Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN dan EVALUASI PEMANTAPAN MUTU INTERNAL TRIWULAN III

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium kesehatan adalah semua kegiatan yang


digunakan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. 

Laboratorium Kesehatan (Labkes) adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,


penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari
untuk penentuan jenis penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan
perorangan dan masyarakat.

Sebagai bagian yang integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan laboratorium sangat
dibutuhkan dalam pelaksanaan berbagai program dan upaya kesehatan, dan dimanfaatkan untuk
keperluan penegakan diagnosis, pemberian pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan serta
pengambilan keputusan lainnya.

Mutu pelayanan di laboratorium berkaitan dengan data hasil uji analisa laboratorium.
Laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data hasil uji laboratorium tersebut dapat memuaskan
pelanggan dengan memperhatikan aspek-aspek teknis seperti precision and accuracy atau ketepatan
dan ketelitian yang tinggi dapat dicapai dan data tersebut harus terdokumentasi dengan baik sehingga
dapat dipertahankan secara ilmiah.

Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi maka
seluruh metode dan prosedur operasional laboratorium harus terpadu mulai dari perencanaan,
pengambilan contoh uji, penanganan, pengujian sampai pemberian laporan hasil uji laboratorium ke
pelanggan. Mutu suatu produk atau jasa bukan hanya penting bagi pemakai namun juga bagi pemasok.
Pada pelayanan jasa laboratorium kesehatan rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan
menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim dari jasa pelanggan. Untuk
menanggulangi biaya kompensasi yang berasal dari rendahnya mutu hasil pemeriksaan laboratorium
tersebut diperlukan suatu usaha peningkatan mutu.
Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar diperoleh
hasil pemeriksaan yang tepat.

a.  Cakupan Objek PMI

1)  Tahap pra-analitik

2)  Tahap analitik

3)  Tahap pasca-analitik

b.  Tujuan

1) Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan mempertimbangkan


aspek analitik dan klinis ;

2)  Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi mengeluarkan hasil yang salah dan
perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera ;

3)  Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan spesimen,
pengiriman spesimen, penyimpanan serta pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan
dan pelaporan hasil telah dilakukan dengan benar ;

4)  Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya :

5)  Membantu perbaikan pelayanan pasien melalui peningkatan PMI.

Pemantapan Mutu Internal (PMI) dilakukan sendiri olah laboratorium klinik yang bersangkutan
untuk mengendalikan mutu analisisnya setiap hari. PMI meliputi pemantapan presisi dan pemantapan
akurasi.

a.  Presisi

Presisi atau ketelitian adalah kesesuaian atau kemiripan hasil-hasil pemeriksaan berulang pada
satu bahan pemeriksaan. Presisi dinyatakan dalam koevisien variasi (CV) dalam bentuk persen, dimana
semakin kecil nilai CV berarti semakin baik.
b.  Akurasi

Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan “nilai
benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama dengan (True
Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai standar. Rentang nilai (range) tersebut
didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang yang dihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi
(SD) dimana akurasi dianggap bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.

Untuk melakukan pemeriksaan akurasi biasanya digunakan bahan kontrol yang nilainya sudah
diketahui dan didapatkan dari perusahaan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan.

Pada pemeriksaan kimia klinik , bahan pemeriksaan yang digunakan adalah serum atau plasma.
Perbedaan serum dengan plasma terletak pada pengolahan darah yang telah diambil. Untuk pembuatan
serum, darah tidak perlu dicampur dengan antikoagulan, sedangkan untuk membuat plasmaterlebih
dahulu darah harus dicampur dengan antikoagulan.

Interpretasi hasil pemantapan mutu biasanya dianalisis menggunakan aturan “Westgard


Multirule System” yang merupakan cara untuk mengambil keputusan/kesimpulan dari hasil pelaksanaan
PMI. “Westgard Multirule System” dapat mendeteksi adanya kesalahan dengan ketentuan yang sangat
sensitif untuk kesalah acak maupun kesalahan sistematik.

Aturan “Westgard Multirule System” meliputi 12S, 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x, dengan ketentuan


sebagai berikut :

1)  12S

Ketentuan peringatan, dimana terdapat 1 kontrol berada lebih dari ± 2SD (masih terdapat di
daerah ± 3SD), dikategorikan sebagi warning (tidak untuk menolaksuatu proses pemeriksaan, perlu
analisis lebih seksama).

2)  13S

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of control), apabila hasil
pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x  ± 3SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan adanya kesalahan acak.

3)  22S

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil pemeriksaan 2
kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x +2SD atau x –2SD. Merupakan “ketentuan
penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan sistematik.
4)  R4S

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila perbedaan antara 2
hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol diatas +2SD, lainnya dibawah -2SD).
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak.

5)  41S

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol berturut-
turut keluar dari batas yang sama baik x +SD maupun x –SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan kesalahan acak dan sistematik.

6)  10 X

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol berturut-
turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan kesalahan sistematik.

Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 1 3S, R4S atau gangguan
ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 22S, 41S, 10 x, 13S.

Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan :

1)  Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh limitasi metodik
pemeriksaan.

2)  Systematik shift (kesalahan sistematik), yaitu kesalahan yang terus-menerus dengan pola


yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau instrumentasi yang tidak
baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.

3)  Random error (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap. Penyebab
kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air, reagen, pipet dan lain-
lain.kesalahan ini berhubungan dengan presisi.

 Evaluasi
Sumber

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman PraktekLaboratorium Kesehatan. Jakarta :


Direktorat Laboratorium Kesehatan.

Muslim,Muhamad dan Kuntjoro, Tjahjono. 2001. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai