Manajemen Kualitas UAS
Manajemen Kualitas UAS
b. Dari Kasus PT Sarden Lezat di atas, jelaskan dampak dari kontaminasi bakteri
pada produk PT SL serta komplain pemerhati lingkungan atas pelanggaran
rekanan PT SL terkait dengan ekploitasi wilayah non tangkap!
Penanganan complain membutuhkan perencanaan yang matang dan prosedur
sitematis agar kesalahan yang sama tidak terulang dan masalah yang dihadapi
bisa segera teratasi.
Ada 5(lima) aspek dalam penangan komplain agar bisa ditangani dengan baik :
1. Memudahkan pelanggan untuk menyampaikan komplain. Komplain
sejatinya peluang untuk memuaskan pelanggan dan memperbaiki kesalahan
yang berpotensi menciptakan silent complainers.
2. Mengatasi faktor penyebab adanya komplain. Idealnya complain yang sama
tidak perlu terulang lagi.
3. Menanggapi complain secara efektif
4. Menangani pelanggan yang marah. Sikap empati paling dibutuhkan sewaktu
berhubungan dengan pelanggan yang marah, staf harus menanyakan
persoalan secara rinci agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa
yang benar-benar terjadi.
5. Belajar dari kesalahan dan menerapkan standar kualitas yang
berkesinambungan.
Adapun terkait dampak kontaminasi bakteri pada produk sarden PT SL sangat
dokhawatirkan mempengaruhi angka penjualan produk sarden sehingga berimbas
pada menurunnta tingkat perekonomian.
Terhadap masalah tersebut pihak industri pangan yang bergerak di bidang produksi
ikan kalengan seharusnya perlu mengevaluasi beberapa langkah penanggulangan
produksi dengan mengaplikasikan GMP (Good Manufacturing Practices), GHP
(Good Handling Practices) dan prinsip HACCP (hazard Analytical critical Control
Point). Berikut beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diaplikasikan oleh
pihak industri pangan diantaranya :
1. Pemilihan dan seleksi bahan baku ikan sarden dan makarel mentah yang
belum diproses sesuai dengan ketentuan SNI. Caranya adalah dengan
menganalisis sampel jaringan ikan tersebut untuk dianalisis keberadaan
cacing parasitnya dengan menggunakan mikroskop.
2. Proses klorinasi yang tepat untuk mencegah pertumbuhan mikrob
pembusuk dan mikroba patogen sehingga produk ikan kalengan tidak
mudah rusak dan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Ada hal penting
yang harus diperhatikan yaitu dengan tidak menggunakan konsentrasi klorin
yang terlalu tinggi karena dapat membahayakan kesehatan manusia.
3. Melakukan sterilisasi pada kemasan kaleng dengan pemanasan retort
maupun teknik autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat
celsius selama 15 menit.
4. Pengisian (filling) ikan sarden dan bumbu saus ke dalam kemasan kaleng
harus dilakukan secara aseptis (steril) dalam suatu ruangan maupun pipa
pengisian khusus. Untuk menjamin hal ini pihak industri harus benar-benar
memastikan aspek sanitasi dan kebersihan ruangan tempat pengisian
produk dan selalu membersihkan pipa-pipa yang digunakan untuk pengisian
produk.
5. Pengemasan (packaging) dan penutupan produk ikan kaleng harus
dilakukan secara praktis, hermetis dan septis (steril) serta jangan sampai
terjadi kebocoran kemasan akibat proses pengemasan yang kurang tepat.
6. Penyimpanan produk di ruangan yang tepat baik kondisi suhunya maupun
kelembabannya.
2. Penerapan TQM di perusahaan akan memberikan dampak positif bagi perusahaan maupun
karyawannya.
Dilihat dari diagram alir di atas, maka manfaat TQM yang diperoleh perusahaan
terdapat dua (2) hal, yaitu:
Jika kedua hal di atas dapat diraih, maka perusahaan dapat dengan mudah untuk
menaikan harga produk sehingga laba atau keuntungan yang diperoleh menjadi lebih
besar.
Sedangkan penerapan TQM akan memberikan dampak yang positif bagi pegawai,
yaitu :
4. Alat analisis apa yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya
kontaminasi bakteri pada salah satu produk PT SL, dan gunakan alat analisis untuk
menjawab permasalahan pada PT SL.
Kelompok pertama adalah tujuh alat dasar manajemen kualitas yang dikenal dengan
nama “Seven Basic Tools of Quality”. Tujuh alat dasar manajemen kualitas adalah
alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan, menyusun data
dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai
kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena yang
otentik dalam suatu persoalan. Ketujuh alat yang termasuk dalam kelompok alat
dasar manajemen kualitas mempermudah proses analisa dengan tetap mengacu
kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara dengan fakta. Tujuh alat dasar
manajemen kualitas merupakan koleksi alat-alat statistik yang berbasis matematika,
tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga tujuh alat dasar manajemen kualitas
tersebut bisa diimplementasikan ke bidang non-engineering dan diajarkan tanpa
harus membutuhkan tingkat pendidikan tinggi. Alat yang termasuk dalam kelompok
tujuh alat dasar manajemen kualitas merupakan jenis alat yang lebih bersifat
eksploratif kuantitatif antara lain
3) Histogram,
4) Diagram Pareto,
5) Digram Scatter,
6) Diagram Fishbone,
7) Control Chart
Kelompok kedua adalah tujuh alat baru manajemen kualitas disebut “Seven New
Tools of Quality”. Sedangkan tujuh alat baru manajemen kualitas atau dikenal
juga dengan tujuh alat manajemen mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an.
Tujuh alat baru manajemen kualitas didesain sebaai tanggapan terhadap adanya
kebutuhan untuk memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan
manajemen. Permasalahan kualitatif tersebut misalnya Ketidaksamaan cara
pandang yang berujung kepada perdebatan yang berlebihan dipecahkan dengan
alat bantu diagram affinity. Kebutuhan pengelompokkan permasalahan atau
solusi digunakan alat bantu yang namanya diagram affinity. Masalah tentang
bagaimana caranya mengetahui resiko pelaksanaan diselesaikan dengan
menggunakan PDPC. Juga masalah kualitatif seperti bagaimana mengetahui
adanya pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan yang genting sehingga tidak
boleh mundur, untuk itu digunakan diagram panah. Untuk mengetahui apakah
permasalahan berdiri sendiri atau berhubungan dengan masalah yang lain pada
suatu permasalahan yang telah dicoba diselesaikan namun masalah yang sama
selalu muncul berulang, digunakan alat yang disebut diagram interrelationship
dan diagram matriks. Tujuan awal dari tujuh alat baru manajemen kualitas pada
prinsipnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik pengendalian kualitas
dengan menggunakan pendekatan desain. Tujuh alat baru manajemen kualitas
dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-data verbal secara
terstruktur. Berbeda dengan tujuh alat dasar manajemen kualitas yang digunakan
untuk mengorganisasikan data numerik. Namun demikian, penggunaan tujuh alat
baru manajemen kualitas ini tidak bertentangan dengan tujuh alat dasar
manajemen kualitas, melainkan saling mendukung. Tujuh alat baru manajemen
kualitas merupakan seperangkat alat kualitas yang baru dan lebih bersifat
eksploratif kualitatif. Ketujuh alat manajemen kualitas yang masuk kelompok ini
antara lain:
1) Diagram Interrelationships;
2) Diagram Affinity;
3) Diagram Pohon;
4) Diagram Matriks;
6) Diagram Panah;