Anda di halaman 1dari 8

GAMBARAN SPASIAL HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN

DAN EKONOMI DENGAN STUNTING BALITA DI PROVINSI NUSA


TENGGARA TIMUR
Siti Fadhilatun Nashriyah, 1*, Martya Rahmaniati Makful1, Yuli Puspita Devi1
1
Departemen Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
1
sfn1810@gmail.com*
Informasi artikel ABSTRAK
Sejarah artikel Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 berkomitmen
Diterima : untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia. Wilayah prioritas
Revisi : stunting juga terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Di Indonesia, Provinsi
Dipublikasikan : Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan prevalensi stunting
Kata kunci: tertinggi yaitu sebesar 37,8% pada Tahun 2021. Tujuan dari penelitian yaitu
Spasial untuk mengetahui gambaran spasial serta korelasi antara faktor
Stunting lingkungan dan faktor ekonomi dengan prevalensi stunting di Provinsi
Lingkungan Nusa Tenggara Timur Tahun 2021. Desain penelitian yang digunakan
Ekonomi adalah studi ekologi dengan pendekatan spasial. Penelitian ini
NTT menggunakan data sekunder berupa laporan yang dikeluarkan oleh
SSGI Kementerian Kesehatan RI (SSGI: Studi Status Gizi Indonesia) dan BKKBN
Pendataan Keluarga (PK: Pendataan Keluarga) pada Tahun 2021 dengan unit analisis level
kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting
di Provinsi NTT cenderung tinggi di bagian timur sementara faktor risiko
stunting (lingkungan dan ekonomi yang kurang baik) cenderung tinggi di
bagian barat. Pada uji korelasi menunjukkan bahwa korelasi antara
prevalensi stunting dengan penduduk miskin sebesar 0,165 (p = 0,463);
dengan jamban tidak layak sebesar 0,420 (p = 0,052); dan dengan sumber
air minum tidak layak sebesar 0,426 (p = 0,048). Penelitian ini
menyimpulkan bahwa ada hubungan faktor lingkungan dengan prevalensi
stunting sehingga diharapkan dapat memprioritaskan intervensi pada
wilayah dengan kondisi kesehatan lingkungan yang kurang baik di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.

