Anda di halaman 1dari 10

ESSAI

Arsitektur Kebencanaan

Contoh Studi Kasus dan Peran Arsitek

DISUSUN OLEH
Gusti Randa Mokoagow (551421011)

A.Alifah Nurul Amaliah (551421033)

Raden Roro Karida A.P.D (551421029)

Irfan Maulana (551421017)

Muh. Rafdi Zain (551421007)

PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022/2023
A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang terletak di Garis Katulistiwa dan
dikelilingi oleh Cincin Api. Cincin Api merupakan garis pertemuan Lempeng Benua Asia
dengan Lempeng Samudra India, yang terletak disepanjang garis Pantai Selatan Indonesia. Juga
garis pertemuan antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang terletak disepanjang
Kepulauan Maluku. Akibat situasi geologis ini, di Indonesia juga banyak terdapat sesar dan
gunung berapi. Oleh karena itu di Indonesia banyak terdapat Bencana Alam yang terkait
dengan Gempa Tektonik dan Letusan Gunung Berapi.

B. Kajian Mengenai Arsitektur dan Kebencanaan

Arsitektur adalah seni atau praktik perancangan dan pembangunan struktur dan
konstruksi bangunan. Dalam arti yang lebih luas, arsitektur dapat mencakup merancang dan
membangun keseluruhan lingkungan binaan level makro, misalnya perencanaan kota, tidak
hanya satu bangunan dan pelengkapnya saja.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.

C. Hubungan arsitektur dan kebencanaan

Arsitektur kebencaaan adalah sebuah konsep perancangan atau perencanaan bangunan


yang dilakukan untuk menangani dampak dari bencana alam dan tahan terhadap bencana, untuk
penyelamatan serta evakuasi korban jiwa, dengan menerapkan konsep perancangan arsitektur
yang sadar akan bencana baik bencana alam maupun bencana buatan.

Pola adaptasi tanggap bencana juga harus diimplementasikan dalam upaya pembangunan
rumah rakyat sehingga rumah yang dibangun juga tahan terhadap bencana agar tidak
menimbulkan korban kerugian dalam jumlah yang cukup besar

D. Studi Kasus Bencana di Indonesia

1. Banjir di Makassar

Seperti yang kita ketahui bahwa banjir merupakan bencana yang dapat terjadi
karena faktor alam dan faktor manusia itu sendiri dan tidak lain Baru baru ini banjir telah
terjadi dimakassar dengan kondisi kota yang kian memburuk, menurut BADAN
PENANGGULANGLAN BENCANA DAERAH MAKASSAR penyebab ini terjadi
dikarenakan dipicu curah hujan yang tinggi dan air laut pasang, yang dimana curah hujan
ini sudah berlansung lebih dari 3 hari, hal ini merendam beberapa pemukiman warga
disekitar terendam banjir, adapun dampak yang sangat terasa adalah 200 ribu siswa
diliburkan karena imbasnya merendam hampir seluruh kota, namun menurut WALHI
sulawesi selatan.

Penyebab utamanya banjir tersebut adalah pembangunan di wilayah pesisir


mengkhawatirkan menurutnya rendaman banjir yang harusnya maksimal mengalir
dibuang ke laut, justru bertahan akibat pembangunan di wilayah pesisir, seperti proyek
reklamasi Center Poin of indonsia (CPI), yang dimana hal ini dilihat dapat berkaitan
dengan arsitektur kebencaan itu sendiri yang dimana harusnya dibangun sesuai syarat
ketentuan itu sendiri, karena jika tidak hal ini dapat mengakibatkan dampak yang besar
seperti contohnya bencana banjir saat ini terjadi.

Peran Arsitek seharusnya disaat merancang bangunan atau rumah lebih


memperhatikan material yang akan dipakai untuk konstruksi dan jika terlanjur terjadi dan
menelan banyak korban maka peran selanjutnya adalah arsitek dapat menanggulangi
korban yang ada seperti membuat bangunan untuk dipakai sementara yang tahan akan
bencana tersebut, hal ini keterlibatan profesi ini sangat dibutuhkan dalam bencana,
karena arsitek mampu mengukur serta menentukan bangunan sebelum dibuat, baik itu
rancangan ataupun ketahannya terhadap bencana,

