2 - 3210191032 - Nina Dwi Marginingsih - Buku PA

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 90

PROYEK AKHIR

STUDI KINERJA PENDINGIN TERMOAKUSTIK DENGAN


VARIASI PANJANG DUCT DAN HEAT EXCHANGER

Nina Dwi Marginingsih


NRP. 3210191032

Dosen Pembimbing:

Dr. Eng. Teguh Hady Ariwibowo, S.T., M.T.


NIP. 19870317 201404 1 001

Dr. Nu Rhahida Arini, S.T., M.T.


NIP. 19740120 200812 2 002

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


SISTEM PEMBANGKIT ENERGI
DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2023

1
2023 PROYEK AKHIR

STUDI KINERJA PENDINGIN TERMOAKUSTIK DENGAN


VARIASI PANJANG DUCT DAN HEAT EXCHANGER

Nina Dwi Marginingsih


NRP. 3210191032

Dosen Pembimbing:

Dr. Eng. Teguh Hady Ariwibowo, S.T., M.T.


NIP. 19870317 201404 1 001

Dr. Nu Rhahida Arini, S.T., M.T.


NIP. 19740120 200812 2 002

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


SISTEM PEMBANGKIT ENERGI
DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
2023

ii
FINAL PROJECT

PERFORMANCE STUDY OF THERMOACOUSTIC


REFRIGERATOR WITH VARIATION OF DUCT LENGTH
AND HEAT EXCHANGER

Nina Dwi Marginingsih


NRP. 3210191032

Supervisors:

Dr. Eng. Teguh Hady Ariwibowo, S.T., M.T.


NIP. 19870317 201404 1 001

Dr. Nu Rhahida Arini, S.T., M.T.


NIP. 19740120 200812 2 002

BACHELOR OF APPLIED ENGINEERING PROGRAM


POWER PLANT ENGINEERING
DEPARTEMENT OF MECHANICAL ENGINEERING AND
ENERGY
ELECTRONIC ENGINEERING POLYTECHNIC
INSTITUTE OF SURABAYA
SURABAYA
2023

iii
LEMBAR PENGESAHAN BERBARCODE DARI ONLINE MIS

iv
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI KINERJA PENDINGIN TERMOAKUSTIK


DENGAN VARIASI PANJANG DUCT DAN HEAT
EXCHANGER

Oleh :
Nina Dwi Marginingsih
NRP. 3210191032
Proyek Akhir ini Digunakan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Teknik (S.Tr.T.)
di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
2023
Disetujui oleh :

Tim Penguji Proyek Akhir: Dosen Pembimbing :

1. Rif'ah Amalia, S.T., M.T. 1. Dr. Eng. Teguh Hady Ariwibowo, S.T., M.T.
NIP. 17870915 201903 2 011 NIP. 19870317 201404 1 001

2. Dr. Sony Junianto, S.T. 2. Dr. Nu Rhahida Arini, S.T., M.T.


NIP. 19900626 202203 1 005 NIP. 19740120 200812 2 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Terapan
Sistem Pembangkit Energi

Arrad Ghani Safitra,ST. M.T.


NIP. 19890513 201903 1 009

v
ABSTRAK

Pada saat ini sistem pendinginan menggunakan freon


mengakibatkan penipisan lapisan ozon, ketidak pastina iklim,
serta berdampak negatif bagi kehidupan bumi. Oleh karena itu
diperlukan suatu teknologi alternatif yaitu pendingin
termoakustik. Pendingin termoakustik merupakan suatu sistem
yang memanfaatkan suatu perbedaan temperatur yang
dibangkitkan oleh gelombang bunyi. Pendingin termoakustik
memiliki keunggulan pada konstruksinya yang cukup sederhana
dan tidak menggunakan fluida kerja yang berbahaya bagi
lingkungan. Kinerja termoakustik dipengaruhi oleh beberapa
faktor dalam sistemnya. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kinerja dari sistem termoakustik berdasarkan
pengaruh dari panjang duct, stack area, dan jarak pelat untuk
aliran gas pada heat exchanger. Simulasi dilakukan menggunakan
software pemrograman DeltaEC. Data yang diperoleh berupa
temperature onset sebagai penanda bahwa termoakustik bekerja
dengan baik dan frekuensi gelombang, dan nilai koefisien
performa dari termoakustik. Dari hasil simulasi yang telah
dilakukan, diperoleh panjang duct sebelum HHX sebesar 0.11 dan
0.219 setelah CHX. Dengan panjang tersebut diperoleh nilai COP
paling baik. Untuk luas area stack sebesar 0.0014175 diperoleh
perbedaan temperatur paling tinggi sehingga performa
termoakustik pun tinggi. Dengan nilai jarak pelat untuk aliran gas
pada heat exchanger senilai 0.00105 untuk HHX dan 0.000415
untuk CHX didapatkan COP paling baik. COP yang tinggi
membuat performa pendingin termoakustik menjadi meningkat.

Kata kunci : Pendingin Termoakustik, Duct, Heat exchanger,


Stack

vi
ABSTRACT

Thermoacoustic is a system that utilizes a temperature


difference generated by sound waves. This technology is intended
as an alternative to an environmentally friendly cooling system,
where this system has advantages in its construction which is
quite simple and does not use working fluids that are harmful to
the environment. Thermoacoustic performance is influenced by
several factors in the system. This study was conducted to
determine the performance of a thermoacoustic system based on
the effect of duct length, stack area, and plate spacing for gas
flow in the heat exchanger. Simulations were carried out using
DeltaEC programming software. The data obtained in the form of
temperature onset as a marker that thermoacoustics works well
and the frequency of waves, and the value of the coefficient of
performance of thermoacoustics. The results of simulations that
have been carried out, obtained duct length before HHX of 0.11
and 0.219 after CHX. With this length, the best COP value is
obtained. For a stack area of 0.0014175, the highest temperature
difference is obtained so that the thermoacoustic performance is
high. With a plate spacing value for gas flow in the heat
exchanger worth 0.00105 for HHX and 0.000415 for CHX, the
best COP is obtained. High COP makes the thermal acoustic
cooler performance to increase.

Keywords: Thermoacoustic Cooling, Duct, Heat exchanger,


Stack

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi
Robbil `Alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kesempatan dan
kemampuan untuk dapat menyelesaikan proyek akhir yang
berjudul
STUDI KINERJA PENDINGIN TERMOAKUSTIK
DENGAN VARIASI PANJANG DUCT DAN HEAT
EXCHANGER
Proyek akhir ini dibuat sebagai kontribusi
di bidang pendidikan Indonesia dan salah satu syarat akademis
untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Teknik (S.Tr.T) di
Politeknik Elekronika Negeri Surabaya (PENS).
Penulis menyelesaikan proyek akhir ini berdasarkan teori-
teori yang telah diperoleh dari perkuliahan, membaca literatur,
dan mendapat bimbingan dari dosen pembimbing serta pihak lain
yang telah banyak memberikan semangat serta bantuannya.
Dalam penyusunan laporan proyek akhir ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku proyek akhir
ini. Semoga buku proyek akhir ini dapat memberikan manfaat
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi semua pihak.

Surabaya, 2023

Penulis.

viii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha


Pengasih lagi Maha Penyayang, atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir demi menyelesaikan kewajiban studi
di Program Sistem Pembangkit Energi. Penulis mendapatkan
banyak pengalaman dan pelajaran yang berharga dari setiap
proses yang dilalui hingga dapat diselesaikannya Tugas Akhir ini.
Dalam penulisan proyek akhir ini, terdapat beberapa pihak
yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan saran-saran yang
sangat membangun. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendoakan
serta memberikan dukungan.
2. Aliridho Barakbah, S. Kom., Ph.D. selaku Direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya
3. Didik Setyo Purnomo, S.T., M.Eng., selaku Kepala
Departemen Teknik Mekanika dan Energi Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya
4. Arrad Ghani Safitra, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi
D4 Sistem Pembangkit Energi.
5. Dr. Eng. Teguh Hady Ariwibowo, S.T., M.T. dan Dr. Nu
Rhahida Arini, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Proyek
Akhir yang selalu sabar dalam memberikan arahan,
bimbingan, dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan
proyek akhir dengan sebaik mungkin dan tepat waktu.
6. Rifah Amalia, S.T., M.T., dan Dr. Sony Junianto, S.T. selaku
Dosen Penguji Proyek Akhir.
7. Wahyu Nur Fadhilah, S.T., M.T., selaku Koordinator Kerja
Praktik dan Proyek Akhir.

ix
8. Seluruh dosen dan teknisi Prodi Sistem Pembangkit Energi
PENS yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama
Proyek Akhir
9. Ketut Trisma Cadu Palguna, Affisena Alghifari, M. Aghist,
Arya Rafi Abrari, Zainantun Nasiroh, Helrinda Fifiana, dan
Farahvelia Mahdiyyah selaku partner yang telah membantu
selama pengerjaan Proyek Akhir
10.Ifa, Anin, Widya, Oril, Philips, Fawaidz, Aulia, Regita selaku
teman yang membantu dan menghibur selama pengerjaan
Proyek Akhir.
11.Teman-teman EN-09 yang telah memberikan banyak
dukungan kepada penulis.
12.Semua pihak secara langsung maupun tidak langsung turut
membantu dalam menyelesaikan laporan proyek akhir ini,
namun tidak bisa disebutkan satu persatu di sini.
Penulis menyadari jika masih terdapat kekurangan dalam
penulisan proyek akhir ini. Oleh karena itu, penulis sangat
menerima saran dan kritik demi perbaikan proyek akhir ini baik
dari segi konten maupun etika penulisan. Dengan segala
kerendahan hati, penulis berharap semoga proyek akhir ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 2023

Penulis.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK..................................................................................vi
KATA PENGANTAR...............................................................viii
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................ix
DAFTAR ISI...............................................................................xi
DAFTAR GAMBAR................................................................xiii
DAFTAR TABEL......................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................xvi
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................4
1.3 Tujuan................................................................................5
1.4 Batasan Masalah.................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan.........................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................7
2.1 Penelitian Terdahulu...........................................................7
2.2 Dasar Teori.......................................................................22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN......................................36
3.1 Diagram Alir Penelitian....................................................36
3.2 Proses Pengerjaan.............................................................37
3.3 Pemodelan DeltaEC..........................................................41
BAB 4.........................................................................................46
4.1 Validasi............................................................................46
4.2 Analisis.............................................................................49
BAB 5.........................................................................................60
5.1 Kesimpulan.......................................................................60
5.2 Saran.................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.................................................................62
LAMPIRAN...............................................................................67
Lampiran 1. Data Hasil Simulasi............................................67

xi
Lampiran 2 Pemodelan DeltaEC.............................................68
BIODATA PENULIS.................................................................71