ABSTRACT
Keywords: The President through Presidential Regulation Number 72 of 2021 is
Spatial committed to accelerating the reduction of stunting in Indonesia. The
Stunting stunting priority areas also continue to be increased from year to year. In
Environment Indonesia, the Province of East Nusa Tenggara is the province with the
Economy highest prevalence of stunting, namely 37.8% in 2021. The aim of the
NTT research is to find out the spatial description and the correlation between
SSGI environmental factors and economic factors with the prevalence of
Family Data Collection stunting in the Province of East Nusa Tenggara in 2021. The research
design used is an ecological study with a spatial approach. This study uses
secondary data in the form of reports issued by the Indonesian Ministry of
Health (SSGI: Indonesian Nutritional Status Study) and BKKBN (PK: Family
Data Collection) in 2021 with district/city level analysis units. The results
showed that the prevalence of stunting in the province of NTT tends to be
high in the east while the risk factors for stunting (unfavorable
environment and economy) tend to be high in the west. The correlation
test showed that the correlation between the prevalence of stunting and
the poor was 0.165 (p = 0.463); with inadequate latrines of 0.420 (p =
0.052); and with inadequate drinking water sources of 0.426 (p = 0.048).
This study concludes that there is a relationship between environmental
factors and the prevalence of stunting so that it is expected to prioritize
interventions in areas with unfavorable environmental health conditions in
East Nusa Tenggara Province.
Pendahuluan kejadian atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Angka
Stunting adalah masalah gangguan pertumbuhan kejadian kecacingan pada anak sekolah mencapai
dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi 90 % pada tahun 2019 di Kepulauan Sumba,
kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan kejadian malaria masih tinggi di wilayah Sumba
panjang atau tinggi badannya berada di bawah (ada program eliminasi malaria). Namun seiring
standar yang ditetapkan oleh menteri yang perubahan waktu dan perkembangan ilmu
menyelenggarakan urusan pemerintahan di pengetahuan dan teknologi maka prevalensi
bidang kesehatan. Stunting saat ini menjadi masalah kesehatan ini dapat ditekan. Tetapi di lain
prioritas untuk pemerintah Indonesia termasuk di pihak muncul masalah baru yaitu masalah
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kekurangan gizi terutama masalah stunting.
dengan target angka penurunan stunting Provinsi NTT dalam kurun waktu 10 tahun silam
mencapai 14 % di tahun 2024 (Peraturan Menteri (2013-2022) telah menyumbangkan angka balita
Kesehatan Tentang Standar Antropometri Anak stunting tertinggi di Indonesia (Kementerian
Nomor 2 Tahun 2020, 2020). Wilayah prioritas Kesehatan RI, 2013, 2018, 2021, 2022). Namun,
stunting juga terus ditingkatkan dari tahun ke Data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun. menunjukan bahwa permasalahan stunting di NTT
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan dari tahun 2013-2018 telah mengalami penurunan