2. Bencana di Bogor

Indonesia yakni Negara kepulauan berada pada posisi rawan bencana alam sesuai
letak geografis, geologis, hidrologis dan demografisnya. Seringkali disebut sebagai
supermarket bencana dan daerah sabuk api atau “Ring of fire”. Fluktuasi iklim yang
dinamis mengakibatkan bencana hidrometeorologi terjadi di berbagai daerah di seluruh
Nusantara dan menyebabkan bencana seperti banjir, longsor, kekeringan, dll. Jawa Barat
mempunyai 9 Kota serta 18 Kabupaten salah satunya adalah Kabupaten Bogor mencakup
40 Kecamatan, 19 Kelurahan,dan 419 Desa.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, yang bergerak keluar atau menuruni lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah maupun batuan penyusun lereng tersebut. Menurut
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Tahun 2007, proses yang
memicu terjadinya tanah longsor adalah peresapan air ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah akibat curah hujan yang tinggi serta tingkat kelerangan yang sangat tinggi.
Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang
gelincir, maka tanah menjadi sangat licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak
mengikuti lereng dan keluar lereng tersebut (Imanda, 2013).

terjadi peristiwa bencana Pergeseran Tanah yang terus bergerak lebih banyak
retakannya di Desa Bojong koneng, Bencana Longsor yang sering terjadi di Desa Bojong
Koneng ditanggulangi oleh masyarakat setempat secara tradisional dengan menggunakan
berbagai kearifan lokal dalam mengelola lingkungan terutama dalam upaya mitigasinya.
Kecamatan Babakan Madang yang menyebabkan tanah yang ditempati oleh rumah
warga serta jalan bergeser dan mengalami retakan yang cukup parah. Akibatnya warga
Terdampak, 147 Anggota Keluarga yang Beranggotakan 572 Jiwa, Terancam, 131
Anggota Keluarga yang beranggotakan  448 Jiwa dan jalan mengalami keretakan yang
masih melebar serta Fasilitas umum, Mushola,Villa, Paud Al-Barokah terdampak
sehinnga semuannya tidak bisa di gunakan oleh masyarakat setempat. Bencana tanah
bergerak di Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terjadi karena adanya
perubahan lahan. Sementara Pemkab Bogor tetapkan status tanggap darurat bencana
untuk menangani warga yang terdampak. 

Peran arsitek ; Arsitek memiliki peran penting dalam menghadapi bencana longsor
karena mereka bertanggung jawab untuk merancang bangunan dan infrastruktur yang
tahan terhadap longsor. Arsitek harus memperhatikan faktor seperti lokasi yang aman,
desain bangunan yang tahan longsor, sistem pengendalian air yang baik, evakuasi
darurat, dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan mempertimbangkan risiko
longsor dalam merancang bangunan, arsitek dapat membantu melindungi masyarakat
dari bahaya longsor dan meminimalkan kerusakan akibat bencana tersebut.

3. Bencana banjir di Gorontalo

Banyak jenis bencana yang sering terjadi di gorontalo, namun bencana bencana
yang terjadi hanya berupa bencana yang berskala kecil contoh salah satunya adalah
banjir. setiap terjadi hujan lebat di gorontalo kemungkinan untuk banjir di gorontalo
terbilang cukup tinggi, mulai dari muncul genangan air di jalan hingga di halaman
rumah. Berdasarkan data kejadian BNPB, sepanjang kurun waktu lima tahun (2015 –
2020) sebanyak 20 kejadian bencana banjir terjadi di kabupaten gorontalo. Menurut
bmkg banjir yang melanda empat kecamatan di kabupaten gorontalo, provinsi gorontalo
dipicu oleh hujan lebat sehingga debit air beberapa sungai meluap.

Pada banjir yang terjadi pada tahun 2021 lalu Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menyebut sebanyak 277 unit rumah warga terendam banjir di Provinsi
Gorontalo pada Jumat (5/10).

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan


BNPB Abdul Muhari mengatakan lokasi banjir terjadi di tiga kecamatan yang berada di
wilayah administratif Kabupaten Bone Bolango, Gorongtalo.

"Sebanyak 277 unit rumah warga terendam. Adapun lokasi tersebut yakni Desa
Tuloa, Desa Desa Kopi, Desa Bendungan di Kecamatan Bulango Utara, Desa Ayola
Telango di Kecamatan Bulango Selatan, Desa Oata di Kecamatan Bulango Ulu," kata
Abdul dalam leterangan tertulisnya, Jumat (5/11).

368 Kepala Keluarga atau 1.231 jiwa terdampak banjir tersebut. Adapun
ketinggian muka air pada saat terjadi banjir berkisar antara 30 - 150 sentimeter.

Dengan menjadi arsitek kita bisa menjadi tau berbagai cara memitigasi bencana
terutama bencana banjir. mulai dari mengedukasi masyarakat tentang peraturan gsb
sungai agar meminimalisir dampak akibat terjadinya banjir, kemudian membuat program
seperti pembuatan sumur resapan atau biopori, dan juga membuat desain rumah yang
tahan akan bencana banjir agar dapat mengurangi korban jiwa akibat terjadinya bencana
banjir. salah satu desain rumah yang tahan akan bencana banjir yakni rumah panggung.

