Anda di halaman 1dari 62

PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

JURNAL
MASSIVE OPEN ONLINE COURSE (MOOC)

Nama : Mohamad Zayyan Abdurohman, S.Pd


NIP : 198509102022211008
Jabatan : Guru Ahli Pertama Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Unit Kerja : SMK Negeri 8 Garut

ORIENTASI PPPK GELOMBANG 8 ANGKATAN 153

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT


2023

TUGAS JURNAL MOOC PPPK

Nama : Mohamad Zayyan Abdurohman


NIP : 198509102022211008
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Tempat Tugas : SMK Negeri 8 Garut

Agenda 1
Modul 1 - Wawasan Kebangsaan dan Nilai-nilai Bela Negara

I. WAWASAN KEBANGSAAN
A. Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun dari
serangkaian proses yang sangat panjang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan terhadap
keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus
1945.
Penetapan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional dilatarbelakangi
terbentuknya organisasi Boedi Oetomo di Jakarta tanggal 20 Mei 1908. Dalam maklumat yang
ditandatangani oleh Soewarno selaku Sekretaris diumumkan bahwa : “Boedi Oetomo berdiri
untuk memperbaiki keadaan rakyat kita, terutama rakyat kecil”.
Pada 1908, beberapa mahasiswa Indonesia di Belanda mendirikan sebuah organisasi
perkumpulan pelajar Indonesia yang bernama Indische Vereeniging (IV). Tujuan didirikan
organisasi ini, menurut Noto Soeroto dalam tulisannya di Bendera Wolanda tahun 1909,
adalah untuk “memajukan kepentingan bersama orang Hindia di Belanda 6 dan menjaga
hubungan dengan Hindia Timur Belanda”. Di awal tahun 1925 Indonesische Vereeniging
mengubah namanya, menggunakan terjemahan Melayu, menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Di bawah kepengurusan ketua baru Soekiman Wirjosandjojo diputuskan bahwa tujuan
kemerdekaan Indonesia yang berusaha dicapai lewat strategi solidaritas, swadaya, dan
nonkooperasi, tidak hanya perlu memperhatikan aspek “kesatuan nasional” tetapi juga
“kesetiakawanan internasional”. Dengan munculnya inisiatif dari internasionalisasi jaringan,
menurut Ali Sastroamidjojo, “mencerminkan kesadaran PI bahwa nasionalisme Indonesia
tidak berdiri sendiri, faktor internasionalisme disadari sebagai unsur penting di dalam
perjuangan kemerdekaan nasional”.
Penetapan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda dilatarbelakangi Kongres
Pemuda II yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Muhammad Yamin
menyampaikan sebuah resolusi setelah mendengarkan pidato dari beberapa peserta kongres
berupa 3 (tiga) klausul yang menjadi dasar dari Sumpah Pemuda, yaitu : Kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah Indonesia, Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Saat Kongres Pemuda II untuk pertama
kalinya, Lagu Kebangsaan Indonesia dikumandangkan. Lagu tersebut ciptaan Wage Rudolf
Soepratman dengan judul “Indonesia”.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Pada tanggal 16 Agustus 1945
diadakan rapat oleh PPKI untuk membahas tentang kemerdekaan. Pada tanggal 17
Agustus 1945 pukul 10.00 Teks Proklamasi dibacakan, Sang Saka Merah Putih
dikibarkan, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan sebagai pertanda
Indonesia telah menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Kekuatan para Tokoh Pendiri Bangsa ini (founding fathers), yaitu saat menjelang
kemerdekaan untuk menyusun suatu dasar negara. Pemeluk agama yang lebih besar
(mayoritas Islam) menunjukan jiwa besarnya untuk tidak memaksakan kehendaknya.
Di samping itu, komitmen dari berbagai elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari
masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh
kepada 4 (empat) konsensus dasar, yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
B. Pengertian Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka
mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa
(nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang
bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,
guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi
mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
C. 4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara
1. Pancasila

Bertolak dari struktur sosial dan struktur kerohanian asli bangsa Indonesia,
serta diilhami oleh ide-ide besar dunia, maka pendiri negara kita yang terhimpun
dalam BPUPKI dan terutama dalam PPKI, memurnikan dan memadatkan nilai-
nilai yang sudah lama dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh manusia
indonesia. Kulminasi dari endapan nilai-nilai tersebut dijadikan oleh para pendiri
bangsa sebagai soko guru bagi falsafah negara indonesia modern yakni pancasila
yang rumusannya tertuang dalam UUD 1945, sebagai ideologi negara, pandangan
hidup bangsa, dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
Pancasila secara sistematik disampaikan pertama kali oleh Ir. Soekarno di depan
sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Oleh Bung Karno dinyatakan bahwa
Pancasila merupakan philosofische grondslag, suatu fundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, merupaKan landasan atau dasar bagi Negara.
Selain berfungsi sebagai landasan bagi kokoh tegaknya negara dan bangsa,
Pancasila juga berfungsi sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai ideologi
nasional, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai perekat atau pemersatu bangsa
dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional.
Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup paham-
paham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan paham lain yang positif
tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang
ketiga, karenasila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma
yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta
norma yang bertentangan, pasti akan
ditolak 13 oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak
beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama.
Untuk menjaga, memelihara, memperkokoh dan mensosialisasikan
Pancasila maka para penyelenggara Negara dan seluruh warga Negara wajib
memahami, meyakini dan melaksankaan kebenaran nilai-nilali Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Undang-Undang Dasar 1945

Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei sampai 16 Juli


1945 oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Setelah dihasilkan sebuah rancangan UUD, berkas rancangan tersebut selanjutnya


diajukan ke Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Panitia 9 dibentuk pada tanggal 22 Juni 1945, tugasnya untuk merancang
sebuah rumusan pembukaan yang disebut Piagam Jakarta. Pada tanggal 18 Agustus
1945 dikumandangkan Piagam Jakarta disahkan menjadi Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 oleh PPKI dan kalimat “dengan kewajiban 14 menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional, Undang-undang dasar memiliki fungsi yang khas, yaitu membatasi
kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan
tidak bersifat sewenang-wenang.
3. Bhinneka Tunggal Ika

Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan


BhinnaIka-Tunggal-Ia berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab
meskipun secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya satu,
satu bangsa dan negara Republik Indonesia.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia

Apabila ditinjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna
sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru
sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam
sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya 16
negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan
Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu
PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuannya. Tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sejarahnya dirumuskan dalam sidang
periode II BPUPKI (10-16 Juli 1945) dan selanjutnya disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Adapun tujuan NKRI seperti tercantuk dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV, meliputi : a. Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah indonesia ; b. Memajukan kesejahteraan umum; c.
Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Tujuan NKRI
tersebut di atas sekaligus merupakan fungsi negara Indonesia).
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

D. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan


Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia
merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi
simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Bendera

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera


Negara adalah Sang Merah Putih. Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang.
2. Bahasa

Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika
peradaban bangsa.
3. Lambang Negara

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang


kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung
dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di
atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
4. Lagu Kebangsaan

Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Indonesia Raya


yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.

II. NILAI-NILAI BELA NEGARA


I. Sejarah Bela Negara
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal
19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda
tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah
Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta,
yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Sebelum
meninggalkan Istana Negara, Panglima Besar Jenderal Soedirman masih sempat
mengeluarkan Perintah Kilat No.1, yang berbunyi: 1. Kita telah diserang. 2. Pada
tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang Yogyakarta dan
Lapangan Terbang Maguwo. 3. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan
gencatan senjata. 4. Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah
ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda.
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dibentuk, setelah Yogyakarta jatuh
ke tangan Belanda saat terjadi Agresi Militer II; Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta ditangkap. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah
penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948-13 Juli
1949, dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan
Kabinet Darurat. Menjelang
pertengahan 1949, posisi Belanda makin terjepit. Dunia internasional mengecam agresi
militer Belanda. Sedang di Indonesia, pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa
penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di meja perundingan. Belanda memilih
berunding dengan utusan Ir. Soekarno-Drs. Mohammad Hatta yang ketika itu statusnya
tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Pada 14 Juli 1949,
Mr. Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga dengan
demikian, Drs. Mohammad Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali menjadi
Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat dari PDRI,
Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan RoemRoyen, sedangkan KNIP baru
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.


Pada tanggal 18 Desember 2006 Presiden Republik Indonesia Dr.H. Susilo
Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.
Dengan pertimbangan bahwa tanggal 19 Desember 1948 merupakan hari bersejarah
bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela Negara serta dalam upaya
lebih mendorong semangat kebangsaan dalam bela negara dalam rangka
mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan.
II. Ancaman
Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari 23 dalam negeri maupun
luar negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa, usaha
dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dapat mengancam seluruh
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial
dan budaya maupun aspek pertahanan dan keamanan. Sesuai dengan bentuk ancaman
dibutuhkan sinergitas antar kementerian dan lembaga Negara dengan keterpaduan yang
mengutamakan pola kerja lintas sektoral dan menghindarkan ego sektoral, dimana
salah satu kementerian atau lembaga menjadi leading sektor, sesuai tugas pokok dan
fungsi masing-masing, dibantu kementerian atau lembaga Negara lainnya.
III. Kewaspadaan Dini
Kewaspadaan dini adalah kewaspadaan setiap warga Negara terhadap setiap
potensi ancaman. Kewaspadaan dini memberikan daya tangkal dari segala potensi
ancaman, termasuk penyakit menular dan konflik sosial. Kewaspadaan dini
diimplementasikan dengan kesadaran temu dan lapor cepat (Tepat Lapat) yang
mengandung unsur 5W+1H (When, What, Why, Who, Where dan How) kepada aparat
yang berwenang. Setiap potensi ancaman di tengah masyarakat dapat segera
diantisipasi segera apabila warga Negara memiliki kepedulian terhadap lingkungannya,
memiliki kepekaan terhadap fenomena atau gejala yang mencurigakan dan memiliki
kesiagaan terhadap berbagai potensi ancaman.
IV. Pengertian Bela Negara
Secara ontologis bela Negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku serta
tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif, secara
epistemologis fakta -fakta
sejarah membuktikan bahwa bela Negara terbukti mampu menjaga kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sementara secara aksiologis
bela Negara diharapkan dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai Ancaman. Untuk itu, warga negara harus patuh, taat, loyal, dan
tunduk pada setiap regulasi yang dibuat oleh negara dalam upaya meningkatkan
kesadaran bela Negara.
V. Nilai Dasar Bela Negara
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela
Negara meliputi:
1. cinta tanah air
2. sadar berbangsa dan bernegara
3. setia pada Pancasila sebagai ideologi Negara
4. rela berkorban untuk bangsa dan Negara
5. kemampuan awal Bela Negara.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

VI. Pembinaan Kesadaran Bela Negara Lingkup Pekerjaan


Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau
pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta
menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup
pekerjaan yang ditujukan bagi Warga Negara yang bekerja pada: lembaga Negara,
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan pemerintah daerah, Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, badan usaha milik Negara/
badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan badan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
VII. Indikator Nilai Dasar Bela Negara
1. Indikator cinta tanah air, ditunjukkan dengan adanya sikap:
a. Menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang wilayahIndonesia.
b. Jiwa dan raganya bangga sebagai bangsa Indonesia
c. Jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya.
d. Menjaga nama baik bangsa dan negara.
e. Memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara.
f. Bangga menggunakan hasil produk bangsa Indonesia
2. Indikator sadar berbangsa dan bernegara, ditunjukkan dengan adanya sikap:
a. Berpartisipasi aktif dalam organisasi kemasyarakatan, profesi maupun politik.
b. Menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Ikut serta dalam pemilihan umum.
d. Berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negaranya.
e. Berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
f. Indikator setia pada Pancasila Sebagai ideologi Bangsa, ditunjukkan dengan
adanya sikap:
g. Paham nilai-nilai dalam Pancasila.
h. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
i. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara.
j. Senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila.
k. Yakin dan percaya bahwa Pancasila sebagai dasar negara.

3. Indikator rela berkorban untuk bangsa dan Negara, ditunjukkan dengan adanya
sikap:
a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan bangsa
dan negara.
b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman.
c. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
d. Gemar membantu sesama warga negara yang mengalami kesulitan.
e. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negaranya tidak sia-
sia.
4. Indikator kemampuan awal Bela Negara, ditunjukkan dengan adanya sikap:
a. Memiliki kecerdasan emosional dan spiritual serta intelijensia.
b. Senantiasa memelihara jiwa dan raga
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

c. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah diberikan Tuhan
Yang Maha Esa.
d. Gemar berolahraga.
e. Senantiasa menjaga kesehatannya
VIII. Aktualisasi Kesadaran Bela Negara Bagi Asn
Usaha Bela Negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan,
pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional
Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi.

III. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


A. Perspektif Sejarah Negara Indonesia
Perubahan penting dalam perkembangan tata pemerintahan selama jaman
pendudukan Jepang, ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.27 yang
berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Agustus 1942.
Hubungan Indonesia-Belanda semakin memburuk setelah agresi kedua tanggal
18 Desember 1948. Atas jasa baik Komisi PBB untuk Indonesia, telah diadakan
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda dengan
pemerintah.
Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Hasil KMB tersebut
adalah bahwa Kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan atas wilayah Indonesia
kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan kekuasaan
pemerintahan akan diserahkan pada tanggal 27 Desember 1949 di Jakarta. Pada saat
itulah Negara Indonesia resmi berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat
dengan konstitusi RIS (KRIS) 1949 sebagai Undang-Undang Dasar.
Pada tanggal 19 Mei Tahun 1950 telah disepakati bersama untuk mewujudkan
kembali negara kesatuan dengan memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950.
Dengan sistem banyak partai, menteri-menteri secara terang-terangan membela
kepentingan dari golongannya sendiri, sehingga bagi Perdana Menteri sulit untuk
menjamin solidaritas maupun kebulatan suara dalam putusan-putusan kabinet.
Akibatnya tidak pernah tercipta adanya pemerintahan yang relatif lama dalam
melaksanakan tugasnya karena kabinet silih berganti dalam waktu relatif cepat. Inilah
yang melatar belakangi dikeluarkannya Konsep Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan
oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957.
Untuk menyelamatkan bangsa dan negara karena macetnya sidang
Konstituante, maka pada tanggal 5 Juli Tahun 1959 dikeluarkanlah Dekrit Presiden
yang berisi pemberlakuan kembali UUD 1945, membubarkan Konstituante dan tidak
memberlakukan UUDS 1950.
Kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dicanangkan
kembali melalui Dekrit Presiden Tahun 1959 dengan diwarnai oleh pertentangan
politik antara parpol-parpol sebagai warisan dari sistem pemerintahan parlementer
berdasarkan UUDS 1950. Presiden sebagai kepala eksekutif terlalu turut campur dalam
bidang legislatif dengan banyaknya penerbitan peraturan perundangan yang notabene
bertentangan dengan UUD 1945. Demikian pula dalam bidang Yudikatif, Presiden
telah campur tangan dalam masalah peradilan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada
masa ini kekuasaan Ekskutif, Legislatif dan Yudikatif terpusat di tangan Presiden.
Puncak kekacauan terjadi pada saat Partai Komunis Indonesia (PKI)
menjalankan dominasi peranannya di bidang pemerintahan yang diakhiri dengan
pengkhianatan total terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945 pada tanggal 30
September Tahun 1965. Kondisi ini memaksa Presiden RI saat itu yaitu Soekarno
untuk mengeluarkan “Surat Perintah 11 Maret” yang ditujukan kepada Letnan
Jenderal. Soeharto dengan wewenang sangat besar dalam usaha untuk menyelamatkan
negara menuju kestabilan pemerintahan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

B. Makna Kesatuan Dalam Sistem Penyelenggaraan Negara


Kesatuan psikologis atau kejiwaan bangsa Indonesia ditunjukkan dengan
adanya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 dimana para pemuda lebih
mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok atau
golongan.
Kesatuan politik kenegaraan yang terbentuk dari pernyataan kemerdekaan yang
dibacakan Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sejak saat itulah Indonesia secara resmi menjadi entitas politik yang merdeka,
berdaulat, dan berkedudukan sejajar dengan negara merdeka lainnya.
Kesatuan kewilayahan ini ditandai oleh Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember
1957 yang menjadi tonggak lahirnya konsep Wawasan Nusantara.
Konsep kesatuan psikologis (kejiwaan), kesatuan politis (kenegaraan) dan
kesatuan geografis (kewilayahan) itulah yang membentuk “ke-Indonesia-an” yang
utuh, sehingga keragaman suku bangsa, perbedaan sejarah dan karakteristik
daerah, hingga keanekaragaman bahasa dan budaya, semuanya adalah fenomena ke-
Indonesia-an yang membentuk identitas bersama yakni Indonesia.

C. Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.
D. Makna Dan Pentingnya Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
Makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan
sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya

E. Prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa


1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika

2. Prinsip Nasionalisme Indonesia

3. Prinsip kebebasan yang Bertanggung jawab

4. Prinsip Wawasan Nusantara

5. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita reformasi

F. Nasionalisme
Nasionalisme yaitu sikap mencintai bangsa dan negara sendiri dan menggap semua
bangsa sama derajatnya.
G. Kebijakan Publik Dalam Format Keputusan Dan/ Atau Tindakan Administrasi
Pemerintahan
Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan
kongkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
H. Landasan Idiil: Pancasila
Pancasila menjadi idiologi Negara artinya Pancasila merupakan etika sosial, yaitu
seperangkat nilai yang secara terpadu harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
I. UUD 1945: Landasan Konstitusional Sistem Administrasi NKRI
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan sumber hukum tertinggi dalam
hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
J. Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara
Diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Agenda 1
Modul 2 – Analisis Isu Kontemporer

Analisis Isu Kontemporer


Undang-Undang yang mengatur tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu undang
undang nomor 5 tahun 2014 dimana secara signifikan telah mendorong kesadaran PNS
untuk menjalankan profesinya sebagai ASN
dengan berlandaskan pada:
1) nilai dasar;
2) kode etik dan kode perilaku;
3) komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
4) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; dan
5) profesionalitas jabatan.
Implementasi terhadap prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan kepedulian dan
partisipasi untuk meningkatkan kapasitas organisasi. Kontemporer yang dimaksud disini
adalah sesuatu hal yang modern, yang eksis dan terjadi dan masih berlangsung sampai
sekarang, atau segala hal yang berkaitan dengan saat ini

A. PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS


Pengertian perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian
dari perjalanan peradaban manusia. Hanya manusia dengan martabat dan harkat hidup yang
bisa melakukan perbuatan yang bermanfaat dan dilandasi oleh nilai-nilai luhur, serta
mencegah dirinya melakukan perbuatan tercela.
Sebagai seorang PNS harus bisa menunjukan perannnya dalam koridor peraturan
perundang-undangan (bending the rules), namun tidak boleh melanggarnya (breaking the
rules). Sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi terutama untuk mengembangkan PNS
menjadi pegawai yang transformasional, artinya PNS bersedia mengembangkan cita-cita
dan berperilaku yang bisa diteladani, menggugah semangat serta mengembangkan makna
dan tantangan bagi dirinya, merangsang dan mengeluarkan kreativitas dan berupaya
melakukan inovasi, menunjukkan kepedulian, sikap apresiatif, dan mau membantu orang
lain
Perubahan global (globalisasi) yang terjadi dewasa ini, memaksa semua bangsa
(Negara) untuk berperan serta, jika tidak maka arus perubahan tersebut akan
menghilang dan akan meninggalkan semua yang tidak mau berubah. Perubahan global
ditandai dengan hancurnya batas (border) suatu bangsa, dengan membangun pemahaman
dunia ini satu tidak dipisahkan oleh batas Negara. Hal yang menjadi pemicunya adalah
berkembang pesatnya teknologi informasi global, dimana setiap informasi dari satu penjuru
dunia mdapat diketahui dalam waktu yang tidak lama berselang oleh orang di penjuru dunia
lainnya.
Pemahaman perubahan dan perkembangan lingkungan stratejik pada tataran makro
merupakan faktor utama yang akan menambah wawasan PNS. Wawasan tersebut
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

melingkupi pemahaman terhadap Globalisasi, Demokrasi, Desentralisasi, dan Daya Saing


Nasional, Dalam konteks globalisasi PNS perlu memahami berbagai dampak positif
maupun negatifnya.
PNS dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang kian
lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara (pancasila, UUD 1945, NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena-
fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara
kritis terkait dengan isu-isu kritikal yang terjadi saat ini atau bahkan berpotensi terjadi, isu-
isu tersebut diantaranya; bahaya paham radikalisme/ terorisme, bahaya narkoba, cyber
crime, money laundry, korupsi, proxy war.
Modal insani yang dimaksud, disini istilah modal atau capital dalam konsep modal
manusia (human capital concept). Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia
merupakan suatu bentuk modal yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide),
kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.

Modal untuk menghadapi Perubahan lingkungan Strategis :


1) Modal Intelektual
Yang dimaksud dengan modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk
menemukan peluang dan mengelola perubahan organisasi melalui pengembangan
SDMnya
2) Modal Emosional
Yang dimaksud dengan modal emosional adalah kemampuan mengelola emosi dengan
baik akan menentukan kesuksesan PNS dalam melaksanakan tugas, kemampuan dalam
mengelola emosi tersebut disebut juga sebagai kecerdasan emosi.
3) Modal Sosial
Yang dimaksud dengan modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga
masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi
mereka. Contohnya (rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku
yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas).
4) Modal Ketabahan
Yang dimaksud dengan modal ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan,
baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sebuah organisasi birokrasi.
5) Modal Etika/Moral
Yang dimaksud dengan modal etika/moral adalah kemampuan membedakan benar dan
salah. Ada empat komponen modal moral/etika yakni integritas, bertanggung-jawab,
penyayang dan pemaaf
6) Modal Kesehatan.
Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan
maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa
bekerja dan berpikir secara produktif. Tolok ukur kesehatan adalah bebas dari
penyakit, dan tolok ukur kekuatan fisik adalah; tenaga, daya tahan, kekuatan,
kecepatan, ketepatan, kelincahan, koordinasi, dan keseimbangan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

B. ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER


PNS sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal
juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara:
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus dasar berbangsa
dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan
memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer.
1) Korupsi
Korupsi dalam sejarah dunia dalam catatan kuno telah diketemukan gambaran
fenomena penyuapan para hakim dan perilaku korup lainnya dari para pejabat
pemerintah. Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu: fase pra
kemerdekaan (zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase kemerdekaan (zaman orde
lama, orde baru, dan orde reformasi hingga saat ini). Pada dasarnya sebab manusia
terdorong untuk melakukan korupsi antara lain faktor individu dan lingkungan.
Korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat. Korupsi berdampak menghancurkan tatanan bidang kehidupan
masyarakat,berbangsa dan bernegara, mulai dari bidang sosial budaya, ekonomi serta
psikologi masyarakat. Mengingat fenomena korupsi telah memasuki zone Kejadian
Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu, kita wajib berpartisipasi dengan menunjukan sikap
antikorupsi. Tindakan membangun sikap antikorupsi sederhana, misalnya dengan cara
bersikap jujur, menghindari perilaku yang merugikan kepentingan orang banyak,
melaporkan pada penegak hukum apabila menjadi korban perbuatan korupsi dan
Menghindari konflik kepentingan dalam hubungan kerja
2) Narkoba
Narkoba adalah merupakan akronim Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif
lainnya, sedangkan Napza adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya
3) Terorisme dan Radikalisme
Secara umum terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era global saat
ini maka sebagai PNS harus memahami terorisme dan radikalisme secara lebih
mendalam.
4) Money Loundring (Pencucian Uang)
Kegiatan pencucian uang umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin memperoleh
kekayaan melalui hasil usaha illegal sehingga seakan-akan terlihat sah, misalnya
korupsi, penyuapan, terorisme, narkotika, prostitusi, kejahatan perbankan,
penyelundupan, perdagangan manusia, penculikan, perjudian, kejahatan perpajakan,
illegal logging dan aneka kejahatan lainnya. Agar uang/harta yang diperolehnya
tersebut terlihat sah maka mereka berusaha menghindari kecurigaan aparat penegak
hukum. Karenanya, uang/harta kekayaan tersebut harus ‘dicuci’ agar terlihat bersih.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

5) Proxy War
Permainan dunia (proxy war) hanya dilakukan oleh negara-negara adikuasa yang
mampu memanfaatkan negara-negara kecil sebagai objek permainan dunia (proxy war)
dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya bahkan sampai dengan Ideologinya
dengan menanamkan faham-faham radikalisme, liberalisme, globalisme dll. Sehingga
dapat memicu terjadi gerakan separatis yang dapat memecah belah suatu bangsa demi
tujuan dan kepentingan negara-negara adikuasa.
6) Kejahatan Mass Communication
Komunikasi massa sejatinya merupakan bagian dari sejarah perkembangan peradaban
manusia. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi satu sama lain, bertukar
pesan dan menyampaikan informasi melalui media tertentu. Adapun yang dimaksud
dengan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah besar orang. Contoh kejahatan komunikasa masa diantaranya
pencemaran nama baik, penistaan agama, dan penghinaan kepada etnis atau budaya
tertentu
.
C. TEKNIK ANALISIS ISU
Untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis (internal dan eksternal) akan
memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan,
sehingga dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu
persoalan, sehingga dapat dirumuskan alternatif pemecahan masalah yang lebih baik
dengan dasar analisa yang matang.
Isu adalah adanya atau disadarinya suatu fenomena atau kejadian yang dianggap
penting atau dapat menjadi menarik perhatian orang banyak, sehingga menjadi bahan yang
layak untuk didiskusikan.
Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan tingkat
urgensinya, yaitu
a. Isu saat ini (current issue) : mendapatkan perhatian dan sorotan publik secara luas dan
memerlukan penanganan sesegera mungkin dari pengambil keputusan.
b. Isu berkembang (emerging issue): merupakan isu yang perlahan-lahan masuk
dan menyebar di ruang publik, dan publik mulai menyadari adanya isu
tersebut.
c. Isu potensial: kelompok isu yang belum nampak di ruang publik, namun dapat
terindikasi dari beberapa instrumen (sosial, penelitian ilmiah, analisis intelijen, dsb)