provinsi kepulauan dengan jumlah pulau prevalensi dimana 51,7% (2013) menjadi 42,6%
sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai (2018) (Kementerian Kesehatan RI, 2013, 2018).
nama dan 44 pulau berpenghuni. Pulau besar BPS tahun 2016-2021 (NTT dalam Angka)
berpenghuni biasa disebut dengan Flobamorata menunjukan bahwa secara makro, kejadian
(Flores, Sumba, Timor, Alor, dan Lembata). Luas stunting pada populasi masyarakat di NTT
wilayah daratan NTT adalah seluas 47.931,54 km2. dipengaruhi oleh faktor rendahnya tingkat
Wilayah di NTT memiliki suhu yang bervariasi. Dari pendapatan (kemiskinan), rendahnya tingkat
10 stasiun meteorologi/klimatologi di NTT, pendidikan, rendahnya produksi pangan yang
tercatat suhu tertinggi dari tahun 2016-2020 berakibatkan rendahnya konsumsi pangan
adalah 33,700C dan terendah adalah 16,20 0C. bergizi, terbatasnya sarana prasarana kesehatan
Secara umum daerah NTT tergolong panas beserta kualitas dan kuantitas sumber daya
dengan rata-rata suhu antara 27-280C. Sedangkan manusia kesehatan, pengaruh faktor budaya yang
musim penghujan sangat terbatas, dimana berseberangan dengan prinsip gizi dan kesehatan
wilayah NTT rata-rata memiliki curah hujan yang (BPS, 2022). Penelitian sebelumnya menggunakan
tercatat pada stasiun meteorologi/klimatologi di data spasial yang dilakukan di Nusa Tenggara
Provinsi NTT antara 600-4800 mm3 (BPS, 2022). Timur juga menunjukkan bahwa fasilitas jamban
Data BPS tahun 2021 menegaskan bahwa tidak layak tidak berpengaruh terhadap prevalensi
penduduk Provinsi NTT sebagian besar bekerja stunting (Fadliana et al., 2020). Buang air besar
pada sektor pertanian. Dari seluruh penduduk sembarangan dapat meningkatkan risiko
yang bekerja 53,32 persen bekerja pada sektor terhambatnya pertumbuhan fisik pada anak (Djara
pertanian. Jika dihubungkan dengan kondisi et al., 2022). Sementara, kemiskinan merupakan
cuaca dengan musim penghujan yang sangat faktor dasar masalah stunting balita, berbagai
terbatas, maka tentunya akan berpeluang penelitian sebelumnya mengkaji dengan data
mengalami gagal panen karena kekurangan agregat bahwa penduduk miskin memiliki
sumber air. Hal ini juga ditunjukan dengan hasil dampak yang signifikan pada masalah kesehatan
analisis dari sisi ekonomi, diketahui bahwa sektor termasuk stunting (Devi et al., 2022; Sipahutar &
pertanian memberi kontribusi sangat rendah yaitu Herdayati, 2020; Stewart et al., 2013).
28,89 persen terhadap Pendapatan Daerah Rata- Beberapa kendala dalam upaya intervensi masalah
rata Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga berlaku gizi adalah sumberdaya manusia yang terbatas
Provinsi NTT (BPS, 2022). Oleh karena itu wilayah dan tidak terjaminnya ketersediaan anggaran
ini juga dikenal sebagai wilayah lahan kering (Probohastuti & Rengga, 2019). Salah satu upaya
kepulauan yang memiliki berbagai keterbatasan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
termasuk dalam aspek kesehatan. Hal ini ditandai anggaran dan efisiensi sumber daya manusia
dengan beberapa penyakit infeksi menular yang adalah dengan memfokuskan intervensi pada
sering menjadi penyakit musiman dan bersifat wilayah yang memberikan dampak signifikan

