Anda di halaman 1dari 51

KETERWAKILAN ASPIRASI MASYARAKAT MELALUI DPD

RI PROVINSI BANTEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Penelitian Mata Kuliah Lembaga Perwakilan


Dosen Pengampu : Mahpudin, M.A

Disusun oleh:
1. Revaldi Naufal Zahir (6670190094)
2. Annisa Rahmawati (6670210030)
3. Decky Tri Pramudya (6670210111)
4. Muhamad Febry Hendriansyah (6670210118)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah serta Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penelitian
tugas Lembaga Perwakilan dengan judul “Keterwakilan Aspirasi Masyarakat
melalui DPD RI Provinsi Banten Bidang Komite I”. Penelitian ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah Lembaga
Perwakilan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan.
Dalam proses penyusunan tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih
atas bantuan semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikannya. Tidak
terlepas dari bantuan pengampu mata kuliah lembaga perwakilan dan juga tidak
terlepas dari do’a orang tua yang diberikan kepada penulis.
Namun penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat
banyak kesalahan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar menjadikan laporan penelitian ini menjadi lebih baik serta untuk lebih
memperluas pengetahuan penulis terhadap pembuatan laporan hasil penelitian
kedepannya.

Serang, 22 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I................................................................................................................................
Latar Belakang................................................................................................................
Identifikasi Masalah........................................................................................................
Rumusan Masalah...........................................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................
BAB II.............................................................................................................................
Landasan Teori..............................................................................................................
Literatur Review............................................................................................................
BAB III…………………………………………………………………………
Sejarah Lahirnya DPD..............................................................................................
Fungsi DPD.................................................................................................................
Tugas dan Wewenang DPD......................................................................................
Alat Kelengkapan DPD.............................................................................................
Kepentingan DPD......................................................................................................
Problematikan Kinerja DPD....................................................................................
BAB V.............................................................................................................................
Kesimpulan....................................................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................................................
Lampiran....................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewan Permusyawaratan Daerah (DPD) adalah badan perwakilan yang
menggantikan wakil dan golongan daerah di MPR pada Perubahan Ketiga (2001),
yang kemudian disempurnakan pada Perubahan Keempat (2002) UUD 1945. Sri
Sumantri Martosoewignjo dan Mochamad Isnaeni Ramadhan menyatakan bahwa
pembentukan DPD tidak dapat dipisahkan dari dua hal: Pertama, perlu dilakukan
demokratisasi penunjukan anggota kelembagaan sedemikian rupa sehingga selalu
mengikutsertakan pemilih. Kehadiran wakil daerah dan golongan dalam susunan
MPR digantikan dengan keberadaan DPD. Kedua, karena ada seruan pelaksanaan
otonomi daerah yang jika tidak dilakukan dengan baik akan menimbulkan seruan
separatisme. DPD didirikan untuk mewakili kepentingan masyarakat di daerah.
Wakil kelompok sendiri akhirnya disingkirkan karena penetapan wakil kelompok
dinilai memperburuk demokrasi (Lukman Hakim Saifuddin, kelompok Partai
Persatuan Pembangunan) dan perwakilan kelompok dipandang disalurkan dan
diakomodir melalui DPD (Asnawi Latif). Fraksi Umat Berdaulat Bersatu).
Sebelumnya, jumlah dewan dan fraksi MPR lebih dari separuh anggota
MPR, kemudian menjadi sepertiga anggota MPR. Meskipun kewenangannya
sebagai anggota MPR antara lain:
1) Pengesahan UUD 1945 (Pasal 3 UUD 1945),
2) Persetujuan Kebijakan Negara (Pasal 3 UUD 1945),
3) Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 UUD 1945), dan
4) Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 9 UUD 1945).

Sistem rekrutmen untuk mengisi jabatan duta daerah MPR adalah melalui
pemilihan yang diselenggarakan oleh anggota DPRD tingkat I. Sementara itu,
Presiden memilih wakil kelas dengan golongan yang ditunjuk DPR. Diharapkan
agar Hal ini akan menghasilkan wakil-wakil yang mampu mencapai keterwakilan
penuh, yaitu memahami kelompok yang diwakili dan keinginan, nilai,
kepercayaan dan sikap daerah.
Dengan adanya pergantian wakil daerah dan golongan dengan amandemen
ketiga dan keempat, maka fungsi wakil juga berubah. Sebagai pengganti wakil
daerah dan golongan, DPD memiliki banyak perbedaan dengan wakil daerah dan
golongan. Pertama, DPD bukan hanya anggota MPR, tapi juga anggota kamar
kedua. Mengenai rekrutmen, anggota DPD dipilih melalui pemilihan langsung

4
dengan sistem distrik multi perwakilan menurut Pasal 6(2) UU No. 12 Tahun
2003 dan dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan Presiden, DPR, dan DPRD.
Secara kuantitatif, mereka tidak berbeda satu sama lain, yaitu tidak lebih dari
1/3 anggota DPR. Bersamaan dengan anggota DPD yang diberdayakan sebagai
anggota MPR, DPD tidak lagi memenuhi dan menetapkan GBHN serta tidak
dapat lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana yang sebelumnya
dipegang oleh MPR. Di sisi lain, DPD memiliki peran tersendiri sebagai parlemen
kedua atau lembaga DPD, menurut Pasal 22D, yang meliputi:
Tugasnya adalah terlebih dahulu mempresentasikan usulan legislasi tentang
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penyatuan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan ekonomi pusat dan daerah. Kedua, rancangan undang-
undang tentang pemerintahan daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran dan penyatuan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan negara dan daerah, dan
rancangan undang-undang tentang negara anggaran, pajak, pendidikan dan agama
dibahas. Ketiga, tugas pengawasan pelaksanaan UUD dalam kaitannya dengan
pemerintahan daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta masalah yang berkaitan dengan perimbangan keuangan negara.
daerah pusat dan daerah daerah seperti anggaran negara, pajak, pendidikan dan
agama.
Selain tiga tugas yang digariskan dalam konstitusi, DPD juga memiliki tugas
negosiasi dalam hal pengangkatan PNS, namun terbatas pada pertimbangan dalam
pengangkatan anggota BPK. Sebagai anggota MPR, tugas DPD tidak seberat
sebelum perubahan keempat konstitusi, sedangkan tugas DPD sebagai parlemen
tumpang tindih dengan tugas DPR. Namun, konstitusi hanya mengatur tugas
perwakilan bagi DPR, yang hanya tercermin dalam pelaksanaan fungsi legislasi,
pengawasan, dan anggaran DPR (Pasal 20A ayat 1). Meskipun DPD juga
memiliki fungsi tersebut, namun fungsinya tidak menentukan, sehingga
keberadaan DPD yang dulu menjadi penyeimbang DPR dengan legitimasi tinggi
menjadi sekunder bagi DPR.
Buruknya kinerja sebagai anggota DPD membuat keberadaan DPD
dipertanyakan. DPD terkesan sebagai lembaga subsider yang karena ketimpangan
kewenangannya pada dasarnya tidak memiliki pengaruh politik yang signifikan
terhadap peraturan kelembagaan Indonesia dan dapat dengan sendirinya
dilaksanakan oleh DPR atau bahkan oleh LSM.
Hal ini tercermin dari beberapa faktor sebagai berikut: Pertama, meskipun
DPD memiliki peran legislatif, namun belum lengkap. Tugas legislasi DPD
terbatas pada penyusunan dan pemeriksaan RUU di daerah-daerah tertentu, tetapi
DPD tidak terlibat dalam keputusan akhir dapat atau tidaknya RUU tersebut
disahkan. Kedua, di sisi lain, mandat dan kewenangan pengawasan hanya sebatas