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1
Representasi Skematis dari Prime Over
Thermocoustic Ujung Terbuka...............................7
Gambar 2.2 Pengaruh PT dan PS pada Perbedaan Temperatur
Onset untuk Variasi Panjang Resonator................8
Gambar 2.3 Pengaruh PT dan PS pada Frekuensi untuk Variasi
Panjang Resonator.................................................9
Gambar 2.4 Pengaruh PT dan PS pada Amplitudo Tekanan untuk
Variasi Panjang Resonator...................................10
Gambar 2.5 Th sebagai Fungsi Porositas....................................11
Gambar 2.6 COP Total sebagai Fungsi Porositas.......................12
Gambar 2.7 a) Skema Pendingin Termoakustik dan b) Sel unit
simulasi representatif ditunjukkan dengan dua
permukaan periodik dan dua permukaan dengan
kondisi batas yang setara......................................13
Gambar 2.8 Empat ukuran mesh yang berbeda digunakan untuk
generasi grid terhadap Temperature Different.....14
Gambar 2.9 Pengaruh Drive Ratio (Dr) pada Efek Pendinginan
yang Diinduksi.....................................................15
Gambar 2.10 Nilai COP dan COPR dengan Variasi Plate Spacing
.............................................................................18
Gambar 2.11 Hasil Kalkulasi Nilai COP dan COPR dengan
Variasi Plate Spacing...........................................18
Gambar 2. 12 Aliran Temperatur Versus Panjang Resonator
untuk Harmonik Frekuensi yang Berbeda............19
Gambar 2.13 Perbedaan Temperatur vs. Tekanan Rata-rata untuk
Beban Pendinginan (1, 2, 3, 4, dan 5 Watts)........20
Gambar 2.14 Perbedaan Temperatur vs Drive Ratio pada Beban
Pendinginan yang Berbeda (3, 5, 7, 9 Watt).........20
Gambar 2.15 Perbedaan Temperatur vs 2y0 / δk pada Beban
Pendinginan yang Berbeda...................................21
Gambar 2.16 Variasi Perbedaan Temperatur dengan Perubahan
Panjang Stack yang Berbeda................................21

xiii
Gambar 2.17 Ilustrasi Sederhana Mesin Termoakustik, Oleh
Desai (2016) [18].................................................23
Gambar 2.18 Representasi Skematis Konstruksi Pendingin
Termoakustik, Oleh Mahmumi (2015) [19].........23
Gambar 2.19 Diagram Kerja W dan Aliran Kalor Q pada (a)
Pendiingin Termoakustik dan (b) Mesin
Termoakustik (Wilhelmus, 2009) [20].................24
Gambar 2.20 Siklus Pendingin Termoakustik Gelombang Berdiri
(a) Interaksi Paket Gas Dingin dengan Dinding
Stack [20] (b) Diagram P-V (Russel dan Weibull,
2002) [21]............................................................25
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian..........................................37
Gambar 3.2 Skema Hofler`s Refrigerator pada DeltaEC............42
Gambar 4.1 Grafik Tc/Th terhadap Beban antara Simulasi dan
Eksperimen.............................................................47
Gambar 4.2 Grafik Variasi Duct Length after CHX terhadap
Perbedaan Temperatur............................................50
Gambar 4.3 Grafik Variasi Duct Length after CHX terhadap COP
Pendingin Termoakustik.........................................50
Gambar 4.4 Grafik Variasi Duct Length before HHX terhadap
Temperature Onset.................................................52
Gambar 4.5 Grafik Variasi Duct Length before HHX terhadap
COP Pendingin Termoakustik................................52
Gambar 4.6 Grafik Variasi y0 pada HX terhadap Perbedaan
Temperatur.............................................................54
Gambar 4.7 Grafik Jarak Pelat (y0) HX terhadap COP...............54
Gambar 4.8 Grafik Variasi Stack Area terhadap Perbedaan
Temperatur.............................................................56
Gambar 4.9 Grafik Variasi Stack Area terhadap COP................56

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Detail Geometri dan Properti Material........................13


Tabel 2.2 Kinerja Sabut Kelapa sebagai Stack pada Sistem TAR
..................................................................................16
Tabel 3.1 Data Variasi................................................................43
Tabel 4.1 Data Perbedaan Temperature Simulasi dan Eksperimen
..................................................................................46
Tabel 4.2 Nilai Error dari Validasi Simulasi dengan Eksperimen
..................................................................................47
Tabel 4.3 Hasil Simulasi.............................................................58

DAFTAR LAMPIRAN
xv
Lampiran 1. Data Hasil Simulasi................................................67
Lampiran 2. Pemodelan DeltaEC................................................68

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pendingin biasanya memakai bahan pendingin freon
padahal freon menjadi salah satu penyebab penipisan lapisan
ozon di atmosfer bumi. Apabila kerusakan ozon semakin parah
maka berdampak pada terjadinya pemanasan global (global
warming), ketidakpastian iklim global, serta berdampak negatif
bagi kehidupan pada bumi. Berdasarkan data dari NASA Goddard
Institute for Space Studies dijelaskan bahwa perubahan suhu
permukaan global mengalami kondisi terpanas di tahun 2016 dan
2020. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu sistem
pendingin alternatif yang ramah lingkungan serta memberikan
teknologi referensi baru yang berpotensi memberikan dampak
ekologis yang jauh lebih rendah, yaitu salah satunya pendinginan
termoakustik. Pendingin termoakustik atau biasa disebut
Thermoacoustics Refrigerator (TAR) adalah sistem yang
berhubungan dengan fenomena fisis dimana gelombang bunyi
dapat dihasilkan akibat adanya perbedaan temperatur atau
sebaliknya perbedaan temperatur terjadi karena adanya
gelombang bunyi [1].
Pendingin termoakustik memiliki keunggulan konstruksi
sederhana yang membutuhkan komponen tidak terlalu banyak
ataupun komponen bergerak, dan tidak menggunakan fluida kerja
yang berbahaya bagi lingkungan seperti CFC dan HFC,
melainkan fluida kerja yang ramah lingkungan dan mudah dicari,
seperti udara dan gas-gas mulia sehingga pembuatannya
memerlukan biaya yang relatif murah. Hal itu menjadi kelebihan
dari pendingin termoakustik. Dalam perealisasian termoakustik,

1
komponen yang diperlukan berupa loudspeaker sebagai beban
atau sistem sumber bunyi pada termoakustik, dua buah heat
exchanger, stack, dan tabung resonator yang terhubung dengan
speaker. Di samping itu, kekurangan dari sistem pendingin
termoakustik adalah memiliki efisiensi yang rendah dibandingkan
dengan sistem pendingin lainnya. Hal itu membuat studi
mengenai pendingin termoakustik diperlukan lebih lanjut untuk
meningkatkan performa pendingin termoaskutik [2].
Dalam meningkatkan performa pada pendingin
termoaskutik dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
dipengaruhi oleh banyak parameter. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Setiawan yang memvariasikan panjang dan
diameter resonator menyebutkan bahwa resonator berpengaruh
terhadap penurunan temperatur dan beda temperatur. Penurunan
temperatur berbanding terbalik dengan panjang resonator dan
semakin pendek resonator yang digunakan maka semakin besar
pula beda temperaturnya. Dengan resonator yang pendek
mengakibatkan frekuensi resonansi bernilai besar sehingga gerak
molekul menjadi cepat dan transfer kalor pun berlangsung dengan
cepat. Ketika semakin panjang resonator, frekuensi resonansi
semakin kecil sehingga gerak molekul menjadi lambat dan ransfer
kalor kurang efektif. [3].
Selain itu, terdapat penelitian oleh He yang berjudul
“Explanation On The Onset and Damping Behaviors in A
Standing wave Thermoacoustic Engine” dengan penelitian
menggunakan gelombang berdiri atau standing-wave untuk
menganalisis termodinamika pada proses onset dan hasil
eksperimental pada perbedaan sudut kemiringan alat atau piranti
termoakustik. Pada posisi vertikal ini didapatkan perbedaan
temperature onset yang paling rendah yang artinya posisi
tersebut menghasilkan gelombang bunyi yang lebih rendah

2
dibandingkan dengan posisi piranti yang lainnya [4]. Dari
penelitian tersebut diketahui bahwa tidak hanya komponen yang
berpengaruh terhadap kinerja pendingin termoakustik, tetapi juga
penempatan sudut kemiringan dari piranti termoakustik juga
berpengaruh terhadap performanya. Penempatan sudut
kemiringan ini nantinya mempengaruhi konveksi natural yang
terjadi sehingga dapat berpengaruh pula terhadap temperatur
onset dari termoakustik [5].
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahmed I. Abd El-
Rahman pada jurnal yang berjudul “Computational Fluid
Dynamics Simulation of a Thermoacoustic Refrigerator” yang
melaporkann simulasi dinamika fluida komputasi dua dimensi
dari perilaku aliran osilasi non linier dalam pendingin
termoakustik setengah panjang gelombang yang diisi sengan
helium sebagai gas kerja nya. Selain itu penelitian ini digunakan
untuk memahami perilaku aliran massal dan mikrostruktur dan
aliran akustik nonlinier dalam pendingin termoakustik dengan
mengkarakterisasi dan mengoptimalkan kinerjanya dan
membangun model dinamika fluida komputasi dari perangkat
termoakustik [6].
Studi ekperimental juga dilakukan oleh Ahmed I. Abd El-
Rahman pada jurnal yang berjudul “A Compact Standing wave
Thermoacoustic Refrigerator Driven by A Rotary Driven
Mechanism” yang dilakukan dengan pembuatan piranti model
akustik linier 1-D yang terdiri dari dua piston yang berosilasi
secara harmonis yang digerakkan oleh mekanisme penggerak
putar 1-HP pada frekuensi 42 Hz yang dalam praktiknya efek
pendingin diukur pada berbagai pergeseran fasa antara gerakan
dua piston yang berlawanan dapat menunjukkan bahwa
kesesuaian nilai kualitatif dengan nilai teoritis yang diperoleh.

3
Dengan penggunaan piston yang diberikan dapat menggantikan
driven akustik yang mahal [7].
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dapat diketahui
bahwa terdapat banyak parameter yang meentukan kinerja
pendingin termoakustik. Maka dari itu penelitian ini dibatasi
dengan variasi pada panjang resonator, stack area, dan jarak pelat
untuk aliran gas pada kedua heat exchanger. Penelitian ini,
dilakukan secara simulasi dengan memfokuskan pada kinerja atau
Coefficient Of Performance (COP) dari termoakustik.
Dikarenakan penelitian ini menggunakan pipa organa tertutup
maka gelombang yang digunakan adalah standing wave. Fluida
kerja yang digunakan berupa Helium. Material heat exchanger
menggunakan copper yang perbedaan temperaturnya sudah
diperkirakan antara helium oleh software yang digunakan
(DeltaEC). DeltaEC (Design Environtment for Low Amplitudo
Thermoacoustic Energy Conversion) adalah software atau
program komputer yang dapat menghitung detail tentang
bagaimana kinerja dari termoakustik [8]. Software ini dapat
membantu user untuk merancang piranti termoakustik untuk
mencapai kinerja yang diinginkan.
Data hasil simulasi tentang termoakustik dapat berupa
frekuensi, perbedaan temperatur, dan beberapa parameter lain
yang kemudian diolah untuk mengetahui nilai COP dari
pendingin termoakustik di tiap variasinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dari proyek akhir ini, yaitu:
1. Bagaimana pengaruh panjang Duct terhadap coefficient
of performance (COP) pendingin termoakustik?

4
2. Bagaimana pengaruh stack area terhadap coefficient of
performance (COP) pendingin termoakustik?
3. Bagaimana pengaruh jarak pelat untuk aliran gas pada
heat exchanger terhadap coefficient of performance
(COP) pendingin termoakustik?

1.3 Tujuan
Untuk tujuan dari penelitian proyek akhir
adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh panjang Duct terhadap coefficient


of performance (COP) pendingin termoakustik
2. Mengetahui pengaruh stack area terhadap coefficient of
performance (COP) pendingin termoakustik
3. Mengetahui pengaruh jarak plat pada heat exchanger
terhadap coefficient of performance (COP) pendingin
termoakustik?

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dan asumsi yang digunakan
untuk membantu proses analisis yaitu :
1. Penelitian ini memfokuskan pada variasi length Duct,
stack area, dan ketebalan plat heat exchanger .
2. Performa pendingin termoakustik berupa nilai COP
berdasarkan pengamatan dari perbedaan temperatur.
3. Gelombang kerja yang digunakan pada penelitian ini
adalah standing wave dan menggunakan pipa organa
tertutup.
4. Memfokuskan pada simulasi DeltaEC untuk mengetahui
performa pendingin termoakustik.

5
5. Simulasi dilakukan secara 1-D dengan daya beban yang
digunakan sebesar 3 W.
6. Helium digunakan sebagai fluida kerja, copper sebagai
material heat exchanger , dan kapton sebagai material
stack.
7. Data dan validasi diambil dari eksperimen pada jurnal
referensi [8] [9].
8. Case simulasi yang digunakan sama dengan referensi
[8] [9].