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |2


pada tingginya prevalensi stunting. Hal ini dapat bulan terakhir, tidak setiap anggota keluarga
dilakukan dengan menggunakan analisis spasial makan “makanan beragam” (makanan pokok,
salah satunya yaitu dengan dilakukan pemetaan sayur/buah dan lauk) paling sedikit 2 (dua) kali
kasus. Pemetaan dapat memberikan temuan sehari. Proporsi sumber air minum tidak layak
sebaran kasus baik pada penyakit menular seperti didefinisikan sebagai keluarga tidak mempunyai
COVID-19 maupun penyakit tidak menular seperti sumber air minum utama yang layak. Sedangkan
stunting (Eryando et al., 2020; Sipahutar & proporsi jamban tidak layak adalah keluarga tidak
Eryando, 2019; Yansen et al., 2021). Berdasarkan mempunyai jamban yang layak.
latar belakang tersebut, studi ini bertujuan untuk Analisis data menggunakan software
mengetahui gambaran spasial serta korelasi SPSS versi 21. Analisis univariat menggunakan
antara faktor lingkungan dan faktor ekonomi statistic deskriptif untuk mengetahui nilai statistik
dengan prevalensi stunting di Provinsi Nusa dari prevalensi stunting dan faktor risikonya.
Tenggara Timur Tahun 2021. Sementara analisis bivariat menggunakan korelasi
Metode pearson jika data berdistribusi normal dan korelasi
Metode yang digunakan dalam penulisan spearman jika data tidak berdistribusi normal
artikel ini adalah metode kuantitatif dengan studi (Deffinika & Putri, 2020). Dikatakan antara dua
ekologi karena data diperoleh dari laporan yang variabel memiliki hubungan yang signifikan jika
telah dipublikasikan (Devi et al., 2021). Unit nilai p kurang dari 0,05. Selain itu, dilakukan
analisis penelitian adalah kabupaten/kota di pemetaan prevalensi stunting dan faktor risikonya
Provinsi NTT yang berjumlah 22 kabupaten/kota. untuk mengetahui distribusi atau sebaran pada
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini setiap kabupaten/kota di Provinsi NTT (Yuliati,
berasal dari Laporan PK (Pendataan Keluarga) 2020). Pemetaan dilakukan dengan menggunakan
2021 yang disusun oleh BKKBN (diakses pada link software QGIS versi 2.8.1. Kategori pada pemetaan
https://portalpk21.bkkbn.go.id/laporan/tabulasi prevalensi stunting berdasar pada kategori WHO
pada tanggal 1 November 2022) dan Laporan sementara kategori pada pemetaan faktor risiko
Ringkasan Eksekutif SSGI (Studi Status Gizi stunting (jamban tidak layak, sumber air minum
Indonesia) yang disusun oleh Kementerian tidak layak, dan penduduk miskin) menggunakan
Kesehatan RI (Kementerian Kesehatan RI, 2021). aturan Equal Interval yang dibagi menjadi lima
Variabel yang digunakan dalam penelitian kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang,
ini adalah prevalensi stunting yang diperoleh dari tinggi, dan sangat tinggi.
SSGI, sementara dari Laporan PK21 diperoleh data
tentang proporsi tidak makan beragam, proporsi Hasil dan pembahasan
sumber air minum tidak layak, dan proporsi
jamban tidak layak. Proporsi tidak makan Deskripsi Statistik Prevalensi Stunting dan
beragam didefinisikan sebagai selama 6 (enam) Faktor Risikonya di Provinsi NTT Tahun 2021
Tabel 1. Deskripsi Statistik Prevalensi Stunting dan Faktor Risikonya di Provinsi NTT Tahun 2021