5
memberikan informasi kepada DPR untuk diperiksa. Ketiga, DPD tidak berhak
meminta keterangan dari negara atau otoritas pemerintah jika aspek yang
disampaikan tidak diterima. Hal ini tentu saja berbeda dengan DPR yang memiliki
hak interpelasi, penyidikan, mengeluarkan pendapat atau pertanyaan menurut
Pasal 72 UU No 17 Tahun 2014. Keempat, hubungan dan kewenangan antara
DPD dengan pemerintah daerah tidak diatur, meskipun komposisi DPD saat ini
tidak diisi oleh pengurus daerah atau peserta didik dari DPRD Tingkat I. Di sisi
lain, DPD memiliki komitmen untuk mengadopsi, mengumpulkan , mengadaptasi
dan mengontrol usaha-usaha masyarakat setempat.
Kondisi DPD yang demikian tidak berbeda jauh dengan DPA (Dewan
Pertimbangan Agung). Sementara DPA adalah badan penasehat presiden, DPD
adalah penasehat DPR. Karena keberadaan DPD dan kewenangannya saat ini
sangat lemah, maka DPD hanya sebagai supporting atau fungsi pendukung dari
fungsi legislasi DPR, sehingga DPD hanya dapat dikatakan sebagai pembantu
logistik. Padahal, jika dilihat dari legitimasi DPD seharusnya memiliki
kewenangan lebih dari DPR karena memiliki legitimasi yang lebih tinggi. Di sisi
lain, keberadaan DPD merupakan kekuatan politik yang berimbang di DPR,
sehingga kekuasaan legislatif tidak terkonsentrasi pada lembaga manapun selain
pengemban kebutuhan dan kepentingan pengambilan kebijakan di tingkat
nasional. Kebutuhan dan kepentingan daerah yang menjadi hak perjuangan DPD
tidak dapat dilaksanakan secara maksimal, karena tanggung jawab DPD berada di
bawah perlindungan DPR dan kekuasaan pengambilan keputusan tetap
sepenuhnya berada di tangan DPR. Hal ini tentu saja berbeda ketika delegasi dan
kelompok daerah masih ada, dimana keinginan, kebutuhan dan kepentingan
daerah dapat diwujudkan dalam proses pembentukan GBHN yang menjadi acuan
pembangunan.
Pada saat yang sama, MPR tidak lagi memiliki kekuasaan dalam
pembentukan GBHN. Mewujudkan kepentingan dan kebutuhan daerah dengan
undang-undang juga sulit karena tugas legislasi berada di tangan DPR sementara
DPD hanya memiliki tugas pengusulan, sedangkan DPD tidak bisa menjadi
kekuatan penyeimbang bagi DPR karena kewenangannya yang lemah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
keberadaan DPD sebagai lembaga perwakilan menggantikan fraksi dan dewan
daerah.

Identifikasi Masalah

Terdapat beberapa identifikasi masalah dari hasil latar belakang diatas


terkait keterwakilan aspirasi masyarakat melalui DPD Komisi I, yaitu antara lain:
1. Aspirasi yang dilontarkan oleh masyarakat kerap kali mengalami
kendala karena tidak ada tahapan yang terstruktur mengenai
penghimpunan aspirasi dari masyarakat.

6
2. DPD dibentuk sebagai penyeimbang dan solusi atas kendala lamban
nya aspirasi masyarkat yang didengar dan ditindaklanjuti oleh pusat.
3. Keterwakilan DPD Bidang Komite I dalam upaya menyalurkan
aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Banten.

Rumusan Masalah
Dalam latar belakang masalah dan juga identifikasi masalah, para peneliti
dapat mengambil kesimpulan berupa rumusan masalah yang ada dalam penelitian
yang hendak dilakukan, antara lain adalah:
Bagaimana DPD Provinsi Banten khususnya Bidang Komisi I mewakili
aspirasi masyarakat?

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan
Berlandaskan perumusan masalah dan identifikasi masalah yang
ditetapkan sebelumnya, maka berikut adalah tujuan penelitan penulis:
- Untuk mengetahui bagaimana Keterwakilan aspirasi masyarakat
melalui DPD.
- Untuk mengetahui secara rinci mengenai DPD Komisi I.
- Guna mengetahui apa saja kendala yang harus dihadapi DPD dalam
proses mewakili masyarakat di daerahnya.
- Guna mengetahui bagaimana DPD menyelesaikan permasalahan yang
ada dalam ranah daerah khususnya dalam bidang komite I.

