan perlindungan dari Duannya itu, tetapi juga dari para leluhur sehingga
menjamin kehidupan yang berkembang di pihak Lolat. Sebaliknya, dengan memberikan sopi
kepada Duannya maka seorang Lolat sedang mengharapkan perlindungan tidak hanya dari
Duannya, tetapi juga dari para leluhur sehingga menjamin pertumbuhan dan perkembangan
di pihaknya.

Dalam konteks masyarakat Tanimbar, orang mengenal sosok ilahi yang disebut
sebagai Ubilaa yang dipahami sebagai realitas tertinggi. Kata Ubilaaberasal dari
kata Ubu yang berarti leluhur maupun cucu (baik laki-laki maupun perempuan) dan
kata Ilaa yang berarti besar, agung. Penggunaan kata Ubu yang bisa berarti leluhur maupun
cucu ini merefleksikan relasi asal-usul kehidupan yaitu bahwa anak-cucu, orang-orang
Tanimbar, berasal dari Ubilaa, yaitu leluhur agung. Selain disebut sebagai Ubilaa, realitas
tertinggi itu disebut juga sebagai Duadilaa. Penggunaan istilahDuadilaa ini berkaitan erat
dengan budaya Duan-Lolat, dan karena itu, sekali lagi, merefleksikan relasi asal-usul
kehidupan, yaitu bahwa semua orang Tanimbar berasal dari Duadilaa.

Ubilaa/Duadilaa adalah leluhur pertama yang darinya semua orang Tanimbar berasal.


Dalam tatanan hierarkis Duan-Lolat, Ubilaa atau Duadilaa berada pada puncak tatanan
hierarkis itu. Dalam perkembangan kemudian, sangat mungkin ketika orang-orang Tanimbar
telah menjadi Kristen, kata Ubilaa/Duadilaa digunakan untuk menyebut Allah. Dengan
menyebut Allah sebagai Ubilaa/Duadilaa, maka orang-orang Tanimbar kemudian
memahami bahwa Allah adalah Leluhur Pertama atau Leluhur Agung yang dari-Nya semua
orang Tanimbar memperoleh kehidupan yang sekarang. Jadi, bagi orang-orang Tanimbar,
dalam konteks budaya Duan-Lolat, Allah adalah Leluhur Agung. Karena Allah
sebagai Ubilaa/Duadilaa adalah sumber kehidupan pertama bagi semua orang Tanimbar,
maka Allah adalah Allah yang universal bagi semua orang Tanimbar apapun marga, desa,
maupun agamanya.

Berkaitan dengan tatanan Duan-Lolat yang bersifat hierarkis maka Allah


sebagai Ubilaa/Duadilaa berada pada puncak tatanan hierarkis tersebut. Karena Allah
sebagai Ubilaa/Duadilaa berada pada puncak tatanan hierarkis Duan-Lolat dan semua orang
Tanimbar berasal darinya, maka pada dasarnya semua orang Tanimbar adalah setara, yaitu
mereka semua adalah Lolat dari Allah sebagai Ubilaa/Duadilaa. Dalam kaitan itu maka
hanya ada satu jenjang hierarkis, yaitu antara Allah sebagai Duadilaa dan manusia
(Tanimbar) sebagai Lolat. Dengan demikian maka pemahaman bahwa Allah
adalah Ubilaa/Duadilaa sekaligus mentransformasi tatanan hierarkis Duan-Lolat itu sendiri.

Pihak Duan, selain diakui sebagai sumber kehidupan bagi Lolatnya, ia juga berperan sebagai
pelindung dan perantara antara Lolat dan para leluhur. Dalam perannya sebagai pelindung
maka pihak Duan kemudian dipandang sebagai penebus dan penyelamat bagi Lolatnya, oleh
karena ia akan atau menebus atau menyelamatkan Lolatnya dari kesalahan yang dilakukan
oleh Lolatnya dalam kehidupan sosial masyarakat Tanimbar. Sedangkan para leluhur
merupakan sosok yang sangat penting oleh karena meskipun mereka telah meninggal,
mereka tetap diyakini memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan anak cucu dan
berperan sebagai perantara antara anak-cucu mereka dengan realitas tertinggi
(Ubilaa/Duadilaa).

Anda mungkin juga menyukai