Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
9
. Wijaksastro, H. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Hlm: 34
10
. Resmawan, 2010. Perdarahan Pasca Persalinan 1. Available at. http/dadyblogspirit.com.
11
Chalik, 2012. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika
12
Friedman, E. 2012. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta : Bina
Rupa Aksara: 182
5
6
13
Mochtar, R. 2010. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. Jakarta
:Buku Kedokteran EGC. Hlm: 152
14
Mochtar, R. 2010. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. Jakarta
:Buku Kedokteran EGC. Hlm: 142
7
15
Maryunani, A. 2009. Ilmu Kesehatan anak dalam Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hm: 104
16
Friedman, E. 2012. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta : Bina
Rupa Aksara. Hlm: 203
8
17
Wijaksastro, H. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono.Hlm: 64
18
Maryunani, A. 2009. Ilmu Kesehatan anak dalam Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hlm: 76
9
6) Arcus pubis dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
menekan kepala bayi ke arah posterior
7) Perluasan episiotomi
b. Faktor janin
1) Bayi yang besar
2) Posisi kepala yangg abnormal-misalnya presentasi muka dan
occipitoposterior
3) Kelahiran bokong
4) Ekstraksi forcep yang sukar
5) Distosia bahu
6) Anomali kongenital, seperti hydrocephalus Selain itu, faktor-faktor lain
yang menyebabkan kehilangan darah secara berlebihan, bila terjadi laserasi
yaitu:
a) Interval yang lama antara dilakukan episiotomy dan kelahiran anak.
b) Perbaikan episiotomi setelah bayi dilahirkan tanpa semestinya yaitu
ditunggu terlalu lama.
c) Pembuluh darah yang putus pada ujung episiotomi tidak berhasil dijahit.
d) Pemeriksaan inspeksi tidak dilakukan pada serviks dan vagina bagian
atas.
e) Kemungkinan terdapatnya beberapa tempat cidera tidak terpikirkan
f) Ketergantungan pada obat-obat oksitoksik serta disertai penundaan
terlalu lama mengeksploitasi uterus.19
Derajat Robekan Jalan Lahir:
1) Derajat I : Robekan yang hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian
depan, kulit perineum.
2) Derajat II : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot perineum
3) Derajat III : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.
19
Hacker, N.F. 2010. Esensial Obtetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Hipocrates Hlm: 92
10
4) Derajat IV yaitu Robekan yang terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani
yang meluas sampai ke mukosa rectum.20
5. Kelainan Bekuan darah
Afibrinogemi atau hipofibrinogemi dapat terjadi setelah abrupsio/solusio plasenta,
retensio plsenta, janin mati yang lama di dalam rahim dan pada emboli cairan
ketuban. Kelainan factor bekuan darah memberi kontribusi terhadap terjadinya
perdarahan post partum sebesar 0,5-0,8%. Salah satu teori etiologic
memperkirakan bahwa bahan tromboplastik yang timbul dari degenerasi dan
otolisis desidua serta plasenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan
menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan vibrinogen yang beredar.
Kegagalan tersebut yaitu pada kegagalan mekanisme pembekuan, menyebabkan
perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan biasanya dipakai untuk
mengendalikan perdarahan. Kelainan bekuan darah periportal adalah factor yang
beresiko tinggi pada perdarahan pada masa nifas, tetapi untungnya jarang terjadi.
Pasien dengan masalah pembekuan dapat menimbulkan perdarahan masa nifas
karena ketidakmampuannya untuk membentuk bekuan darah yang stabil di tempat
perlekatan plasenta.21
20
Maryunani, A. 2009. Ilmu Kesehatan anak dalam Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hlm: 76
21
Hacker, N.F. 2010. Esensial Obtetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Hipocrates. Hlm:
112
22
Hacker, N.F. 2010. Esensial Obtetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Hipocrates
11
1. Faktor Ibu
a. Paritas
Paritas adalah jumlah melahirkan yang dialami oleh seorang ibu, tanpa
membedakan lahir hidup atau lahir mati.23 Paritas adalah keadaan pada wanita yang
telah melahirkan janin yang beratnya 500 gram atau lebih, mati atau hidup dan
apabila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur kehamilan 22 minggu
terhitung dari hari pertama haid terakhir yang normal. 24
Pembagian paritas terdiri dari :
1) Primirapa, yaitu seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin
mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih.25 Primipara dalah wanita yang
telah melahirkan anak yang variable untuk pertama kalinya. 26
2) Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia
kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2 kali
atau lebih.27
3) Grandemultipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia
kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari
4 kali.
Pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium
yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada
persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili
khorialis akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi
plasenta adhesive sampai prekreta.28
Pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut otot
menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini dapat menurunkan kemampuan uterus
23
Wijaksastro, H. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Hlm: 117
24
UNPAD, 2009. Obstetri Patologi. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi PK
UNPAD.
25
Pusdiknakes, 2013. Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta : Pusdiknakes.
26
Wijaksastro, H. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Hlm: 117
27
Op Cit Hlm; 162
28
Cahyono, I.E. Perbandingan Multipara dan Grandemultipara terhadap Kejadian
Perdarahan Post Partum. Semarang: UNDIP.
12
29
Mochtar, R. 2010. Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. Jakarta
:Buku Kedokteran EGC.
30
Gurning, F. 2004. Gambaran Kasus Perdarahan Post Partum di RSU Dr. Pirngadi Medan
tahun 2000-2003. Skripsi
31
Manuaba, 2010. Anemia dalam Kehamilan. Jakarta : EGC. Hlm: 123
32
Arifin, 2013. Gambaran Pengetahuan Kasus Kegawatdaruratan Obstetri di RSU Tanjung
Para Kabupaten Langkat dan di RSU Kisaran Kabupaten Asahan. Medan
33
Depkes RI, 2010. Perdarahan Post Partum Materi untuk pengajar. Jakarta : Pusdiknas
dan Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
13
d. Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk
primigravida dan atau lebih dari 18 jam untuk multigravida. Akibat dari partus lama,
apabila tidak segera ditangani, akan terjadi dehidrasi, asfiksia bayi, ruptura uteri,
infeksi dan kematian ibu akibat perdarahan. Mekanisme terjadinya perdarahan pada
partus lama adalah oleh karena kelemahan dan kelelahan otot rahim.34
e. Usia Kehamilan
Umur Kehamilan adalah masa sejak sejak hari pertama haid terakhir
sampai bayi dilahirkan, dihitung dalam minggu. 35 Ibu melahirkan dengan usia
kehamilan < 37 minggu disebut persalinan preterm. Pada ibu yang mengalami
persalinan preterm ini dapat merupakan faktor risiko untuk terjadinya retensio
plasenta. Retensio plasenta merupakan faktor risiko dan penyebab langsung
terjadinya perdarahan postpartum.36
f. Status gizi
Asupan gizi pada ibu hamil merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal
ini disebabkan karena pada ibu hamil, disamping makan untuk dirinya sendiri, juga
untuk janin yang dikandungnya. Ibu dengan status gizi buruk mempunyai risiko
untuk mengalami perdarahan postpartum dan infeksi pada masa nifas.37
g. Anemia kehamilan
Bila ibu menderita Anemia berat selama kehamilan, maka ia akan sering
mengalami sesak nafas, edema, gagal jantung kongestif, anoksia otak, sehingga
sering mengakibatkan kematian ibu.38
Pada saat persalinan dapat terjadi gangguan his, kala pertama dapat
berlangsung lama sehingga terjadi partus lama. Kondisi seperti ini dapat diikuti oleh
retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri. Disamping itu ibu
hamil dengan Anemia yang diperparah dengan perdarahan pada saat persalinan, maka
keadaan ini akan memudahkan terjadinya infeksi masa nifas.39
34
Of Cit. Hlm: 135
35
Of Cit. Hlm: 64
36
Manuaba, 2010. Anemia dalam Kehamilan. Jakarta : EGC. Hlm: 105
37
Lodermik, D.I. 2009. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC. Hlm: 75
38
Of Cit. Hlm: 32
39
Komalasari, 2005. Buku ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4 Jakarta : EGC. Hlm: 23
14
h. Umur ibu
Umur ibu saat melahirkan mempunyai pengaruh terhadap timbulnya
perdarahan postpartum. Ibu dengan umur di bawah 20 tahun, rahim dan panggul
sering kali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Sebagai akibatnya pada umur
tersebut bila melahirkan, bisa mengalami persalinan lama, sehingga berisiko
terjadinya perdarahan postpartum. Bila umur di atas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu
sudah menurun, sehingga hamil pada umur tersebut mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk terjadi persalinan lama dan perdarahan postpartum.40
i. Antenatal Care
Apabila pemeriksaan kehamilan dilakukan dengan cara yang teratur, dan
dilakukan oleh tenaga yang profesional, maka kelalaian selama kehamilan dapat
terdeteksi, sehingga komplikasi yang timbul saat persalinan seperti perdarahan
postpartum dapat diperkirakan.41
2. Faktor Penolong Persalinan
Diantara prioritas yang disusun pada Konsultasi Teknis Keselamatan Ibu
di Sri Lanka tahun 1997 dan Simposium International tentang Keselamatan Ibu di
Washington DC tahun 1998, adalah memastikan adanya petugas terlatih pada setiap
kelahiran dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan ibu yang bermutu. Pada
pedoman Managing Complication in Pregnacy and Childbirth, menekankan untuk
melembagakan secara resmi jenis-jenis ketrampilan yang dibutuhkan dari para dokter
dan bidan di rumah sakit rujukan (Maulany, 2007).
Di negara-negara berkembang hanya separuh dari jumlah ibu hamil
melahirkan dengan bantuan bidan, dan hanya 40 % melahirkan di rumah sakit atau
puskesmas. Di Indonesia penolong persalinan dapat digolongkan menjadi penolong
medis (bidan, dokter) dan non medis (dukun). Bidan menurut Kepmenkes RI N0. 900
Tahun 2002 adalah seorang wanita yang telah mengikuti program Pendidikan bidan
dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, sedangkan praktik bidan
adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada
40
Rochjati, P. 2007. Pemantauan Kematian Ibu dan Kematian Bayi Baru Lahir Melalu
Sistem Rujukan Terencana di Kabupaten Nganjuk, Probolinggo Jawa Timur. Buletin
Penelitian Kesehatan Badan Pelatihan dan Penelitian.
41
Of cit. Hlm: 45
15
42
Kemenkes RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
16
43
. Reeder, dkk. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanta, Bayi Dan Keluarga. Edisi
8. Jakarta: EGC. Hlm. 53
17
serviks secara lengkap (10 cm). Pembukaan serviks pada ibu yang pernah
melahirkan lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang baru pertama kali
melahirkan. Kala I dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase Laten
Fase laten merupakan awal dari kala I. Fase laten dimulai dengan adanya
kontraksi uterus dan akan berlangsung selama beberapa jam sehingga
mencapai perubahan pada serviks yaitu dengan terjadinya pelunakan,
penipisan, dan serviks akan tampak sedikit membuka sekitar 3-4 cm.
b. Fase Aktif
Pada fase ini terjadi peningkatan intensitas dan lama kontraksi uterus yang
mana kontraksi lebih sering terjadi setiap 3-5 menit. Fase ini berakhir pada saat
serviks sudah mengalami pembukaan sekitar 7 cm. Menurut Wagiyo &
Putrono (2016), fase aktif ini terbagi dalam 3 fase, yaitu pertama fase
akselerasi, fase ini terjadi dalam waktu 2 jam yang mana pembukaan serviks
dari 3 cm menjadi 4 cm. Kemudian yang kedua fase dilatasi maksimal, disebut
fase dilatasi maksimal karena fase ini merupakan fase pembukaan serviks
tercepat yaitu dalam waktu 2 jam, pembukaan serviks yang awalnya 4 cm ini
menjadi 9 cm. Fase ketiga dari fase aktif ini ada fase deselerasi merupakan fase
perlambatan, karena dalam fase ini serviks mengalami pembukaan yang lambat
yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan serviks yang awalnya membuka 9 cm
menjadi lengkap (10 cm).
c. Fase Transisi
Fase ini biasanya kontraksi uterus semakin lebih teratur dan sering terjadi yaitu
kurang lebih setiap 2 sampai dengan 3 menit sekali. Kondisi ini menandakan
bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.44
2. Kala II
Kala II merupakan tahap dimana pembukaan serviks sudah lengkap hingga
keluarnya bayi melalui jalan lahir. Estimasi waktu kala II rata-rata 50 menit untuk
44
. Oktarina, M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish. Hlm: 32
18
ibu yang baru pertama kali melahirkan dan sekitar 20 menit untuk ibu yang
pernah melahirkan sebelumnya (multipara).45
Kontraksi uterus akan lebih sering terjadi pada kala II dengan interval kurang
lebih 2 hingga 3 kali per 10 menit atau setiap 2 sampai 3 menit sekali. Pembukaan
lengkap (10 cm) biasanya ditandai dan diikuti oleh adanya semburan cairan dari
vagina yang sering disebut dengan pecah ketuban. Dengan pecahnya ketuban ini
menyebabkan adanya tekanan kepala bayi pada serviks semakin kuat sehingga
dengan kondisi ini ibu tidak dapat menahan keinginannya untuk meneran. Adanya
kontraksi dan kekuatan ibu meneran ini akan mendorong kepala hingga
membukakan jalan lahir, secara berurutan lahir dahi, muka dan dagu melewati
perineum.46
Setelah kepala lahir, bayi secara langsung akan melakukan putaran paksi luar
yaitu kepala dan punggung bayi akan melakukan penyesuaian. Apabila awalnya
ubun-ubun kecil kepala bayi mengarah ke kanan panggul ibu, maka kepala bayi
akan berputar ke arah kanan. Setelah kepala melakukan perputaran, bahu depan
bayi akan lahir di bawah simfisis pubis kemudian disusul dengan lahirnya bahu
belakang melalui perineum, dibantu dengan menarik tubuh bayi ke atas. dengan
begitu bayi akan segera keluar setelah bahu berhasil dilahirkan.
