Nyata di Era Society 5.0 Ermaniatu Nyihana, M.Pd. Saat ini Indonesia mulai menapaki era society 5.0. konsep yang digagas oleh Negara Jepang. Konsep ini berfokus pada konteks terhadap manusia sebagai komponen utamanya dengan menggunakan teknologi modern. Jika di era revolusi industry 4.0 kita menggunakan ilmu pengetahuan berbasis modern seperti AI (Artificial Intellegence), robot dan lot untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tujuan agar hidup manusia menjadi nyaman. Namun di era ini, manusia merupakan bagian dari teknologi itu sendiri, tidak hanya memanfaatkan perangkat (kompter, internet) saja sebagai media informasi namun menjadikan perangkat salah satunya sebagai bagian dari menjalani kehidupan. Begitu banyaknya tuntutan dan beban ke depannya. Ketika manusia dijadikan komponen utama dalam mengendalikan perkembangan teknologi yang semakin berkembang. Apakah manusia akan mampu menjalaninya ataukah akan tergerus dan tertinggal oleh zaman? Sebenarnya manusia itu merupakan makhluk terbaik dan sempurna yang Allah ciptakan. Setiap manusia tidak hanya memiliki informasi berteknologi melainkan juga harus berinovasi dan berkomitmen terhadap religi agar tetap eksis dan kontributif. Setiap individu memiliki literasi dalam berbagai dimensi kehidupan. Tradisi literasi ini seharusnya menjadi kebutuhan manusia di setiap lapisan masyarakat. Manusia diciptakan Allah bukan seperti kertas kosong, melainkan makhluk sempurna dalam penciptaannya dengan segala kompetensi yang sudah disiapkan oleh Penciptanya. Allah membekali manusia dengan ruh, akal dan jasad. Ruh yang dimiliki manusia akan mengantarkannya pada naluri untuk menuntun kepada kebenaran, kebaikan dan memberikan manfaat secara luas. Sedangkan akal merupakan potensi yang diilhamkan pada setiap manusia agar memiliki kecakapan literasi dalam berbahasa, potensi belajar yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan jasad bukan hanya fisik manusia sebagai tubuh saja namun ketika ruh ditiupkan manusia memiliki bakat dan karakter masing-masing yang bersifat dinamis agar dapat diturunkan dan diwariskan pada generasi setelahnya. Potensi yang dimiliki manusia ini menjadi modal awal dalam mengaktualisasi menjadi kompetensi yang dibutuhkan pada era society 5.0. namun pertanyaannya mengapa banyak timbul masalah-maslaah sosial yang kian hari semakin kompleks. Era revolusi industry telah menggerus semuanya. Waktu yang dihabiskan untuk bekerja telah membuat manusia lalai dalam pendidikan kedewasaan. Faktanya, permaslaahan Indonesia akan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan social, kriminalitas, tingginya penyakit menular, pendidikan yang rendah hingga kenakalan remaja. Spesies jenis baru yang disebut remaja (adolescence) menurut G, Stanley Hall yang sudah bukan anak-anak lagi namun belum layak disebut sebagai dewasa. BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) mencatat Indonesia akan menghadapi bonus demografi di tahun 2037. (Adriano, 2023). Entah ini merupakan berita gembira ataukah berita duka. Remaja dalam konteks Islam tidak ada yang ada hanya anak dan dewasa. Dahulu pemuda menjadi kaum yang sangat didambakan kehadirannya. Banyaknya pemuda akan memajukan bangsa dengan melek literasi, teknologi dan berinovasi dalam kehidupan. Namun nyatanya saat ini dengan kehadiran remaja yang belum memiliki kematangan dalam berpikir mengakibatkan Indonesia dihadapkan dengan bencana. Indonesia saat ini krisis pendidikan kedewasaan. Meskipun mereka sudah baligh (dewasa dalam segi biologis secara fisik) namun belum dewasa secara akal. Akibatnya masalah- masalah social kian mencuat dan kunjung tidak pernah selesai. Padahal jika kita menelaah, pemuda yang sudah dewasa seharusnya tidak hanya dewasa dalam segi fisik saja melainkan dewasa dalam segi mental dan berpikir matang. Kematangan berpikir ini dibutuhkan setiap manusia dalam melangsungkan kehidupan. Kematangan berpikir setiap manusia harus dapat dilatih, ditempa dan dipupuk sejak saat ini. Karya ilmiah merupakan alternative dalam menempa kematangan berpikir seseorang. Karya yang diciptakan dengan kematangan berpikir berperan penuh dalam menghasilkan karya-karya ilmiah. Mahasiswa sebagai agent of change seharusnya sudah memiliki kematangan berpikir maupun bertindak. Karya yang dihasilkannya menjhadi kontribusi besar terhadap permasalahan bangsa saat ini. Jika meninjau dari segi manfaatnya karya ilmiah ini diantaranya (Ahmad, 2023): pertama, melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif; bagaimana dapat menulis jika enggan membaca. Kunci pertama literasi dalam keterampilan membaca dibutuhkan setiap manusia. Kecintaanya akan membaca mengantarkannya untuk berpikir lebih global melalui berbagai sudut pandang. Kedua, melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber. Kemampuan literasi selanjutnya tidak hanya mampu membaca saja melainkan dapat mengkolaborasikan hasil pemikiran diri dan orang lain agar menjadi sebuah pemikiran baru. Ketiga, mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan; dengan bersentuhan langsung lewat karya ilmiah maka kepustakaan bukan barang yang asing lagi bagi mahasiswa khususnya. Keempat dapat meningkatkan pengorganisasian fakta/ data secara jelas dan sistematis. Asumsi mahasiswa bukan berrdasarkan perasaan ataupun pendapat subyektif melainkan harus berdasarkan fakta dan bukti empiris. Kelima memperoleh kepuasan intelektual, menulis bukan hanya semata-mata menggali pengetahuan saja melainkan memberikan kepuasan dan keluasan akan manfaat ide dari apa yang dituliskan sebagai kontribusi nyata untuk perubahan bangsa yang lebih baik. Keenam memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, ketujuh sebagai acuan/pnelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian akan dilakukan terus menerus bahkan mungkin dalam satu hari dapat menghasilkan penelitian lebih dari satu karya tulis. Kedelapan, membuktikan pengetahuan dan potensi ilmiah yang dimiliki seseorang dalam menghadapi masalah dan memecahkan masalah dalam bentuk karya ilmiah. Solusi kaum intelektual dalam menyelesaikan masalah dapat mellaui tulisan ilmiah. Sumbangsih nyata yang dapat diberikan untuk menguraikan sekaligus menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Terkahir, kesembilan melalui karya ilmiah dapat melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian. Beban-beban intelektual ini sudah disiapkan, namun apakah mahasiswa dalam konteks ini sudah disiapkan juga dalam mengemban beban-beban ini? Jawabannya, ada pada diri sendiri. sudah sejauh manakah mengaktifasi akal-fikir masing-masing? Kematangan berpikir tidak serta merta kita dapatkan, ini hanya akan didapatkan dengan kedewasaan mental sseorang yang ditempa dalam proses pendidikan yang panjang. Yakinilah, bahwa setiap manusia diciptakan dengan segala potensi yang disiapkan hanya tinggal diinstal dalma diri bagaimana dapat menjadikan segala potensi yang ada menjadi kompetensi. Jadilah penemu bukan hanya sekadar pengguna dan pengikut. Siap menyambut era society 5.0?