Manfaat Penelitian
Dengan dikerjakannya studi ini khasiat teoritis yang hendak diperoleh
merupakan hendak jadi fasilitas bonus khasanah terpaut dengan model
pembelajara baru yang bisa digunakan buat menunjang pengetahuan mengenai
Lembaga Perwakilan, dalam perihal ini yang terjalin dengan penerapan
perwakilan DPD dalam menyuarakan aspirasi rakyat daerah.

a. Untuk Pemerintah
Dengan ditulisnya makalah ini diharapan bisa digunakan selaku
bahan penilaian untuk pihak yang bersangkutan, ialah dalam perihal ini
Aparat Pemerintahan DPD untuk mengevaluasi kinerja terkait
keterwakilan daerah. Tidak hanya itu diharapkan tulisan ini bisa
menolong upaya refleksi dalam upaya membetulkan penerapan
keterwakilan DPD.

b. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dengan ditulisnya riset ini bisa menolong mahasiswa, baik
itu penulis sendiri ataupun mahasiswa yang lain buat menguasai

7
tentang topik keterwakilan DPD. Tidak hanya itu, diharapkan untuk
mahasiswa yang lain bisa terbantu dengan penyusunan riset ini dalam
riset yang lagi dicoba terlebih bila mempunyai topik ulasan yang
senada.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori
Ilmu pemerintahan adalah disiplin penelitian ilmu politik. Untuk saat ini,
perdebatan tentang manajemen dan ilmu politik masih berlangsung. Kajian utama
tentang governance adalah kebijakan pemerintah (public policy). Pada intinya,
pembuatan kebijakan pemerintah adalah studi tentang proses politik itu sendiri,
karena kebijakan publik adalah pengambilan keputusan (pemilihan dan evaluasi
informasi yang ada untuk memecahkan masalah). Pemerintahan adalah ilmu
sekaligus seni, disebut disiplin karena pemerintahan telah memenuhi syarat-syarat
ilmu, seperti kemampuan belajar dan mengajar, memiliki tujuan baik materil
maupun formal, bersifat universal dan sistematis, dan spesifik (khas).
Dan menurut Surya Nigrat, pemerintah adalah sekelompok orang yang
mempunyai wewenang tertentu untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan, baik
itu perbuatan, usaha maupun pemerintahan. Secara etimologis, “pemerintah”
berarti sebagai berikut:
1. Ketertiban artinya melakukan pekerjaan secara tertib (2 pihak yaitu penguasa
dan aturan).
2. Pemerintah adalah penguasa yang menjalankan kekuasaan administratif.
3. Pengurus adalah tindakan, kebijakan atau urusan pengurus. Dari sudut pandang
statistik, "pemerintah" adalah badan atau badan publik yang tugasnya mencapai
tujuan negara. Sebaliknya, dari perspektif dinamika, pemerintahan adalah kegiatan
lembaga atau badan publik yang menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
negara.
Dalam pengertian yang lebih sempit, pemerintahan hanya mencakup fungsi-
fungsi negara dalam kaitannya dengan sektor eksekutif (menurut teori van
Vollenhoven hanya mencakup “bestuur”). Sebaliknya, administrasi dalam arti luas
mencakup semua kegiatan pemerintahan, baik legislatif maupun administratif dan
yudikatif. Menurut Budiarjo, pemerintahan adalah setiap kegiatan yang
diselenggarakan berdasarkan kedaulatan dan kemerdekaan berdasarkan negara,
rakyat atau penduduk dan wilayah bangsa tertentu.
Negara dan tujuannya adalah penyelenggaraan negara berdasarkan gagasan
dasar negara. Pemerintah merupakan lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk

8
mengelola pelayanan publik dan bertugas memberikan pelayanan publik bagi
setiap orang yang berhubungan dengan pemerintahan, sehingga setiap anggota
masyarakat yang terkena dampak dapat memanfaatkannya sesuai kebutuhan
sesuai dengan kebutuhan yang akan diperintah.
Menurut Muhadam Labolo, pemerintah sebenarnya adalah suatu usaha untuk
mengatur kehidupan bersama secara baik dan benar agar tercapai kesepakatan
bersama atau tujuan yang diinginkan. Manajemen dapat dilihat dari beberapa
aspek penting, seperti: Fungsi (dinamika), struktur fungsi serta tugas dan
wewenang.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga ketertiban
dalam masyarakat agar dapat hidup secara normal. Dan pemerintahan modern
pada hakekatnya adalah pelayanan publik yang menciptakan kondisi dimana
setiap masyarakat dapat mengembangkan bakat dan kreativitasnya untuk
kemajuan bersama. Pemerintah Indonesia secara struktural dibagi menjadi
pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia, yang mempunyai kekuasaan yang ditentukan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia (1945). Sementara itu, pemerintah daerah
berdasarkan asas otonomi dan DPRD merupakan pelaksana urusan pemerintahan
daerah dan pemerintahan DPRD. pengelolaan bersama berdasarkan prinsip
otonomi maksimum.
Dalam Etzion (1985), sebuah organisasi yang disebut Weber sebagai
birokrasi mendefinisikan norma-normanya sendiri untuk ditegakkan. Organisasi
bekerja secara efektif ketika anggota mengikuti semua aturan. Organisasi dapat
menggunakan kekuasaannya dengan memberi penghargaan kepada mereka yang
patuh atau menghukum mereka yang tidak patuh untuk membuat anggotanya
mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Pasolong, Supriadi
Legino menjelaskan bahwa birokrasi adalah suatu organisasi yang dipimpin oleh
pejabat pemerintah di bawah seorang menteri yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan.
Birokrasi bagi administrasi publik, administrasi publik termasuk
penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan publik, sering dimaknai oleh
masyarakat dengan implikasi yang berbeda. Tugas utama birokrasi adalah
mengawasi secara profesional keputusan-keputusan politik pemerintah dan
menciptakan governance Menurut Kaufman, tugas direksi di Thoha adalah
melayani dan mengatur masyarakat. Mandat pelayanan lebih menekankan pada
pengutamaan kepentingan publik, memfasilitasi urusan publik, mempersingkat
waktu penyelesaian penyelenggaraan urusan publik, dan kepuasan publik,
sedangkan mandat regulasi lebih menekankan pada kekuasaan atau kewenangan
kepentingan publik. posisi birokrasi.
Inti dari tugas pokok pengurus dapat diringkas dalam tiga tugas pokok,
yaitu: Pelayanan (Service), Pemberdayaan (Empowerment) dan Pengembangan
(Development). Pelayanan menciptakan keadilan dalam masyarakat,

9
pemberdayaan mendorong kemandirian dalam masyarakat dan pembangunan
menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat.
Siagian menjelaskan manajemen memiliki empat fungsi utama, yaitu:
Pertama, pemeliharaan hukum dan ketertiban (maintenance of peace and order),
kedua pertahanan dan keamanan, ketiga diplomasi, dan keempat perpajakan.
Menurut Ndraha, saat ini ada dua jenis yaitu :

