Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELEMINASI

Disusun Oleh :
SITI RODIANTI
E.0105.18.032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI


PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2021/2022
A. PENGERTIAN
Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Eleminasi
merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh.
Gangguan Eleminasi urine
Gangguan eleminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
atau berisiko mengalami disfungsi eleminasi urine (Lynda Juall Carpenitro-
Moyet, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13, hal 582, 2010).
Gangguan eleminasi urine merupakan suatu kehilangan urine involunter yang
dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih (Nanda International,
Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 271, 2011).
1. Gangguan Eleminasi Fekal
Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang
disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengelaran
feses yang keras, kering dan banyak (Nanda International, Diagnosis Keperawatan
2012-2014, hal 281, 2011)

B. TANDA DAN GEJALA ( DATA MAYOR DAN MINOR)


Gangguan Eliminasi Urine
1. Retensi Urine
a. Data mayor (harus terdapat, satu atau lebih)
- Distensi kandung kemih
- Distensi kandung kemih
- Distensi kandung kemih dengan sering berkemih atau menetes
- Residu urine 100 cc atau lebih
b. Data Minor (mungkin terdapat)
- Individu menyatakan bahwa kandung kemihnya tidak kosong setelah
berkemih.

2. Inkontinensia urine
a. Ketidakmampuan pasien dalam menahan BAK sebelum mencapai toilet tepat
waktu.
b. Ketidakmampuan pasien untuk mengontrol ekskresi urine
Gangguan Eliminasi Fekal

1. Konstipasi
a. Data mayor (harus terdapat)
- Nyeri pada saat defekassi
- Feses keras dan berbentuk
- Kesulitan dalam defekasi
- Defekasi dilakukan kurang dari tiga kali seminggu
b. Data minor ( mungkin terdapat)
- Mengenjan pada saat defekasi
- Darah merah pada feses
- Massa rektal yang dapat diraba
- Mengeluh rektal terasa penuh
- Bising usus
2. Diare
a. Data mayor ( harus terdapat)
- Pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk
- Peningkatan frekuensi defekasi
- Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
b. Data minor ( mungkin terdapat )
- Peningkatan bising usus
- Peningkatan dalam volume feses
C. PATOFISIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Urine
Inkontinensia Urine

Kerusakan Bersin, batuk Obat anastesi


persyarafan

Kotraksi otot Penekanan Kelemahan


kandung pada abdomen otot sfingter

Tidak mampu Keluarnya urin


menahan

INKONTINENSIA
URIN

Retensi Urine

Supravesikal (Diabetes Vesikal (Batu Kandung Intravesikal (Obstruksi


Melitus) Kemih) kandung kemih)

Kerusakan Medula
spinalis TH12-L1,
kerusakan saraf simpatis
dan parasimpatis

Otot detrusor melemah Penyumbatan/


penyempitan uretra
Neuropati (otot tidak
mau berkontraksi)

Distensi kandung kemih

Retensi urin
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Diare

Faktor infeksi Faktor Faktor Faktor


malabsorpsi makanan psikologi
karbohidrat,
protein, lemak

Masuk dan Tekanan Toksin tak cemas


berkembang osmotik dapat diserap
dalam usus meningkat

Hipersekresi Pergeseran air Hiperperistalti


air dan dan elektrolit k menurun
elektrolit ke rongga usus kesempatan
(meningkat isi usus menyerap
rongga usus) makanan

DIARE
Konstipasi

Diet rendah serat, asupan cairan kurang, Penggunaan obat-obatan tertentu (seperti,
kondisi psikis, kondisi metabolik, dan gol. Opiat)dan mengandung AL dan Ca
penyakit yang di derita

Absorbsi cairan dan elektrolit Memperpanjang waktu transit di kolon

Memperpanjang waktu transit di kolon Memberi efek pada segmen usus


karena absorbsi terus berlangsung

Feses mengeras Kontraksi tidak mendorong

Gangguan defekasi
KONSTIPASI

Rangsangan refleks
penyebab rekto anal

Relaksasi sfingter interna


dan eksterna

Membran mukorektal dan Tekanan intra abdomen


muskulatur tidak peka meningkat
terhadap rangsangan fekal

Diperlukan rangsangan
yang lebih kuat untuk
mendorong feses

Spasme setelah makan


nyeri kolik pada abdomen
bawah
Tidak responsif terhadap KONSTIPASI
Kolon kehilangan tonus rangsangan normal

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gangguan eleminasi urine
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur-
prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti
IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine .Klien tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi cairan
per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan
mengurangi pengeluaran urine. Selain itu pemeriksaan diagnostic seperti tindakan
sistoskop yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih.
Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat
mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat
trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih. Adapun pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan urine ( urinalisis)
 Warna urine normal yaitu jernih
 pH normal yaitu 4,6-8,0
 glukosa dalam keadaan normal negatif
 Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
 Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
 Berat jenis yang normal 1,010-1,030
 Bakteri dalam keadaan normal negatif
2. Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
3. Pemeriksaaan ultrasound ginjal
4. Arteriogram ginjal
5. EKG
6. CT scan
7. Enduorologi
8. Urografi
9. Ekstretorius
10. Sistouretrogram berkemih

2. Gangguan eleminasi fekal

Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan yang melibatkan visualisasi


struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien
tidak diizinkan untuk makan atau minum stelah tengah malam jika esoknya akan
dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema,
endoskopi saluran GI bagian bawah, atau serangkaian pemeriksaan saluran GI
bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya
menerima katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi
sampai klien dapat makan dengan normal.

Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah


tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat
menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerimakatartik
untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang
menglami kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien
perlu dibersihkan dengan menggunakan enema. Adapun pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan pada gangguan eleminasi fekal yaitu :

a. Anuskopi
b. Prosktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
e. Pemeriksaan fisik
 Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya
pada bagian yang tampak saja.
- Inspeksi, amati abdomen untuk melihat bentuknya,
simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.
- Auskultasi, dengan bising usus, lalu perhatikan intensitas,
frekuensi dan kualitasnya.
- Perkusi, lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui
adanya distensi berupa cairan, massa atau udara. Mulailah
pada bagian kanan atas dan seterusnya.
- Palpasi, lakukan palpasi untuk mengetahui kostitensi
abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa dipermukaan
abdomen.
 Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau
sims.
 Feses, amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk, bau, warna,
dan jumlahnya.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Gangguan eleminasi urine
1. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b. Terapi non famakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain
2. Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu
a. Kateterisasi urethra.
b. Dilatasi urethra dengan boudy.
c. Drainage suprapubik.

Gangguan Eliminasi Fekal

1. Penatalaksanaan medis konstipasi


a. Pengobatan non-farmakologis
b. Pengobatan farmakologis
2. Penatalaksanaan medis diare
a. Pemberian cairan
b. Pengobatan dietetik (cara pemberian makanan)
c. Obat- obatan
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada kebutuhan eleminasi urine meliputi :
a. Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eleminasi dan gejala-gejala
perubahan urinarius serta mengkaji faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
klien untuk berkemih secara normal.
1. Pola perkemihan
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya,
tremasuk frekuensi dan waktunya, volume normal urine yang dikeluarkan
setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini.
Frekuensi berkemih bervariasi pada setiap individu dan sesuai dengan
asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu
berkemih yang umum ialah saat bangun tidur, setelah makan, dan sebelum
tidur. Kebanyakna orang berkemih rata-rata sebanyak lima kali atau lebih
dalam satu hari. Klien yang sering berkemih padamalam hari kemungkinan
mengalami penyakit ginjal atau pembesaran prostat. Informasi tentang
pola berkemih merupakan dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk
membuat suatu perbandingan. Dibawah merupakan gejala umum pada
perubahan perkemihan :
 Urgensi : merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
 Disuria : merasa nyeri atau sudut berkemih
 Frekuensi : berkemih dengan sering
 Keraguan : sulit memulai berkemih
 Poliuria : mengeluarkan sejumlah besar urine
 Oliguria : haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk
( biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam )
 Nukturia : berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
 Dribling ( urine yang menetes) : kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine.
 Hematuria : terdapat darah dalam urine
 Retensi : akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri
 Residu urine : volume urine yang tersisa setalah berkemih ( volume
100 ml atau lebih )
2. Gejala perubahan perkemihan
Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan, dapat
timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian, perawat
menanyakan klien tentang gejala-gejala yang tertera. Perawat juag
mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang
mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.
3. Faktor yang mempengaruhi perkemihan
Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam
kondisi normal mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-faktor
lingkungan dan riwayat pengobatan.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk menentukan keberadaan dan
tingkat keparahan masalah eleminasi urine.organ utama yang ditinjau kembali
meliputi kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra.
c. Pengkajian urine
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
serta mengobservasi karakteristik urine klien.
1. Asupan dan haluaran
2. Karatekristik urine
3. Pemeriksaan urine