1.5 Sistematika Penulisan


Laporan proyek akhir ini tersusun atas beberapa bab
pembahasan. Sistematika pembahasan tersebut adalah:

BAB 1

Pendahuluan menguraikan secara singkat latar belakang,


tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, dan sistematika
penulisan

BAB 2

Dasar teori berisi pembahasan secara garis besar


tentang teori-teori yang berkaitan tentang proyek akhir.

BAB 3

Metodologi penelitian membahas tentang diagram


alir penelitian, skema proses kerja sistem, dan rancangan
proyek akhir.

BAB 4

6
Analisa dan pembahasan menjelaskan hasil simulasi
pengujian dan analisa terhadap hasil yang didapatkan.

BAB 5

Penutup berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan


analisa hal-hal penting, keunikan, kelebihan/kekurangan,
serta saran untuk penyempurnaan dari proyek akhir yang
dibuat.

7
(halaman ini sengaja dikosongkan)

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan terhadap


beberapa pustaka yang digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan proyek akhir kali ini. Diantaranya yaitu melakukan
studi literatur mengenai penelitian terdahulu dan dasar teori.

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Influence of Stack Geometry and Resonator


Length on the Performance of Thermoacoustic
Engine
Hariharan, dkk telah melakukan penelitian
dengan memvariasikan geometri stack dan panjang
resonator untuk mengetahui performa dari standing-
wave thermoacoustic engine. Variasi yang digunakan
terhadap panjang resonator adalah 200 mm, 300 mm,
400 mm, dan 500 mm dan memposisikan alat ini
secara horizontal. Variasi panjang dari resonator ini
mempengaruhi temperatur onset nya. Gelombang
yang digunakan dalam penelitian ini adalah standing-
wave yang direpresentasikan skematis sebagai berikut:

Gambar 2.1 Representasi Skematis dari Prime Over


Thermocoustic Ujung Terbuka [10]

9
Hasil dari penelitian ini disimulasikan pada software
DeltaEC, yaitu sebagai berikut :

a. Pengaruh ketebalan pelat (Plate thickness) dan


jarak (Plate Spacing) dengan panjang resonator
yang berbeda pada perbedaan temperatur onset.

Gambar 2.2 Pengaruh PT dan PS pada Perbedaan Temperatur Onset


untuk Variasi Panjang Resonator [10]

Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa perbedaan


temperature onset mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya panjang resonator. Hal ini dikarenakan
terjadi penurunan frekuensi dan perpindahan panas
konveksi di dalam stack melemah seiring bertambahnya
panjang dari resonator. Perbedaan temperatur onset lebih

10
tinggi terjadi pada PT (Plate thickness) yang bernilai 0,3
daripada PT (Plate thickness) 0,5 karena area perpindahan
panas yang tinggi antara stack dan gas yang diakibatkan
dari peningkatan jumlah pelat di stack.

b. Pengaruh Plate thickness (PT) dan Plate Spacing (PS)


dengan variasi panjang resonator pada frekuensi

Gambar 2.3 Pengaruh PT dan PS pada Frekuensi untuk


Variasi Panjang Resonator [10]

Dapat diketahui bahwa frekuensi berbanding terbalik


dengan panjang resonator sehingga frekuensi resonansi
meningkat seiring dengan menurunnya panjang resonator.
Dari tren grafik pada Gambar 2.3 diketahui bahwa ketika
nilai PS 0,3 akan menghasilkan grafik yang lebih tinggi
daripada PS 0,5. Dengan kata lain, peningkatan nilai plate

11
spacing (PS) dan panjang resonator menyebabkan
penurunan frekuensi.

c. Pengaruh Plate Thickness (PT) dan Plate Spacing (PS)


dengan variasi panjang resonator pada amplitudo
tekanan

Gambar 2.4 Pengaruh PT dan PS pada Amplitudo Tekanan untuk


Variasi Panjang Resonator [10]

Berdasarkan Gambar 2.4 diketahui bahwa amplitudo


tekanan mengalami peningkatan dengan bertambahnya
panjang resonator. Dengan mensimulasikan menggunakan
software DeltaEC dapat diperkirakan bahwa amplitudo
tekanan lebih besar ketika nilai PT 0,3 mm daripada PT 0,5
mm [10].

12
2.1.2 The Effect of the Porosity of Regenerators on the
Performance of a Heat-Driven Thermoacoustic
Cooler

Penelitian ini menyelidiki secara numerik untuk


mengetahui optimasi atau pengaruh dari porositas
regenerator terhadap efisiensi mesin termoakustik dan
koefisien kinerja termoakustik. Nilai porositas yang
digunakan 0,77 hingga 2 dimana porositas didefinisikan
sebagai rasio jumlah luas tabung melingkar yang
menyusun regenerator dan luas penampang tabung
melingkar. Berdasarkan eksperimen, dapat dikatakan
bahawa pemilihan porositas cukup penting untuk
mendapatkan kinerja pendingin yang tinggi. Hasil dari
eksperimen yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.5 Th sebagai Fungsi Porositas [11]

Dari Gambar 2.5 menunjukkan bahwa temperatur


terendah diperoleh ketika porositas 1,1. Hal ini
menandakan bahwa regenerator tidak hanya memiliki

13
kinerja yang tinggi tetapi juga temperatur pemanasan yang
rendah.

Gambar 2.6 COP Total sebagai Fungsi Porositas [11]

Berdasarkan Gambar 2.6 menunjukkan pengaruh


porositas regenerator pada kinerja pendingin termoakustik
yang digerakkan oleh pemanas yang secara total
ditunjukkan oleh Coefficien of Performance (COP)
termoakustik. Porositas optimal yaitu 1,1 dengan efisiensi
total keseluruhan pendingin termoakustik adalah 24%.
Nilai ini hampir dua kali lipat dari efisiensi tanpa optimasi
porositas [11].

2.1.3 Computational Fluid Dynamics Simulation of a


Thermoacoustic Refrigerator
Penelitian ini dilakukan dengan
simulasi menggunakan software Computational Fluid
Dynamics (CFD). Simulasi dilakukan secara dua dimensi

14
dari perilaku aliran osilasi non-linier dalam pendingin
termoakustik setengah panajng gelombang yang gas
kerjanya berupa helium. Model komputasi yang
dkembangkan hanya mempertimbangkan gas ideal yang
bekerja, plat stack, dan dinding pada resonator. untuk
kesederhanaan dari pendingin termoakustik diasumsikan
pada awalnya bekerja tanpa beban.
Berikut merupakan skema pendingin termoakustik
yang ditampilkan pada penelitian ini beserta detail
geometri dan properti material dari stack.

Gambar 2.7 a) Skema Pendingin Termoakustik dan b) Sel Unit


Simulasi Representatif ditunjukkan dengan Dua Permukaan Periodik dan
Dua Permukaan dengan Kondisi Batas yang Setara [6]

Tabel 2.1 Detail Geometri dan Properti Material [6]

l, t, H, L,
s
ρeff , C sp ,eff , s
k eff ,
mm mm mm Mm Kg/m3 J/kg.K W/m.K

6,85 0,19 1,53 1220 5082 683,5 5,76

Dalam proses meshing yang dilakukan dengan


domain stack didiskritisasi menjadi 2192 elemen segiempat

15
sedangkan domain gas dibagi menjadi 9621 elemen
campuran. Elemen terkecil berukuran 25 µm dan jumlah
minimum elemen melintasi celah adalah sepuluh. Meshing
berstruktur yang sangat halus dengan demikian diterapkan
sangat dekat dengan pelat stack agar dapat secara akurat
menangkap efek termoakustik di dalam penetrasi termal
yang dikembangkan, sedangkan meshing tak berstruktur
yang lebih kasar dihasilkan lebih jauh di mana interaksi
termal dengan gas kerja diharapkan menghilang. Meshing
yang dihasilkan terdiri dari 111758 elemen dan 12227
node. Hasil meshing ditampilkan pada gambar berikut:

Gambar 2.8 Empat ukuran mesh yang berbeda digunakan untuk generasi grid
terhadap Temperature Different [6]

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan variasi


ratio drive 0,28%, 0,5%, 0,1%, dan 2,0% didapatkan hasil
yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dulakukan
oleh Atchley.

16
Gambar 2.9 Pengaruh Drive Ratio (Dr) pada Efek Pendinginan
yang Diinduksi [6]

Hasil simulasi untuk rentang rasio penggerak Dr =


0,28%-2% dibandingkan dengan teori linier dan model
bilangan Mach rendah, dan menunjukkan kesesuaian yang
baik dengan nilai eksperimen [6]. Hal ini menandakan
bahwa rasio penggerak (driver ratio) memiliki pengaruh
yang dapat meningkatkan temperature different ( ∆T )
sehingga Coefficient Of Performance (COP) dari
termoakustik semakin tinggi.

2.1.4 The Influence of the Density of Coconut Fiber as


Stack in Thermoacoustics Refrigeration System
Telah dilakukan studi eksperimental penggunaan
serabut kelapa sebagai stack dengan densitas yang
bervariasi. Kinerja serabut kelapa dievaluasi dari kerapatan
tumpukan (bervariasi dari 30%, 50% dan 70%), posisi
tumpukan (bervariasi dari 0 hingga 34 cm dari pembangkit

17
suara atau sound generator), dan frekuensi pembangkit
suara (bervariasi dari 150 Hz, 200 Hz, 250 Hz dan 300 Hz).
Kinerja sistem TAR dalam percobaan ini dievaluasi
dengan COP, COPC, dan COPR. Tabel 2.2 menunjukkan
hasil perhitungan kinerja serabut kelapa bervariasi dari
kerapatan 30%, 50%, dan 70%. COP, COPC, COPR
dihitung berdasarkan persamaan 1, 2, 3 dan 4. COP
maksimum yang dicapai dengan menggunakan stack sabut
kelapa adalah 0,00115, sedangkan menggunakan plastik
adalah 0,00882. Nilai ini sangat kecil dibandingkan dengan
teknologi refrigerasi konvensional seperti kompresi uap,
refrigerasi absorpsi, termoelektrik, dan pulse tube
refrigeration. COP akan meningkat jika perbedaan suhu
antara sisi panas dan dingin meningkat dan peneliti lain
juga menyebutkan bahwa nilai COP akan meningkat secara
linier dengan beban pendinginan.
Tabel 2.2 Kinerja Sabut Kelapa sebagai Stack pada Sistem
TAR [12]

Density
Frequenc
of
y COP COPC COPR
Coconut
(Hz)
Fiber (%)
150 0,00020 16,1875 1,24E-05
200 0,00029 10,96 1,28E-05
0,00030 9,35714 3,19E-05
30 250
3
0,00027 9,76923 2,78E-05
300
1
50 150 0,00021 30,5 6,87E-06
0,00045 12,3043 3,66E-05
200
5
250 0,00032 16,7777 1,91E-05

18
8
0,00032 16,7777 1,91E-05
250
8
300 0,00049 11,25 4,33E-05

Tabel 2.2 Kinerja Sabut Kelapa sebagai Stack pada Sistem TAR
(Lanjutan) [12]

150 0,00050 15,76471 3,16E-05


200 0,00148 5,555556 2,66E-04
70
250 0,00062 10,48 5,94E-05
300 0,00066 9,481481 6,93E-05
Stack dari sabut kelapa telah dibangun dan diuji
dengan kepadatan yang bervariasi. Peningkatan densitas
akan meningkatkan perbedaan temperatur antara sisi panas
dan sisi dingin. Penggunaan sabut kelapa sebagai stack
pada percobaan ini memiliki nilai COP yang rendah
dibandingkan dengan sistem refrigerasi lainnya. Hal ini
menyatakan bahwa material yang digunakan pada stack
haruslah memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah
agar pendingin termoakustik dapat bekerja dengan
semestinya [12].