10
1. Fungsi primer, yaitu fungsi yang berlanjut dan berhubungan positif
dengan pemberdayaan yang diperintah. Artinya, semakin banyak kekuasaan
dijalankan, semakin tumbuh fungsi utama pemerintah. Pemerintah berperan utama
sebagai penyedia pelayanan publik yang belum diprivatisasi, antara lain pelayanan
pertahanan dan keamanan, pelayanan publik termasuk pelayanan birokrasi.
2. Fungsi sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan tingkat
keberdayaan yang dapat dikendalikan. Artinya, semakin banyak kekuasaan yang
dikendalikan, semakin sedikit fungsi sekunder yang dimiliki pemerintah.
Pemerintah berperan sekunder sebagai penyedia kebutuhan dan permintaan
barang dan jasa pemerintah yang tidak dapat dipenuhinya sendiri karena masih
lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pengembangan sarana dan
prasarana.
Karena ruang lingkup dan kompleksitas tugas pemerintah nasional, menurut
§ 2 paragraf. Ayat 1 dan 2 Pasal 18 UUD 1945 dan Bab II UU Pemerintahan
Daerah No. 23 Tahun 2014 Ayat 2 menjelaskan bahwa negara kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas provinsi dan provinsi dibagi atas kerajaan dan kota.
Pembentukan daerah yang terbagi atas daerah besar dan kecil diperlukan
untuk memperlancar pelaksanaan tugas pemerintahan, dan pembentukan itu dari
pusat (pemerintahan) ke daerah (pemerintahan daerah) yang tidak dapat
dipisahkan atau dibedakan satu sama lain. satu sama lain sehingga sesuai dengan
keinginan masyarakat yang berkembang dan juga memikul tanggung jawab
kepada masyarakat.
Meskipun tetap tidak berubah, namun menurut pasal 4 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah-daerah tersebut
masing-masing bersifat mandiri, tidak memiliki hubungan hierarkis satu sama
lain, dan bersifat otonom.
Dengan terbentuknya pemerintahan yang dibangun dari pusat sampai ke
daerah semakin mendekatkan pemerintahan dengan rakyat, sehingga
memudahkan dalam pemenuhan tugas-tugas, seperti pemenuhan tugas melayani
masyarakat, karena pemerintahan pada hakekatnya tidak didirikan untuk ; untuk
melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Pemerintahan harus
didekatkan dengan rakyat, karena pemerintahan yang baik adalah pemerintahan
yang dekat dengan rakyat. Pemerintah harus lebih didekatkan dengan masyarakat
agar pelayanan yang diberikan menjadi lebih baik. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa pemerintah pada hakekatnya menikmati kepercayaan dan
keyakinan rakyat
Otonomi daerah merupakan tanda pelaksanaan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan negara. Menurut asas ini, kekuasaan negara dibagi antara
pemerintah di satu pihak dan provinsi di pihak lain. Pembagian kekuasaan yang
berkaitan dengan otonomi daerah tidak sama di berbagai negara, tergantung pada
sistem dan kemauan politik pemerintah dalam memberikan kekuasaan tersebut.

11
Dalam tatanan negara kesatuan, kedaulatan atau pemerintahan daerah mengatur
masyarakat. Kecuali harus  Pemerintah menjalankan pemerintahan, sehingga
menurut Amrah Muslimin, pemerintah tidak dapat mengatur semua kepentingan
tersebut dengan baik tanpa mengikuti prinsip-prinsip daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan.

Studi Terdahulu
No Judul Tahun Penulis Hasil
1. Upaya 2011 Neta, Y. Upaya peningkatan peran DPD di Indonesia telah
Peningkatan Peran dilakukan sejak berdirinya lembaga ini. Beberapa
Dewan Perwakilan
pembahasan dan perubahan telah dilakukan untuk
Daerah (DPD) di
Indonesia.  memperkuat peran dan fungsi DPD, antara lain:
Amandemen UUD 1945: Pada tahun 2001, terjadi
amandemen UUD 1945 yang mengubah status DPD dari
lembaga yang bersifat nonlegislatif menjadi lembaga
yang memiliki kekuasaan legislatif. Dengan adanya
perubahan ini, DPD memiliki wewenang untuk
mengajukan usulan pembentukan undang-undang,
memberikan pertimbangan terhadap RUU, dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-
undang. Peningkatan keterlibatan dalam pembuatan
kebijakan: DPD melakukan upaya untuk lebih aktif
terlibat dalam proses pembuatan kebijakan nasional. DPD
memiliki hak inisiatif untuk mengajukan RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, kepentingan daerah,
dan hubungan pusat-daerah. Selain itu, DPD juga dapat
memberikan pertimbangan terhadap RUU yang diajukan
oleh DPR. Penguatan hubungan dengan daerah: DPD
berupaya memperkuat hubungan dengan pemerintah
daerah dan masyarakat di daerah-daerah. DPD
melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah untuk
mendapatkan masukan dan memahami langsung
masalah yang dihadapi oleh daerah. Hal ini dapat
memperkuat representasi dan peran DPD dalam
mengadvokasi kepentingan daerah. Pengawasan
terhadap kebijakan pemerintah: DPD memiliki fungsi
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan
kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan daerah.
DPD dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan
pemerintah pusat yang dapat mempengaruhi daerah,
serta memberikan rekomendasi dan saran kepada
pemerintah terkait kebijakan yang diambil. Meskipun
telah dilakukan upaya peningkatan peran DPD, masih
terdapat tantangan yang perlu diatasi. Beberapa
tantangan tersebut antara lain adalah koordinasi yang
baik antara DPD dan DPR, peningkatan kualitas anggota
DPD, serta penguatan keterhubungan antara DPD dengan