4. Bencana di Kotamobagu

Kotamobagu merupakan salah satu kota yang berada di provinsi Sulawesi Utara.
Kotamobagu sendiri memiliki daratan seluas 183,33 km (pngkat 2). Bagian utara, barat
dan selatan kotamobagu berbatasan langsung dengan kabupaten Bolaang Mongondow,
sedangkan untuk bagian timur kotamobagu, berbatasan langsung dengan kabupaten
Bolaang Mongondow Timur.

Beberapa bencana yang pernah dan sering terjadi di kotamobagu :

 Banjir

Banjir yang sering terjadi di kotamobagu kebanyakan disebabkan oleh


penyumbatan drainase yang ada di pinggiran jalan. Penyumbatan drainase tersebut terjadi
karena kelalaian warga akan pembuangan sampah, yang mana beberapa warga
membuang sampahnya ke dalam drainase, bukan ke tempat sampah.

Beberapa titik lokasi di kotamobagu yang sering terjadi banjir

a. Gogagoman

b. Mogolaing

c. Pobundayan

d. Sinindian

e. Matali

Namun sampai saat ini belum pernah terjadi banjir yang besar di kotamobagu
karena faktor daerahnya yang berada di dataran tinggi. Penyebab lain terjadinya banjir di
kotamobagu juga karena masih banyak terdapat beberapa tempat yang masih belum
memiliki drainase.
 Tanah Longsor

Tanah longsor sendiri terjadi karena curah hujan yang tinggi dan penebangan
pohon secara ilegal. Curah hujan yang tinggi membuat air hujan akan masuk dan
meresap kedalam tanah dan memenuhi rongga, sehingga terjadilah pergeseran tanah.
Tanah yang bergeser menyebabkan erosi tanah dan kemudian terjadi longsor.

Kebanyakan bencana tanah longsor ini sering terjadi di beberapa jalan trans
sulawesi yang menjadi jalur penghubung dari kotamobagu ke kota2 lain yang ada
disekitarnya. Hal ini juga bisa disebabkan karena kurangnya perhatian dari pihak
pemerintah dalam membangun jalan yang aman dan tanggap terhadap bencana tanah
longsor seperti ini.

 Kebakaran

Salah satu bencana yang pernah terjadi di kotamobagu adalah kebakaran di


kawasan pusat perbelanjaan tepatnya di Pasar Serasi Kotamobagu. Kebaran ini terjadi
pada 21 Agustus 2019 lalu. Diduga penyebab terjadinya kebakaran ini karena
meledaknya gas LPG dari salah satu kios makanan di daerah tersebut. Dengan kondisi
pasar yang saling berdempetan, membuat api dengan cepat langsung membakar semua
kios2 dan tempat perbelanjaan lainnya yang berada di sekitarnya.
Dilansir dari INews.id, Tidak ada korban jiwa maupun luka dalam bencana
kebakaran tersebut, namun kerugian yang dialami pedagang ditaksir mencapai miliaran
rupiah.

Hal ini juga disebabkan karena kurangnya fasilitas pemadam kebakaran yang
berada di tempat tersebut, seperti tempat pemadam kebakaran yang cukup jauh lokasinya
dengan pusat perbelanjaan.

 Peranan Arsitek

Beberapa peranan arsitek dalam menanggulangi bencana2 di atas terutama banjir


yaitu dengan memahami kawasan perkotaan dan mencari tahu serta mengadakan
drainase di tempat2 yang sering terjadi genangan air dan juga perawatan terhadap
drainase yang sudah buruk atau kurang berfungsi dengan baik untuk mencegah terjadinya
banjir yang lebih parah lagi.

Begitu pun dengan bencana tanah longsor, yaitu kita bisa membangun atau
membuat Terasering di pinggiran jalan dan beberapa tempat yang sering terjadinya tanah
longsor. Atau bisa juga bekerja sama dengan pemerintah dalam mengatasi penebangan
pohon secara liar dengan membuat kawasan hutan lindung.

Untuk bencana kebakaran sendiri kita bisa membangun fasilitas seperti kantor
pemadam kebakaran yang berada dekat dengan pusat perbelanjaan, terutama tempat2
yang berkemungkinan akan terjadinya kebakaran. Atau bisa dengan memberikan fasilitas
berupa Hydran dan pendeteksi kebakaran pada bangunan2 agar bisa menjadi
penanggulangan pertama dalam mengatasi terjadinya kebakaran.

