Novelku Lost World
Novelku Lost World
Chapter 1
Namaku Lumieree!
Kota tersebut sangatlah indah dan permai bagai daun yang bermekaran di musim semi, segala
sesuatu nampak tersenyum disana, bahkan tak jarang burung melalui kilauan cahaya pagi dengan
mengeraskan kicauan mereka. Kota Exomorph, sebuah kota yang lumayan besar membentang berisikan
hijaunya tumbuhan dan menjulangnya gedung mewah, sebuah ironi yang seharusnya tidak saling
bertemu. Gunung-gunung bangunan pencakar langit menjulang hampir melewati awan, seolah tertawa
menyambut peradaban manusia yang baru-baru ini. Jalan-jalan tertumpah ruah menjadi satu dengan
semut manusia yang berhamburan mencari kehidupan, menantang dunia dan menginginkan kebahagiaan
supaya membuat hatinya terisi kembali. Itulah hakikat kehidupan kala itu, namun bukan hanya
kebahagiaan semata yang terlihat melainkan juga kesedihan. Banyak raga-raga rapuh berserakan di
pinggir jalan sembari bernyanyi melukis tawa orang lain, mereka sangat antusias ketika onggokan uang
itu berpindah ke dalam tabung bawaanya. Sebuah tabung yang mereka bilang sangat bermanfaat untuk
menyambung kehidupan, dimana orang dengan kasta atas sangat muak akan hal itu.
“Terima kasih anak” ucap seseorang berjanggut kusut saat menerima uang.
Sang pemberi uang tersebut lantas duduk disamping orang yang kelihatannya berusia 50 tahunan,
dilihatnya dengan rasa empati yang tinggi seolah tak ingin dunia menelantarkan sosok tua itu. Ia
menyodorkan makanan berupa nasi bakar yang diperolehnya di pasar kepada pengemis berjenggot
tersebut.
“Makanlah, aku tahu kau kelaparan. Disini sudah jarang yang peduli pada orang seperti bapak”
Tanpa menunggu lama, pengemis itu segera melahap apa yang ada di depannya. Alih-alih
memberikan ucapan terima kasih, sosok tua itu menanyakan sesuatu pada si empunya makanan tadi.
“Siapa namamu anak muda? Mengapa kau baik padaku, sedangkan aku tidak pernah mengenalmu”
Remaja itu segera membenarkan duduknya dan berbicara dengan sangat sopan seolah bertemu ayah
dan ibunya. Sembari menjawab pertanyaan lelaki tersebut ia menjulurkan tangannya seakan mau
bersalaman dengannya.
“Namaku Lumieree, aku tinggal di dekat sini. Aku memang tidak mengenal bapak, namun rasa iba
di hatiku memaksa untuk membantu dan memberikan makananku untukmu”
“Terima kasih anak muda, lantas dengan apa kau akan makan hari ini?”
Lumieree terdiam dan membenarkan perkataan orang tua tersebut, ia tidak memiliki stok makanan
di tempat tinggalnya. Lagi pula perutnya sudah berbunyi seakan konser tak terlihat, namun senyumannya
masih terlukis saat melihat sosok renta yang lebih membutuhkan makanan itu dari pada dia sendiri.
“Aku akan cari lagi, tidak usah dipikirkan. Yang penting bapak bisa makan dan tetap harus kuat
menjalani kehidupan ini” ucapnya sembari tersenyum.
Sosok renta itu tersenyum juga padanya, sebuah konflik singkat di masa kehidupan yang membuat
manusia mengerti keadaan orang lain itu baik menurut sosok Lumieree. Walau ia sendiri tak tahu
mengapa hal itu sangat mendominasi pemikirannya, namun setidaknya dirinya pernah merasakannya.
[Lumieree, sang remaja tanpa rasa]
Dunia ini begitu menyebalkan apabila tidak disyukuri dengan benar, semua orang pasti tahu akan
hal itu bahkan remaja seperti Lumieree sekalipun. Ia merasa hidupnya hampa tanpa adanya apapun yang
bisa membuatnya bahagia setidaknya walau sesaat. Ibu dan ayahnya pergi entah kemana sesaat ia lulus
dari sekolah tingkat menengah, membuat luka mendalam pada mental dan emosi miliknya. Sejak saat itu
dunia yang dilihatnya berubah, ia menjadi sendirian dan harus memenangkan konflik melawan kenyataan.