12
pemerintah daerah dan masyarakat di daerah.
2. Rekonstruksi 2019 Tinambunan, Rekonstruksi konstitusi dalam Regional Representative
Konstitusi Dalam H. S. R., & Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berkaitan dengan upaya
Regional Prasetio, D.
untuk memperkuat fungsi lembaga tersebut dalam
Representative E.
Dewan Perwakilan mewakili kepentingan daerah di tingkat nasional.
Daerah Terhadap Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rekonstruksi
Fungsi konstitusi DPD terhadap fungsi lembaga adalah sebagai
berikut: Kekuatan hukum, Perwakilan yang efektif, Fungsi
legislasi yang, Hubungan dengan pemerintah daerah,
kebijakan pemerintah. DPD harus memiliki wewenang
dan mekanisme yang memadai untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi daerah.
Melalui rekonstruksi konstitusi DPD yang memperkuat
fungsi lembaga, diharapkan DPD dapat menjadi lembaga
yang lebih efektif dalam mewakili kepentingan daerah
dan berperan dalam pembuatan kebijakan nasional yang
berpihak kepada daerah.
3. Penataan 2018 Ruliah, R. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga
Kewenangan legislatif di Indonesia yang mewakili kepentingan daerah.
Dewan Perwakilan
Penataan kewenangan DPD diatur dalam UUD 1945,
Daerah (DPD)
dalam Sistem khususnya Amandemen keempat. Berikut adalah
dalam beberapa kewenangan DPD dalam sistem ketatanegaraan
Ketatanegaraan di di Indonesia: Membahas dan memberikan pertimbangan
Indonesia terhadap RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, serta RUU yang menyangkut
kepentingan daerah lainnya. DPD memiliki hak untuk
memberikan persetujuan atau pertimbangan atas RUU
yang diajukan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). DPD
memiliki kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan
undang-undang di bidang otonomi daerah. DPD dapat
melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah
dan melaporkan hasilnya kepada presiden. DPD memiliki
wewenang dalam mengajukan pendapat kepada
Mahkamah Konstitusi terkait dengan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi
daerah. DPD dapat mengajukan usul perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 dalam bidang otonomi daerah. DPD
memiliki kewenangan dalam pemilihan anggota Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tingkat provinsi.
DPD dapat mengusulkan nama calon anggota Bawaslu
provinsi kepada presiden. DPD juga memiliki peran dalam
pemilihan kepala daerah, di mana DPD dapat
mengajukan calon kepala daerah kepada presiden. DPD
memiliki hak untuk memberikan pertimbangan terhadap
RUU APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
yang berkaitan dengan otonomi daerah. Namun, penting
untuk dicatat bahwa DPD memiliki kewenangan terbatas
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kewenangan

13
DPD lebih fokus pada otonomi daerah dan perwakilan
kepentingan daerah, sedangkan keputusan yang bersifat
nasional umumnya diambil oleh DPR sebagai lembaga
legislatif utama.
4. DPD dalam 2017 Toding, A. Dalam konteks struktur parlemen Indonesia, Dewan
Struktur Parlemen Perwakilan Daerah (DPD) telah menjadi topik perdebatan
Indonesia:
dan wacana terkait pemusnahan atau penguatan
Wacana
Pemusnahan lembaga tersebut. Perdebatan ini berkaitan dengan
Versus Penguatan peran, fungsi, dan relevansi DPD dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Berikut adalah argumen yang
sering muncul dalam wacana tersebut: Pemusnahan DPD:
Beberapa pihak berpendapat bahwa DPD sebaiknya
dihapuskan karena dianggap tidak efektif dan hanya
menambah birokrasi serta pengeluaran negara yang tidak
perlu. DPD dianggap tidak memberikan kontribusi
signifikan dalam pembuatan kebijakan nasional, karena
keputusan yang bersifat nasional umumnya diambil oleh
DPR. Terdapat pandangan bahwa perwakilan daerah
dalam pembuatan kebijakan dapat dilakukan oleh
anggota DPR yang sudah ada, sehingga DPD dianggap
berlebihan. Penguatan DPD: Pendukung DPD berargumen
bahwa DPD merupakan wadah penting bagi perwakilan
daerah dalam proses pembuatan kebijakan nasional. DPD
dapat memberikan perspektif dan kepentingan daerah
yang beragam. DPD dianggap sebagai lembaga yang
mewakili keberagaman budaya, suku, agama, dan
geografi Indonesia. Dengan memperkuat DPD,
keberagaman ini dapat lebih terwakili dalam proses
pengambilan keputusan nasional. Penguatan DPD
dianggap sebagai bentuk peningkatan otonomi daerah
dan desentralisasi kekuasaan, yang sesuai dengan
semangat reformasi.
5. Kewenangan 2015 Zada, K. dalam konteks reformasi kelembagaan perwakilan, peran
Legislasi Dewan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Indonesia dapat
Perwakilan Daerah
dibahas secara umum. DPD memiliki beberapa
Dalam Reformasi
Kelembagaan kewenangan legislasi yang diatur dalam Undang-Undang
Perwakilan Pasca Dasar 1945, khususnya setelah dilakukan Amandemen
Putusan keempat. Berikut adalah beberapa kewenangan legislasi
Mahkamah DPD yang ada: Hak Inisiatif: DPD memiliki hak inisiatif
Konstitusi. dalam menyusun RUU (Rancangan Undang-Undang) yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, serta kepentingan daerah lainnya. RUU yang
diajukan oleh DPD kemudian dibahas bersama DPR. Hak
Persetujuan dan Pertimbangan: DPD memiliki hak
persetujuan dan pertimbangan terhadap RUU yang
diajukan oleh DPR. DPD dapat memberikan persetujuan
atau memberikan pertimbangan tertulis terhadap RUU
tersebut. Meskipun persetujuan DPD tidak mengikat,
pendapat dan pertimbangannya harus dipertimbangkan