2.1.5 The Optimal Stack Spacing For Thermoacoustic


Refrigeration
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tijani untuk
mengetahui pengaruh jarak antar stack terhadap kinerja
pendingin termoakustik dengan material stack yang
digunakan adalah Mylar dan variasi spacing stacknya

19
sebesar 0,15 mm hingga 0,7 mm. Material mylar memiliki
konduktivitas termal yang lebih kecil daripada material
stainless steel yang umumnya sering digunakan. Pelat dari
stack disusun secara paralel dengan penghubung antar pelat
menggunakan senar pancing.
Hasil COP dan COPR yang didapatkan berdasarkan
plate spacing antara 0,15 sampai 0,7 adalah sebagai
berikut:

Gambar 2.10 Nilai COP dan COPR dengan Variasi Plate


Spacing [13]

Stack dengan plate spacing tiga kali kedalaman


penetrasi termal (3δ k ) memiliki performa tertinggi. Selain
itu hasil eksperimen ini juga dibuktikan oleh perhitungan
DeltaEC. Kecenderungan perhitungan DeltaEC
menunjukkan kesesuaian dengan eksperimen.

20
Gambar 2.11 Hasil Kalkulasi Nilai COP dan COPR dengan
Variasi Plate Spacing [13]

2.1.6 Thermoacoustic Refrigerators and Heat Pumps:


New Insight for A High Performance
Jurnal ini membahas mengenai simulasi yang
dilakukan oleh Alamir dengan menggunakan software
DeltaEC untuk mengetahui efek dari kondisi operasi dan
parameter geometris pada perbedaan temperatur di seluruh
area stack dan koefisien kinerja pompa kalor termoakustik
pada beban pendinginan yang berbeda.

Gambar 2.12 Aliran Temperatur Versus Panjang Resonator untuk


Harmonik Frekuensi yang Berbeda [14]

21
Temperature flow yang melalui resonator
menunjukkan bahwa harmonik yang tinggi dapat
menurunkan perbedaan temperaturnya. Dan penurunan ini
disebabkan oleh prediksi penempatan stack kurang tepat
dan juga karena tekanan akustik yang lebih rendah.

Gambar 2.13 Perbedaan Temperatur vs. Tekanan Rata-rata untuk


Beban Pendinginan (1, 2, 3, 4, dan 5 Watts) [14]

Dari Gambar 2.13 dapat diketahui dengan meningkatnya


tekanan rata-rata dapat menurunkan perbedaan temperatur.
Hal ini terjadi karena lemahnya amplitudo teknanan.

Gambar 2.14 Perbedaan Temperatur vs Drive Ratio pada Beban


Pendinginan yang Berbeda (3, 5, 7, 9 Watt) [14]

22
Perbedaan temperatur dimulai dengan nilai yang rendah
karena lemahnya amplitudo tekanan seperti yang
ditunjukkan grafik di atas. Kemudian peningkatan tekanan
amplitudo meningkatkan perbedaan temperatur hingga
mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun kareta
tidak terjadi interaksi pada gas parcels dengan pelat karena
pengurangan penetrasi termal.

Gambar 2.15 Perbedaan Temperatur vs 2y0 / δk pada Beban


Pendinginan yang Berbeda [14]

Perbedaan temperatur akan meningkat ketika plate


space juga meningkat dimana terjadi akibat hilangnya
viskos. Kemudian terjadi peningkatan perbedaan
temperatur dengan bertambahnya jarak. Dan adanya
kontak termal memiliki efek terhadap penurunan
temperatur menurun kembali [14].

23
Gambar 2.16 Variasi Perbedaan Temperatur dengan Perubahan
Panjang Stack yang Berbeda [14]

Dengan menambah panjang stack berarti semakin


banyak molekul gas yang bekerja dan akan berinteraksi
dengan plate pada stack. Hal ini dapat meningkatkan
perbedaan temperatur di stack seperti pada gambar di atas.
Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa
harmoni resonansi pertama memiliki perbedaan temperatur
yang lebih tinggi dan konsumsi daya akustik yang lebih
rendah. [7] [14].

2.2 Dasar Teori


Untuk mendukung pembuatan buku proyek akhir perlu
dikemukakan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan
ruang lingkung pembahasan sebagai landasan dalam pembuatan
buku ini. Teori-teori yang akan dijelaskan tersebut meliputi teori
yang berkaitan tentang termoakustik,

2.2.1 Thermoacoustic
Termoakustik merupakan teknologi engine ataupun
pendinginan yang sedang berkembang. Dalam
termoakustik sendiri memiliki banyak hal positif terutama
di sistem pendinginannya karena menggunakan gas kerja

24
yang ramah lingkungan dan desainnya sederhana.
Teknologi ini sekarang sedang dalam proses penelitian dan
pengemabangan dan diharapkan dapat disebarluaskan
secara komersial dikalangan masyarakat [15].
Termoakustik sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu
thermoacoustic engine dan thermoacoustic Refrigerator.
Secara umum alat atau perangkat yang mengkonversi
energi termal menjadi energi akustik atau gelombang bunyi
disebut thermoacoustic engine dengan kata lain hal yang
perbedaan temperatur dapat membangkitkan gelombang
bunyi. Sedangkan pendingin termoakustik atau
thermoacoustic Refrigerator adalah sistem yang
memanfaatkan gelombang bunyi yang dibangkitkan oleh
suatu sumber untuk mendapatkan perbedaan temperatur
[16] [17].

Gambar 2.17 Ilustrasi Sederhana Mesin Termoakustik, Oleh Desai (2016) [18]

25
Gambar 2.18 Representasi Skematis Konstruksi Pendingin
Termoakustik, Oleh Mahmumi (2015) [19]

2.2.2 Siklus Termoakustik


Prinsip kerja dari Refrigerator pada dasarnya
berkebalikan dengan prinsip kerja mesin atau prime over
(Gambar 2.19). Pada Refrigerator atau mesin pendingin,
suatu kerja W digunakan untuk menghasilkan aliran kalor
terhadap gradien temperatur. Dimana menyerap kalor Qc
pada temperatur rendah Tc dan melepaskan kalor panas Qh
pada temperatur yang panas Th. Sesuai dengan hukum
kedua termodinamika yang menyatakan bahwa tidak
mungkin memindahkan kalor dari temperatur rendah ke
temperatur tinggi tanpa membutuhkan tenaga lain. Oleh
karena itu pada siklus Refrigerator membutuhkan kerja W
dari luar untuk mentransfer kalor [20].

26
Gambar 2.19 Diagram Kerja W dan Aliran Kalor Q pada
(a) Pendiingin Termoakustik dan (b) Mesin Termoakustik
(Wilhelmus, 2009) [20]

Adapun termoakustik adalah bidang yang berkaitan


dengan fenomena fisika dimana perbedaan temperatur
dapat menimbulkan gelombang bunyi ataupun sebaliknya
gelombang bunyi dapat menimbulkan perbedaan
temperatur [1]. Siklus pendinggin termoakustik
ditunjukkan pada Gambar 2.20. Ketika gelombang akustik
menyebabkan paket gas di stack bergerak ke kiri (di sisi
panas)gas termampatkan dan tekanan meningkat. Proses ini
dinamakan kompresi adiabatik. Hal ini menyebabkan paket
gas di dalam stack lebih panas daripada dinding stack yang
berdekatan sehingga melepaskan kalor ke stack dan volume
paket berkurang. Proses ini disebut kompresi isothermal.
Selanjutnya disebut sebagai proses ekspansi adiabatik.
Dimana saat gelombang berdiri terus bergerak maju, paket
gas bergerak kembali ke kanan dimana tekannya lebih
rendah. Hal ini menyebabkan paket gas menjadi lebih
renggang dan lebih dingin daripada dinding stack
didekatnya. Oleh karena itu, ia menyerap kalor dari dinding
stack dan mengembang. Siklus ini berulang dan efeknya

27
adalah perpindahan kalor dari daerah dingin ke daerah
panas stack [21].

Gambar 2.20 Siklus Pendingin Termoakustik Gelombang Berdiri


(a) Interaksi Paket Gas Dingin dengan Dinding Stack [20] (b)
Diagram P-V (Russel dan Weibull, 2002) [21]

Adapun komponen penting yang terdapat dalam


pendingin termoakustik adalah:

1. Heat exchanger
Penukar kalor panas (hot heat exchanger )
memberikan panas pada sisi stack yang berada di sisi
tertutup sedangkan penukar kalor dingin (cold heat
exchanger ) mengekstrak panas ke lingkungan sekitar
untuk menjaga gradien suhu di stack. Hot heat
exchanger membutuhkan area perpindahan kalor yang
lebih besar daripada cold heat exchanger. Hal ini
dikarenakan koefisien perpindahan kalor dan perbedaan

28
suhu antara plat dan fluida sama. Sehingga panjang
penukar kalor panas dua kali lipat atau lebih besar dari
penukar kalor dingin [10]. Plate spacing dari heat
exchanger dapat dihitung berdasarkan persamaan:
a
y o =2l
A
(2.1)
Dimana y o adalah setengah plate spacing (m), l
setengah ketebalan plate (m), a kecepatan suara (m/s),
dan A luas area stack (m2).
Pada sistem penukar panas (HX), jarak antara
pelat atau permukaan penukar panas memiliki pengaruh
terhadap transfer panas antara dua fluida. Jarak yang
lebih jauh antara pelat-pelat penukar panas dapat
memiliki efek positif pada efisiensi transfer panas dan
akhirnya pada COP. Dalam sistem penukar panas,
semakin jauh jarak antara pelat-pelat, akan
meningkatkan laju aliran udara atau fluida di antara
celah tersebut. Hal ini mengakibatkan peningkatan
transfer panas secara konveksi yang lebih efektif antara
fluida kerja dan lingkungan sekitarnya. Akibatnya,
efisiensi transfer panas meningkat dan COP sistem
menjadi lebih baik. [22]
2. Stack
Stack adalah bagian terpenting dalam
termoakustik, dimana siklus termoakustik dihasilkan.
Stack yang baik harus bisa meminimalkan konduksi
panas sepanjang gradien suhu dan disipasi viscous dari
daya akustik. Ketebalan minimum stack harus 8 δ k [23]

29
dimana δ k adalah kedalaman penetrasi termal yang
didefinisikan sebagai:

δ k=

dimana:
√ 2K
ρ cp ω
[13] (2.2)

K = konduktivitas terml (W/mK)


ρ = densitas rata-rata (kg/m3)
c p= kapasitas panas spesifik plate (J/kg.K)
ω = kecepatan angular (rad/s)

Dengan menempatkan heat exchanger diantara kedua


sisi stack maka akan tercipta gradien temperatur
sepanjang stack.
Pada sistem termoakustik, area stack atau ruang
akustik memainkan peran penting dalam efisiensi
konversi energi. Dalam sistem termoakustik, semakin
kecil area stack, maka semakin tinggi amplitudo
gelombang suara yang dihasilkan, sehingga energi suara
yang dihasilkan akan lebih besar. Dalam hal ini, tingkat
konversi energi dari panas menjadi suara menjadi lebih
efisien, sehingga COP menjadi lebih baik. Dengan kata
lain, semakin kecil area stack, semakin baik COP pada
sistem termoakustik [24].
3. Resonator
Panjang resonator harus sesuai dengan frekuensi
resonansi sistem. Perpanjangan pipa resonator akan
menurunkan frekuensi dari suara dengan daya
pemanasan yang sama. Dalam kebanyakan kasus,
panjang tabung resonator adalah seperempat atau
setengah panjang gelombang akustik. Panjang resonator
mempengaruhi viskositas dan kerugian pada kinerja

30
piranti yang ditandai dengan tidak menurunnya
perbedaan temperature onset. Penurunan temperatur
onset ini menandakan kinerja piranti termoakustik
semakin baik. Pada ukuran resonator yang pendek (L
kecil), mengakibatkan frekuensi resonansi cukup besar
(f besar) yang mana sesuai dengan persamaan:
nv
f n=
4L
(2.3)
dengan,
n = orde harmonik
v = cepat rambat gelombang bunyi
L = panjang resonator
Hal ini berakibat pada gerak molekul-molekul gas
yang cepat di dalam kanal-kanal stack, sehingga transfer
kalor dari area dingin ke area panas dapat berlangsung
dengan cepat. Namun, saat resonator semakin panjang
(L besar), maka frekuensi resonansi semakin kecil (f
kecil). Hal ini berakibat pada gerak molekul-molekul
udara yang lebih lambat sehingga transfer kalor dari
area dingin ke area panas kurang efektif.
Pada diameter optimum memberikan penurunan
dan beda temperatur yang tinggi. Diameter optimum
diambil apabila resonator semakin panjang sehingga
kinerja pendingin termoakustik cenderung baik bila
menggunakan resonator yang semakin pendek dan
diameter yang optimum. Adanya nilai diameter
optimum ini berkaitan dengan laju transfer kalor antara
gas dan stack.