Pengkajian pada kebutuhan eleminasi eleminasi meliputi :

a. Riwayat keperawatan
1. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
2. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
3. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
4. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
6. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7. Kegiatan yang spesifik.
8. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima.
9. Pembedahan/penyakit menetap.
b. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan
dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa pemeriksaan fisik pada
seorang klien yaitu :
1. Mulut : inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
2. Abdomen : perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk
melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
3. Rektum : perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya
lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
c. Karakteristik feses
1. Warna yang normal : kuning (bayi), cokelat (dewasa)
2. Bau yang normal : menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
3. Konsistensi yang normal : lunak, berbentuk
4. Frekuensi yang normal : bervariasi ; bayi 4-6 kali sehari ( jika
mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari ( jika mengonsumsi susu botol ) ;
orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
5. Jumlah yang normal : 150 gr per hari ( orang dewasa)
6. Bentuk yang normal : menyerupai diameter rektum
7. Unsur-unsur yang normal : makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak,
pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis seperti :
tumor, perdarahan dan infeksi.
2. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung jumlah
darah mikroskopik di dalam feses.
G. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Neuropati arkus refleks Inkontinensia urin
1. Keluarnya urin  berlanjut
konstan tanpa Disfungsi neurologis
distensi 
2. Nokturia lebih Kerusakan refleks kontraksi
dari 2 kali detrusor
sepanjang tidur 
3. Berkemih tanpa Trauma
sadar 
4. Tidak sadar Kerusakan medula spinalis
inkontinensia urin 
Do : - Kelainan anatomis

Inkontinensia urin berlanjut
2 Ds : Kerusakan susunan saraf Inkontinensia fekal
1. Tidak mampu motorik bawah
mengontrol 
pengeluaran feses Penurunan tonus otot
2. Tidak mampu 
menunda defekasi Gangguan kognitif
Do : 
1. Feses keluar Penyalahgunaan laksatif
sedikit-sedikit 
dan sering Kehilangan fungsi
2. Bau feses pengendalian sfingter
3. Kulit perianal rektum
kemerahan 
Pascaoperasi pullthrough
dan penutupan kolosomi

Ketidakmampuan mencapai
kamar kecil

Diare kronis

Stres berlebihan

Inkontinensia fekal
3 Ds : Penurunan motilitas Konstipasi
1. Defekasi kurang gastrointestinal
dari 2 kali 
seminggu Ketidakadekuatan
2. Pengeluaran feses pertumbuhan gigi
lama dan sulit 
3. Mengejan saat Ketidakcukupan diet
defekasi 
Do : Ketidakcukupan asupan
1. Feses keras serat
2. Peristaltik usus 
menurun Ketidakcukupan asupan
3. Distensi abdomen cairan
4. Kelemahan 
umum Aganglionik
5. Teraba massa 
pada rektal Kelemahan otot abdomen

Konfusi

Depresi

Gangguan emosional

Perubahan kebiasaan makan

Ketidakadekuatan toileting

Aktivitas fisik harian kurang
dari yang dianjurkan

Penyalahgunaan laksatif

Efek agen farmakologis

Ketidakteraturan kebiasaan
defekasi

Kebiasaan menahan
dorongan defekasi

Perubahan lingkungan

konstipasi
4 Ds : Inflamasi gastrointestinal Diare
1. Urgency 
2. Nyeri/kram Iritasi gastrointestinal
abdomen 
Do : Proses infeksi
1. Defekasi lebih 
dari tiga kali Malabsorbsi
dalam 24 jam 
2. Feses lembek Kecemasan
atau cair 
3. Frekuensi Tingkat stres tinggi
peristaltik 
meningkat Terpapar kontaminan
4. Bising usus 
hiperaktif Terpapar toksin