Variabel N Minimum Maximum Mean Std.


Deviation

Prevalensi Stunting 22 23,40 (Flores 48,30 (Kab Timor 35,268 7,381


Timur) Tengah Selatan)

Proporsi Penduduk Miskin 22 4,57 (Flores 23,47 (Sumba Tengah) 10,472 5,071
Timur)

Proporsi Sumber Air 22 3,58 (Flores 50,16 (Sumba Barat 16,843 10,299
Minum Tidak Layak Timur) Daya)

Proporsi Jamban Tidak 22 8,96 (Flores 52,30 (Sumba Barat 27,467 11,031
Layak Timur) Daya)
Sumber: SSGI 2021 yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI (Kementerian Kesehatan RI, 2021)

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |3


Pemetaan Prevalensi Stunting dan Faktor
Risikonya di Provinsi NTT Tahun 2021

Menurut Laporan SSGI Tahun 2021


prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar 37,8% dimana merupakan yang
tertinggi di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan
prevalensi stunting terkecil di Provinsi NTT adalah
Flores Timur yaitu 23,40% sementara yang
tertinggi adalah Kab Timor Tengah Selatan yaitu
48,30%. Sedangkan proporsi penduduk miskin
yang tertinggi di NTT adalah Sumba Tengah
(23,47%). Adapun Sumba Barat Daya menjadi Gambar 2. Peta Faktor Lingkungan dan Ekonomi
kabupaten/kota dengan proporsi sumber air di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2021
minum tidak layak dan jamban tidak layak yang
tertinggi secara yaitu 50,16% dan 52,30%. Selain Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa
menjadi wilayah dengan prevalensi stunting sebagian besar kabupaten/kota dengan kategori
terendah di Provinsi NTT, Flores Timur juga prevalensi stunting sangat tinggi (>40%) berada
memiliki proporsi terendah baik penduduk miskin, pada bagian timur Provinsi NTT. Sementara hanya
sumber air minum tidak layak, dan jamban tidak dua kabupaten/kota dengan kategori prevalensi
layak. sangat tinggi yang berada pada bagian barat
Provinsi NTT yaitu Sumba Barat Daya dan
Manggarai Timur.
Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa
faktor lingkungan dan ekonomi yaitu penduduk
miskin, jamban tidak layak, dan sumber air minum
tidak layak yang sangat tinggi cenderung berada
di bagian barat Provinsi NTT. Sementara seluruh
kabupaten/kota di Pulau Sumba (Kabupaten
Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya,
Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba
Timur) memiliki jamban tidak layak sangat tinggi.
Ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
Gambar 1. Peta Prevalensi Stunting di Provinsi 2021.
Nusa Tenggara Timur Tahun 2021
Analisis hubungan faktor risiko stunting balita
di NTT Tahun 2021

Tabel 2. Analisis hubungan faktor risiko stunting balita di NTT Tahun 2021

Variabel Nilai p Keterangan Nilai r Keterangan

Proporsi Penduduk Miskin~ 0,463 Tidak signifikan 0,165 Hubungan lemah

Proporsi Sumber Air Minum Tidak 0,048 Signifikan 0,426 Hubungan kuat
Layak*

Proporsi Jamban Tidak Layak~ 0,052 Signifikan 0,420 Hubungan kuat


~
pearson correlation test; *spearman correlation test

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |4


Tabel 2 memperlihatkan bahwa keluarga dapat berdampak pada terancamnya
hubungan penduduk miskin dengan prevalensi keamanan pangan rumah tangga karena adanya
stunting menghasilkan nilai p yaitu 0,463 artinya keterbatasan akses dan keterjangkauan bahan
tidak ada hubungan yang signifikan antara makanan yang bergizi dan sehat. Oleh karena itu,
penduduk miskin dengan stunting di Provinsi NTT. hilangnya pendapatan rumah tangga dapat
Sementara proporsi sumber air minum tidak layak meningkatkan risiko anak mengalami masalah gizi
(nilai p = 0,048) dan proporsi jamban tidak layak termasuk stunting (UNICEF, 2020).
(nilai p = 0,052) memiliki hubungan yang Banyak studi sebelumnya yang
signifikan dengan prevalensi stunting. Nilai r pada menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
faktor lingkungan ini juga menunjukkan nilai antara faktor ekonomi dengan stunting, baik pada
positif yang berarti semakin tinggi proporsi level agregat (Egbon et al., 2022; Maria et al., 2020)
sumber air minum tidak layak maka semakin maupun pada level individu (Rakhmahayu et al.,
tinggi pula prevalensi stunting di Provinsi NTT 2019; Yadav et al., 2015). Namun berbeda dengan
(nilai r = 0,426). Begitupun semakin tinggi hasil pada studi ini menunjukkan tidak ada
proporsi jamban tidak layak maka semakin tinggi korelasi yang signifikan antara penduduk miskin
prevalensi stunting di Provinsi NTT (nilai r = 0,420). dengan stunting, dimana hal ini sejalan dengan
Prevalensi stunting menjadi indikator penelitian sebelumnya yang memberikan
kondisi gizi balita di suatu wilayah. Studi ini informasi bahwa penduduk miskin tidak
membagi prevalensi stunting berdasarkan berpengaruh secara signifikan pada stunting
kategori wilayah berisiko stunting dari WHO. (Fadliana et al., 2020). Faktor pendapatan rumah
WHO mengkategorikan prevalensi stunting suatu tangga yang rendah diidentifikasi sebagai
wilayah menjadi empat kategori yaitu sangat predictor yang signifikan untuk stunting pada
tinggi jika prevalensi stunting > 40%, tinggi jika balita (Apriluana & Fikawati, 2018).
prevalensi stunting 30 – 40%, sedang jika 20-30%,
dan rendah jika kurang dari 20%. Hasil pemetaan Sumber Air Minum dan Stunting
menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Sumber air minum merupakan salah satu
dengan prevalensi stunting tinggi berada di aspek lingkungan yang erat kaitannya dengan
bagian timur Provinsi NTT. Studi sebelumnya di lokasi sehingga wilayah yang berdekatan
Provinsi NTT pada tahun 2018 menunjukkan cenderung memiliki kondisi sumber air minum
bahwa prevalensi stunting balita di suatu wilayah yang hampir sama. Menurut WHO, sumber air
dipengaruhi oleh variabel independen di wilayah minum tidak layak diidentifikasi berhubungan
tersebut dan residual spasial dari wilayah lain yang secara langsung terhadap kejadian stunting pada
berdekatan dan memiliki karakteristik yang sama balita (WHO, 2013).
(Revildy et al., 2020). Statistik deskriptif juga Hasil studi ini memberikan informasi
menunjukkan bahwa Flores Timur merupakan bahwa sumber air minum tidak layak berkorelasi
wilayah dengan prevalensi stunting terendah di secara signifikan dengan prevalensi stunting. Hasil
Provinsi NTT juga memiliki proporsi yang paling analisis spasial di India juga menunjukkan bahwa
rendah baik penduduk miskin, sumber air minum rumah tangga yang memiliki akses pada sumber
tidak layak, maupun jamban tidak layak. Artinya air minum layak dapat menekan prevalensi
rendahnya prevalensi stunting di Flores Timur stunting (Gupta & Santhya, 2020). Sejalan dengan
didukung oleh rendahnya masalah ekonomi dan penelitian sebelumnya yang juga dilakukan di
lingkungan. Provinsi NTT menyatakan bahwa peningkatan
akses terhadap air minum yang aman dapat
Penduduk Miskin dan Stunting menjadi salah satu solusi untuk menurunkan
Penduduk miskin merupakan faktor angka stunting (Djara & Jaya, 2021). Hal ini sejalan
mendasar yang dapat berdampak pada masalah dengan studi sebelumnya yang menggunakan
kesehatan masyarakat salah satunya adalah gizi data agregat bahwa rumah tangga dengan
anak (Stewart et al., 2013). Penduduk miskin erat sumber air minum yang layak berpengaruh
kaitannya dengan akses lapangan kerja sehingga terhadap prevalensi stunting (Fadliana et al.,
wilayah yang cenderung berada di perkotaan 2020). Studi lain dengan unit analisis individu juga
lebih memiliki akses lapangan kerja yang baik dan menunjukkan anak dengan sumber air minum
rendahnya penduduk miskin. Kemiskinan suatu yang terlindungi lebih mungkin mencegah