14
oleh DPR. Pengawasan Undang-Undang: DPD memiliki
kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan undang-
undang di bidang otonomi daerah. DPD dapat melakukan
pengawasan terhadap pemerintah daerah dan
melaporkan hasilnya kepada presiden. Pendapat kepada
Mahkamah Konstitusi: DPD dapat mengajukan pendapat
kepada Mahkamah Konstitusi terkait dengan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi
daerah. Pemilihan Kepala Daerah dan Anggota Bawaslu:
DPD memiliki peran dalam pemilihan kepala daerah. DPD
dapat mengajukan calon kepala daerah kepada presiden.
Selain itu, DPD juga memiliki kewenangan dalam
pemilihan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) tingkat provinsi. DPD dapat mengusulkan nama
calon anggota Bawaslu provinsi kepada presiden.
6. Peran Dan 2018, Alfaris, M. R. Dalam konteks kekuasaan dan kewenangan yang
Tindakan Dewan October merepresentasikan rakyat daerah, Dewan Perwakilan
Perwakilan Daerah
Daerah (DPD) memiliki peran dan tindakan yang penting.
Dalam Konteks
Kekuasaan Dan Berikut ini adalah isi singkat yang menjelaskan peran dan
Kewenangan Yang tindakan DPD dalam hal tersebut: Representasi Rakyat
Merepresentasikan Daerah: DPD berfungsi sebagai lembaga perwakilan yang
Rakyat Daerah. mewakili kepentingan rakyat daerah di tingkat nasional.
Anggota DPD berasal dari daerah-daerah yang berbeda,
sehingga mereka dapat membawa suara dan aspirasi
rakyat daerah ke dalam proses pembuatan kebijakan.
Penyusunan Undang-Undang: DPD memiliki kewenangan
legislatif dalam menyusun dan memberikan
pertimbangan terhadap RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta
kepentingan daerah lainnya. Melalui proses legislasi ini,
DPD dapat mengadvokasi kepentingan rakyat daerah dan
memastikan bahwa kebijakan nasional memperhatikan
diversitas dan kebutuhan lokal. Pengawasan Pelaksanaan
Undang-Undang: DPD memiliki peran pengawasan
terhadap pelaksanaan undang-undang di bidang otonomi
daerah. Dengan melakukan pengawasan ini, DPD dapat
memastikan bahwa kepentingan dan hak rakyat daerah
dihormati, dilindungi, dan diimplementasikan dengan
baik. Pemilihan Kepala Daerah: DPD memiliki
kewenangan dalam pemilihan kepala daerah. DPD dapat
mengajukan calon kepala daerah kepada presiden,
sehingga dapat mempengaruhi pemilihan pemimpin yang
dianggap mewakili kepentingan dan aspirasi rakyat
daerah. Penyampaian Pendapat kepada Mahkamah
Konstitusi: DPD dapat menyampaikan pendapatnya
kepada Mahkamah Konstitusi terkait dengan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan
otonomi daerah. Dengan melakukan ini, DPD dapat
berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan yang

15
mempengaruhi kepentingan rakyat daerah. Melalui peran
dan tindakan ini, DPD berusaha untuk menjadi suara yang
kuat bagi rakyat daerah, memperjuangkan kepentingan
mereka, serta memastikan bahwa kebijakan nasional
mencerminkan keanekaragaman dan kebutuhan lokal.
7. Eksistensi dewan 2014 Pirmansyah, Dalam sistem bikameral di Indonesia, Dewan Perwakilan
perwakilan daerah M. Daerah (DPD) memiliki eksistensi sebagai salah satu
dalam sistem
lembaga legislatif. Sistem bikameral di Indonesia terdiri
bikameral di
Indonesia. dari dua lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan
eksistensi DPD dalam sistem bikameral di Indonesia:
Representasi Daerah: DPD merupakan lembaga
perwakilan yang mewakili kepentingan daerah di tingkat
nasional. Setiap provinsi di Indonesia diwakili oleh empat
anggota DPD, sedangkan di Daerah Khusus Ibukota
Jakarta diwakili oleh tiga anggota. DPD berfungsi untuk
membawa suara dan aspirasi daerah ke dalam proses
pembuatan kebijakan nasional. Peran dan Kewenangan
Legislasi: DPD memiliki peran dan kewenangan legislatif
dalam proses penyusunan undang-undang. DPD memiliki
hak inisiatif dalam menyusun RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta
kepentingan daerah lainnya. DPD juga memberikan
pertimbangan dan persetujuan terhadap RUU yang
diajukan oleh DPR. Pengawasan Pelaksanaan Undang-
Undang: DPD memiliki peran pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang di bidang otonomi daerah.
DPD dapat melakukan pengawasan terhadap pemerintah
daerah dan melaporkan hasilnya kepada presiden.
Pemilihan Kepala Daerah: DPD memiliki kewenangan
dalam pemilihan kepala daerah. DPD dapat mengajukan
calon kepala daerah kepada presiden, sehingga dapat
mempengaruhi pemilihan pemimpin yang dianggap
mewakili kepentingan dan aspirasi daerah. Dengan
adanya DPD dalam sistem bikameral di Indonesia,
kepentingan dan aspirasi daerah dapat lebih terwakili
dalam proses pembuatan kebijakan nasional. Melalui
peran legislasi, pengawasan, dan pemilihan kepala
daerah, DPD berusaha memperjuangkan kepentingan
daerah serta menjaga keseimbangan antara kepentingan
nasional dan lokal dalam sistem politik negara.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian
Pada bab ini akan menjelaskan tentang teknik pengumpulan data menggunakan
metode kualitatif dianggap lebih sesuai karena dapat membantu peneliti untuk
menggali informasi, memahami permasalahan, dan menganalisis fenomena secara
mendalam (Patton, 2015). Pendekatan dalam motode kualitatif ini menggunakan
fenomenologi dengan mengutamakan memahami penjelasan yang pernah dialami
oleh partisipan berdasarkan pengalamannya sehingga pada akhirnya tujuan dari
pendekatan ini ialah guan memperluas dan mempertajam dari fenomena yang
sedang di bahas secara menyeluruh dari keterlibatan narasumber pada penelitian
maka dari itu tak khayal dalam melakuka penelitian ini diperlukan memperhatikan
penggunaan kata dan bahasa, yang lebih efektif dalam menjelaskan peristiwa dan
konteks. Dalam rangka mengumpulkan data yang relevan dan kaya konteks,
peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data. Beberapa di antaranya
meliputi observasi, wawancara, dan analisis dokumen yang berasal dari studi
pustaka, termasuk hasil penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah, dan sumber berita
terpercaya. Melalui pendekatan ini, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang fenomena yang sedang diteliti, serta
menjawab pertanyaan utama yang menjadi fokus penelitian.
Dalam buku Creswell menjelaskan para fenomenolog memfokuskan untuk
mendeskripsikan apa yang umum atau sama dari semua partisipan ketika mereka
mengalami fenomena yang dialami secara universal sehingga tujuan utamanya
dari fenomenologi unduk mereduksikan pengalaman individu pada fenomena
menjadi deskripsi tentanng esensi dan intisari universal. Peneliti kemudian
mengumpulkan data dari individu yang telah mengalami fenomena tersebut, dan
mengembangkan deskripsi gabungan yang terdiri dari apa yang mereka alami dan
bagaimana mereka mengalaminya sehingga dalam pendekatan fenomenologi ini
memunculkan persepsi dalam penelitian tentang pemaknaan yang menjadi fakta
sehingga akan mennciptakan landasan yang pasti.
Stewart dan Mickunas (1990) menekankan pada empat persepktif filosofis dalam
fenomenologi yakni: (1) pengembalian dari tugas tradisonal filsafat sehingga pada
akhir abad ke 19 peran filsafat yang telah terbatas dalam meng eksplorasi dunia
dengan cara empiris yang biasa di sebut dengan saintisme sehingga dalam
pengembalian tugas tradisional filsafat empiris dengan menggunakan filsafat