Untuk itulah ia terus menerus meyakinkan dirinya bahwa kenyataan saat ini harus ia kalahkan dengan
cara apapun. Lumieree tidak ingin terbebani dengan segala kesendirian yang ada di dalam hatinya. Ia
berusaha mencari kebahagiaan orang lain agar dapat menumbuhkan emosi yang telah terpuruk di dalam
dirinya.
Dikala sang surya tenggelam
Kusiramkan kepalaku penuh dengan fikiran
Candra telah bangkit dari tidurnya
Hamparkan harapan semu seperti biasa
Hai sepintas bahagia
Dapatkah aku menemukanmu?
(Poem: Malam Sunyi)
Malam telah berkunjung dan menetap di kota, memaksa Lumieree yang kala itu sehabis kerja shift
malam di sebuah Cafe harus pulang. Di perjalanan pulang ia bertemu dengan sesosok wanita berpakaian
terbuka bergandengan tangan dengan kekasihnya. Kedua insan tersebut baru saja masuk Cafe tempat
Lumieree bekerja, tak heran jika keduanya membawa cup minuman yang paling terkenal dari tempat
kerjaannya tersebut, yakni sebuah menu bernama “Coffe Latte”.
Lumieree berjalan melewati semua kebersamaan yang pernah dilihatnya, banyak jiwa-jiwa manusia
yang ingin berharap sama namun terpisahkan oleh takdir. Adapun kekasih itu adalah sebuah
keberuntungan yang diturunkan Tuhan pada makhluk-Nya, itu menurut anggapan Lumieree. Tidak semua
hal harus sama persis dengan yang ingin kau lihat, namun pastikan yang kamu rasakan haruslah lebih dari
yang kamu lihat. Di tengah keramaian dan kebersamaan manusia, Lumieree bergumam dalam pikirannya.
Hai namaku Lumieree, aku dulu pernah tinggal bersama kedua orang tuaku di kota ini, dulu sekali
mereka selalu menyayangiku setiap hari bahkan setiap detik. Kasih sayang mereka yang melekat dalam
diriku membuatku selalu semangat menjalani hidup ini. Walau masih kecil, namaku sudah terpampang di
leaderboard murid terpintar pada saat sekolah dasar, itu adalah kebahagiaan keduaku setelah kasih
sayang orang tuaku. Namun sekarang harapanku satu-persatu mulai menghilang yang mana membuatku
hampir tidak mempercayai proses itu. Ibuku menghilang saat aku menginjak kelas menengah, ayahku
juga sama. Belakangan ini kutahu mereka saling pergi dari hidupku dan membiarkanku sendirian,
ditemani sepi dan dihempaskan realita berkali-kali. Ayah menikah lagi dengan wanita cantik di kota lain,
kabarnya itu adalah pengalihan isu dari tanggung jawabnya mengasuhku. Adapun ibu, ia tak pernah
kembali di sisiku yang membuatku selalu mengkhawatirkan keberadaanya. Pupus sudah harapanku, aku
tak memiliki orang lagi untuk bisa menjadi sandaran ketika aku lelah dan terjatuh. Mungkin ini hukuman
untukku dari sang kenyataan, atau takdirku. Semua orang bisa bahagia dengan lainnya, tetapi aku
tetaplah aku. Lumieree tidak membutuhkan kasih sayang untuk terus menantang dunia....ayah. Lumieree
tidak membutuhkan kesetiaan untuk menggulingkan kenyataan....ibu. Aku harus kuat menjalani semua ini
dan mati dengan tenang. Manusia yang berdampingan satu sama lain, mengisi hati sesamanya dan
selalu menyemangati hidup satu sama lain....apakah mereka itu lemah? Setidaknya beritahu aku satu
pertanyaan yang paling sulit kujawab, bahkan oleh anakmu yang pintar ini...ayah...ibu...