5. Gempa dan Tsunami di Kota Palu

Pada tanggal 28 September 2018 peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 SR diikuti
dengan tsunami yang melanda pantai barat Pulau Sulawesi. Pusat gempa berada di 26 km
utara Kabupaten Donggala dan 80 km barat laut Kota Palu dengan kedalaman 10 km.
Guncangan gempa bumi dirasakan di Kabupaten Donggala. Gempa bumi memicu
tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu. Menurut BNPB, dampak bencana
gempa bumi dan tsunami tercatat 2.256 orang meninggal dunia. Sebarannya di Kota Palu
1.703 orang, Donggala 171 orang, Sigi 366 orang, Parigi Moutong 15 orang dan
Pasangkayu 1 orang. Dari segi infrastruktur, banyak bangunan yang hancur akibat gempa
bumi dan tsunami. Kerusakan meliputi 68.451 unit rumah, 327 unit tempat ibadah, 265
unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 362 unit, jalan 168 titik retak, jembatan 7 unit dan
sebagainya. Kerusakan dan kerugian dari bencana ini mencapai 13,82 trilyun rupiah.

Kota Palu adalah salah satu kota di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai kota
rawan bencana, ini disebabkan oleh adanya patahan aktif Palu-Koro yang melewati Kota
Palu. Terbukti pada tanggal 28 September 2018 terjadi bencana Gempa dengan kekuatan
7,4 Mw, Tsunami, dan Likuifaksi atau fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh
kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, hal ini mengakibatkan
rusaknya berbagai lahan terbangun yang ada di Kota Palu. Karena keadaan patahan Palu-
Koro masih aktif sampai sekarang, tidak menutup kemungkinan peristiwa bencana yang
menimpa Kota Palu bisa terjadi kembali. Hal ini yang mendasari pemilihan lokasi di Palu
untuk dibangun pusat edukasi bencana tentang bencana-bencana yang dapat terjadi di
Palu dan salah satu objek bersejarah dan sebagai simbol kekuatan masyarakat, dan
mengenang kembali peristiwa bencana yang pernah melanda Kota Palu.

Bencana gempa bumi Palu-Donggala pada tanggal 28 September 2018 telah


memicu bencana lainnya yaitu longsoran, tsunami dan liquifaksi di Sulawesi Tengah.
Ada 4 kabupaten/kota yang terdampak langsung oleh bencana tersebut yaitu Kota Palu,
Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong. Jumlah kerusakan
dan korban jiwa yang paling besar di Kota Palu akibat gempa bumi dan tsunami 28
September 2018, menunjukkan bahwa mitigasi bencana di Kota Palu, merupakan hal
yang perlu serius untuk dikaji, karena Kota Palu merupakan ibukota Propinsi Sulawesi
Tengah dengan jumlah penduduk dan pembangunan palingbesar dibanding
kota/kabupaten lainnya.(Kurniawan et al., 2019). Berdasarkan data-data tersebut dengan
tingginya jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda menjadi indikasi bahwa masih
lemahnya manajeman bencana, baik sebelum bencana, ketika terjadi bencana maupun
setelah terjadinya bencana di Indonesia.Artinya kita perlu belajar lebih banyak lagi
tentang manajemen bencana berkaca dari rentetan peristiwa bencana alam yang terjadi di
Indonesia.

Manajemen bencana (disaster management) dapat diartikan sebagai rangkaian fase


atau tahapan penanggulangan bencana yang meliputi:
 mitigasi (mitigation) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk dari suatu ancaman. Misalnya penataan kembali lahan desa agar terjadinya
banjir tidak menimbulkan kerugian besar. Pemerintah sekitar sudah membangun
tanggul yang agak tinggi ditepi laut kota palu.

 kesiap-siagaan (preparedness) yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika


terjadi (kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan
terhadap kebutuhan kebutuhan dalam keadaan darurat dan identifikasi atas sumber
daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat
mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Sekarang terdapat gang-gang di
dekat laut dihubungkan ke area bukit atau dataran tinggi yang dinamai dengan
jalur evakuasi

 tanggap darurat (emergency respons) yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan
melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu
bencana. Kejadian bencana alam tahun 2018 di Palu, Sigi dan Donggala menjadi
bukti bahwa ketiga kota tersebut harus mematangkan kegiatan mitigasi bencana
disegala aspek.

Dikutip dari Kompas.com IAI pada saat itu juga mengambil peran dalam upaya
penanganan bencana yang terjadi di kota palu. Partisipasi itu berupa penyusunan rencana
tanggap bencana sebagai bentuk tanggung jawab moral IAI kepada para korban di sana.

“Dalam masa tanggap darurat ini, Satuan Tugas IAI berangkat mengerjakan
asesmen cepat ke Palu, Donggala, dan sekitarnya. Mereka akan berkonsentrasi di tahap
rekonstruksi dan rehabilitasi dengan mengerahkan sumber daya yang kami miliki,” ujar
Ketua Umum IAI Ahmad Djuhara saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/10/2018) siang.

Dia mengatakan, pihaknya akan membantu mendesain ulang permukiman di sana


yang mengalami kerusakan akibat bencana alam tersebut.

Desain permukiman itu akan menyangkut hunian warga, jalan, serta fasilitas
umum dan sosial yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, dan kegiatan ibadah.

Anda mungkin juga menyukai