17
Yunani Kuno dalamm pencarian kebijaksanaan. (2) pendekatan fenomenologi
yang menahan semua pertimbangan dan penilaian tentang kesesuaian dari sikap
yang dialami hingga mereka ditemukan pada landasan yang pasti. (3) ideal dalam
fenomenologi kesadaran selalu diarahkan pada objek sehingga dalam realitas
objeknya tidak terelakan terkait dengan kesadaran seseorang tentangnya (4)
seorang individu yang menuliskan tentang fenomenologi tidak lupa dalam
memasukan sebagian pembahasan tentang asumsi filosofis tentang fenomenologi.
Peneliti melakukan penelitian ketika mereka ingin memberikan kesempatan
kepada individu untuk menceritakan kisah mereka dan membuat suara mereka
didengar dengan meminimalkan hubungan emosional atau kekuatan yang sering
ada antara peneliti dan peserta dalam proses penelitian, dalam penelitiannya
diperlukan eksplorasi dalam pendekatan fenomenologi karena itu perlu untuk
memahami suatu fenomena yang terjadi pada kelompok atau populasi tertentu,
untuk mengidentifikasi variabel yang sulit dihitung, atau untuk mendengarkan
suara yang sama. Ini adalah pembenaran yang cocok untuk memecahkan masalah,
daripada menggunakan informasi yang sudah tersedia dari literatur atau
berorientasi pada hasil dari penelitian lain. 
Adapun ciri utama dari fenomenologi yang secara khas terdapat pada semua studi
fenomenologi yang diambil dalam perspektif psikologi dengan orientasi
pengetahuan humaniora diantaranya yakni :
1. Menekankan fenomena yang hendak dieksplorasi berdasarkan sudut
pandang konsep yang tunggal.
2. Eksplorasi fenomena pada kelompok individu yang semuanya mengalami
fenomena
3. Pembahasa filosofis tentang ide dasar yang dilibatkan dalam studi
fenomenologi dengan menelusuri pengalaman hidup individu bagaimana
mereka mengalami subjektif dari fenomena tersebut.
4. Penniliti dapat mengurungkan dirinya di luar dari studi tersebut sehingga
akan mempermudah peneliti dalam mengidentifikasi pengalaman pribadi
dalam fenomena
Kuzvarno (2009:36) memaparkan bahwasannya sifat dari penelitian kualitatif
dijelaskan secara lebih rinci dengan menggambarkan dan membedakan status
metodologi fenomenologi penelitian kuantitatif:
1. Pemeriksaan nilai-nilai dalam pengalaman hidup manusia.
2. Penelitian berfokus pada keseluruhan, bukan bagian-bagiannya untuk
membentuk keseluruhan
3. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan makna dan hakikat
pengalaman, bukan hanya mencari penjelasan atau ukuran realitas

18
4. Memperoleh pandangan hidup dari sudut pandang orang pertama meelalui
wawancara formal dan informal
5. Data yang diperoleh adalah dasar untuk memahami pengetahuan ilmiah
guan mengetahui kebiasaan manusia
6. Pertanyaan diajukan yang mencerminkan minat, keterlibatan dan
komitmen kepribadian peneliti.
7. Melihat pengalaman dan perilaku sebagai satu kesatuan yang utuh yang
tidak dapat dipisahkan, baik itu kesatuan antara subjek dan objek, maupun
antara bagian dari keseluruhan.

Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian fenomenologi pada hakekatnya berkaitan dengan
interpretasi terhadap kenyataan. Fenomenologi mencari jawaban atas makna
fenomena sehingga pada dasarnya ada dua hal yang menjadi pusat penelitian
fenomenologis yaitu:
a. Deskripsi teks: apa yang dialami oleh pendapat subjek penelitian tentang
topik sebuah fenomena yang dialami oleh sisi objektif, informasi faktual, apa
yang terjadi secara empiris.
b. Deskripsi struktur: bagaimana subjek mengalami dan menafsirkan
pengalamannya, deskripsi ini mengandung aspek subjektif. Aspek ini menyangkut
pendapat, penilaian, perasaan, keinginan, dan reaksi subjektif lainnya terhadap
subjek penelitian terkait dengan pengalaman ini.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang paling penting dalam penelitian
fenomenologi adalah wawancara secara mendalam dengan informan untuk
menemukan aliran kesadaran. Dalam proses wawancara. Pertanyaan yang
diajukan tidak terstruktur, tetapi dalam suasana yang mengalir diperdalam dengan
teknik tambahan seperti observasi partisipan, tindak lanjut sebuah dokumen.
Wawancara
Wawancara adalah metode untuk menemukan informasi dasar dan sering
digunakan dalam penelitian. Peneliti menggunakan wawancara ketika mereka
ingin mendapatkan lebih banyak informasi tentang sikap, keyakinan, perilaku dan
pengalaman informan dengan fenomena. Wawancara dilakukan karena
diasumsikan bahwa setiap orang dengan pendapat dan perasaannya dapat
memperoleh pendapatnya tentang fenomena yang sedang terjadi sepanjang

19
prosesnya, wawancara memiliki strategi, fungsi dan taktik yang masih terus
berkembang. 
Observasi
Tujuan observasi adalah untuk mengumpulkan informasi yang akan
digunakan untuk merespon berbagai permasalahan yang muncul. Selain
pengumpulan data, observasi juga dilakukan untuk menarik kesimpulan terhadap
objek yang diamati. Observasi juga bertujuan untuk mendeskripsikan objek dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Maka dari itu
kelompok kami melaksanakan observasi secara langsung dengan datang langsung
ke tempat atau kantor DPD yang ada di daerah dan kami melaksanakan observasi
langsung ke DPD RI dengan ikut dalam rangkaian kegiatan siding paripurna
Maka dari itu kami melaksanakan observasi pada ciri observasi partisipatif
merupakan bentuk observasi yang berlangsung melalui partisipasi aktif dalam
berbagai hal yang akan diamati. Pengamat harus terjun langsung dan melakukan
proses yang dia amati secara langsung guna mendapatkan gambaran persepsi yang
jelas.