4. Fluida Kerja

31
Pemilihan fluida kerja terutama gas untuk sistem
termoakustik standing wave penting untuk
pertimbangan efisiensi. Gas yang ringan memiliki
kecepatan suara dan konduktivitas termal yang dapat
memberikan efek peningkatan daya akustik karena
kedalaman penetrasi termal yang tinggi, karena gas
yang lebih berat akan menguap dan membeku pada suhu
rendah atau mempunyai sifat tidak ideal.

2.2.3 Perpindahan Panas


Perpindahan panas dapat terjadi disebabkan karena
ada beda temperatur. Panas mengalir dari temperatur tinggi
ke temperatur yang lebih rendah. Perpindahan panas yang
terjadi pada termoakustik terdapat dua jenis, yaitu :

1. Konduksi
Konduksi adalah mekanisme perpindahan kalor
yang terjadi pada suatu zat, tetapi media untuk
perpindahan panas tetap. Artinya pada proses ini tidak
disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya
Konduktivitas termal lingkungan kerja sangat penting
dalam termoakustik karena mempengaruhi efisiensi
termal sirkuit termoakustik. Pada pendingin
termoakustik, perpindahan panas secara konduksi terjadi
pada stack dimana transfer panas ke stack terjadi secara
konduksi [5].
2. Konveksi
Konveksi, dalam termoakustik, adalah proses
perpindahan panas yang terjadi pada fluida (zat zair dan
gas) karena pergerakan partikel dari zat tersebut.

32
Termoakustik menggambarkan konversi energi yang
terjadi ketika terjadi interaksi osilasi temperatur yang
diikuti osilasi tekanan dalam gelombang akustik dengan
dinding batas pada stack.

2.2.4 Gelombang Bunyi


Termoakustik merupakan bidang yang berhubungan
dengan gelombang bunyi, baik gelombang bunyi itu
dibangkitkan atau gelombang bunyi sebagai beban input.
Dalam sistem pendingin termoakustik, perbedaan
temperatur didapatkan dari gelombang suara akustik
dimana yang bersumber dari bunyi berupa loudspeaker lalu
dialirkan menuju resonator dan stack. Lalu gelombang
bunyi beresonansi pada resonator dan memasuki stack dari
kanal-kanalnya. Pada thermoacoustic refrigerator kalor
berpindah dari temperatur yang tinggi menuju ke
temperatur yang rendah dengan gelombang akustik yang
beresonansi sebagai kerja eksternal. Gelombang
longitudinal dari gelombang akustik menyebabkan partikel
gas berosilasi maju mundur di dalam dinding stack.
Adanya kompresi pada gas mengakibatkan temperatur gas
berosilasi karena proses adiabatikdari gelombang akustik.
Apabila temperatur gas menjadi lebih tinggi daripada
dinding stack yang berada di dekatnya, maka kalor akan
berpindah dari gas menuju dinding stack dan sebaliknya.
Sehingga di kedua ujung stack dapat terjadi perbedaan
temperatur antara gas yang keluar [25].
Pada termoakustik terdapat dua jenis gelombang
yang digunakan, yaitu standing wave dan travelling wave.
Gelombang berdiri atau standing wave merupakan
gelombang yang amplitudonya berubah-ubah sedangkan

33
travelling wave adalah gelombang dengan amplitudo dan
fasenya tetap di setiap titik yang dilewatinya. Travelling
wave pada termoakustik dapat menghasilkan suara yang
lebih keras dan lebih stabil dibandingkan dengan standing
wave. Tetapi gelombang ini membutuhkan ruang yang
lebih besar dalam praktiknya. Sedangkan, gelombang yang
paling sering digunakan adalah standing wave. Selain itu,
gelombang ini juga relatif lebih sederhana tetapi nilai
efisiensi yang dihasilkan masih kecil.

2.2.5 Coefficient Of Performance (COP)


Dalam pengoptimalan performa dari termoakustik,
dapat ditentukan dengan perhitungan Coefficient Of
Performance (COP) yang merupakan rasio antara panas
yang dipompa oleh stack dengan daya akustik yang dapat
ditentukan dari persamaan sebagai berikut [26] :
Q̇c , gross
COP=

[8] (2.4)
Dimana nilai Qc , gross merupakan Gross Cooling Power
yang didapatkan dari hasil penambahan antara daya
pendinginan pada cold heat exchanger dan nilai Edot (W)
pada cold heat exchanger . Sedangkan nilai Ė (W)
didapatkan dari hasil electrodynamic driver.
Setelah itu nilai dari Carnot`s COP didapatkan
berdasarkan persamaan sebagai berikut:
TC
COPCarnot = [8] (2.5)
( T 0−T c )

34
dimana, Tc adalah cold temperature dan T0 adalah hot
temperature.
Hasil dari perhitungan dari COP dan COP Carnot
digunakan untuk mendapatkan nilai COP Relative dari
pendingiin termoakustik. Persamaan yang digunakan untuk
menghitung COP Relative adalah:
COP
COPR= [8] (2.6)
COPCarnot

2.2.6 DeltaEC Software


Desain sistem termoakustik biasanya dilakukan
melalui perangkat lunak yang dikenal dengan Desain
Environment for Low Amplitude Thermoacoustic Energy
atau disebut dengan DeltaEC. Software ini membantu
peneliti untuk merakit bagian-bagian dari sistem menjadi
model dan kemudian menyelesaikan persamaan
termoakustik linier yang terkait dengan model tersebut
sehingga distribusi aliran di dalam sistem sesuai dengan
prinsip termoakustik. DeltaEC dapat digunakan sebagai
metode verifikasi untuk prosedur desain dan optimasi
sistem termoakustik [27].

DeltaEC memecahkan persamaan gelombang satu


dimensi dalam medium gas secara numerik berdasarkan
perkiraan gelombang akustik amplitudo rendah yang dapat
digunakan untuk mensimulasikan kasus akustik dan
termoakustik. Persamaan termoakustik linier dari kondisi
aliran osilasi yang dapat dinyatakan dengan menggunakan
persamaan massa, momentum, dan energi aliran yang

35
disederhanakan [28]. Osilasi harmonik, kerapatan, tekanan,
dan kecepatan digunakan untuk mensimulasikan perilaku
gelombang yang berosilasi. Dalam termoakustik, aliran
osilasi berubah seiring waktu. Gerakan osilasi juga
dipengaruhi oleh kecepatan sudut yang didefinisikan
sebagai:
ω=2 πf
[29]
(2.7)
dimana f adalah frekuensi aliran. Kontinuitas, momentum,
dan persamaan energi didefinisikan dengan memasukkan
istilah osilasi ke dalam persamaan Navier Stokes.
Kecepatan suara terkait dengan tekanan dan kepadatan
melalui hubungan dari:
c= √( ∂ p/∂ ρ ) s
[29]
(2.8)
dimana p adalah tekanan, ρ adalah densitas, dan s sebagai
proses isentropik dari perambatan suara. Proses isentropik
digunakan untuk memperkirakan cepat rambat gelombang
suara [29].
DeltaEC menggunakan metode shooting. Metode
shooting digunakan dimana nilai tebakan ditentukan
dengan menggunakan nilai yang diketahui atau dapat
dipresiksi. Kemudian DeltaEC menyelesaikan persamaan
yang sesuai dengan target desain dan memberikan hasil
untuk model tersebut. Secara umum, DeltaEC adalah
software yang dapat digunakan untuk mendapatkan desain
tentang performa pendinginan dari perangkat termoakustik

36
Banyak kelompok penelitian telah melakukan
optimisasi geometri berdasarkan pekerjaan eksperimental
atau solusi numerik dari teori termoakustik linier
menggunakan perangkat lunak seperti DeltaEC. Penelitian
yang dilakukan Tijani berhasil mengoptimalkan unit stack
menggunakan perhitungan manual teori termoakustik serta
prediksi numerik dari model DeltaEC [30].

37
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas diagram alir penelitian, metode yang


digunakan untuk menyelesaikan penelitian Metodologi berisikan
hal-hal sebagai berikut:

3.1 Diagram Alir Penelitian


Diagram alir penelitian menggambarkan rangkaian tahapan
yang dilakukan dalam mempermudah penyelesaian penelitian.
Berikut ini adalah diagram alir dari penelitian proyek akhir:

38
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Proses Pengerjaan


Berikut ini dipaparkan proses pengerjaan yang berupa
sebelum running simulasi hingga dapat dilakukan analisis data
hasil serta cara penyimpulan.

39
3.2.1 Studi Literatur
Untuk memahami lebih dalam pada kasus yang
dikaji, maka dilakukan studi literatur. Tahapan ini, peneliti
mengumpulkan informasi yangdapat menunjang
pengerjaan tugas akhir. Informasi dan teori didapatkan
melalui jurnal, buku, dan referensi lainnya. Pada tugas
akhir ini, studi literatur difokuskan pada informasi dan teori
yang membahas mengenai komponen utama yang ada pada
pendingin termoakustik, seperti stack, heat exchanger , dan
resonator. Selain itu, studi literatur yang dilakukan adalah
pemahaman mengenai software yang digunakan dalam
pengerjaan tugas akhir ini, yaitu DeltaEC.

3.2.2 Perumusan Masalah


Tahapan perumusan maslaah berisi tentang bahasan
apa yang akan dikerjakan pada tugas akhir. Rumusan
masalah berbentuk pertanyaan yang kemudian akan
dijawab melalui hasil dari penelitian. Rumusan masalah
pada penelitian ini membahas bagaimana pengaruh dari
komponen stack, heat exchanger, dan duct pada performa
pendingin termoakustik.

3.2.3 Pemodelan dan Penyusunan Segmen


Pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hofler pada
tahun 1986. Daftar segmen dari Hofler`s Refrigerator
secara garis besar adalah:

0 BEGIN:
1 COMPLIANCE: the space above the speaker

40
2 VESPEAKER: electrodynamic driver
3 RPN
4 DUCT: ambient temperature duct
5 STKSLAB: stack
6 HX: heat exchanger
7 CONE
8 HARDEND: target this to seal the end
9 COMPLIANCE: end bulb

3.2.4 Penentuan Guess dan Target Model


DeltaEC menggunkaan metode shooting yang
memberikan tebakan pada nilai yang diprediksi kemudian
DeltaEC menyelsaikan persamaan yang sesuai dengan
target desain dan menghasilkan solusi untuk model
tersebut. Guess and target diaplikasikan karena tidak
semua kondisi awal di segmen BEGIN diketahui.

Tabel 3.1 Daftar Segmen yang Dijadikan Guess and Target


Parameter Description Address Value Unit
BEGIN: Freq 0b 500 Hz
BEGIN: TBeg 0c 300 K
BEGIN: │p│ 0d 3 x 104 Pa
Guesses
VESPE: │V│ 2h 24 V
VESPE: Ph (V) 2i 90 Deg
HX: HeatIn 7e -9,640 W
RPN: null 3a 0
RPN : pl 4s 3 x 104
HX: SolitT 7f 300 K
Targets
HARDE: R (1/z) 13a 0
HARDE: I (1/z) 13b 0
HARDE: Htot 13c 0 W

41
3.2.5 Validasi Data
Untuk mengetahui keakuratan simulasi, maka
dilakukan validasi dengan menggunakan data eksperimen
sebagai pembanding. Pada penelitian ini dilakukan validasi
pada temperatur ratio antara sisi panas dan sisi dingin
antara data eksperimen dan data hasil simulasi. Untuk
mengetahui bahwa validasi akurat digunakan metode
MAPE.