Strategi bersikap yang harus ditunjukan dalam analisis isu adalah dengan cara-cara
objektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta terintegrasi/komprehensif. Oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu persoalan,
sehingga dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar
analisa yang matang.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Agenda 1
Modul 3 : Kesiapsiagaan Bela Negara

Kesiapsiagaan Bela Negara meliputi:


1. Kerangka Kesiapsiagaan Bela Negara
Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai-nilai bela negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai peran dan profesi warga
negara, demi menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap
bangsa dari segala bentuk ancaman yang pada hakikatnya mendasari proses nation and
character building. Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang
dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi
situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad
secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi
oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara.

a. Konsep Kesiapsiagaan Bela Negara


Bela negara adalah adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku warga negara yang
dilakukan secara ikhlas, sadar dan disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang
dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

b. Kesiapsiagaan Bela Negara


Bentuk kesiapsiagaan dimaksud adalah kemampuan untuk memahami dan melaksanakan
kegiatan olah rasa, olah pikir, dan olah tindak dalam pelaksanaan kegiatan keprotokolan
yang di dalamya meliputi pengaturan tata tempat, tata upacara.
Nilai-Nilai Dasar Bela Negara mencakup :
1. Cinta Tanah Air;
2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara;
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
5. Memiliki kemampuan awal bela negara.
6. Semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

c. Manfaat Kesiapsiagaan Bela Negara


Manfaat dari kesiapsiagaan Bela Negara adalah :
1. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan
kemampuan diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok
dalam materi Team Building.
6. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
7. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan.
9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
10. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.
2. Kemampuan Awal Bela Negara
Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal bela negara,
baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga
kesamaptaan (kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika, etiket, moral dan memegang
teguh kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan
terhormat.

Wujud kemampuan bela negara yakni memiliki :


a) Kesehatan Jasmani dan Mental.
b) Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental
c) Etika, Etiket dan Mental
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

a. Kesehatan Jasmani dan Mental


Kesehatan jasmani atau kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk
menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya dalam batas fisiologi terhadap keadaan
lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan sebagainya) dan atau kerja fisik
yang cukup efisien tanpa lelah secara berlebihan (Prof. Soedjatmo
Soemowardoyo).
Kesehatan jasmani salah satunya dipengaruhi oleh aktifitas fisik. Gaya hidup
duduk terus menerus dalam bekerja dan kurang gerak, serta ditambah adanya
faktor gaya hidup yang kurang sehat (makan tidak sehat atau merokok) dapat
menimbulkan penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, penyakit
tekanan darah tinggi, penyakit kencin manis ataupun berat badan yang berlebih.
b. Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental
Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan
menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Physical
Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan keterampilan (Skill related
Physical Fitness). Komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan
kesehatan dan dapat diukur adalah :
1. Komposisi tubuh
2. Kelenturan/flesibilitas tubuh
3. Kekuatan otot
4. Daya tahan Jantung dan paru-paru
5. Daya tahan otot
Mental (Mind, Mentis, jiwa) dalam pengertiannya yang luas berkaitan dengan
interaksi antara pikiran dan emosi manusia. Pikiran mewadahi kemampuan
manusia untuk memahami segala hal yang memungkinkan manusia bergerak ke
arah yang ditujunya, sementara emosi memberi warna dan nuansa sehingga
pikiran yang bergerak itu memiliki gairah dan energi. Dalam banyak hal
kehidupan manusia diarahkan oleh kedua komponen ini.
c. Etika, Etiket dan Moral
Kata ‘etika’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan
Kebudayaan seperti yang dikutip oleh Agoes dan Ardana (2009) merumuskan
sebagai berikut:
1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;


3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Dengan demikian, etika dapat juga disimpulkan sebagai suatu sikap
dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan seorang secara
sadar untuk mentaati ketentuan dan norma kehidupan melalui tutur, sikap, dan
perilaku yang baik serta bermanfaat yang berlaku dalam suatu golongan,
kelompok, dan masyarakat serta pada institusi formal maupun informal
(Erawanto, 2013)

Dari sekian banyaknya istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan kata
etiket ini, maka dapat kita pahami bahwa etiket ini sebagai bentuk aturan tertulis
maupun tidak tertulis mengenai aturan tata krama, sopan santun, dan tata cara
pergaulan dalam berhubungan sesama manusia dengan cara yang baik, patut, dan
pantas sehingga dapat diterima dan menimbulkan komunikasi, hubungan baik,
dan saling memahami antara satu dengan yang lain.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan bagi seorang ASN yang profesional yaitu:
1) Berpenampilan yang rapi dan menarik (very good grooming)
2) Postur tubuh yang tepat (correct body posture)
3) Kepercayaan diri yang positif (confidence)
4) Keterampilan komunikasi yang baik (communication skills)

Arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan
hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin (Kanter dalam Agoes dan Ardana, 2011).

d. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah hasil pemikiran dan perbuatan yang diperoleh manusia di
tempat ia hidup dengan lingkungan alam sekitarnya untuk memperoleh kebaikan.
Kearifan Lokal dapat berupa ucapan, cara, langkah kerja, alat, bahan dan
perlengkapan yang dibuat manusia setempat untuk menjalani hidup di berbagai
bidang kehidupan manusia. Kemudian Kearifan Lokal pun dapat berupa karya
terbarukan yang dihasilkan dari pelajaran warga setempat terhadap bangsa lain di
luar daerahnya.
kearifan lokal memiliki prinsip- prinsip sebagai berikut:
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

1) Bentuk kearifan lokal dapat berupa gagasan, ide, norma, nilai, adat, benda, alat,
rumah tinggal, tatanan masyarakat, atau hal lainnya yang bersifat abstrak atau
konkrit; sebaga hasil dari budi pekerti pengetahuan, keterampilan dan sikap
mulia manusia di suatu daerah.
2) Segala bentuk kearifan lokal yang dihasilkan oleh manusia mengandung nilai
kebaikan dan manfaat yang diwujudkan dalam hubungannya dengan lingkungan
alam, lingkungan manusia dan lingkungan budaya di sekitarnya; di tempat
manusia itu hidup;
3) Kearifan lokal yang sudah terbentuk akan berkembang dengan adanya pengaruh
kegiatan penggunaan, pelestarian, dan pemasyarakatan secara baik dan benar
sesuai aturan yan berlaku di lingkungan manusia itu berada;
4) Kearifan lokal dapat sirna seiring dengan hilangnya manusia atau masyarakat
yang pernah menggunakannya, sehingga tidak lagi dikenal kearifan lokal
tersebut; atau karena adanya pengalihan dan penggantian bentuk kearifan lokal
yang ada dengan hal-hal baru dalam suatu lingkungan manusia yang pernah
menggunakannya;
5) Kearifan lokal memiliki asas dasar keaslian karya karena faktor pembuatan oleh
manusia setempat dengan pemaknaan bahasa setempat, kegunaan dasar di daerah
setempat, dan penggunaan yang massal di daerah setempat.
6) Kearifan lokal dapat berupa pengembangan kearifan yang berasal dari luar
namun telah diadopsi dan diadaptasi sehingga memiliki ciri baru yang
membedakannya dengan kearifan aslinya serta menunjukkan ciri-ciri lokal.
Dengan menjaga dan melestarikan kearfian lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri
bangsa yang luhur dan terhormat tersebut merupakan sesuatu hal yang tidak bisa
terbantahkan lagi sebagai salah satu modal yang kita miliki untuk melakukan bela negara.
3. Rencana Aksi Bela Negara
Aksi Nasional Bela Negara dapat didefinisikan sebagai sinergi setiap warga negara guna
mengatasi segala macam ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan dengan
berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil,
dan makmur.
Nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal bela negara, baik secara
fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga kesamaptaan
(kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Sedangkan secara
non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika, etiket, moral dan memegang teguh kearifan
lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat.
4. Kegiatan Kesiapsiagaan Bela Negara
a. Baris Berbaris dan Tata Upacara
b. Keprotokolan
c. Kewaspadaan Dini
d. Membangun Tim
e. Caraka Malam dan Api Semangat Bela Negara
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

TUGAS JURNAL
MOOC PPPK

Nama : Mohamad Zayyan Abdurohman


NIP : 198509102022211008
Tempat Tugas : SMK Negeri 8 Garut

AGENDA 2
Modul 1 - Nilai -Nilai Dasar ASN

I. Berorientasi Pelayanan

Dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design


Reformasi BirokrasBERORIENTASI PELAYANAN

Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan


muara dari Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulii 2010-2025, yang menyatakan
bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai
dengan pelayanan publik yang berkualitas.
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan
Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Agus Dwiyanto (2010:21) menawarkan alternatif definisi pelayanan publik
sebagai semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang
memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya
terkait dengan upaya mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi
maupun dokumen perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan
kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan strategis pemerintah, dan memenuhi
komitmen dunia internasional.
Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut UU Pelayanan Publik adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang- undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Dalam batasan pengertian tersebut, jelas bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN)
adalah salah satu dari penyelenggara pelayanan 12 publik, yang kemudian dikuatkan
kembali dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN),
yang menyatakan bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan publik.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4
UU Pelayanan Publik, yaitu: a. kepentingan umum; b. kepastian hukum; c. kesamaan
hak; d. keseimbangan hak dan kewajiban; e. keprofesionalan; f. partisipatif; g.
persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. keterbukaan; i. akuntabilitas; j. fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. ketepatan waktu; dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan.
Berbagai literatur administrasi publik menyebut bahwa prinsip pelayanan publik
yang baik adalah: a. Partisipatif Dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dibutuhkan masyarakat, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya.
Transparan Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan akses bagi warga negara untuk
mengetahui segala hal yang terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

tersebut, seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya.


Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka
butuhkan, akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Penyelenggaraan pelayanan publik di mana masyarakat harus memenuhi
berbagai persyaratan dan membayar biaya untuk memperoleh layanan yang mereka
butuhkan, harus diterapkan prinsip mudah, artinya berbagai persyaratan yang
dibutuhkan tersebut masuk akal dan mudah untuk dipenuhi.
Efektif dan Efisien Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu
mewujudkan tujuan- tujuan yang hendak dicapainya (untuk melaksanakan mandat
konstitusi dan mencapai tujuan- tujuan strategis negara dalam jangka panjang) dan cara
mewujudkan tujuan tersebut dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja
yang sedikit, dan biaya yang murah.
Aksesibel Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah harus dapat
dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan dalam arti fisik (dekat, terjangkau
dengan kendaraan publik, mudah dilihat, gampang ditemukan, dan lain-lain) dan dapat
dijangkau dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya dan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan tersebut.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat tiga unsur penting
dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara
pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3). kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh
penerima layanan.
Birokrasi lebih banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti rendahnya
kualitas pelayanan publik, berperilaku korup, kolutif dan nepotis, masih rendahnya
profesionalisme dan etos kerja, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
dalam pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan yang berbelit-belit, hingga
muncul jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA DIPERMUDAH”.
Selama ini permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia sangat
berkaitan erat dengan proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik
dari sisi prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas pelayanan, yang dirasakan
masih belum memadai dan jauh dari harapan masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat, pelayanan
yang berorientasi pada customer satisfaction adalah wujud pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan pelayanan prima.
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas
yaitu: a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan
yang berkualitas; b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan
masyarakat; c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai,
serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat; e. Pengembangan kompetensi SDM,
jaminan keamanan dan keselamatan kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur
teknologi informasi dan sarana prasarana; dan f. Secara berkala melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan publik.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian PANRB telah melahirkan beberapa
produk kebijakan pelayanan publik sebagai 19 wujud pelaksanaan amanat Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, diantaranya adalah: a.
penerapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan; b. tindak lanjut dan upaya
perbaikan melalui kegiatan Survei Kepuasan Masyarakat; c. profesionalisme SDM; d.
pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) untuk memberikan akses
yang seluas-luasnya kepada masyarakat; e. mendorong integrasi layanan publik dalam
satu gedung melalui Mal Pelayanan Publik; f. merealisasikan kebijakan “no wrong door
policy” melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N-
LAPOR!);
g. penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik melalui Evaluasi Pelayanan
Publik sehingga diperoleh gambaran tentang kondisi kinerja penyelenggaraan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

pelayanan publik untuk kemudian dilakukan perbaikan; h. kegiatan dialog, diskusi


pertukaran opini secara partisipatif antara penyelenggara layanan publik dengan
masyarakat untuk membahas rancangan kebijakan, penerapan kebijakan, dampak
kebijakan, ataupun permasalahan terkait pelayanan publik melalui kegiatan Forum
Konsultasi Publik; dan i. terobosan perbaikan pelayanan publik melalui Inovasi
Pelayanan Publik.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk: a.
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. memberikan pelayanan publik
yang profesional dan berkualitas; dan c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur mengenai bagaimana
perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN, dalam menyelenggarakan
pelayanan publik, yaitu: a. adil dan tidak diskriminatif; b. cermat; c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; e. profesional; f.
tidak mempersulit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung
tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; 23 i. tidak
membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk
menghindari benturan kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana
serta fasilitas pelayanan publik; l. tidak memberikan informasi yang salah atau
menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi
kepentingan masyarakat; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau
kewenangan yang dimiliki; n. sesuai dengan kepantasan; dan o. tidak menyimpang dari
prosedur.
Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai
ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai
Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus
berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Berorientasi Pelayanan sebagai nilai dan menjadi dasar pembentukan budaya
pelayanan tentu tidak akan dengan mudah dapat dilaksanakan tanpa dilandasi oleh
perubahan pola pikir ASN, didukung dengan semangat penyederhanaan birokrasi
yang bermakna penyederhanaan sistem, penyederhanaan proses bisnis dan juga
transformasi menuju pelayanan berbasis digital.
Dalam contoh negatif yang sudah/sedang terjadi, misalnya dalam hal pelayanan
dasar, yaitu pelayanan di bidang pendidikan oleh guru-guru yang tidak berorientasi
pelayanan dan tidak memiliki kompetensi memadai, akan menghasilkan murid-murid
yang kualitasnya juga kurang memadai, sehingga angkatan kerja yang dihasilkan akan
sulit bersaing dengan talenta global lainnya dalam upaya untuk mengangkat kesejahteraan
dirinya maupun bagi pembangunan bangsa dan negara.
Ke depan, diharapkan nilai berorientasi pelayanan tersebut dapat menjadi
paradigma ASN dalam melaksanakan tugas fungsi jabatannya termasuk dalam tugas
pelayanan, agar mendasari bagaimana ASN bersikap dan berperilaku, yang secara
langsung akan berdampak pada tujuan unit kerja pada khususnya, dan cita-cita organisasi
pada umumnya yakni menghasilkan birokrasi yang profesional.
Rangkuman Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks
ASN, yaitu
1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu
masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau
diterima oleh penerima layanan.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk: a.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 30 b. memberikan pelayanan publik
yang profesional dan berkualitas; dan c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai
ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai
Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN
harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Secara sederhana, definisi pelayanan publik berdasarkan Agus Dwiyanto adalah
a. Semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa b.
Pelayanan yang dirasakan melalui loket-loket pelayanan c. Sumber daya air dan sumber
daya mineral yang dikelola oleh Negara/pemerintah d. Perintah pimpinan/atasan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat pada jam-jam pelayanan 6.
“Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik harus menyediakan akses bagi warga negara untuk mengetahui segala
hal yang terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut, seperti
persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya” adalah prinsip dari … a. Responsif b.
Transparan c. Efektif dan efisien d. Tidak diskriminatif 10.
Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan Sebagaimana kita ketahui, ASN
sebagai suatu profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut: a. nilai dasar; b. kode
etik dan kode perilaku; c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada
pelayanan publik; d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e.
kualifikasi akademik; f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan perilaku/kode etik dari
nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari, yaitu: a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Nilai Dasar
ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang
pertama ini diantaranya: 1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia; 2)
menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak; 3) membuat keputusan
berdasarkan prinsip keahlian; dan 4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja
sama.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka
butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayana
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan
perilaku Berorientasi Pelayanan yang kedua ini diantaranya: 1) memelihara dan
menjunjung tinggi standar etika yang luhur; 2) memiliki kemampuan dalam
melaksanakan kebijakan dan program pemerintah; dan 3) memberikan layanan kepada
publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun.
Djamaludin Ancok dkk (2014) memberi ilustrasi bahwa perilaku yang
semestinya ditampilkan untuk memberikan layanan prima adalah: 1) Menyapa dan
memberi salam; 2) Ramah dan senyum manis; 3) Cepat dan tepat waktu; 4) Mendengar
dengan sabar dan aktif; 5) Penampilan yang rapi dan bangga akan penampilan; 6)
Terangkan apa yang Saudara lakukan; 7) Jangan lupa
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

mengucapkan terima kasih; 8) Perlakukan teman sekerja seperti pelanggan; dan 9)


Mengingat nama pelanggan.
Dengan penjabaran tersebut, pegawai ASN dituntut untuk memberikan
pelayanan dengan ramah, ditandai senyum, menyapa dan memberi salam, serta
berpenampilan rapi; cekatan ditandai dengan cepat dan tepat waktu; solutif 39 ditandai
dengan mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memilih layanan yang
tersedia; dan dapat diandalkan ditandai dengan mampu, akan dan pasti menyelesaikan
tugas yang mereka terima atau pelayanan yang diberikan.
Tidak hanya itu saja, karena kondisi sosial ekonomi yang terus membaik,
masyarakat pun terus menerus menuntut standard pelayanan yang semakin tinggi dan
semakin responsif terhadap kemampuan dan kebutuhan yang beragam.
Ke depan, citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku
melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih;
melayani dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi
40 Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan
kemampuan, keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Dalam Richard L. Daft dalam Tita Maria Kanita (2010: 8), “demikian juga
halnya inovasi dalam layanan publik mestinya mencerminkan hasil pemikiran baru
yang konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap individu untuk membangun karakter
dan mind-set baru sebagai apartur penyelenggara pemerintahan, yang diwujudkan
dalam bentuk profesionalisme layanan publik yang berbeda dari sebelumnya, bukan
sekedar menjalankan atau menggugurkan tugas rutin”.
Pada praktiknya, penyelenggaraan pelayanan publik menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan, yang dapat berasal dari eksternal seperti kondisi geografis
yang sulit, infrastruktur yang belum memadai, termasuk dari sisi masyarakat itu sendiri
baik yang tinggal di pedalaman dengan adat kebiasaan atau sikap masyarakat yang
kolot, ataupun yang tinggal di perkotaan dengan kebutuhan yang dinamis dan
senantiasa berubah.
Tantangan yang berasal dari internal penyelenggara pelayanan publik dapat
berupa anggaran yang terbatas, kurangnya jumlah SDM yang berkompeten, termasuk
belum terbangunnya sistem pelayanan yang baik.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan
di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari
rutinitas dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu
perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.
Dengan kata lain, inovasi pelayanan publik tidak harus berupa suatu penemuan
baru (dari tidak ada kemudian muncul gagasan dan praktik inovasi), tetapi dapat
merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual berupa hasil perluasan
maupun peningkatan kualitas inovasi yang sudah ada.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka
butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani
dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani
dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda
untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,
keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan
di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari
rutinitas dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu
perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.
Pengertian masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang
Pelayanan Publik adalah … a. seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan
sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

langsung b. warga negara Indonesia sebagai orang- perseorangan, kelompok, maupun


badan hukum yang berkedudukan 49 sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik
secara langsung maupun tidak langsung c. seluruh pihak, baik warga negara maupun
penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang
berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik secara langsung d. warga
negara Indonesia sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang
berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik secara langsung
Seorang ASN diharapkan dapat diandalkan untuk memberikan pelayanan prima
yang dicontohkan dengan : a. Melakukan pelayanan maksimal sesuai dengan tugas
fungsinya b. Melakukan pelayanan maksimal untuk kepuasan masyarakat meskipun
dengan menyerobot tugas fungsi rekan yang lain c. Melakukan pelayanan maksimal jika
diminta oleh atasan/pimpinan d. Melakukan pelayanan terbaik jika akan dilakukan
evaluasi eksternal
Memberikan layanan melebihi harapan customer ditunjukkan dengan : a.
meningkatkan mutu layanan dan tidak boleh berhenti ketika kebutuhan customer
sudah dapat terpenuhi b. Selalu menanyakan dan melakukan survey kepuasan
masyarakat c. Mencari tahu ekspektasi customer di masa yang akan datang tentang
layanan apa yang diharapkan d. Menunggu perintah atasan terkait terobosan baru
Tujuan utama dari Nilai Dasar ASN adalah : a. Menjadi dasar pembentukan
peraturan internal tentang kewajiban masuk kerja b. Menjadi pedoman perilaku bagi
para ASN dan menciptakan budaya kerja yang mendukung tercapainya kinerja
terbaik c. Menjadi pertimbangan pimpinan unit kerja dalam menentukan rekanan
dalam proyek strategis d. Menjadi instrumen pengukuran kinerja ASN oleh
masyarakat 51 D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan jawaban Anda dengan
Kunci Jawaban Tes Hasil Belajar Materi Pokok 2 yang terdapat di bagian akhir
modul ini.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2
Modul 2 - Akuntabel

Dalam Mata Diklat Akuntabel, secara substansi pembahasan berfokus pada


pembentukan nilai-nilai dasar akuntabilitas. Peserta diklat akan dibekali melalui substansi
pembelajaran yang terkait dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara
secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan
jabatannya.

POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI


‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk memberikan layanan
spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari
biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi
penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan
kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu seharunya bila
hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang
salah dengan layanan publik di negeri ini.
Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan. Undang-Undang ini dengan mantab memberikan
pijakan sebuah layanan publik, yang seharusnya dapat tercermin di setiap layanan
publik di negeri ini. Namun, sebuah aturan dan kebijakan di negeri ini kerap hanya
menjadi dokumen statis yang tidak memberikan dampat apapun ke unsur yang
seharusnya terikat. Aturan demi aturan, himbauan demi himbauan, sosialisasi demi
sosialisasi, seperti tidak memberikan dampak yang kuat ke semua pihak. Apa yang terjadi di
seluruh negeri ini, sampah masih menjadi masalah besar yang dipandang kecil oleh semua
pihak.
Sikap permisif semua pihak terhadap seseorang yang membuang satu puntung
rokok atau bekas botol minum sembarangan seperti tidak menghitung bila dilakukan oleh
jutaan orang yang berarti menghasilkan jutaan puntung rokok ataupun botol bekas
minuman. Pelayanan Publik, dampaknya sudah mulai terasa di banyak layanan. Perbaikan
layanan tersebut tidak lepas dari upaya lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan.
Setidaknya, aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya bisa diunduh dan
dibaca ketika diperlukan untuk menulis. Ruang-ruang layanan dasar seperti KTP, Kartu
Keluarga, Surat Keterangan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi, individual. Bila hal-hal tersebut di
atas dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku
koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini, sebaliknya,
mental dan pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak serupa. Harus Kita akui,
ciri-ciri tersebut masih kental terlihat di masyarakat di semua tingkatan. Tanpa disadari,
Kita sudah hidup dengan melihat ataupun bahkan melakukan hal-hal yang terkait ciri-ciri di
atas. Kombinasi ciri-ciri di atas, bila dimiliki oleh ASN, akan memberikan dampak yang
bukan main buruknya. Bayangkan, kualitas layanan yang saat ini sudah berada di jalur yang
benar akan kembali ke kondisi di mana praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme masih
menjadi hal yang lumrah. Pengurusan KTP yang menjadi hak paling dasar warga negara
dipungli dengan sewenang-wenang, keluarga yang ingin membuat Kartu Keluarga
dipersulit dengan harapan mendapatkan ‘uang pelicin’ untuk mempermudah, musibah
kehilangan barang atau dokumen yang sudah membuat sedih masih harus dimintai dana
seikhlasnya ketika mengurus surat kehilangan, mereka yang ingin mencoba mengurus surat
izin secara mandiri kalah dengan mereka yang memiliki kenalan ‘orang dalam’,
keluarga tidak mampu yang dengan susah payah mendapatkan surat keterangan tidak
mampu harus kalah oleh orang-orang mampu yang memalsukan surat sejenis untuk
menyekolahkan anaknya, dan lain sebagainya.

KONSEP AKUNTABILITAS
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk
dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu
yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak
hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab.
Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Aspek-Aspek Akuntabilitas
 Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara
individu/kelompok/institusi dengan negara dan masyarakat.
 Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang
bertanggung jawab, adil dan inovatif.
 Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers
reporting) Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas.
 Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless
without consequences)
Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan tanggungjawab
menghasilkan konsekuensi.
 Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN
dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit
organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban
laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam beberapa hal, akuntabilitas sering diartikan
berbeda- beda. Seperti misalnya keberadaan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai.
Oleh sebab itu, pola pikir PNS yang bekerja lambat, berdampak pada pemborosan sumber daya
dan memberikan citra PNS berkinerja buruk.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
 Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
 untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional)
 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi, serta
antara pemerintah yang diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua belah
pihak tersebut memiliki ciri antara lain: Pertama, akuntabilitas eksternal yaitu tindakan
pengendalian yang bukan bagian dari tanggung jawabnya. Akuntabilitas publik terdiri atas
dua macam, yaitu: akuntabilitas vertikal , dan akuntabilitas horizontal .
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada
otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja kepada
pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat
kepada MPR. Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Akuntabilitas ini membutuhkan pejabat pemerintah untuk melaporkan «ke samping» kepada
para pejabat lainnya dan lembaga negara.
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal,
akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas
stakeholder.
 Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri seseorang seperti
kejujuran, integritas, moral dan etika.
 Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu mengacu pada hubungan antara individu dan lingkungan kerjanya
 Akuntabilitas Kelompok
Kinerja sebuah institusi biasanya dilakukan atas kerjasama kelompok.
 AkuntabilitasOrganisasi
Akuntabilitas organisasi mengacu pada hasil pelaporan kinerja yang telah dicapai
 Akuntabilitas Stakeholder
Stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat umum, pengguna layanan, dan
pembayar pajak yang memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap kinerjanya.