Penyalahgunaan laksatif

Penyalahgunaan zat

Program pengobatan

Perubahan air dan makanan

Bakteri pada air

Diare

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia urin berlanjut b.d neuropati arkus refleks, disfungsi neurologis,
kerusakan refleks kontraksi detrusor, trauma, kerusakan medula spinalis,
kelainan anatomis d.d keluarnya urin konstan tanpa distensi, nokturia lebih
dari 2 kali sepanjang tidur.
2. Inkontinensia fekal b.d kerusakan susunan saraf motorik bawah, penurunan
tonus otot, gangguan kognitif, penyalahgunaan laksatif, kehilangan fungsi
pengendalian sfingter rektum, pascaoperasi pullthrough dan penutupan
kolosomi, ketidakmampuan mencapai kamar kecil, diare kronis, stres berlebih
d.d tidak mampu mengontrol pengeluaran feses, tidak mampu menunda
defekasi
3. Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal, ketidakadekuatan
pertumbuhan gigi, ketidakcukupan diet, ketidakcukupan asupan serat,
ketidakcukupan asupan cairan, aganglionik, kelemahan otot abdomen, konfusi,
depresi, gangguan emosional, perubahan kebiasaan makan, ketidakadekuatan
toileting, aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan, penyalahgunaan
laksatif, efek agen farmakologis, ketidakteraturan kebiasaan defekasi,
kebiasaan menahan dorongan defekasi, perubahan lingkungan d.d defekasi
kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, mengejan saat
defekasi

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Inkontinensia urin Setelah dilakukan Intervensi utama :
berlanjut b.d tindakan keperawatan Kateterisasi urine
- Neuropati arkus kontinensia urin
refleks membaik dengan Observasi
- Disfungsi kriteria hasil :  Periksa
neurologis  Kemampuan kondisi pasien
- Kerusakan berkemih  Siapkan
refleks kontraksi meningkat peralatan,
detrusor  Nokturia bahan-bahan
- Trauma menurun dan ruangan
- Kerusakan  Residu volume tindakan
medula spinalis urine setelah  Siapkan
- Kelainan berkemih pasien :
anatomis menurun bebaskan
d.d  Distensi pakaian bawah
- Keluarnya urin kandung kemih dan posisikan
konstan tanpa menurun dorsal
distensi  Dribbling rekumben
- Nokturia lebih menurun  Pasang sarung
dari 2 kali  Hesitancy tangan
sepanjang tidur menurun  Bersihkan

 Enuresis daerah

menurun perineal atau

 Verbalisasi preposium

pengeluaran dengan cairan

urin tidak tuntas NaCl atau


aquades
menurun  Lakukan
 Frekuensi insersi kateter
berkemih urin dengan
membaik menerapkan
 Sensasi prinsip aseptik
berkemih  Sambungkan
membaik kateter urin
dengan urine
bag
 Isi balon
dengan NaCI
0,9% sesuai
anjuran pabrik
 Fiksasi selang
kateter diatas
simpisis atau
di paha
 Pastikan
kantung urine
ditempatkan
lebih rendah
dari kandung
kemih
 Berikan label
waktu
pemasangan

Edukasi
 Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemasangan
kateter urin
 Anjurkan
menarik nafas
saat insersi
selang kateter
2 Inkontinensia fekal b.d Setelah dilakukan Intervensi utama :
- Kerusakan tindak keperawatan Latihan eliminasi
susunan saraf kontinensia fekal fekal
motorik bawah membaik dengan
- Penurunan tonus kriteria hasil : Observasi
otot  Pengontrolan  Monitor
- Gangguan pengeluaran peristaltik
kognitif feses meningkat usus secara
- Penyalahgunaan  Defekasi teratur
laksatif membaik
- Kehilangan  Frekuensi Terapeutik
fungsi buang air besar  Anjurkan
pengendalian membaik waktu yang
sfingter rektum  Kondisi kulit konsisten
- Pascaoperasi perianal untuk buang
pullthrough dan membaik air besar
penutupan  Berikan
kolosomi privasi,
- Ketidakmampuan kenyamanan
mencapai kamar
kecil
- Diare kronis
- Stres berlebihan
d.d
- Tidak mampu
mengontrol
pengeluaran
feses
- Tidak mampu
menunda
defekasi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2013.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC

Nanda.2012-2014.Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: EGC

Potter &Perry.2010.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

Wilkinson,Judith M.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Diagnosis NANDA, Intervensi


NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.Jakarta: EGC

Wartonah, tarwoto.2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Jakarta:Salemba Medik

Brooker,Christine.2001.Kamus Saku Keperawatan.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai