Mengenal “Takatek” Alias Latto-latto, kok bisa viral?
Pernahkah saat akan tidur siang kalian
terganggu dengan suara yang berulang? “takkatek katak katek” !!! Menjelang akhir tahun 2022 hingga saat ini “Takkatek” atau yang bernama asli “latto-latto” ini masih ramai ditemui di hampir setiap tempat. Tak hanya anak – anak, sejumlah orang dewasa pun nampaknya ikut tertarik memainkan permainan yang satu ini. Salah satu alasannya adalah karena orang-orang ingin bertatap muka dengan orang lain dan bermain bersama. Hal tersebut ditinjau dari maraknya permainan ini yang ternyata banyak dirindukan oleh sebagian orang, terlebih ketika pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia. Lalu bagaimanakah sejarah Latto-latto? Dilansir dari berbagai media, latto – latto ternyata sudah ada sejak zaman dahulu, tepatnya di tahun 1960-an. Pada awal kemunculannya, latto – latto diketahui terbuat dari kaca. Permainan ini sangat populer di tahun 1970-an, tepatnya di US (Amerika Serikat). Masyarakat Amerika biasa menyebutnya dengan nama clankers. Namun pada peredarannya, permainan ini ternyata sempat dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan sejumlah komunitas hingga pejabat sekolahan. Bukan tanpa alasan, keputusan itu diambil lantaran clankers telah menelan korban jiwa dari serpihan kaca yang pecah dan mengenai wajah si pemain serta orang di sekitarnya. Sementara itu, penyebaran permainan ini juga telah sampai ke Indonesia. Diketahui, nama latto – latto sendiri berasal dari bahasa Bugis. Kemudian orang Makassar menyebutnya sebagai katto – katto. Sedangkan di Pulau Jawa, latto-latto lebih sering disebut sebagai Takatek. Sempat redup dan tak eksis, latto – latto akhirnya kembali viral dengan perbedaan pada bahan utamanya. Tepatnya di tahun 1970-1990-an, bahan latto-latto diubah menjadi plastik modern yang tidak akan pecah dan aman dimainkan. Seiring maraknya penyebaran latto – latto, sejumlah pejabat pemerintah, mulai dari Ridwan Kamil hingga Presiden Joko Widodo kerap terlihat sedang memainkan permainan legend tersebut. Melihat realitas di lapangan, Aktivitas latto-latto tentu memiliki pengaruh besar dalam pembiayaan kehidupan. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Koentjoro menyebutkan ada sisi positif yang perlu dipahami oleh masyarakat terkait permainan Latto- latto bagi anak-anak. Koentjoro menjelaskan, salah satu manfaat dari bermain lato-lato adalah mengurangi ketergantungan anak untuk bermain gawai. Ketergantungan anak-anak terhadap HP (Handphone) dapat terkurangi sehingga meminimaslisir nomophobia. Selain itu, Melalui permainan lato-lato anak-anak dapat melatih konsentrasi, ketangkasan fisik, kepercayaan diri, sosialisasi, dan lainnya. Akan tetapi, meski punya sisi positif, sisi negatif tentunya juga ada. Melansir laman NU Online, Selasa (3/1/23) terkait hal itu, ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep, Kiai Zamzami Sabiq Hamid memaparkan sisi negatifnya. Latto-latto yang dimainkan dengan cara membenturkan 2 bola kecil yang bertekstur keras menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan naik turun hingga mengeluarkan bunyi nyaring. Menurut Kiai Zamzami, Jika tidak berhati-hati, permainan ini dapat menimbulkan tangan bengkak, kepala benjol jika terkena kepala, dan juga seringkali memicu perkelahian antar pemain setelahnya. Selain itu, Kiai zamzini juga menuturkan, bahwa saat bermain Latto-latto diperlukan tempat dan waktu yang tepat, Jika dimainkan sembarangan tentunya suara Latto-latto yang nyarinh akan menjadi sebuah gangguan untuk orang di sekitarnya. Oleh karena itu, mengganggu atau tidak dari permainan latto- latto yang sedang viral itu, tergantung pada penggunaannya. Pengguna yang bijak akan memanfaatkan apa yang ada sesuai proporsinya dengan tepat dan memilih-memilih berbagai pengaruhnya. Oleh : - Nur imamah (12) - Maulidina (08) - Dwi Aisyah (03)