PANDUANG PERILAKU AKUNTABEL


Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak
menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara . Aulich bahkan
mengatakan bahwa sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi. Menurut Matsiliza ,


pejabat ataupun pegawai negara, memiliki kewajiban moral untuk memberikan pelayanan
dengan etika terbaik sebagai bagian dari budaya etika dan panduan perilaku yang harus
dimiliki oleh sebuah pemerintahan yang baik. dan masyarakat pada umumnya.
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Jika
ucapan mengatakan antikorupsi, maka perbuatan pun demikian. Dengan demikian, integritas
yang konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato, dalam The Republic sekitar 25
abad silam, adalah tiang utama dalam kehidupan bernegara.
Sebagai individu, Kita, dapat melakukan gerakan pemberantasan korupsi yang
dimulai dari diri sendiri. Walaupun diakui kadang sulit melakukannya dalam sistem di mana
semua orang melakukan hal-hal yang koruptif, paling tidak, Kita bisa memulainya
untuk diri Kita sendiri. Karena apapun yang Kita lakukan, pro dan kontra
itu tidak dapat dihindari, tapi, setidaknya, Kita berada di pihak yang benar. Di lain
pihak, melakukan kebaikan, juga dapat menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitar Kita.
Berhentilah menuntut pihak atasan untuk berintegritas lebih dulu, jadikan diri kita
contoh atau inspirasi bagi diri Kita sendiri, orang-orang tercinta di sekitar Kita, untuk anak-
anak Kita.
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sector publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung dimensi:
 Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
diterapkan
 Akuntabilitas proses (process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan: apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi
 Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas ini dapat memberikan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
tercapai, dan Apakah ada alternative program lain yang memberikan hasil maksimal
dengan biaya minimal
 Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas ini terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang
diambil terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Akuntabilitas tidak akan mungkin terwujud apabila tidak ada alat akuntabilitas. Di Indonesia,
alat akuntabilitas antara lain adalah:
 Perencanaan Strategis (Strategic Plans)
 Kontrak Kinerja.
 Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP)
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Akuntabel
1. Kepemimpinan
2. Transparansi
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

3. Integritas
4. Tanggung Jawab (Responsibilitas)
5. Keadilan
6. Kepercayaan
7. Keseimbagan
8. Kejelasan
9. Konsistensi
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi
yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau
organisasi yang memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan
profesional dan pribadi yang bersinggungan.
Ada 2 jenis umum Konflik Kepentingan:
a. Keuangan
b. Non-Keuangan
Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut Matsiliza adalah nilai yang wajib dimiliki
oleh setiap unsur pelayan publik, dalam konteks modul ini adalah PNS. Namun, secara
spesifik, Matsiliza menekankan bahwa nilai integritas adalah nilai yang dapat mengikat
setiap unsur pelayan publik secara moral dalam membentengi institusi, dalam hal ini
lembaga ataupun negara, dari tindakan pelanggaran etik dan koruptif yang berpotensi
merusak kepercayaan masyarakat. Biaya Sosial Korupsi bisa menjadi referensi bagi Kita
untuk melakukan kontempelasi dalam menentukan sikap untuk ikut berpartisipasi dalam
gerakan pemberantasan korupsi negeri ini.
Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu Indonesia yang
adil, makmur, dan sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada praktekpraktek korupsi
di negeri ini. Bisa dimulai dari menganalisa hal-hal kecil yang sering banyak diterabas oleh
banyak orang, mulai memperbaikinya, dan dilakukan mulai dari saat ini. Hal salah yang
banyak dilakukan oleh banyak orang tidak menjadikan hal tersebut menjadi benar,
sebaliknya, hal benar tidak pernah dilakukan oleh banyak orang tidak menjadikan hal benar
itu menjadi salah.
Apa yang Diharapkan dari Seorang ASN Perilaku Individu (Personal Behaviour)
 ASN bertindak sesuai dengan persyaratan legislatif, kebijakan lembaga dan kode
etik yang berlaku untuk perilaku mereka
 ASN tidak mengganggu, menindas, atau diskriminasi terhadap rekan atau anggota
masyarakat
 Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja pribadi dan profesional hubungan
berkontribusi harmonis, lingkungan kerja yang aman dan produktif;
 ASN memperlakukan anggota masyarakat dan kolega dengan hormat, penuh
kesopanan, kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan tepat untuk kepentingan
mereka, hak-hak, keamanan dan kesejahteraan;
 ASN melayani Pemerintah setiap hari dengan tepat waktu, memberikan masukan
informasi dan kebijakan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN


Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah memberikan pengaruh yang
besar pada berbagai sektor dan urusan publik di Indonesia. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Konteks lahirnya UU ini secara substansial adalah
memberikan jaminan konstitusional agar praktik demokratisasi dan good governance
bermakna bagi proses pengambilan kebijakan terkait kepentingan publik, yang bertumpu
pada partisipasi masyarakat maupun akuntabilitas lembaga penyelenggara kebutuhan
publik.
Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan informasi publik1 dari semua Badan
Publik. Informasi publik terbagi dalam 2 kategori:
 Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan.
 Informasi yang dikecualikan (informasi publik yang perlu dirahasiakan).
Keterbukaan informasi - memungkinkan adanya ketersediaan (aksesibilitas)
informasi bersandar pada beberapa prinsip. Prinsip yang paling universal (berlaku
hampir diseluruh negara dunia) adalah:
 Maximum Access Limited Exemption (MALE)
Pada prinsipnya semua informasi bersifat terbuka dan bisa diakses masyarakat.
 Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan
 Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan daya guna suatu informasi
sangat ditentukan oleh konteks waktu.
 Informasi Harus Utuh dan Benar Informasi yang diberikan kepada pemohon
haruslah informasi yang utuh dan benar.
 Informasi Proaktif Badan publik dibebani kewajiban untuk menyampaikan jenis
informasi tertentu yang penting diketahui publik.
 Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk
publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan
etika. Isu etika menjadi sangat vital dalam administrasi publik dalam penyelenggaraan
pelayanan sebagai inti dari administrasi publik. Seluruh PNS dapat turut serta
mengembangkan lingkungan kerja yang positif untuk membantu pembentukan suatu etika
dan aturan perilaku internal organisasi.
Untuk kelancaran aktivitas pekerjaan, hampir semua instansi pemerintah
dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti telepon, komputer, internet dan sebagainya.
Kesemuanya itu dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi dalam melayani publik.
Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan pribadi, sebagai contoh motor
atau mobil dinas yang tidak boleh digunakan kepentingan pribadi.
Proses suatu organisasi akuntabel karena adanya kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan oleh masyarakat atau pembuat kebijakan
atau pengguna informasi dan data pemerintah lainnya. Informasi ini dapat berupa data
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

maupun penyampaian/penjelasan terhadap apa yang sudah terjadi, apa yang sedang
dikerjakan, dan apa yang akan dilakukan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah akses dan
distribusi dari data dan informasi yang telah dikumpulkan tersebut, sehingga
pengguna/stakeholders mudah untuk mendapatkan informasi tersebut.
Baik data dan informasi yang dibutuhkan oleh murid, orang tua murid, guru, kepala
sekolah, masyrarakat, pemerintah sebagai bagian dari akunbatilitasnya terhadap publik.
Sekolah memiliki hubungan yang sangat penting untuk berkewajiban akuntabel
pada pemerintah, masyarakat, guru dan murid.
Dari keseluruhan kasus, 80% adalah kasus suap, gratifikasi, dan PBJ. Dengan
integritas yang tinggi, dimensi aturan akan dapat dilihat dengan lurus dan jelas.
Penyusunan Kode Etik, Dukungan Lembaga, dan Sangsi bagi pelaku pelanggaran adalah
beberapa hal yang sangat penting untuk dapat menjadi perhatian. Namun, memegang teguh
prinsip moral, integritas, adalah kunci utama dari terlaksananya sistem yang disiapkan.
Sebagai ASN, tidak terlepas dari kedua dimensi tersebut. Oleh sebab itu,
menekankan bahwa fondasi paling utama dari unsur pegawai ataupun pejabat negara adalah
integritas.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2
Modul 3 - Kompeten

KOMPETEN
Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk aspek
pengembangan SDM memanglah penting. Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan
nasional jangka menengah ke 4, tahun 2020-2024, berfokus pada penguatan kualitas SDM,
untuk sector keAparaturan, pembangunan diarahkan untuk mewujudkan birokrasi berkelas
dunia. Wujud birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa yang disebut dengan
SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan karakter meliputi: integritas,
profesinal, hospitality, networking, enterprenership, berwawasan global, dan penguasaan IT
dan Bahasa asing.
A. Tantangan Lingkungan Strategis
Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis
diantaranya VUCA dan disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting),
dan keterbatasan sumberdaya. Keadaan ini merubah secara dinamis lingkungan pekerjaan
termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian (skills). Kenyataan ini menutut setiap
elemen atau ASN di setiap instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset yang
bersifat rigit peraturan atau rule based dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan
dan tidak adapatif dengan zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar,
utamanya: inovasi, daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif. Sifat dan kompetensi dasar ini
krusial untuk mewujudkan instansi pemerintah yang responsif dan efektif Implikasi VUCA
menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai kecenderungan
kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja
organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

B. Kebijakan Pembangunan Aparatur


Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan
ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh
ada perlakuan yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek
primodial lainnya yang bersifat subyektif. Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang
dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan.
Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme, profesionalisme,
wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship
C. Pengembangan Kompetensi
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar
Kompetensi ASN, kompetensi meliputi:
1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan
2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan kap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan
3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang
dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan,
etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang
Jabatan untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan

D. Perilaku Kompeten
1) Berkinerja dan berakhlak
2) Learn, Unlearn, dan Relearn
3) Meningkatkan kompetensi diri
4) Membantu Orang Lain Belajar
5) Melaksanakan tugas terbaik
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2
Modul 4 - Harmonis

HARMONIS
Mata Pelatihan Harmonis dalam Latsar BerAKHLAK ini mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman kepada setiap CPNS dalam Latsar ASN mengenai keberagaman berbangsa,
rasa saling menghormati, dan bagaimana menjad pelayan dan abdi masyarakat yang baik.

Kolaboratif
Berorie
Akuntabel Kompeten Harmonis Loyal Adaptif
ntasi
Pelaya
nan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Nama
alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi mencapai 270.203.917
jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Indonesia juga dikenal karena kekayaan sumber daya alam, hayati, suku bangsa dan budaya
nya. Kekayaan sumber daya alam berupa mineral dan tambang, kekayaan hutan tropis dan
kekayaan dari lautan diseluruh Indonesia.

Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa dampak terhadap kehidupan yang
meliputi aspek aspek sebagai berikut:

1. Kesenian

2. Religi

3. Sistem Pengetahuan

4. Organisasi social

5. Sistem ekonomi
6. Sistem teknologi

7. Bahasa

B. BHINNEKA TUNGGAL IKA

1. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular
dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya
syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali,
namun berbahasa Jawa Kuno. Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada
pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut.
● Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena
parwanosen, Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal
ika tan hana dharma mangrwa.
2. Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina
(Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu.
Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

C. POTENSI DAN TANTANGAN DALAM KEANEKARAGAMAN BAGI ASN

Perbedaan dimungkinkan dengan menghormati masa lalu, keberlanjutan etnisitas, warisan


kerajaan, kearifan lokal tradisional, budaya dan bahasa daerah, penghormatan terhadap hak
hak adat, golongan minoritas, serta kebebasan untuk memeluk dan mengembangan agama
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

dan keyakinan masing masing.