Dalam gelapnya malam, kota Exomorph bak lautan cahaya menyinari perbukitan dan seluruh jalan-
jalan yang terbentang. Cafetaria Lumieree sendiri berada di seberang kota berbatasan dengan kota
Xerucio, sebuah kota yang dipenuhi para Hakka dan terdapat sebuah akademi khusus perguruan elemen
yakni akademi Tesshou.
Dulu...dulu sekali aku pernah diberitahu ayahku bahwa para Hakka sangatlah kuat, mereka
keturunan para leluhur di tanah ini. Adapun rival sekaligus teman mereka yakni para akademi Tesshou
merupakan cikal bakal para elementalist di tanah Xerucio. Mereka mengambil energi alam dan
menggunakannya untuk melindungi dirinya. Kabarnya dua faksi di kota seberang itulah yang kini saling
memperebutkan serbuk kuno yang sangat berkhasiat, namanya Kyozou. Serbuk yang hanya bisa
diperoleh dari keturunan para leluhur. Kekuatannya sangat luar biasa. Namun ayah juga menjadi salah
satu pencarinya di masa lalu, seolah tak tahu ia gunakan untuk apa, namun ibu bilang padaku bahwa
Kyozou milik ayah direbut oleh salah seorang petinggi akademi bernama Klaudius, pemimpin klan Api.
Ayah yang tidak bisa menang melawannya akhirnya menyerahkan diri, ibu kecewa karena serbuk itulah
yang diinginkan ayah dan dia. Lantas mereka berseteru dan saling memisahkan diri, aku Lumieree
akhirnya menjalani hidup yang sakit ini....sendiri. Mengapa ibu sangat menginginkan serbuk itu?..... dan
pada akhirnya mereka meninggalkanku saat mereka kehilangan serbuk itu....
“Lepaskan aku!” jerit sosok wanita yang terlihat remang-remang di depan Lumieree
Dari kejauhan Lumieree melihat sosok bertopeng mendekap seorang gadis seakan ingin berbuat tak
senonoh padanya. Segera saja Lumieree berlari dan menghantamkan pukulannya pada sosok bertopeng
itu dengan keras hingga topengnya terjatuh.
“Siapa kau! Berani-beraninya kau menghempaskanku!”
Dalam terangnya bulan purnama, Lumieree menampakkan wajahnya sembari menolong sang gadis
untuk berdiri. Sosok dihadapannya itu sangat tidak asing bagi Lumieree, benar sekali...ia merupakan
kekasih Michelle yang ditemuinya berminggu-minggu lalu.
“Siapa namamu? Dan mengapa kau menyakiti gadis ini?” tanya Lumieree
“Heh...apa pentingnya bagimu Lumieree, ya aku tahu namamu. Bukankah kau yang pernah aku
tonjok kemarin? Lantas mengapa kau menolong dia dan membalasku?”
Lumieree bergeming dengan tangan yang tetap terkepal.
“Aku tidak akan pernah membiarkan kejahatan sepertimu merajalela disini, karena kebaikanlah
yang harus disebar di dunia ini. Lagipula membantu yang sedang membutuhkan ialah kesukaanku jadi
harus kulakukan itu walau aku harus kehilangan nyawaku!”
Gadis tersebut terhenyak penuh keheranan, bagaimana bisa seseorang yang belum pernah
dikenalnya atau setidaknya pernah bertemu dengannya mengatakan hal yang seperti itu. Ia memperbaiki
duduknya sembari mengatur rencana, tangannya terbuka kebelakang seolah sedang mengumpulkan
kekuatan dari alam. Gadis itu menunggu waktu yang tepat untuk membantu penolongnya dari serangan
pria bertopeng.
“Omongan yang lucu Lumieree, baik akan kuberitahu namaku. Aku adalah Iximeus, dan jika kau
penasaran lagi siapa diriku yang hebat ini setidaknya gelar pemimpin Hakka sudah sangat terkenal
apabila kusampaikan padamu!”
“Apa!” Lumieree terhenyak begitupun dengan gadis di belakangnya
“Lantas apakah pantas pemimpin sepertimu melakukan perilaku seperti tadi?”
Iximeus menyeringai lebar dan mulai menunjukkan taring pedangnya, Lumieree yang merasa
gemetaran akhirnya memundurkan langkah sedikit demi sedikit. Namun tidak dengan gadis di
belakangnya, ia dengan santainya menatap Iximeus seolah menanti waktu yang tepat untuk menyerang.
