Anda di halaman 1dari 3

Muyassir:

Penggunaan umur bibit muda dan penanaman satu batang per lubang tanam selain dapat
menghemat penggunaan benih juga dapat meningkatkan potensi perkembangan anakan, semakin
tua umur bibit di pindahkan ke lapangan maka semakin sedikit waktu yang tersedia untuk
tumbuhnya anakan (Muyassir 2012).

Berdasarkan fakta hasil penelitian Muyassir dapat dinyatakan bahwa umur bibit 8 HSS
lebih baik terhadap produksi padi sawah dibandingkan umur bibit lebih dari 8 HSS, umur bibit 8
HSS dapat memberikan hasil padi tertinggi yaitu 8,01 ton/ha dan berbeda nyata dengan hasil
padi umur bibit 16 hari HSS yakni 7,66 ton/ha (Muyassir 2012).

waktu pemindahan bibit ke lapangan di perpanjang maka kesempatan untuk


berkembangnya anakan menjadi semakin pendek, sehingga anakan yang dihasilkan juga
semakin sedikit. Anakan yang dapat menghasilkan gabah secara maksimal biasanya adalah
anakan yang tumbuh sebelum umur tanaman 40 hari, apabila anakan muncul di atas umur 40
hari setelah semai maka akan terjadi keterlambatan masa matang gabah serta kualitas gabah
menjadi rendah (Muyassir 2012).

Menurut Thangaraj dan Toole tahun 1985 dalam Muyassir (2012) anakan maksimum
terjadi sampai batas umur 49-50 hari setelah semai, serta perkembangan akar umumnya akan
terhenti pada umur 42 hari setelah semai.

Hasil penelitian Masdar dkk (2006) menunjukkan bahwa pemindahan bibit ke lapangan
umur 7 HSS menghasilkan jumlah anakan mencapai 20,796 anakan, sedangkan pemindahan
bibit umur 21 HSS hanya 17,172 anakan.

Penundaan umur pemindahan bibit ke lapangan mengakibatkan bibit mengalami stres,


karena terganggangunya sistem perakaran dan juga perlu waktu untuk masa penyembuhan bibit
sehingga perkembanga anakan juga akan terlambat (Muyassir 2012).

Vikson:

Berdasarkan penelitian Vikson terhadap padi sawah varietas Membramo, bahwa tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada jumlah anakan yang tidak produktif 70 HST namun terdapat
suatu perbedaan yang nyata pada bobot gabah 1000 butir yaitu pada perlakuan umur bibit 15
HSS memiliki bobot tinggi yaitu 31,12 gram dibandingkan dengan perlakuan umur bibit 20
HSS, 25 HSS, 30 HSS, dan 35 HSS. Umur bibit setelah pindah tanam sangat berpengaruh pada
bobot gabah 1000 butir padi setelah panen (Vikson 2012).

Khairatun Napisah dan Rina D. Ningsih:

Hasil pengujian Khairatun Napisah dan Rina D. Ningsih menunjukkan bahwa


produktivitas tertinggi adalah pada perlakuan umur bibit 15 HSS yaitu 7,53 ton/ha GKG
dibandingkan dengan umur bibit 20 HSS yaitu 6,30 ton/ha GKG dan 10 HSS yaitu 5,78 ton/ha
GKG. Tingginya produktivitas pada umur bibit 15 HSS didukung oleh kondisi bibit yang sudah
cukup kuat untuk dapat dipindahkan ke lahan pertanaman.

Umur bibit 15 HSS merupakan umur pindah tanam yang lebih dapat beradaptasi dengan
lingkungan (Khairatun dan Rina 2014).

Menurut Hermawati (2009), semakin panjang malai berpengaruh terhadap jumlah gabah
per malai.

Tinggi tanaman pada perlakuan umur bibit tidak berbeda nyata. Hal ini bisa disebabkan
oleh faktor genetis, sehingga memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap tinggi tanaman
padi (Khairatun dan Rina 2014).

Keadaan faktor genetis memberikan pengaruh yang hampir sama pula terhadap tinggi
tanaman padi (Hermawati 2009).

Umur bibit 15 HSS dapat menghasilkan jumlah anakan tertinggi dengan rata-rata 13,07
btg/rpn dibandingkan dengan umur bibit 10 HSS yaitu 9,90 btg/rpn dan 20 HSS yaitu 11,63
btg/rpn. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi perakaran di persemaian yang semakin kuat dan
dalam sehingga waktu pemindahan mengalami kerusakan cukup berat (Khairatun dan Rina
2014).

Umur bibit 15 HSS memberikan pertumbuhan vegetatif yang tertinggi dibandingkan


dengan umur 10 HSS dan 20 HSS. Umur bibit 15 HSS merupakan umur pindah tanam yang
lebih dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga semakin memadai periode untuk
perkembangan anakan dan akar (Khairatun dan Rina 2014).

Untuk di Latar Belakang:


Menurut Ahmad (2000), dalam Sularno, et al. (2011), kelompok padi-padian dapat
menyumbang energi sekitar 62-66% dan protein sekitar 56-61%. Di lain pihak terjadinya
penciutan lahan sawah subur akibat konservasi lahan untuk kepentingan selain pertanian, juga
terjadinya fenomena produktivitas padi sawah irigasi cenderung turun (Badan Litbang Pertanian,
2008).

Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi
yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas adan efisiensi usahatani. Salah
satu komponen teknologi PTT adalah pemakaian bibit muda kurang dari 21 HSS, kecuali pada
daerah-daerah yang endemis keong mas (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Menurut Gani (2003) dalam Khairatun dan Rina (2014), menyatakan bahwa penggunaan
bibit padi sawah dengan umur yang relative muda (umur 12-15 HSS) akan membentuk anakan
baru yang lebih seragam ada aktif serta berkembang lebih baik karena bibit yang lebih muda
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah tanaman dipindah.

DAPUS:

Hermawati, T. 2009. Keragaman Padi Varietas Indragiri Pada Perbedaan Umur Bibit Dengan
Metode SRI (System Of Rice Intensification). Percikan : Vol.99 Edisi April 2009.

Gani, A. 2003. Sistem Intensifikasi Padi (System of Rice Intensification). Pedoman Praktis
Bercocok Tanam Padi Sawah dengan Sistem SRI. 6 hal.

Anda mungkin juga menyukai