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |5


terjadinya stunting dibanding anak dengan akses minum tidak layak, dan proporsi jamban tidak
sumber air minum yang tidak terlindungi layak. Faktor lingkungan yaitu sumber air minum
(Chirande et al., 2015; Mzumara et al., 2018). tidak layak dan proporsi jamban tidak layak
memiliki hubungan yang signifikan dengan
Jamban Tidak Layak dan Stunting prevalensi stunting di Provinsi NTT. Maka dari itu,
Akses jamban sehat merupakan salah satu diharapkan intervensi mengenai faktor
indikator pada STBM (Sanitasi Total Berbasis lingkungan dapat ditingkatkan dan difokuskan
Masyarakat), dimana capaian akses jamban sehat pada Provinsi NTT khususnya di Pulau Sumba.
Indonesia di tahun 2018 sebesar 88,38%, ada
kenaikan 3,61% di tahun 2020 sebesar 91,99% Ucapan Terima Kasih
(Kementerian Kesehatan RI, 2020). Menurut WHO Ucapan terima kasih diberikan kepada
jamban yang tidak layak merupakan salah satu BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
faktor yang dapat berpengaruh langsung pada Berencana Nasional) yang telah mempublikasikan
kejadian stunting (WHO, 2013). Selain itu, jamban laporan PK (Pendataan Keluarga) dan
merupakan faktor lingkungan dimana wilayah Kementerian Kesehatan RI yang telah
yang berdekatan cenderung memiliki karakteristik mempublikasikan laporan SSGI (Studi Status Gizi
atau kondisi yang sama (Souris, 2019). Faktor Indonesia) pada setiap kabupaten/kota sehingga
sanitasi yang tidak baik memiliki pengaruh yang penelitian ini dapat dilakukan.
signifikan terhadap kejadian stunting pada balita Referensi
(Apriluana & Fikawati, 2018). Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor-
Hasil studi menunjukkan bahwa jamban Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting
tidak layak berkorelasi secara signifikan dengan pada Balita (0-59 Bulan) di Negara
prevalensi stunting di NTT Tahun 2021. Menurut Berkembang dan Asia Tenggara. Media
penelitian yang dilakukan oleh UNICEF dan WHO Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan,
lebih dari 370 balita Indonesia meninggal karena 28(4), 247–256.
perilaku buang air besar sembarangan. Buang air https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.472
besar sembarangan dapat meningkatkan risiko BPS. (2022). Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam
terhambatnya pertumbuhan fisik pada anak (Djara Angka 2021.
et al., 2022). Analisis spasial di India juga Chirande, L., Charwe, D., Mbwana, H., Victor, R.,
menunjukkan bahwa open defecation Kimboka, S., Issaka, A. I., Baines, S. K., Dibley,
berhubungan kuat dengan prevalensi stunting M. J., & Agho, K. E. (2015). Determinants of
(Gupta & Santhya, 2020). Sejalan dengan stunting and severe stunting among under-
penelitian pada balita di negara berkembang dan fives in Tanzania: Evidence from the 2010
Asia Tenggara yang menemukan bahwa jamban cross-sectional household survey. BMC
yang tidak berkembang berpengaruh signifikan Pediatrics, 15(1), 1–13.
terhadap kejadian stunting (Apriluana & Fikawati, https://doi.org/10.1186/s12887-015-0482-9
2018). Deffinika, I., & Putri, I. W. (2020). Socio-economic
Role on the Utilization of Maternal
Simpulan Healthcare Service in Sidoluhur, Lawang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan SPATIAL : Wahana Komunikasi Dan
dengan data sekunder di Provinsi NTT Tahun Informasi, 20(2), 10–17.
2021, dapat disimpulkan prevalensi stunting http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/spatial
dengan kategori sangat tinggi cenderung berada /article/view/16280
di bagian timur Provinsi NTT. Sementara Devi, Y. P., Herdayati, M., Muthmainnah, Nihar, M.
penduduk miskin, jamban tidak layak, dan sumber H., Khoiriyah, I. E., & Rahayu, A.-Z. H. P.
air minum tidak layak cenderung sangat tinggi di (2022). How is the Effect of Health Services
bagian barat Provinsi NTT. Rendahnya prevalensi on Toddler Diarrhea?: Ecological Analysis in
stunting di Flores Timur didukung oleh rendahnya Indonesia. Indian Journal of Forensic
masalah faktor lingkungan dan ekonomi karena Medicine & Toxicology, 16(1), 1294–1304.
Flores Timur merupakan wilayah yang paling https://doi.org/10.37506/ijfmt.v16i1.17674
rendah (baik) di Provinsi NTT baik prevalensi Devi, Y. P., Prasetyo, S., & Muthmainnah. (2021).
stunting, proporsi penduduk miskin, sumber air Ecological Analysis of Complete Basic