3.2.6 Penentuan Nilai dan Running Variasi


Sebelum melakukan running variasi, nilai-nilai dari
tiap variabel yang dijadikan sebagai variasi harus
ditentukan nilainya. Nilai yang digunakan pada penelitian
ini menggunakan nilai perbandingan berdasarkan jurnal
eksperimen yang dijadikan sebagai validasi data.

3.2.7 Pengolahan Data dan Analisa


Setelah didapatkan hasil simulasi berupa data, maka
dilakukan pengolahan data untuk melihat variasi mana
yang memiliki nilai Coefficient Of Performance (COP)
yang paling baik. Kemudian dilakukan analisa yakni
bagaimana pengaruh dari setiap variabel yang divariasikan
terhadap performa pendingin termoaksutik.

3.2.8 Kesimpulan
Dibuat kesimpulan berdasarkan analisa dari
penelitian terkait.

42
3.3 Pemodelan DeltaEC
Pengaruh kondisi operasi dan perubahan parameter
terhadap kinerja pendingin termoakustik dan perbedaan
temperatur di area stack dapat dipecahkan secara numerik dengan
bantuan perangkat lunak simulasi yaitu DeltaEC. Dalam proses
desain pendingin termoakustik ini, kondisi operasi ditetapkan
pada tekanan rata-rata, fluida kerja, temperatur solid masing-
masing bernilai 10 bar, helium, dan 300K. Beban daya
pendinginan yang digunakan sebesar 3 W.

Pada DeltaEC, ada beberapa parameter yang dapat


ditentukan berdasarkan desain sistem.. Dengan jenis stack yang
digunakan adalah STKSLAB dengan material Kepton dan
panjang 0,0785 m. Fluida kerja yang digunakan adalah gas mulia
yaitu Helium dengan frekuensi 500 Hz dan tekanan rata-rata 100
kPa. Untuk material stack yang digunakan adalah Kepton dan
Copper untuk material heat exchanger. Ada total 10 jenis segmen
dan 14 number segmen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.2. Segmen tersebut melibatkan 8 fungsi yang berbeda, yaitu
BEGIN, COMPLIANCE, VESPEAKER, DUCT, STKSLAB,
HX, RPN, dan HARDEND. BEGIN adalah segmen yang berisi
kondisi awal untuk perhitungan numerik yang dilakukan
menggunakan DeltaEC. Segmen dengan nama COMPLIANCE
drbagai elem volume akustik yang disatukan dengan
kompresibilitas volumetric adiabatik dan disipasi hysteresis
termal yang dihitung terhadap beban panas [8]. Speaker dapat
didefinisikan dengan menambahkan segmen SPEAKER pada
model DeltaEC. DUCT merupakan saluran berongga yang
merupakan bagian dari resonator. HX terdiri dari hot heat
exchanger dan cold heat exchanger untuk mensuplai dan
menyerap panas dari sistem sehingga gradien temperatur dapat

43
dipertahankan pada ujung stack. STKSLAB ditempatkan diantara
kedua heat exchanger dan diinterpretasikan sebagai stack.
Dikarenakan laju alir harus bernilai nol maka ditambah segmen
HARDEND di ujung sistem. Selain itu, ada segmen RPN.
Segmen RPN ini adalah segmen matemaris yang memungkinkan
pengguna untuk mendapatkan parameter untuk dianalisis seperti
COP, COPC, COPR. Keberadaan segmen RPN tidak
mengganggu hasil pemodelan DeltaEC. Itu tergantung oleh
pengguna yang mendeklarasikan RPN. RPN memungkinkan
pengguna untuk dengan mudah untuk menginstruksikan
melakukan perhitungan yang dibutuhkan.
Dalam melakukan pemodelan desain pendingin
termoakustik perlu ditambahkan guess dan target. Daftar segmen
dan nilai yang dijadikan sebagai guess dan target ditunjukkan
pada Tabel 3.1. Berikut merupakan gambar skema Hofler`s
Refrigerator pada DeltaEC.

Gambar 3.2 Skema Hofler`s Refrigerator pada DeltaEC

Panjang stack yang digunakan pada penelitian ini adalah


0,785 m. Pada daerah resonator, nilai luas area dihitung pada

44
segmen DUCT. Luas penampang stack, panjang resonator (Duct),
jarak antar plat untuk aliran gas pada hot heat exchanger dan
cold heat exchanger diganti di DeltaEC sesuai dengan nilai
perbandingan pada eksperimental. Sedangkan panjang kedua heat
exchanger, panjang, ketebalan pelat dan jarak setengah pelat pada
stack, dan perimeter resonator digunakan nilai yang tetap sesuai
dengan nilai ketetapan Hofler. Untuk simulasi ini fluida kerja
yang digunakan adalah Helium dan material yang digunakan pada
heat exchanger dan stack masing-masing adalah copper dan
kepton.
Data-data variasi untuk difokuskan pada analisa Coefficient
Of Performa (COP) disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Data Variasi

Parameter Nilai
0,187
0,195
Duct Length (after stack) 0,203
0,211
0,219
0,00045
0,0006
y0 HHX 0,00075
0,0009
0,00105
Heat exchanger
0,000295
0,000325
y0 CHX 0,000355
0,000385
0,000415
Stack Area 0,0014175
0,001701
0,0019845
0,002268

45
0,0025515

Tabel 3.2 Data Variasi Lanjutan

Parameter Nilai
0,03
0,05
Duct Length (before stack) 0,07
0,09
0,11

3.4 Pendefinisian Segmen


Pendefinisan segmen digunakan untuk mendefinisikan
segmen berfungi mencari nilai yang dibutuhkan oleh pengguna
dengan memasukkan persamaan pada DeltaEC menggunakan
addres pada segmen. Pada segmen COMPLIANCE dan
VESPEAKER digunakan material ideal tipe solid. Pada segmen
RPN number 4 diberikan persamaan (2D-2b) dimana ini
merupakan pengurangan dari phase laju alir dan phase tekanan
pada VESPEAKER agar menghasilkan resonansi paksa yang
bernilai 0. Segmen RPN number 5 diterapkan amplitudo tekanan
yang diinginkan bernilai 30000 sehingga diberikan persamaan (p1
mag). Untuk segmen RPN pada number 6 untuk menentukan
panas driver yang dibuang oleh tabung air pada
VESPEAKERdengan persamaan (Htot Edot - inp * sto Htot rcl -
=H2k). Hal ini digunakan untuk mengesampingkan kontinuitas
nomal DeltaEC antar segmen.
Pada segmen CONE nilai pada areaI dan perimI disamakan
dengan nilai pada segmen 10a dan 10b. Segmen yang digunakan
untuk menghitung nilai daya pendinginan adalah segmen RPN
pada number 15 dengan persamaan (9F+9e) dimana nilai ini
digunakan untuk menghitung nilai COP pada pendingin
termoakustik. Segmen RPN dengan number 16 didefinisikan
sebagai temperatur ratio antara panas dan dingin dengan

46
persamaan Tc/Th. Pada DeltaEC dicantumkan persamaan
(7H/9H). Pada segmen RPN number 17 yaitu didefinisikan
sebagai COP Relative pendingin termoakustik, dimana COP dan
COPC dihitung. Persamaan yang digunakna untuk COP adalah
pembagian antara daya pendinginan pada CHX dan daya yang
dibuang pada VESPEAKER sehingga diberikan persamaan
DeltaEC (14A/2F). Sedangkan pada COPC merupakan koefisien
Carnot yang sesuai dengan persamaan (4) yang didefinisikan
sebagai (9H/(7H-9H). Sehingga di segmen ini diberikan
pembagian dari persamaan COP/COPC untuk mendapatkan nilai
koefisien relatif pendingin termoakustik.

47
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis data


yang telah dilakukan. Simulasi dilakukan dengan melakukan
validasi dengan jurnal terkait dan dilakukan beberapa variasi yang
sudah ditentukan.

4.1 Validasi
Validasi dilakukan dengan permodelan DeltaEC yang
sesuai dengan Hofler`s Refrigerator. Pada eksperimen [9]
diberikan beban pendingin yang bervariasi. Nilai beban yang
diberikan dari 2 sampai dengan 8 dengan rpn 1,03 dan 1,06. hasil
dari validasi dapat dilihat berdasarkan Tabel berikut:

Tabel 4.1 Data Perbedaan Temperature Simulasi dan


Eksperimen

Beban Tc/Th (DeltaEC) Tc/Th (Eksperimen)


2 0,7257 0,711231
3 0,7452 0,729391
4 0,7643 0,749381
5 0,7831 0,762977
6 0,801567 0,780227
7 0,8197 0,796562
8 0,837567 0,812898

48
Grafik yang dihasilkan dari proses validasi ini
ditunjukkan pada Gambar 4.1

0.85
0.8
0.75
Tc/Th

DeltaEC
0.7
Linear (DeltaEC)
0.65 Eksperimen
0.6 Linear (Eksperimen)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Qtot (watts)

Gambar 4.1 Grafik Tc/Th terhadap Beban antara Simulasi dan


Eksperimen

Untuk mengetahui besar error yang terjadi antara simulasi


dan eksperimen digunakan persamaan:

error ( % )=¿ DeltaEC−Eksperimen∨ ¿ ×100 % ¿


Eksperimen
(4.1)

Perhitungan nilai error harus memiliki equation atau persamaan


dari hasil grafik yang diperoleh pada Gambar 4.1, persamaan dan
nilai error ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Nilai Error dari Validasi Simulasi dengan Eksperimen

y = 0,0186x + y = 0,0168x +
Nilai X
0,6893 0,6793
Eksperimen % Error
NilaiEq:DeltaEC Nilai Eq: Eksp
1,86818747 0,724048287 0,71068555 1,88026

49
3
2,88468664
8 0,742955172 0,727762736 2,087553
3,91726590
1 0,762161146 0,745110067 2,288397
4,91617625 0,780740878 0,761891761 2,473989
5,91472926
4 0,799313964 0,778667452 2,651519
6,92967998
7 0,818192048 0,795718624 2,824293
7,96098871
5 0,83737439 0,81304461 2,992429
Untuk mengetahui tingkat eror memiliki keakuratan dengan
data eksperimen, dilakukan pengujian MAPE. Mean Absolute
Percentage Error (MAPE) merupakan ukuran kesalahan relatif
yang menyatakan persetase kesalahan hasil pendugaan (nilai
simulasi) terhadap hasil aktual (nilai eksperimen). Persamaan
MAPE diberikan sebagi berikut:
n
yi − ý i
∑│ ýi
│× 100 %
t =1

[31] (4.2)

dimana,

n = jumlah data

y = nilai hasil actual

ý i= nilai hasil pendugaan

Berdasarkan perhitungan nilai MAPE, error yang


didapatkan pada validasi bernilai 2,438%. Berdasarkan Lewis

50
(1982), nilai MAPE dapat diinterpretasikan atau ditafsirkan ke
dalam 4 kategori yaitu :

a. < 10% = sangat akurat


b. 10 – 20% = baik
c. 20 – 50% = wajar
d. > 50% = tidak akurat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil validasi dikatakan
sangat akurat karena memiliki nilai MAPE dibawah 10%.
Semakin kecil nilai MAPE, maka semakin kecil kesalahan hasil
pendugaan. Sebaliknya, semakin besar nilai MAPE maka semakin
besar kesalahan hasil pendugaan [31].