Tantangan disharmonis dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi beberapa kondisi
sebagai berikut.
1. Disharmonis antarsuku yaitu pertentangan antara suku yang satu dengan suku yang
lain. Perbedaan suku seringkali juga memiliki perbedaan adat istiadat, budaya,
sistem kekerabatan, norma sosial dalam masyarakat. Pemahaman yang keliru
terhadap perbedaan ini dapat menimbulkan disharmonis dalam masyarakat.
2. Disharmonis antaragama yaitu pertentangan antarkelompok yang memiliki
keyakinan atau agama berbeda. Disharmonis ini bisa terjadi antara agama yang satu
dengan agama yang lain, atau antara kelompok dalam agama tertentu.
3. Disharmonis antarras yaitu pertentangan antara ras yang satu dengan ras yang lain.
Pertentangan ini dapat disebabkan sikap rasialis yaitu memperlakukan orang
berbeda-beda berdasarkan ras.
4. Disharmonis antargolongan yaitu pertentangan antar kelompok dalam masyarakat
atau golongan dalam masyarakat. Golongan atau kelompok dalam masyarakat dapat
dibedakanatas dasar pekerjaan, partai politik, asal daerah, dan sebagainya.
5. Dampak Konflik :
● Suasana Bekerja dan Lingkungan Tidak Nyaman
● Pekerjaan terbengkalai
● Kinerja Buruk
● Layanan Kepada Masyarakat Tidak optimal
D. SIKAP ASN DALAM KEANEKARAGAMAN BERBANGSA
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan tidak
diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka harus bersikap profesional
dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar keuntungan pribadi atau
instansinya belaka, tetapi pelayanan harus diberikan dengan maksud memperdayakan masyarakat,
menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Untuk itu integritas menjadi penting bagi
setiap pegawai ASN. Senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak
korupsi,transparan, akuntabel, dan memuaskan publik. Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi permasalahan keberagaman, bahkan menjadi unsur
perekat bangsa dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

E. PENGERTIAN NILAI DASAR HARMONIS DALAM PELAYANAN ASN


1. Pengertian Harmonis
Harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor
tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur

F. PANDUAN ETIKA ASN HARMONIS


1. Etika:
Etika merupakan tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi
yang adil
2. Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu kelompok khusus,
sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal prinsip dalam bentuk ketentuanketentuan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

tertulis.

● Etika ASN yang berupa :


a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien
h. Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.

● Etika ASN sebagai Individu, dalam Organisasi, dan Masyarakat


a. Perubahan Mindset
- Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
- Kedua, merubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
- Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah, yang harus dipertanggung
jawabkan bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat
- Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan Toleransi, Empati, dan Keterbukaan
terhadap perbedaan.
G. PERAN ASN HARMONIS
a. Posisi ASN sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil. Netral dalam
artian tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan yang ada. Adil, berarti
PNS dalam melaksanakna tugasnya tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus obyektif,
jujur, transparan.
b. ASN juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan
tidak membuat kebijakan, peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut.
c. ASN juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban ASN juga harus memiliki suka menolong
baik kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan ASN menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2

Modul 5 – Urgensi Loyalitas ASN

Urgensi Loyalitas ASN

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer
Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai
salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World
Class Government), pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN
BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).

Pertanyaan yang cukup menarik untuk dibahas pada awal uraian modul ini adalah kenapa nilai
“Loyal” dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus dimiliki dan
diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kajiannya
dapat dilakukan dengan melihat faktor internal dan faktor eksternal yang jadi penyebabnya.

a. Faktor Internal

Strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class
Government) sebagaimana tersebut di atas merupakan upaya-paya yang harus dilakukan dalam
rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum pada alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Cita-cita mulia tersebut tentunya akan dapat dengan mudah
terwujud jika instansi-instansi pemerintah diisi oleh ASN-ASN yang profesional, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat, melaksanakan kebijakan publik serta mampu
menjadi perekat dan persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan
fungsinya sebagai ASN sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Aparatur Sipil Negara.

Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal sebagaimana tersebut di atas adalah sifat
loyal atau setia kepada bangsa dan negara. Sifat dan sikap loyal terhadap bangsa dan negara dapat
diwujudkan dengan sifat dan sikap loyal ASN kepada pemerintahan yang sah sejauh pemerintahan
tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, karena ASN
merupakan bagian atau komponen dari pemerintahan itu sendiri.

Karena pentingnya sifat dan sikap ini, maka banyak ketentuan yang mengatur perihal loyalitas
ASN ini (akan dibahas lebih rinci pada bab-bab selanjutnya), diantaranya yang terkait dengan
bahasan tentang:

1) Kedudukan dan Peran ASN

2) Fungsi dan Tugas ASN

3) Kode Etik dan Kode Perilaku ASN


PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

4) Kewajiban ASN

5) Sumpah/Janji PNS

6) Disiplin PNS

b. Faktor eksternal

Modernisasi dan globalisasi merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihadapi oleh segenap
sektor baik swasta maupun pemerintah. Modernisasi dan globalisasi ini salah satunya ditandai
dengan perkembangan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya teknologi informasi. Perkembangan Teknologi Informasi ini ibarat dua sisi mata uang
yang memilik dampak yang positif bersamaan dengan dampak negatifnya.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang masif saat ini tentu menjadi tantangan
sekaligus peluang bagi ASN untuk memenangi persaingan global. ASN harus mampu
menggunakan cara-cara cerdas atau smart power dengan berpikir logis, kritis, inovatif, dan terus
mengembangkan diri berdasarkan semangat nasionalisme dalam menghadapi tantangan global
tersebut sehingga dapat memanfaatkan teknologi informsasi yang ada untuk membuka cakrawala
berpikir dan memandang teknologi sebagai peluang untuk meningkatkan kompetensi, baik
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap/perilaku.

Selain itu perkembang teknologi informasi dapat digunakan oleh ASN untuk mendukung
Implementasi Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang saat ini tengah digalakkan oleh
pemerintah. KIP merupakan salah satu alat ukur untuk melegitimasi pemerintah di mata rakyat.
dan menjadi fondasi penting demokrasi. Melalui pelaksanaan KIP, diharapkan dapat membangun
kepercayaan publik atas berbagai kebijakan pemerintah, sehingga tercipta tata kelola pemerintah
yang baik (good governance), publik lebih sadar informasi, serta turut berperan aktif dalam
mensukseskan berbagai program kerja pemerintah.

Bersamaan dengan peluang pemanfaatan teknologi informasi sebagaimana diuraikan di atas, ASN
milenial juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus (dan hanya dapat dihadapi) dengan
sifat dan sikap loyal yang tinggi terhadap bangsa dan negara, seperti information overload, yang
dapat menyebabkan paradox of plenty, dimana informasi yang ada sangat melimpah namun tidak
dimanfaatkan dengan baik atau bahkan disalahgunakan. Tentunya sebagai seorang ASN akan banyak
mengetahui atau memiliki data dan informasi penting terkait bangsa dan negara yang tidak boleh
disalahgunakan pendistribusian dan penggunaannya.

Selain itu, masalah lain yang harus dihadapi dengan loyalitas tinggi oleh seorang ASN adalah
semakin besar peluang masuknya budaya dan ideologi alternatif dari luar ke dalam segenap sendi-
sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa yang
berpotensi merusak tatanan budaya dan ideologi bangsa.

2. Makna Loyal dan Loyalitas

Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari
sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya
paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Dalam Kamus Oxford Dictionary kata
Loyal didefinisikan sebagai “giving or showing firm and constant support or allegiance to a person or
institution (tindakan memberi atau menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan
kepada seseorang atau institusi)”. Sedangkan beberapa ahli mendefinisikan makna “loyalitas”
sebagai berikut:
a. Kepatuhan atau kesetiaan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

b. Tindakan menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang konstan kepada organisasi


tempatnya bekerja.

c. Kualitas kesetiaan atau kepatuhan seseorang kepada orang lain atau sesuatu
(misalnya organisasi) yang ditunjukkan melalui sikap dan tindakan orang
tersebut.

d. Mutu dari kesetiaan seseorang terhadap pihak lain yang ditunjukkan dengan
memberikan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada
seseorang atau sesuatu.

e. Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan emosional manusia, sehingga untuk


mendapatkan kesetiaan seseorang maka kita harus dapat mempengaruhi sisi
emosional orang tersebut.

f. Suatu manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki,


mendukung, merasa aman, membangun keterikatan, dan menciptakan keterikatan
emosional.

g. Merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dari pekerja untuk mengikuti
pihak yang mempekerjakannya.

b) Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

c) Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap
loyal seseorang, terdapat banyak faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain:

a. Taat pada Peraturan

d) Seorang pegawai yang loyal akan selalu taat pada peraturan. Sesuai dengan pengertian
loyalitas, ketaatan ini timbul dari kesadaran amggota jika peraturan yang dibuat oleh
organisasi semata-mata disusun untuk memperlancar jalannya pelaksanaan kerja organisasi.
Kesadaran ini membuat pegawai akan bersikap taat tanpa merasa terpaksa atau takut terhadap
sanksi yang akan diterimanya apabila melanggar peraturan tersebut.

e) Bekerja dengan Integritas

f) Banyak asumsi menyebutkan bahwa kesetiaan seorang pegawai dilihat dari seberapa besar
ketaatan mereka di organisasi. Pegawai yang taat dengan peraturan dan gaya kerja organisasi,
punya rasa loyalitas yang besar pula. Sesungguhnya seorang pegawai yang loyal dapat dilihat
dari seberapa besar dia menunjukkan integritas mereka saat bekerja. Integritas yang
sesungguhnya adalah “melakukan hal yang benar, dengan mengetahui bahwa orang lain tidak
mengetahuinya apakah Anda melakukannya atau tidak”. Secara konsisten mereka bekerja
dengan melakukan hal yang benar, tidak hanya sekedar mengikuti paham/kepercayaan pribadi
dan tanpa peduli orang lain tahu atau tidak.

g) Tanggung Jawab pada Organisasi

h) Ketika seorang pegawai memiliki sikap sesuai dengan pengertian loyalitas, maka secara
otomatis ia akan merasa memiliki tanggung jawab yang besar terhadap organisasinya.
Pegawai akan berhati-hati dalam mengerjakan tugas-tugasnya, namun sekaligus berani untuk
mengembangkan berbagai inovasi demi kepentingan organisasi.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

i) Kemauan untuk Bekerja Sama


j) Pegawai yang memiliki sikap sesuai dengan pengertian loyalitas, tidak segan untuk bekerja
sama dengan anggota lain. Bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok
memungkinkan seorang anggota mampu mewujudkan impian perusahaan untuk dapat
mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh seorang anggota secara invidual.

k) Rasa Memiliki yang Tinggi

l) Adanya rasa ikut memiliki pegawai terhadap organisasi akan membuat pegawai memiliki
sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap organisasi sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan sikap sesuai dengan pengertian loyalitas demi tercapainya tujuan
organisasi.

m) Hubungan Antar Pribadi

n) Pegawai yang memiliki loyalitas tinggi akan mempunyai hubungan antar pribadi yang baik
terhadap pegawai lain dan juga terhadap pemimpinnya. Sesuai dengan pengertian loyalitas,
hubungan antar pribadi ini meliputi hubungan sosial dalam pergaulan sehari-hari, baik yang
menyangkut hubungan kerja maupun kehidupan pribadi.

o) Kesukaan Terhadap Pekerjaan

p) Sebagai manusia, seorang pegawai pasti akan mengalami masa-masa jenuh terhadap
pekerjaan yang dilakukannya setiap hari. Seorang pegawai yang memiliki sikap sesuai
dengan pengertian loyalitas akan mampu menghadapi permasalahan ini dengan bijaksana.

q) Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan

r) Setiap organisasi yang besar dan ingin maju pasti menciptakan suasana debat dalam
internalnya. Debat dalam hal ini kondisi dimana pegawai dapat mengutarakan opini mereka
masing-masing. Pemimpin yang hebat pasti ingin pegawainya aktif bertanya, aktif
beropini/berpendapat, dan berhati- hati dalam bekerja. Bahkan tidak jarang mengijinkan
pegawai untuk mengutarakan ketidaksetujuan mereka terhadap hal apapun di tempat kerja.
“Sebuah ketidaksetujuan (dissagreement) adalah baik untuk organisasi. Justru itu dapat
membantu organisasi dalam mengambil sebuah keputusan”.
s) Pegawai yang loyal akan berusaha untuk senatiasa men- sharing-kan opini mereka, bahkan
saat mereka tahu bahwa pimpinan tidak mengapresiasi opini mereka, untuk kemajuan

t) organisasinya. Bahkan, terkadang mereka “berani melawan” akan sebuah keputusan yang
memang dirasa kurang baik dengan cara yang arif dan bijaksana.

u) Menjadi Teladan bagi Pegawai Lain

v) Salah satu ciri loyalitas berikutnya adalah pegawai yang bisa memberikan contoh bagi
pegawai lain, karena mereka yang bisa menjadi teladan biasanya akan selalu berpegang teguh
pada nilai organisasi, berorientasi pada target, kemampuan interpersonal yang kuat, cepat
adaptasi, selalu berinisiatif, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan baik.

3. Loyal dalam Core Values ASN


PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)


menyelenggarakan Peluncuran Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara (ASN),
di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta pada hari Selasa tanggal 27 Juli Tahun 2021. Pada
kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer Branding
ASN. Peluncuran ini bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN
yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan,
Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut harus
diimplementasikan oleh seluruh ASN di Instansi Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatus Sipil Negara.

Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:

a. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;

b. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta

c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.

b) Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah sebagai berikut :

c) Komitmen yang bermakna perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu atau


hubungan keterikatan dan rasa tanggung jawab akan sesuatu.

d) Dedikasi yang bermakna pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan
suatu usaha yang mempunyai tujuan yang mulia, dedikasi ini bisa juga berarti
pengabdian untuk melaksanakan cita-cita yang luhur dan diperlukan adanya sebuah
keyakinan yang teguh.

e) Kontribusi yang bermakna keterlibatan, keikutsertaan, sumbangsih yang diberikan


dalam berbagai bentuk, baik berupa pemikiran, kepemimpinan, kinerja,
profesionalisme, finansial atau, tenaga yang diberikan kepada pihak lain untuk
mencapai sesuatu yang lebih baik dan efisien.

f) Nasionalisme yang bermakna suatu keadaan atau pikiran yang mengembangkan


keyakinan bahwa kesetiaan terbesar mesti diberikan untuk negara atau suatu sikap cinta
tanah air atau bangsa dan negara sebagai wujud dari cita-cita dan tujuan yang diikat
sikap-sikap politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagai wujud persatuan atau
kemerdekaan nasional dengan prinsip kebebasan dan kesamarataan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

g) Pengabdian yang bermakna perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat, ataupun tenaga
sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan semua itu
dilakukan dengan ikhlas.

4. Membangun Perilaku Loyal

a. Dalam Konteks Umum


PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi,
hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:

1) Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki

Seorang pegawai akan setia dan loyal terhadap organisasinya apabila pegawai tersebut memiliki
rasa cinta dan yang besar terhadap organisasinya. Rasa cinta ini dapat dibangun dengan
memperkenalkan organisasi secara komprehensif dan detail kepada para pegawainya. Dengan rasa
cinta yang besar akan mampu penghantarkan pegawai tersebut mempunyai rasa memiliki yang
tinggi terhadap organisasi sehingga akan bersedia menjaga, berkorban dan memberikan yang
terbaik yang dimilikinya kepada organisasi sebagai wujud loyalitasnya.
2) Meningkatkan Kesejahteraan

Usaha peningkatan kesejahteraan pegawai dapat menjadi salah satu faktor yang dapat
menumbuhkan rasa dan sikap loyal seorang pegawai. Hal ini sangat dimungkinkan, karena apabila
kesejahteraan pegawai belum terpenuhi, maka pikiran dan konsentrasinya akan terpecah untuk
berusaha memenuhi kesejahteran yang dirasa kurang. Sebaliknya, apabila kesejahteraan telah
tercapai, gairah dan motivasi kerja juga akan meningkat, sehingga produktivitasnya akan
meningkat pula. Gairah dan motivasi kerja memang tidak selalu disebabkan oleh pendapatan
dalam bentuk material, akan tetapi pegawai yang bekerja demi mendapatkan pemenuhan
kebutuhannya masih tetap mendominasi, sehingga untuk menumbuhkan gairah dan motivasi kerja
dengan kesejahteraan dalam bentuk materi dapat menjadi salah satu faktor pendukung timbulnya
loyalitas seorang pegawai dalam bekerja.

Peningkatanan kesejahteraan dapat dilakukan melalui gaji, tunjangan, atau berbagai jaminan yang
bisa mereka dapat. Sebab, hal-hal yang baru saja disebutkan merupakan kebutuhan mendasar yang
akan sangat berpengaruh pada kualitas kerja dan kesetiaan pegawai.

3) Memenuhi Kebutuhan Rohani

Maksud dari pemenuhan kebutuhan rohani adalah kemampuan organisasi untuk memberikan hak
pegawai atas hal yang tidak bersifat materi. Ini bisa dilakukan dengan menawarkan pengalaman dan
pendekatan emosional dalam pekerjaan.

4) Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir

Setiap dari kita memiliki target yang ingin dicapai. Salah satu bentuknya adalah pencapaian dalam
karir, seperti posisi atau jabatan. Melalui penempatan yang tepat atau pemindahan secara berkala.
Ini dapat membuat pegawai merasa mendapatkan keadilan dalam pembagian tugas, atau memiliki
semangat baru karena pekerjaan yang ia lakukan tidak monoton.

5) Melakukan Evaluasi secara Berkala

Dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja, maka setiap pegawai dapat
mengetahui kesalahan atau kekurangannya sebagai acuan untuk terus melakukan perbaikan dan
pengembangan kinerjanya sebagai wujud loyalitasnya. Selain itu dengan evaluasi kinerja secara
berkala, pegawai akan merasa bahwa hasil kerjanya diperhatikan dengan baik oleh organisasi
sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dan kesetiaannya.

b. Memantapkan Wawasan Kebangsaan

Tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 aline ke-4 adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sedangkan kepentingan
nasional adalah bagaimana mencapai tujuan nasional tersebut. Untuk mencapai tujuan nasional
tesebut diperlukan ASN yang senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada
kepentingan sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan
negara. Agar para ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan
lainnya dibutuhkan langkah- langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan
Kebangsaan.

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan
kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi
bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
Pengetahuan tentang Wawasan Kebangsaan sejatinya telah diperoleh para Peserta Pelatihan di
bangku pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi.
Namun demikian, Wawasan Kebangsaan tersebut masih perlu terus dimantapkan di kalangan CPNS
untuk meningkatkan kecintaannya kepada bangsa dan negara guna membangun sikap loyal sebagai
bekal dalam mengawali pengabdiannya kepada bangsa dan negara sebagai seorang PNS.

c. Meningkatkan Nasionalisme

Setiap pegawai ASN harus memiliki Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan yang kuat
sebagai wujud loyalitasnya kepada bangsa dan negara dan mampu mengaktualisasikannya dalam
pelaksanaan fungsi dan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta
perekat dan pemersatu bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Diharapkan
dengan nasionalisme yang kuat, setiap pegawai ASN memiliki orientasi berpikir mementingkan
kepentingan publik, bangsa dan negara. Dengan demikian ASN tidak akan lagi berpikir sektoral
dengan mental block-nya, tetapi akan senantiasa mementingkan kepentingan yang lebih besar
yakni bangsa dan negara.

Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan
negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan Nasionalisme Pancasila adalah
pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang
didasarkan pada
nilai- nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang
diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa : 1) menempatkan persatuan dan kesatuan,
kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan; 2) menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara; 3) bangga
sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; 4) mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa; 5)
menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia; dan 6) mengembangkan sikap tenggang
rasa. Oleh karena itu seorang PNS harus selalu mengamalkan nilai-nilai Luhur Pancasila dalam
melaksanakan tugasnya sebagai wujud nasionalime dan juga loyalitasnya terhadap bangsa dan
negara.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2
Modul 6 - Adaptif

ADAPTIF
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan
hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Adaptif
merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun organisasi
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Beberapa alasan mengapa kita perlu
adaptif, di antaranya adalah:
1. perubahan lingkungan strategis,
Perubahan lingkungan strategis menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Tidak ada
satu pun negara ataupun pemerintahan yang kebal akan perubahan ini, demikian
juga dengan Indonesia. Berbagai perubahan lingkungan strategis seperti isu
pembangunan ekonomi, kerusakan lingkungan, persoalan global dalam bidang
keamanan dan perdamaian dunia (terorisme, radikalisme, konflik regional dan
sebagainya) akan memaksa negara untuk mengadaptasi cara-cara baru dalam
menghadapi dan menyelesaikannya. Pendekatan lama dalam menangani persoalan
keamanan dan perdamaian bisa jadi sudah usang dan tidak ampuh lagi, sehingga
negara perlu menemukan pendekatan lain yang lebih sesuai dengan tantangan
isunya.
2. kompetisi yang terjadi di sektor publik/ antar instansi pemerintahan,
Perubahan dalam konteks pembangunan ekonomi antar negara mendorong adanya
pergeseran peta kekuatan ekonomi, di mana daya saing menjadi salah satu ukuran
kinerja sebuah negara dalam kompetisi global. Kompetisi menjadi salah satu
karakteristik penting dari perubahan lingkungan strategis, yang mendorong dan
memaksa negara untuk berperilaku seperti dunia usaha, bersaing untuk
menghasilkan kinerja terbaik. Bentuk-bentuk kompetisi tidak langsung bagi negara
adalah seperti kriteria kemajuan pembangunan, indeksasi tertentu atau event-
event olahraga dan sebagainya. Seluruh bentuk kompetisi tersebut akan memaksa
dan mendorong pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah untuk terus
bersaing dan beradaptasi dalam menghadapi setiap perubahan lingkungan yang
terjadi. Adaptasi menjadi kata kunci bagi negara untuk dapat menjadi kompetitif
3. perubahan iklim,
4. perkembangan teknologi
Teknologi menjadi salah satu pendorong perubahan terpenting yang mengubah cara
kerja birokrasi serta sektor bisnis. Saat ini teknologi sudah mengambil alih hampir
semua proses birokrasi di berbagai sektor. Masyarakat harus beradaptasi terhadap
penggunaan internet ini, bukan hanya dalam hal penggunaannya saja, tetapi juga
harus diiringi dengan peningkatan kesadaran mengenai pentingnya melindungi diri
dan organisasi dari kejahatan saiber. Adaptasi tidak berhenti di kemampuan
menggunakan, tetapi juga antisipasi dari konsekuensi yang mungkin timbul dari
pelaksanaan cara-cara baru dalam bekerja dengan teknologi.
Rumusan tantangan perubahan lingkungan juga diperkenalkan dengan rumusan
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

karakteristik VUCA, yaitu Volatility, Uncertaninty, Complexity dan Ambiguity. Indonesia


dan seluruh negara di dunia tanpa kecuali menghadapi tantangan yang relatif sama pada
aras global, dengan perubahan lingkungan yang berkarakteristik VUCA.

MEMAHAMI ADAPTIF
Adaptasi bukan hanya kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Jika
tidak bisa beradaptasi makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan pada akhirnya
akan musnah oleh perubahan lingkungan. Kemampuan adaptif merupakan syarat penting
bagi terjaminnya keberlangsungan kehidupan. Kebutuhan kemampuan beradaptasi ini
berlaku bagi individu dan organisasi dalam menjalankan fungsinya. Baik organisasi
maupun individu menghadapi permasalahan yang sama, yaitu perubahan lingkungan yang
konstan, sehingga karakteristik adaptif dibutuhkan, baik sebagai bentuk mentalitas kolektif
maupun individual. Organisasi maupun individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan
apa yang menjadi tuntutan perubahan.
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap (landscape),
pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap terkait dengan
bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan lingkungan strategis
ini meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami prinsip
ketidakpastian, dan memahami lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang
terdiri atas elemen-elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi, penciptaan
budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah unsur kepemimpinan yang
menjalankan peran penting dalam membentuk adaptive organization. Organisasi adaptif
esensinya adalah organisasi yang terus melakukan perubahan, mengikuti perubahan
lingkungan strategisnya. Ada sembilan elemen budaya adaptif menurut Management
Advisory Service UK yang perlu menjadi fondasi ketika sebuah organisasi akan
mempraktekkannya, yaitu: Purpose, culture values, vision, corporate values, corporate
strategy, structure, problem solving, partnership working, dan rules.
Penerapan budaya adaptif akan mendorong pada pembentukan budaya organisasi
berkinerja tinggi. Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di
mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi
yang berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan. Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari
kemampuan respon organisasi dalam mengadaptasi perubahan.

PANDUAN PERILAKU ADAPTIF


Salah satu praktik perilaku adaptif adalah dalam hal menyikapi lingkungan yang
bercirikan ancaman VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) adalah:
1. Hadapi Volatility dengan Vision;
2. Hadapi Uncertainty dengan Understanding;
3. Hadapi Complexity dengan Clarity;
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

4. Hadapi Ambiguity dengan Agility.


Selain berlaku pada lembaga/organisasi, perilaku adaptif juga berlaku dan dituntut
terjadi pada individu. Individu atau sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan terampil
kian dibutuhkan dunia kerja ataupun industri yang juga semakin kompetitif. Seorang
Aparatur Sipil Negara (ASN) harus selalu adaptif atau mampu menyesuaikan diri terhadap
berbagai keadaan salah satunya adalah bersikap adaptif terhadap perkembangan IT,
sehingga dalam kinerjanya dapat memaksimalkan pemanfaatan pesatnya teknologi
informasi untuk menuju reformasi birokrasi.

ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH


Pemerintahan adaptif bergantung pada jaringan yang menghubungkan individu,
organisasi, dan lembaga di berbagai tingkat organisasi. Pemerintahan adaptif mengacu pada
cara-cara di mana pengaturan kelembagaan berkembang untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan masyarakat dalam lingkungan yang berubah. Sistem pemerintahan adaptif sering
mengatur diri sendiri sebagai jejaring sosial dengan tim dan kelompok aktor yang
memanfaatkan berbagai sistem pengetahuan dan pengalaman untuk pengembangan
pemahaman kebijakan bersama.
Organisasi pemerintah tidak dijamin mampu menghadapi seluruh perubahan yang
terjadi sangat cepat dan dinamis di sekitarnya, kecuali organisasi pemerintah tersebut
mampu dan mau ikut serta bergerak dinamis, yakni organisasi pemerintah yang selalu
belajar (learning organization), berinovasi, dan dan menjadi perubahan itu sendiri.
Tata kelola yang dinamis membutuhkan pembelajaran baru dan pemikiran, desain
pilihan kebijakan yang disengaja, pengambilan keputusan analitis, pemilihan pilihan
kebijakan yang rasional dan pelaksanaan yang efektif. Pemerintahan yang baik bukan
hanya soal tindakan cepat, tetapi juga soal pemahaman yang memadai. Dalam hal ini
pemimpin pemerintahan harus melihat keras dan berpikir keras sebelum mereka melompat.
Terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk
pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan
berpikir lintas (think across). Ketika pemerintah mengembangkan kemampuan berpikir
kedepan, berpikir lagi dan berpikir lintas, lalu menanamkan ini ke dalam jalan, kebijakan,
orang dan proses lembaga sektor publik, mereka menciptakan pembelajaran dan inovasi
dalam tata kelola yang memfasilitasi dinamisme dan perubahan di dunia yang tidak pasti.
Intinya, pemerintahan yang dinamis terjadi ketika pembuat kebijakan terus-menerus
berpikir ke depan untuk melihat perubahan dalam lingkungan, berpikir kembali untuk
merenungkan apa yang sedang mereka lakukan, dan berpikir untuk belajar dari orang lain,
dan terus menerus menggabungkan persepsi, refleksi, dan pengetahuan baru ke dalam
keyakinan, aturan, kebijakan dan struktur untuk memungkinkan mereka beradaptasi dengan
mengubah lingkungan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 2
Modul 7 - Kolaboratif

KONSEP KOLABORASI

A. Definisi Kolaborasi

Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “
value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more
competitive by developing shared routines”
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :

Collaboration is a process though which parties with different expertise, who see different
aspects of a problem, can constructively explore differences and find novel solutions to
problems that would have been more difficult to solve without the other’s perspective
(Gray, 1989).
Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah:

Collaboration is a complex process, which demands planned, intentional knowledge


sharing that becomes the responsibility of all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).

B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)

Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “ Collaborative governance “sebagai sebuah


proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor
governance .
Ansen dan gash (2012) mengungkapkan bahwa collaborative governance adalah:

A governing arrangement where one or more public agencies directly engage non-state
stakeholders in a collective decision-making process that is formal, consensus-oriented,
and deliberative and that aims to make or implement public policy or manage public
programs or assets.
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor dan fungsi.
Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup
kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan pengambilan
keputusan, tata kelola kolaboratif, serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling
menghasilkan tujuan dan strategi dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies
Althea L Rehema M. White, 2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:

1) forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;

2) peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;


PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

3) peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya


'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4) forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;

5) forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus (bahkan jika konsensus
tidak tercapai dalam praktik), dan
6) fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga tahapan yang dapat dilakukan
dalam melakukan assessment terhadap tata kelola kolaborasi yaitu :
1) mengidentifikasi permasalahan dan peluang;

2) merencanakan aksi kolaborasi; dan

3) mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.

C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan

1) Mengenal Whole-of-Government (WoG)

WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-


upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi
yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen
program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan
interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan
urusan-urusan yang relevan.
2) Pengertian WoG

Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC sebagai:

“[it] denotes public service agencies working across portfolio boundaries to achieve a
shared goal and an integrated government response to particular issues. Approaches can
be formal and informal. They can focus on policy development, program management and
service delivery” (Shergold & others, 2004).
Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau menjelaskan bagaimana instansi
pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas sektor guna mencapai tujuan bersama dan
sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu tertentu.
Definisi lain yang juga mempunyai kesamaan fitur dari United States Institute of Peace
(USIP) menjelaskannya sebagai berikut: “An approach that integrates the collaborative
efforts of the departments and agencies of a government to achieve unity of effort toward a
shared goal. Also known as interagency approach. The terms unity of effort and unity of
purpose are sometimes used to describe cooperation among all actors, government and
otherwise” (“Whole-of-government approach (Glossary of Terms for Conflict Management
and Peacebuilding,” n.d.).
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH

A. Panduan Perilaku Kolaboratif

Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi yang


memiliki
collaborative culture indikatornya sebagai berikut:

1) Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;

2) Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya
yang diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
3) Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil
risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);

4) Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas) Setiap
kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5) Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;

6) Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan

7) Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan yang
diberikan.
Brenda (2016) dalam penelitiannya menggunakan indikator “work closely with each other”
untuk menggambarkan perilaku kolaboratif.
Esteve et al (2013 p 20) mengungkapkan beberapa aktivitas kolaborasi antar organisasi
yaitu:

(1) Kerjasama Informal;

(2) Perjanjian Bantuan Bersama;

(3) Memberikan Pelatihan;

(4) Menerima Pelatihan;

(5) Perencanaan Bersama;

(6) Menyediakan Peralatan;


(7) Menerima Peralatan;

(8) Memberikan Bantuan Teknis;

(9) Menerima Bantuan Teknis;

(10) Memberikan Pengelolaan Hibah; dan

(11) Menerima Pengelolaan Hibah.


PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Ansen dan gash (2012 p 550) mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam
menjalin kolaborasi yaitu:
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi

2) Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan bersungguh-sungguh;

3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership


dalam proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama
terkait permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.

B. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk (2019) menunjukkan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat menghambat kolaborasi antar organisasi pemerintah.

C. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam
ketentuan peraturan perundangundangan”
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur
juga mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi
pemerintahan yang membutuhkan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:
a) Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
b) penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang
dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
c) dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk


melaksanakannya sendiri;
d) apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan
publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat
keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau
e) jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya,
peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut.
f) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak memberikan Bantuan
Kedinasan apabila:

g) mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemberi


bantuan;
h) surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan bersifat rahasia; atau
i) ketentuan peraturan perundang-undangan tidak memperbolehkan pemberian
bantuan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara, diatur bahwa “Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga
pemerintah nonkementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan
urusan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah,
menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;

b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan

d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya

Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang


Organisasi Kementerian Negara diatur bahwa Menteri dan Menteri Koordinator dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya harus bekerja sama dan menerapkan sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah, agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman
bagi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Bagian Ketiga Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren berwenang untuk:
a) menetapkan NSPK dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

b) Penetapan NSPK ini mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (good practices);
dan

c) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan


Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kewenangan Pemerintah Pusat ini dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian. Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah
nonkementerian tersebut harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait
Terkait kerja sama daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 363 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan.

Kerja sama dimaksud dapat dilakukan oleh Daerah dengan:

a) Daerah lain

b) Kerja sama dengan Daerah lain ini dikategorikan menjadi kerja sama wajib dan kerja
sama sukarela;
c) pihak ketiga; dan/atau

d) lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

TUGAS JURNAL MOOC

Nama : Mohamad Zayyan Abdurohman


NIP : 198509102022211008
Tempat Kerja : SMK Negeri 8 Garut

AGENDA 3
Modul 1 - SMART ASN

1. SMART ASN
a. Literasi Digital
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan
kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berperan penting untuk meningkatkan
kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas
mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill,
digital safety, digital culture, dan digital ethics. Kerangka kurikulum literasi digital ini
digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat
dalam menguasai teknologi digital.
a) Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5 langkah yang harus
dijalankan, yaitu:
 Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
 Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, baik di
pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan,
perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
 Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah dibicarakan.
 Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
 Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan
transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya
b) Literasi digital lebih dari sekadar masalah fungsional belajar bagaimana
menggunakan komputer dan keyboard, atau cara melakukan pencarian online.
Literasi digital juga mengacu pada mengajukan pertanyaan tentang sumber
informasi itu, kepentingan produsennya, dan cara-cara di mana ia mewakili
dunia; dan memahami bagaimana perkembangan teknologi ini terkait dengan
kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

c) Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses,


mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi,
dan menciptakan informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital
untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup
kompetensi yang secara beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK,
literasi informasi dan literasi media.
d) Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020 menunjukkan bahwa rata-rata
skor indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3.
Sehingga literasi digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan survei harus
diperkuat. Penguatan literasi digital ini sesuai dengan arahan Presiden Joko
Widodo.
e) Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi,
dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi
persoalan terkait percepatan transformasi digital, dalam konteks literasi digital.
Sehingga perlu dirumuskan kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat
area kompetensi yaitu:
 kecakapan digital
 budaya digital
 etika digital
 keamanan digita

b. Pilar Literasi Digital


Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai
teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan
pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan
secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna
yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan
alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan
kecakapan dalam bermedia digital. Etika bermedia digital meliputi kemampuan individu
dalam
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan


mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Budaya
bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,
membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Keamanan bermedia digital meliputi
kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis,
menimbang dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, kecakapan bermedia digital meliputi Kemampuan individu dalam
mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta
sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
a) Dalam Cakap di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras digital (HP, PC)
 Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine) dalam
mencari informasi dan data, memasukkan kata kunci dan memilah berita
benar
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan media sosial untuk
berkomunikasi dan berinteraksi, mengunduh dan mengganti Settings
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet digital dan e-commerce
untuk memantau keuangan dan bertransaksi secara digital
b) Dalam Etika di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata krama, dan
etika berinternet (netiquette)
 Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang mengandung hoax
dan tidak sejalan, seperti: pornografi, perundungan, dll.
 Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di ruang digital
yang sesuai dalam kaidah etika digital dan peraturan yang berlaku
 Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan berdagang di ruang
digital yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c) Dalam Budaya di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai
landasan kehidupan berbudaya, berbangsa dan berbahasa Indonesia
 Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang tidak sejalan
dengan nilai Pancasila di mesin telusur, seperti perpecahan, radikalisme, dll
 Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik dan benar dalam
berkomunikasi, menjunjung nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi sehat, menabung,


mencintai produk dalam negeri dan kegiatan produktif lainnya.
d) Dalam Aman Bermedia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata sandi, fingerprint)
Pengetahuan dasar memproteksi identitas digital (kata sandi)
 Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data yang valid dari sumber
yang terverifikasi dan terpercaya, memahami spam, phishing.
 Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan platform digital dan
menyadari adanya rekam jejak digital dalam memuat konten sosmed
 Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan (scam) dalam
transaksi digital serta protokol keamanan seperti PIN dan kode otentikasi

c. Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya


Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan
solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat
Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020). Angka ini
melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit
setiap harinya.
Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia
mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja
dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi
kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital
setiap warga negara.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

AGENDA 3
Modul 2 - Manajemen ASN

MANAJEMEN ASN

A. Kedudukan, Peran, Hak dan Kewajiban, dan Kode Etik ASN


Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memilikinilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi
pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang
unggul selaras dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: a) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b)
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai ASN berkedudukan sebagai
aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi
pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a)
Pelaksana kebijakan public; b) Pelayan public; dan c) Perekat dan pemersatu bangsa.
Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat
meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN
diberikan hak. Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN sebagai berikut PNS
berhak memperoleh:
1) Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2) Cuti;
3) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4) Perlindungan; dan
5) Pengembangan kompetensi.
Sedangkan PPPK berhak memperoleh :
1) gaji dan tunjangan;
2) cuti;
3) perlindungan; dan
4) pengembangan kompetensi.
Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan pasal 70 UU ASN disebutkan
bahwa Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan 13
Manajemen ASN kompetensi. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah juga wajib
memberikan perlindungan berupa:
1) jaminan kesehatan;
2) jaminan kecelakaan kerja;
3) jaminan kematian; dan
4) bantuan hukum.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual.
Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Kewajiban pegawai
ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
1) setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;
2) menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3) melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
4) menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab;
6) menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan
kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
7) menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan
kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan
kode perilaku yang diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam
penyelenggaraan birokrasi pemerintah. Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku
agar Pegawai ASN:
1) melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas tinggi;
2) melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3) melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4) melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5) melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan
6) menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;
7) menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab, efektif, dan
efisien;
8) menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
9) memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
10) tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya
untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang
lain;
11) memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan
12) melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai disiplin Pegawai
ASN.
Fungsi kode etik dan kode perilaku tersebut adalah sebagai pedoman dan standar
penilaian sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi buplic.

B. Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan ASN


Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan.
Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan
kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun
jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan
pegaway yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.
Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai system pengelolaan pegawai harus
mencerminkan prinsip merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada
prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai.
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai akan menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas
kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui dimanakelemahan dan juga diberikan
bantuan dari organisasi untuk meningkatkan kinerja

A. Mekanisme Pengelolaan ASN


1. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK
2. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan
jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan
3. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian
dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan
hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.
4. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan
lembaga negara, Lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama
2(dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali
PejabatPimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
6. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat
diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
7. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan
laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan pengawasan pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri
8. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi
Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai
PNS.
9. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia.
Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi
dan standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu
bangsa.
10. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar- Instansi Pemerintah
11. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administratifterdiri dari keberatan dan banding administrative
PPPK153_20_Mohamad Zayyan Abdurohman

Anda mungkin juga menyukai