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |6


Immunization Coverage for Infants in Badan Penelitian dan Pengembangan
Indonesia (2017-2019). Jurnal Promkes: The Kesehatan (pp. 1–198).
Indonesian Journal of Health Promotion and http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/
Health Education, 9(2), 177–185. download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasi
https://doi.org/10.20473/jpk.V9.I2.2021.177 onal_RKD2018_FINAL.pdf
-185 Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil
Djara, V. A. D., Andriyana, Y., & Noviyanti, L. (2022). Kesehatan Indonesia 2019.
Modelling the prevalence of stunting Kementerian Kesehatan RI. (2021). Hasil Studi
toddlers using spatial autoregressive with Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat
instrument variable and S-estimator. Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
Communications in Mathematical Biology Tahun 2021.
and Neuroscience, 29, 1–23. https://doi.org/10.36805/bi.v2i1.301
https://doi.org/10.28919/cmbn/7234 Kementerian Kesehatan RI. (2022). Hasil Studi
Djara, V. A. D., & Jaya, I. (2021). The Spatial Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat
Econometrics of Stunting Toddlers in Nusa Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
Tenggara Timur Province 2019. Tahun 2022.
Communications in Mathematical Biology Maria, I., Nurjannah, N., Mudatsir, Bakhtiar, &
and Neuroscience, 82, 1–17. Usman, S. (2020). Analisis Determinan
https://doi.org/https://doi.org/10.1101/202 Stunting menurut Wilayah Geografi di
1.03.31.21254736 Indonesia Tahun 2018. Majalah Kesehatan,
Egbon, O. A., Belachew, A. M., & Bogoni, M. A. 7(4), 239–250.
(2022). Risk factors of concurrent Mzumara, B., Bwembya, P., Halwiindi, H., Mugode,
malnutrition among children in Ethiopia: a R., & Banda, J. (2018). Factors associated with
bivariate spatial modeling approach. All Life, stunting among children below five years of
15(1), 512–536. age in Zambia: Evidence from the 2014
https://doi.org/10.1080/26895293.2022.206 Zambia demographic and health survey.
7251 BMC Nutrition, 4(1), 1–8.
Eryando, T., Sipahutar, T., & Rahardiantoro, S. https://doi.org/10.1186/s40795-018-0260-9
(2020). The Risk Distribution of COVID-19 in Probohastuti, N. F., & Rengga, A. (2019).
Indonesia: A Spatial Analysis. Asia Pacific Implementasi kebijakan intervensi gizi
Journal of Public Health, 32(8), 450–452. sensitif penurunan stunting di Kabupaten
https://doi.org/10.1177/1010539520962940 Blora. Journal of Public Policy and
Fadliana, A., Pramoedyo, H., & Fitriani, R. (2020). Management Review, 8(4), 1–16.
Implementation of Locally Compensated Rakhmahayu, A., Dewi, Y. L. R., & Murti, B. (2019).
Ridge-Geographically Weighted Regression Logistic Regression Analysis on the
Model in Spatial Data with Multicollinearity Determinants of Stunting among Children
Problems. Media Statistika, 13(2), 125–135. Aged 6-24 Months in Purworejo Regency,
https://doi.org/10.14710/medstat.13.2.125- Central Java. Journal of Maternal and Child
135 Health, 4(3), 158–169.
Gupta, A. K., & Santhya, K. G. (2020). Proximal and https://doi.org/10.26911/thejmch.2019.04.0
contextual correlates of childhood stunting 3.03
in India: A geo-spatial analysis. PLoS ONE, Revildy, W. D., Lestari, S. S. S., & Nalita, Y. (2020).
15(8 August), 1–20. Pemodelan Spatial Error Model (SEM) Angka
https://doi.org/10.1371/journal.pone.02376 Prevalensi Balita Pendek (Stunting) di
61 Indonesia Tahun 2018. Seminar Nasional
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Official Statistics 2020, 1224–1231.
Antropometri Anak Nomor 2 Tahun 2020, Sipahutar, T., & Eryando, T. (2019). Does Stunting
(2020). Randomly Occured in Indonesia: Spatial
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Laporan Analysis of Indonesia’ s Basic Survey 2018.
Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013. Indian Journal of Public Health Research &
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan Development, 10(10), 345–349.
Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018. In Sipahutar, T., & Herdayati, M. (2020). Low

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |7


Socioeconomic Households are Vulnerable Framework (Vol. 9, Issue 2).
to Stunting: Structural Equation Model Yadav, A., Ladusingh, L., & Gayawan, E. (2015).
Analysis. Indian Journal of Public Health Does a geographical context explain
Research and Development, 11(9), 288–294. regional variation in child malnutrition in
Souris, M. (2019). Epidemiology and Geography: India? Journal of Public Health (Germany),
Principles, Methods and Tools of Spatial 23(5), 277–287.
Analysis. https://doi.org/10.1007/s10389-015-0677-4
https://doi.org/10.1002/9781119528203 Yansen, Tambunan, M. P., & Tambunan, R. P.
Stewart, C. P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, (2021). Spatial distribution of COVID-19
K. F., & Onyango, A. W. (2013). vulnerable areas in Tambora District, Jakarta
Contextualising complementary feeding in a Barat. SPATIAL : Wahana Komunikasi Dan
broader framework for stunting prevention. Informasi Geografi, 21(1), 1–11.
Maternal and Child Nutrition, 9(S2), 27–45. http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/spatial
https://doi.org/10.1111/mcn.12088 /article/view/20014
UNICEF. (2020). COVID-19 dan Anak-Anak di Yuliati, I. F. (2020). Segmentasi Wilayah Untuk
Indonesia Agenda Tindakan untuk Menekan Stunting Melalui Program 1000
Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi (Vol. 2, Hari Pertama Kehidupan (HPK). Jurnal
Issue April). www.unicef.org Keluarga Berencana, 5(01), 38–47.
WHO. (2013). Childhood Stunting: Context, http://publikasi.dinus.ac.id/index.php/visike
Causes and Consequences WHO Conceptual s/article/view/3696/2157

Spatial : Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi |8

Anda mungkin juga menyukai