3. Kala III
Kala III merupakan tahap pengeluaran plasenta yang dimulai sejak lahirnya bayi
hingga lahirnya plasenta lengkap. Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk
melahirkan plasenta lengkap sekitar 15-20 menit untuk nulipara maupun
multipara. Pada kala III dibagi menjadi dua fase yaitu fase pelepasan plasenta dan
fase pengeluaran plasenta. Menurut Schultz, bagian tengah plasenta akan lepas
lebih dulu sehingga akan terjadi bekuan retroplasenta. Dengan begitu, perdarahan
tidak akan terjadi sebelum plasenta benar-benar lahir. Nantinya plasenta akan
keluar melalui serviks setelah plasenta benar-benar lepas.47
45
. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono. Hlm: 62
46
. Oktarina, M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish. Hlm: 42
47
. Op Cit
19
4. Kala IV
Dikatakan memasuki kala IV yaitu ketika plasenta sudah lahir lengkap sampai
dengan 2 jam setelahnya. Seringnya terjadi atonia uteri, terdapat luka pada jalan
lahir, atau adanya sisa plasenta yang masih tertinggal ini biasanya mengakibatkan
terjadinya perdarahan pada ibu setelah melahirkan sehingga membutuhkan
perhatian para penolong persalinan. Maka dari itu, adanya perdarahan dana
keadaan umum ibu setelah melahirkan harus selalu dipantau oleh penolong
persalinan (tenaga medis yang berwenang).48
48
. Wagiyo., Prutomo. 2016. Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal, dan Bayi Baru Lahir
Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta : ANDI. Hlm: 72
49
. Sumarni, N, dkk. 2012. Pengaruh Varietas, Status K-Tanah, Dan Dosis Pupuk Kalium
Terhadap Pertumbuhan, Hasil Umbi, Dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah. Jurnal
Hortikultura. Vol: 22. No: 3. Hal: 2 – 8.
20
50
Elisabeth, S.W. 2015. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta :
Pustakabarupress.Hlm: 43
21
e. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaranplasenta secara manual.
f. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.
g. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika.
3. Penatalaksaan Perdarahan Post Partum Karena Inversio Uteri
a. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti danpemberian obat.
b. Beberapa memberikan tokolitik untuk melemaskan uterus yang berbalik
sebelumdilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas
masuk ke dalam vagina danterus melewati serviks sampai tangan masuk ke
dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itudapat dilakukan sewaktu
plasenta sudah terlepas atau tidak.
c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan darirahim dan sambil memberikan uteronika lewat infus atau
i.m. tangan tetap dipertahankanagar konfigurasi uterus kembali normal.
d. Pemberian antiobiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.
e. Intervensi bedah dilakukan bila jepitan serviks yg keras menyebabkan
manuver di atastidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk
reposisi dan kalau terpaksa dilakukanhisterektomi bila uterus sudah
mengalami infeksi dan nekrosis.
4. Penatalaksaan Perdarahan Post Partum Karena Laserasi Jalan Lahir
Robekan perineum yang melebihi tingkat satu harus dijahit. Hal ini dapat
dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta
harus dilakukan secara manual, tetapi lebih baik tindakan itu ditunda sampai
plasenta lahir. Pasien dianjurkan untuk berbaring dalam posisi litotomi
dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
Pada robekan perineum tingkat dua, setelah di beri anestesi local otot-otot
diafragma urogenetalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan- jaringan di bawahnya.
23
Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding
depan rectum yang robek dijahit, kemudian vasia prarektal ditutup dan
muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan
penutupan robekan perineum tingkat dua.
Perdarahan
Post Partum
Kontraksi Perdarahan
Persalinan Post Partum
Keterangan :
Variabel Terikat : Perdarahan Post Partum
Variabel Bebas : Kontraksi Persalinan