Laporan Pendahuluan Kebutuhan Eliminasi Baru
Laporan Pendahuluan Kebutuhan Eliminasi Baru
KEBUTUHAN ELEMINASI
Disusun Oleh :
SITI RODIANTI
E.0105.18.032
2. Inkontinensia urine
a. Ketidakmampuan pasien dalam menahan BAK sebelum mencapai toilet tepat
waktu.
b. Ketidakmampuan pasien untuk mengontrol ekskresi urine
Gangguan Eliminasi Fekal
1. Konstipasi
a. Data mayor (harus terdapat)
- Nyeri pada saat defekassi
- Feses keras dan berbentuk
- Kesulitan dalam defekasi
- Defekasi dilakukan kurang dari tiga kali seminggu
b. Data minor ( mungkin terdapat)
- Mengenjan pada saat defekasi
- Darah merah pada feses
- Massa rektal yang dapat diraba
- Mengeluh rektal terasa penuh
- Bising usus
2. Diare
a. Data mayor ( harus terdapat)
- Pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk
- Peningkatan frekuensi defekasi
- Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
b. Data minor ( mungkin terdapat )
- Peningkatan bising usus
- Peningkatan dalam volume feses
C. PATOFISIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Urine
Inkontinensia Urine
INKONTINENSIA
URIN
Retensi Urine
Kerusakan Medula
spinalis TH12-L1,
kerusakan saraf simpatis
dan parasimpatis
Retensi urin
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Diare
DIARE
Konstipasi
Diet rendah serat, asupan cairan kurang, Penggunaan obat-obatan tertentu (seperti,
kondisi psikis, kondisi metabolik, dan gol. Opiat)dan mengandung AL dan Ca
penyakit yang di derita
Gangguan defekasi
KONSTIPASI
Rangsangan refleks
penyebab rekto anal
Diperlukan rangsangan
yang lebih kuat untuk
mendorong feses
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gangguan eleminasi urine
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur-
prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti
IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine .Klien tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi cairan
per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan
mengurangi pengeluaran urine. Selain itu pemeriksaan diagnostic seperti tindakan
sistoskop yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih.
Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat
mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat
trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih. Adapun pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan urine ( urinalisis)
Warna urine normal yaitu jernih
pH normal yaitu 4,6-8,0
glukosa dalam keadaan normal negatif
Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
Berat jenis yang normal 1,010-1,030
Bakteri dalam keadaan normal negatif
2. Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
3. Pemeriksaaan ultrasound ginjal
4. Arteriogram ginjal
5. EKG
6. CT scan
7. Enduorologi
8. Urografi
9. Ekstretorius
10. Sistouretrogram berkemih
a. Anuskopi
b. Prosktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
e. Pemeriksaan fisik
Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya
pada bagian yang tampak saja.
- Inspeksi, amati abdomen untuk melihat bentuknya,
simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.
- Auskultasi, dengan bising usus, lalu perhatikan intensitas,
frekuensi dan kualitasnya.
- Perkusi, lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui
adanya distensi berupa cairan, massa atau udara. Mulailah
pada bagian kanan atas dan seterusnya.
- Palpasi, lakukan palpasi untuk mengetahui kostitensi
abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa dipermukaan
abdomen.
Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau
sims.
Feses, amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk, bau, warna,
dan jumlahnya.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Gangguan eleminasi urine
1. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b. Terapi non famakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain
2. Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu
a. Kateterisasi urethra.
b. Dilatasi urethra dengan boudy.
c. Drainage suprapubik.
a. Riwayat keperawatan
1. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
2. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
3. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
4. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
6. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7. Kegiatan yang spesifik.
8. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima.
9. Pembedahan/penyakit menetap.
b. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan
dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa pemeriksaan fisik pada
seorang klien yaitu :
1. Mulut : inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
2. Abdomen : perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk
melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
3. Rektum : perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya
lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
c. Karakteristik feses
1. Warna yang normal : kuning (bayi), cokelat (dewasa)
2. Bau yang normal : menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
3. Konsistensi yang normal : lunak, berbentuk
4. Frekuensi yang normal : bervariasi ; bayi 4-6 kali sehari ( jika
mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari ( jika mengonsumsi susu botol ) ;
orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
5. Jumlah yang normal : 150 gr per hari ( orang dewasa)
6. Bentuk yang normal : menyerupai diameter rektum
7. Unsur-unsur yang normal : makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak,
pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis seperti :
tumor, perdarahan dan infeksi.
2. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung jumlah
darah mikroskopik di dalam feses.
G. ANALISA DATA
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia urin berlanjut b.d neuropati arkus refleks, disfungsi neurologis,
kerusakan refleks kontraksi detrusor, trauma, kerusakan medula spinalis,
kelainan anatomis d.d keluarnya urin konstan tanpa distensi, nokturia lebih
dari 2 kali sepanjang tidur.
2. Inkontinensia fekal b.d kerusakan susunan saraf motorik bawah, penurunan
tonus otot, gangguan kognitif, penyalahgunaan laksatif, kehilangan fungsi
pengendalian sfingter rektum, pascaoperasi pullthrough dan penutupan
kolosomi, ketidakmampuan mencapai kamar kecil, diare kronis, stres berlebih
d.d tidak mampu mengontrol pengeluaran feses, tidak mampu menunda
defekasi
3. Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal, ketidakadekuatan
pertumbuhan gigi, ketidakcukupan diet, ketidakcukupan asupan serat,
ketidakcukupan asupan cairan, aganglionik, kelemahan otot abdomen, konfusi,
depresi, gangguan emosional, perubahan kebiasaan makan, ketidakadekuatan
toileting, aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan, penyalahgunaan
laksatif, efek agen farmakologis, ketidakteraturan kebiasaan defekasi,
kebiasaan menahan dorongan defekasi, perubahan lingkungan d.d defekasi
kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, mengejan saat
defekasi
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Enuresis daerah
Verbalisasi preposium
Edukasi
Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemasangan
kateter urin
Anjurkan
menarik nafas
saat insersi
selang kateter
2 Inkontinensia fekal b.d Setelah dilakukan Intervensi utama :
- Kerusakan tindak keperawatan Latihan eliminasi
susunan saraf kontinensia fekal fekal
motorik bawah membaik dengan
- Penurunan tonus kriteria hasil : Observasi
otot Pengontrolan Monitor
- Gangguan pengeluaran peristaltik
kognitif feses meningkat usus secara
- Penyalahgunaan Defekasi teratur
laksatif membaik
- Kehilangan Frekuensi Terapeutik
fungsi buang air besar Anjurkan
pengendalian membaik waktu yang
sfingter rektum Kondisi kulit konsisten
- Pascaoperasi perianal untuk buang
pullthrough dan membaik air besar
penutupan Berikan
kolosomi privasi,
- Ketidakmampuan kenyamanan
mencapai kamar
kecil
- Diare kronis
- Stres berlebihan
d.d
- Tidak mampu
mengontrol
pengeluaran
feses
- Tidak mampu
menunda
defekasi
DAFTAR PUSTAKA