4.2 Analisis
Studi penelitian ini menekankan pentingnya pemilihan
dimensi pada resonator (duct), stack, dan heat exchanger .
Analisis dilakukan secara numerik menggunakan software
DeltaEC. Pengaruh panjang duct, jarak antar plat pada heat
exchanger , dan stack area menjadi fokus pada penelitian ini. Di
DeltaEC ada beberapa parameter yang dapat ditentukan
berdasarkan desain sistem. Hasil yang diberikan dapat berupa
nilai frekuensi, temperatur rasio antara hot dan cold, beban
pendinginan, dan Coefficient Of Performance (COP) pendingin
termoakustik.
Setelah dilakukan simulasi sebanyak 20 kali running
dengan nilai variabel yang berbeda, kemudian dilakukan
perhitungan COP menggunakan persamaan (2.6) untuk dianalisis
desain pendingin termoakustik mana yang memiliki performa
paling baik. Pada Tabel 4.3 ditampilkan data hasil simulasi.
Untuk mengetahui desain yang baik dari pendingin termoakustik,
perlu diketahui bahwa semakin tinggi perbedaan temperaturnya (

51
∆ T ¿ maka nilai dari COPnya juga akan semakin besar sehingga
performanya semakin baik.

4.2.1 Pengaruh Duct Length pada COP


 Duct Length After CHX dan Duct Length Before
HHX
Pada penelitian ini nilai duct length
divariasikan. Termasuk duct length after CHX
maupun before HHX. Duct merupakan suatu
penghubung yang biasanya direpresentasikan
dengan resonator. Variasi ini dilakukan untuk
mengeatahui desain pendingin termoaskutik dengan
panjang duct yang sesuai dengan nilai COP yang
tinggi. Variasi dilakukan dari nilai paling terkecil ke
nilai tertinggi. Hasil dari variasi duct ditunjukkan
pada 4 gambar di bawah ini.

Duct Length (after CHX)


0.74465
0.7446
Tc/Th (K)

0.74455
0.7445
0.74445
0.7444
0.18 0.19 0.2 0.21 0.22 0.23
Duct Length (m)

Gambar 4.2 Grafik Variasi Duct Length after CHX


terhadap Perbedaan Temperatur

52
Duct Length (after CHX)
0.56
0.54
COP 0.52
0.5
0.48
0.18 0.19 0.2 0.21 0.22 0.23
Duct Length (m)

Gambar 4.3 Grafik Variasi Duct Length after CHX


terhadap COP Pendingin Termoakustik

Variabel duct length after CHX, stack area,


dan jarak pelat pada area untuk aliran gas pada heat
exchanger (y0) sebagai variabel terikat. Dimana
nilainya diperoleh berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hofler. Sedangkan untuk variabel
bebas adalah duct length after CHX.
Pada Gambar 4.2 tampak adanya nilai yang
fluktuatif terhadap temperature onset seiring dengan
bertambahnya panjang ductnya. Namun pada teori
menyebutkan semakin bertambah panjang duct,
maka temperature onsetnya juga semakin besar. Hal
ini tidak sesuai dengan teorinya. Terjadi hal seperti
ini dikarenakan ukuran yang digunakan pada heat
exchanger saat melakukan simulasi pada variasi
duct length after CHX tidak sesuai. Dimana
seharusnya ukuran dari HHX lebih besar daripada
CHX. Dari Tabel 4.3 diketahui hasil dari seluruh
running yang sudah dilakukan untuk setiap

53
variasinya. Pada variasi Duct length after CHX nilai
COP tertinggi bernilai 0,5384 didapatkan dari duct
length terpanjang yang bernilai 0,219 dengan
perbedaan temperatur 0,74453333.
Hasil dari variasi duct length before HHX
ditampilkan pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5

Duct Length (before HHX)


0.85
0.8
Tc/Th (K)

0.75
0.7
0.65
0.6
0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Duct Length (m)

Gambar 4.4 Grafik Variasi Duct Length before HHX terhadap


Temperature Onset

54
Duct Length (before HHX)
0.6

0.4
COP

0.2

0
0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Duct Length (m)

Gambar 4.5 Grafik Variasi Duct Length before HHX


terhadap COP Pendingin Termoakustik

Variasi Duct length before HHX


menghasilkan nilai dan grafik yang sesuai dengan
teori. Dimana nilai Duct length tertinggi yaitu 0,11
menghasilkan perbedaan temperatur yang tinggi dan
nilai COP yang besar.
Pada ukuran duct yang pendek, frekuensi
resonansi akan cukup besar menurut persamaan
(2.3). hal ini berakibat pada gerak molekul gas yang
cepat dalam kanal-kanal stack sehingga transfer
kalor dapat berlangsung dengan baik. Sedangkan
saat duct semakin panjang, maka frekuensi resonansi
semakin kecil. Hal ini berakibat pada gerak molekul
udara yang lebih lambat, sehingga transfer kalor
menjadi kurang efektif.

55
4.2.2 Pengaruh Jarak Pelat untuk Aliran Gas pada
Heat Exhanger terhadap COP
Jarak aliran gas pada HX dapat mempengaruhi
kinerja keseluruhan sistem dan akhirnya mempengaruhi
nilai COP. Jarak pelat ini berfungsi untuk mengatur aliran
gas di dalam perangkat termoaskutik. Ketika gas (biasanya
udara atau helium) melewati heat exchanger , jarak ini
memungkinkan transfer panas dan suara yang efektif antara
elemen-elemen tersebut. Ukuran jarak pelat untuk aliran
gas pada heat exchanger yang tepat dapat mempengaruhi
kinerja perangkat termoakustik. Jika jarak terlalu besar,
dapat terjadi kebocoran suara dan energi yang tidak
diinginkan di heat exchanger yang dapat menyebabkan
penurunan efisiensi. Di sisi lain, jika celah terlalu kecil,
aliran gas dapat terhambat dan menyebabkan peningkatan
resistansi aliran dan penurunan aliran. Oleh karena itu,
variasi pada parameter ini perlu dilakukan untuk
mengetahui desain ukuran yang baik pada pendingin
termoakustik. Data variasi dilihat pada Tabel 3.1.

Variasi y0 HX
0.754
Tc/Th (K)

0.75
0.746
0.742
0.0003 0.0006 0.0009 0.0012
y0 (m)

Gambar 4.6 Grafik Variasi y0 pada HX terhadap Perbedaan


Temperatur

56
Jarak antar pelat untuk aliran gas pada heat
exchanger dapat mempengaruhi kecepatan aliran gas.
Gambar 4.6 menunjukkan perbedaan temperatur yang
dipengaruhi oleh jarak pelat (y0). Nilai yang paling tinggi
memberikan perbedaan temperatur yang paling besar pula.
Sehingga didapatkan nilai COP yang tukup tinggi.

Variasi y0 HX
0.56
0.52
COP

0.48
4 5 6 7 8 9 01 1
00 00 00 00 00 00 0 01
0.
0
0.
0
0.
0
0.
0
0.
0
0.
0 0. 0.
0

y0 (m)

Gambar 4.7 Grafik Jarak Pelat (y0) HX terhadap COP

Pada kedua grafik dijelaskan bahwa nilai COP


berbanding lurus dengan nilai y0 nya. Semakin jauh jarak
aliran gas maka semakin tinggi COPnya Dalam optimasi
perangkat termoakustik jarak pelat pada HX sangat
berpengaruh. Dengan mengatur jarak pelat (y0) dengan
benar, aliran gas dan transfer panas antara elemen-elemen
dapat dioptimalkan yang akhirnya akan meningkatkan
efisiensi perangkat dan nilai COPnya.

4.2.3 Pengaruh Stack area terhadap (COP)


Termoakustik merupakan suatu teknologi yang
mengkorversi energi panas menjadi energi suara melalui
gelombang suara akustik yang dihasilkan oleh perubahan
tekanan dan temperatur dalam medium gas. Penelitian ini

57
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nilai
penurunan temperatur ketika terjadi di beberapa ukuran
dari area stack. Nilai variasi yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil perbandingan dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Hofler [9]. Hasil dapat
ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.8. Perubahan
nilai area stack ini nantinya juga merubah desain dan
bentuk dari stack itu sendiri, baik dari panjang ataupun
diameterya. Dari grafik perbedaan temperatur diketahui
bahwa semakin besar nilai stack area yang divariasikan
maka nilai perbedaan temperaturnya semakin kecil. Hal itu
mempengaruhi nilai COP dari pendingin termoakustiknya
dimana dibuktikan pada Gambar 4.3.

Stack Area
0.75
Tc/Th (K)

0.7
0.65
0.6
0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003
Stack Area (m²)

Gambar 4.8 Grafik Variasi Stack area terhadap Perbedaan


Temperatur

Adanya perbedaan temperatur yang terjadi


menunjukkan bahwa terjadi transfer kalor dari panas ke
bagian dingin akibat adanya gelombang bunyi. Gambar 4.8
terlihat bahwa semakin besar stack area yang digunakan,
maka penurunan temperaturnya juga semakin besar.
Namun, juga tidak dapat dipastikan bahwa area stack yang

58
lebih besar menghasilkan penurunan temperatur yang lebih
besar. Hal ini disebabkan karena tergantung pada material
stack yang digunakan.
Stack Area
0.6

COP0.4

0.2

-1.11022302462516E-16
0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003
Stack Area (m²)

Gambar 4.9 Grafik Variasi Stack area terhadap COP

Hasil grafik COP sesuai pada Tabel 4.3 hasil yang


diberikan menyebutkan bahwa semakin luas stack area
maka nilai COP yang didapat semakin kecil.

59
Tabel 4.3 Hasil Simulasi

Heat exchanger
Duct Stack Duct
y0 y0 Frekuensi Tc/Th COP
Length area Length (2)
HHX CHX
0,74463333
0,500873052
0,0426 0,001134 0,00019 0,000255 0,187 479,34 3
0,74453333
0,510618421
0,0426 0,001134 0,00019 0,000255 0,195 470,37 3
0,0426 0,001134 0,00019 0,000255 0,203 461,81 0,7445 0,520128932
0,0426 0,001134 0,00019 0,000255 0,211 453,64 0,7445 0,529383796
0,74453333
0,538400022
0,0426 0,001134 0,00019 0,000255 0,219 445,83 3
0,74656666
0,578167555
0,0426 0,001134 0,00045 0,000295 0,219 447,22 7
0,0426 0,001134 0,0006 0,000325 0,219 447,82 0,7482 0,587047939
0,74996666
0,590747707
0,0426 0,001134 0,00075 0,000355 0,219 448,41 7
0,75176666
0,594050837
0,0426 0,001134 0,0009 0,000385 0,219 448,99 7
0,0426 0,001134 0,00105 0,000415 0,219 449,56 0,75216666 0,59640142
59
7
0,72066666
0,565248902
0,0426 0,0014175 0,00105 0,000415 0,219 422,15 7
0,0426 0,001701 0,00105 0,000415 0,219 399,3 0,6953 0,532193026
0,67543333
0,500977469
0,0426 0,019845 0,00105 0,000415 0,219 380,06 3
0,0426 0,002268 0,00105 0,000415 0,219 363,69 0,65966667 0,472782395
Tabel 4.3 Hasil Simulasi (Lanjutan)
Heat exchanger
Duct Stack Duct
y0 y0 Frekuensi Tc/Th COP
Length area Length (2)
HHX CHX
0,64703333
0,0426 0,0025515 0,00105 0,000415 0,219 349,6 3 0,447769885
0,64776666
0,03 0,0014175 0,00105 0,000415 0,219 358,14 7 0,407334892
0,05 0,0014175 0,00105 0,000415 0,219 346,35 0,6526 0,467091016
0,07 0,0014175 0,00105 0,000415 0,219 340,27 0,6762 0,503872333
0,09 0,0014175 0,00105 0,000415 0,219 335,59 0,7027 0,522859145
0,00105 0,000415 0,72826666
0,11 0,0014175 0,219 331,27 7 0,529564894

61
Data hasil simulasi didapatkan dengan nilai COP tertinggi pada saat duct length
semakin panjang. Dengan nilai stack area yang semakin kecil juga memberikan nilai COP
semakin tinggi. Hal ini juga ditandai dengan meningkatnya nilai gradien temperaturnya. Nilai
COP paling tinggi dicapai pada saat jarak pelat untuk aliran gas pada heat exchanger semakin
jauh.