“Pantas katamu? Kata-kata itu sekarang sudah tidak berarti padaku Lumieree. Lihatlah sosok
dibelakangmu, ialah sumber masalah di kota kami. Namanya Laurence, seorang gadis terkuat ketujuh di
klan Api akademi Tesshou! Dialah masalah bagi kota kami, karena itu Klaudius mengirimku untuk
membekuknya dan mengembalikannya ke akademi! Jadi kau jangan ikut campur disini”
Lumieree menoleh ke arah Laurence yang siap dengan serangan apinya, terpaksa Lumieree
menunduk dengan cepat sebelum kobaran api tersebut menyambar rambutnya. Laurence maju penuh
amarah dan berusaha membakar Iximeus dengan apinya.
“Kau! Mengapa kau bertindak seolah-olah kau sama dengannya?”
“Diam dan lihatlah saja...aku berhutang padamu, Lumieree!”
Laurence menghempaskan api panas yang kini sudah beralih dari tangan ke arah wajah Iximeus,
secepat kilat Iximeus segera melompat ke atas menggunting pergelangan tangan Laurence dengan
tendangannya, membuat Laurence terlempar ke belakang dengan terhuyung-huyung. Api yang
dilontarkan Laurence segera disambut oleh kekuatan inti Hakka Iximeus, yang memungkinkan dirinya
untuk menolak segala materi yang ada di depannya.
“Jadi itu Hakka ya?” ucap Laurence mendesis kesakitan.
Iximeus tersenyum ke arah Laurence yang terhuyung ke belakang, sebelum Lumieree sempat maju
dan membantunya, Iximeus sudah berlari meloncat mendekati Laurence. Percikan api terlihat bermekaran
saat Iximeus mencabut pedang miliknya, dengan kekuatan Hakka miliknya Iximeus mampu bergerak
secepat kilat dalam situasi apapun. Laurence yang tidak menyadari pergerakan Iximeus yang begitu cepat
sontak kaget saat tiba-tiba perutnya tertembus sebuah pedang.
“Kau pantas menerima ini Laurence, matilah dan berikanlah sesuatu itu padaku sekarang!”
Dikala sang candra menampakkan sinar putihnya, sekelebat cairan merah mengambang di udara,
merintis keluar dari tubuh seorang Laurence menumpahi tanah Exomorph. Rasa sakit yang amat hebat
keluar dari dalam tubuhnya memekik saat tahu bahwa akhir hidupnya sudah tidak lama lagi. Dalam
keadaan sekaratnya tersebut Laurence masih menyempatkan untuk meledakkan dirinya dan membuat
Lumieree mundur darinya. Ditariknya kerah baju Lumieree dan dihempaskannya ke belakang seraya
dirinya berteriak keras pada Iximeus.
“Jangan campuri urusanku dengan Klaudius, kau tak tahu apa-apa tentang kami Iximeus. Jika kau
memaksa dirimu menantang dunia demi sebuah sesuatu, maka kau harus merelakan dirimu mati demi
sesuatu yang kau raih tak peduli seberapa besar usahamu. Untuk itulah aku akan menjadi jembatan bagi
penghubung perkataanku, matilah! Explosion!”
Lumieree bergeming di tempatnya seraya menyaksikan kehebatan Laurence.
“Teleport!” teriak Iximeus.
“Duar!”
Waktu melambat saat ledakan Laurence mendekat ke arah Iximeus, dunia seakan berpihak padanya
bahkan juga waktu yang dirasa relatif. Aliran waktu itu terbuka lebar dan dengan tempo yang amat sangat
cepat, ia membuka lalu menutup menghempaskan seorang Iximeus pergi entah kemana. Malam yang
menyaksikan hal tersebut sontak berteriak kencang sembari mengeluarkan dentuman disertai aliran kilat
yang membekas, jalanan itu rusak terkena efek Teleport milik Iximeus. Sementara itu Laurence terjatuh
lunglai dengan tubuh setengah hancur, menanti kematian yang akan datang....setidaknya untuk
membuatnya tahu arti kehidupan yang sebenarnya.