62
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Perbedaan temperatur yang didapatkan dari variasi
terhadap panjang Duct terjadi secara fluktuatif. Apabila
Duct berukuran pendek, frekuensi resonansi akan besar dan
sebaliknya. Hal tersebut mempengaruhi perbedaan
temperatur yang diakibatkan transfer kalor. Nilai COP
terbaik diperoleh ketika Duct lengthnya bernilai 0,219
untuk sesudah CHX dan 0,11 sebelum HHX.
2. COP paling tinggi didapatkan ketika stack area bernilai
0,0014175. Dimana semakin kecil area stack maka semakin
baik COP pada sistem termoakustik.
3. Jarak pelat untuk aliran gas pada HX didapatkan nilai
0,00105 untuk HHX dan 0,00415 untuk CHX. Nilai
tersebut memiliki nilai COP sebesar 0,565249. Semakin
besar jarak pada aliran gas maka akan meningkatkan
perbedaan temperatur, sehingga dapat meningkatkan
efisiensinya.

5.2 Saran
Penelitian ini perlu disempurnakan supaya
menjadi sumber informasi yang lebih baik di masa mendatang.
Terdapat beberapa saran peneliti guna pengembangan penelitian
ini yang dijelaskan pada poin-poin berikut.
1. Perlu dilakukan pembuktian pada real life untuk
mengetahui apakah desain yang diberikan sesuai dengan
peningkatan COP dari pendingin termoakustik.

61
2. Dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai dari setiap
parameter agar hasil yang diperoleh semakin akurat

64
DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Setiawan, A. B. Utomo dan G. Maruto, “Rancang Bangun


Piranti Termoakustik sebagai Pemompa Kalor,” Jurnal
Fisika, vol. 10, p. 25, 2007.
[2] Yumnawati, P. Murti, W. Achmadin dan A. B. S. Utomo,
“Sistem Pendingin Termoakustik dengan Menggunakan Stack
Acak dan Penukar Kalor Tambahan dalam Resonator”.
[3] I. Setiawan, A. B. S. Utomo, M. E. Santi, Susilowati dan D.
Sampurna, “Pengaruh Dimensi Resonator Silindris Terhadap
Kinerja Suatu Pendingin Termoakustik,” pp. 7-12, 2013.
[4] Y. L. He, H. B. Ke, F. Q. Cui dan W. Q. Tao, “Explanation
On The Onset and Damping Behaviors in A Standing Wave
Thermoacoustic Engine,” Thermal ENgineering, vol. 58,
2013.
[5] R. A. Anugrah, “Studi Eksperimental Pengaruh Perbedaan
Sudut Kemiringan terhadap Temperatur Onset Termoakustik
Generator Gelombang Berdiri,” Jurnal Quantum Teknika, vol.
1, p. 4, 2019.
[6] A. I. Abd El-Rahman dan E. Abdel-Rahman, “Computational
Fluid Dynamics Simulation of a Thermoacoustic
Refrigerator,” Jurnal of Thermophysics and Heat Transfer,
vol. 28, 2014.
[7] A. I. Abd El-Rahman, W. A. Abdelfattah, K. S. Abdelwahed,
A. Salama, A. Rabie dan A. Hamdy, “A Compact Standing
Wave Thermoacoustic Refrigerator driven by A Rotary Drive
Mechanism,” 2020.
[8] B. Ward, J. Clark dan G. Swift, Design Environment for Low-
amplitude Thermoacoustic Energy Conversion DeltaEC
Version 6.4b2.9 Users Guide.
[9] T. J. Hofler, “Concepts for Thermoacoustic Refrigeration and
A Practical Device”.
[1 N. M. Hariharan, P. Sivashanmugam dan S. Kasthurirengan,

65
0] “Influence of Stack Geometry and Resonator Length on The
Performance of Thermoacoustic Engine,” Applied Acoustic,
vol. 73, 2012.
[1 I. Farikhah dan Y. Ueda, “The Effect of The Porosity Of
1] Regenerator On The Performance of A Heat Driven
Thermoacoustic Cooler,” pp. 4-7, 2017.
[1 E. Hartulistiyoso, M. Yulianto dan L. Sucahyo, “2.1.4 The
2] Influence of the Density of Coconut Fiber as Stack in
Thermoacoustics Refrigeration System,” IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science, 2018.
[1 M. Tijani, J. Zeegers dan A. de Waele, “The Optimal Stack
3] Spacing for Thermoacoustis Refrigeration,” Acoustical
Society of America, no. 112 (1), p. 128, 2002.
[1 M. A. Alamir dan N. A. Che Sidik, “Thermoacoustic
4] Refrigerators and Heat Pumps: New Insights for A High
Performance,” Journal of Advanced Research in Fluid
Mechanics and Thermal Sciences, vol. 78, no. 1, 2021.
[1 S. A. Tassou, J. S. Lewis, Y. T. Ge, A. Hadawey dan I. Chaer,
5] “A Rewiew of Emerging Technologies for Food Refrigeration
Applications,” Applied Thermal Engineering, Elsevier, vol.
30, p. 13, 2011.
[1 A. Surjosatyo dan D. P. Wicaksono, “Karakteristik Standing-
6] Wave Heat Engine Thermoacoustic Berdasarkan Variasi
Onset Temperatur,” Departemen Teknik Mesin – Fakultas
Teknik Universitas Indonesia, 2016.
[1 I. Setiawan, P. Murti, A. B. S. Utomo, W. N. Achmadin dan
7] M. Nohtomi, “Pembuatan dan Pengujian Prime Over
Termoakustik Tipe Gelombang Bergerak,” 2015.
[1 A. B. Desai, K. P. Desai, H. B. Naik dan M. D. Atrey,
8] “Design and Analysis of Standing Wave Quarter Wavelength
Thermoacoustic Engine,” Indian Journal of Cryogenics, vol.
41, p. 69, 2016.
[1 P. Mahamuni, P. Bhansali, N. Shah dan Y. Parikh, “A Study
9] of Thermoacoustic Refrigeration System,” International

66
Journal of Innovative Research in Advanced Engineering,
vol. II, no. 2, p. 160, 2015.
[2 P. H. M. Wilhelmus, Mathematical Aspects of
0] Thermoacoustics, Technische Universiteit Eindhoven, The
Netherlands, 2009.
[2 D. A. Russel dan P. Weibull, “Tabletop Thermoacoustic
1] Refrigerator for Demonstrations,” American Journal of
Physics, 2002.
[2 A. J. Jaworski dan A. Piccolo, “Heat Transfer Process in
2] Parallel-Plate Heat Exchnagers of Thermoaocustic Devices -
Numerical and Experimental Appoaches,” vol. 42, pp. 145-
153, 2012.
[2 H. Babaei dan K. Siddiqui, “Design and Optimization of
3] Thermoacoustic Devices,” Department of Mechanical and
Industrial Engineering, Concordia University, Montreal,
Canada, no. 49, 2008.
[2 B. G. Prashantha, G. S. V. L. Narasimham, Seetharamu dan
4] V. B. Hemadri, “Theoretical Evaluation of Stack-Based
Thermoacoustic Refrigerators,” International Journal of Air-
Conditioning and Refrigeration, 2022.
[2 Applied Heat Transfer Research Group, [Online]. Available:
5] https://appliedheattransfer.wordpress.com/termoakustik/.
[Diakses 3 May 2023].
[2 M. E. Tijani, J. C. Zeegers dan A. T. de Waele, “Design of
6] Thermoacoustic Refrigerators,” Cryogenics, pp. 52-53, 2001.
[2 G. W. Swift, “Thermoacoustics: A Unifying Perspective for
7] Some Engines and Refrigerators,” Acoustical Society of
America, American Institute of Physics Press, New York, vol.
115, no. 5, 2002.
[2 N. M. Hariharan, P. Sivashanmugam dan S. Kasthurirengan,
8] “Effect of Resonator Length and Working Fluid on The
Performance of Twin Thermoacoustic Heat Engine -
Experimental and Simulation Studies,” vol. 75, pp. 51-55,
2013.

67
[2 N. D. A. Rosle, F. A. Z. Mohd Saat, R. N. Othman, I. A.
9] Rahim dan P. Sechan, “Investigation On Standing Wave
Thermoacoustic Generator Using DeltaEC,” Journal of
Advanced Research in Fluid Mechanics and Thermal
Sciences, vol. 96, no. 2, pp. 51-64, 2022.
[3 M. Tijani, J. Zeegers dan A. de Waele, “Design of
0] Thermoacoustic Refrigerators,” Elsevier Science, vol. 42, pp.
49-57, 2002.
[3 “aindhae.com,” 17 December 2019. [Online]. Available:
1] https://www.aindhae.com/2019/12/cara-menghitung-mean-
absolute.html#:~:text=%3C10%25%20%3D%20sangat
%20akurat%2010-20%25%20%3D%20baik%2020-
50%25,nilai%20MAPE%20maka%20semakin%20besar
%20kesalahan%20hasil%20pendugaan.. [Diakses 26 June
2023].
[3 R. A. Anugrah, “Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Sudut
2] Kemiringan terhadap Temperatur Onset Termoakustik
Generator Gelombang Berdiri dengan Panjang Resonator 780
mm,” Jurnal Engine, vol. 2, pp. 2-3, 2018.
[3 R. A. Anugrah, “Studi Eksperimental Pengaruh Variasi
3] Panjang Resonator terhadap Temperatur Onset Termoakustik
Generator Gelombang Berdiri pada Posisi Vertikal,” pp. 2-7,
2018.
[3 N. Arafa, A. H. Ibrahim dan E. A. Rahman, “Design
4] Considerations for Thermoacoustic Engines for Low Onset
Temperature and Efficient Operation,” Forum Acusticum,
2011.
[3 I. Setiawan, M. Katsuta dan M. Nohtomi, “Numerical Study
5] on the Effect of Working Gases on the Critical Temperature
Difference of a Standing Wave Thermoacoustic Prime
Mover,” p. 3, 2013.
[3 R. A. Anugrah, A. Widyaparaga dan I. M. Miasa, “Metode
6] Investigasi Parameter Sudut Kemiringan dan Panjang
Resonator terhadap Kinerja Standing Wave Thermoacoustic

68
Engine,” pp. 228-229, 2017.
[3 M. Alamir dan A. A. Elamer, “A Compromise Between the
7] Temperature Difference and Performance in a Standing Wave
Thermoacoustic Refrigerator,” International Journal of
Ambient Energy, 2018.

69
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Simulasi

68
Lampiran 2. Pemodelan DeltaEC

69
72
73
BIODATA PENULIS

Nina Dwi Marginingsih adalah seorang


anak kedua dari tiga bersaudara yang
terlahir pada tanggal 07 April 2001 dan
berdomisili di Kecamatan Mojowarno
Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur.
Saat ini penulis sedang menempuh studi
jenjang Diploma 4 (D4) di Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS)
Jurusan Sistem Pembangkit Energi (SPE).
Penulis melakukan penelitian dengan judul
“Studi Kinerja Pendingin Termoakustik
dengan Variasi Panjang Duct dan Heat exchanger” yang membahas
tentang pengaruh panjang duct dan jarak pelat untuk aliran gas pada
heat exchanger dan stack area terhadap kinerja pendingin termoakustik
dengan menggunakan software DeltaEC.

Bagi para pembaca yang ingin memberikan saran, kritik, atau berdiskusi
lebih lanjut terkait laporan kerja praktik dan penelitian penulis dapat
dilakukan dengan menghubungi alamat surel peneliti:
ninadwimarg26@gmail.com

74

Anda mungkin juga menyukai