Teknik Analisa Data


Creswell (1998:147-150) menjelaskan teknik analisis data
penelitianfenomenologi sebagai berikut:
A. Peneliti mendeskripsikan secara lengkap fenomena atau pengalaman
subjek untuk mempelajari
B. Kemudian peneliti menemukan pernyataan (hasil wawancara) tentang
bagaimana orang-orang menemukan topik, pernyataan terperinci, dan setiap
pernyataan memiliki nilai yang sesuai, lalu hancurkan berkembang tanpa
pengulangan.
C Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam
unit-unit agar masuk akal, peneliti memisahkan unit dan menulis teks penjelasan
dari pengalaman dengan contoh-contoh.
D. Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya menggunakan variasi
imajiner atau deskripsi struktural, mencari segala macam makna dari sudut
pandang yang berbeda menyimpang perspektif berbeda mengingat kerangka
acuan gejala fenomena dan membangun bagaimana gejala-gejala ini dialami.
e. Kemudian peneliti mengkonstruksi semua penjelasan makna dan
hakikatnya pengalaman

20
F. Para peneliti melaporkan hasil penelitian laporan itu menunjukkan
bahwa memang demikian satuan makna berdasarkan pengalaman semua
informan. Setelah itu tulis deskripsi gabungan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Sejarah Lahirnya DPD


Muncul nya tuntutan-tuntutan demokrasi dalam pemenuhan rasa
keadilan di masyarakat khususnya masyarakat daerah, melakukan
peluasan serta peningkatan semangat dan kapasitas atas partisipasi
daerah dalam kehidupan nasional, serta memperkuat NKRI, maka
melalui sebuah pembaharuan konstitusi, Majelis Permusyawaratan
Rakyat RI membentuk lembaga perwakilan baru selain dari Dewan
Perwakilan Rakyat, yaitu Dewan Perwakilan Daerah RI. Pembentukan
daripada Dewan Perwakilan Daerah RI ini dilakukan dengan adanya
perubahan ketiga atas Undang Undang Dasar NRI Th. 1945.
Setelah dilakukan perubahan itu, sistem parlemen dan perwakilan
yang ada di Indonesia pun berubah dari yang awalnya unikameral
menjadi bikameral. Adanya perubahan ini tidak secara instan berubah,
namun melalui berberapa tahap pembahasan yang cukup dalam dan
panjang baik dalam lingkup masyarakat ataupun MPR RI terkhusus
Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan ini memperhatikan adanya
tuntutan politik serta pandangan Reformasi, juga melibatkan
pembahasan akademis, sistem pemerintahan yang berlaku di berbagai
negara terkhusus negara yang menganut demokrasi.
Proses pembahasan itu berkembang secara kuat sebuah pandangan
bahwa perlu diadakannya lembaga yang mewakili daerah dan pusat
dengan daerah. Ide pokok dari dibentuknya DPD RI ini adalah adanya
keinginan mengakomodasi lebih lanjut terkait aspirasi daerah dan
memberikan peranan yang lebih dari sebelumnya untuk mengambil
keputusan politik terkhusus kepentingan daerah.
Hal ini diperkuat dengan adanya indikasi pengambilan putusan yang
berpusat justru mengakibatkan adanya ketimpangan dan ketidakadilan
dari suatu wilayah dengan wilayah lain. Oleh karena itu, dengan
dibentuknya DPR RI maka pengambilan putusan bersifat
desentralisasi dengan maksud untuk mempermudah dan
menghapuskan adanya ketimpangan antar daerah.

21
Fungsu DPD
Mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 22D dan Tatib
Dewan Perwakilan Daerah RI dijelaskan sebagai lembaga legislatif
DPD RI memiliki tiga fungsi antara lain, fungsi legislasi, fungsi
pengawasan, dan fungsi penganggaran yang dijalankan dalam fungsi
representasi.
1. Fungsi Legislasi
Dalam fungsi legislasi DPD dapat mengajukan Rancangan
Undang-undang (RUU) tertentu, ikut serta dalam pembahasan atau
penyusunan RUU tertentu bersama dengan DPR, dapat
memberikan sebuah pendapat atau pandangan terkait RUU
tertentu, selain itu juga dapat memberikan bentuk pertimbangan
terkait RUU yang membahas APBN serta RUU yang berkaitan
dengan pendidikan, pajak, dan agama, serta melakukan
pengawasan terkait pelaksanaan UU tertentu.
2. Fungsi Penganggaran
DPD RI juga memiliki fungsi penganggaran, hal yang dimaksud
adalah memberikan pertimbangan terkait RUU APBN dalam Pasal
22D ayat (2) kepda DPR dan melakukan pengawasan terkait
pelaksanaan APBN nantinya hasil yang didapatkan akan
disampaikan kepada DPR sebagai bentuk bahan pertimbangan
(Pasal 22D ayat (3) UUD NRI 1945). DPD hanya menjadi

22
penunjang (budget influencing) dalam fungsi DPR RI yang tidak
tepat guna pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
3. ungsi Pengawasan
Dalam fungsi pengawasan DPD RI melakukan sebuah
pengawasan pada pelaksanaan undang-undang, serta
memberitahukan terkait hasil dari pengawasan yang dilakukan
kepada DPR. Dan menerima hasil daripada pemeriksaan keuangan
negara yang dilakukan oleh BPK.

Tugas dan Wewenang DPD


Dewan Perwakilan Daerah merupakan bentuk dari adanya pemenuhan
keterwakilan aspirasi lingkup daerah. Ini tertuang dalam UUD 1945
Pasal 22 D bahwa tugas dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah
dalam bidang legislasi meliputi :
1. Pengajuan Usul dan Pembahasan Rancangan Undang Undang
DPD mempunyai tugas dan wewenang untuk mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR terkait otonomi daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Pertimbangan atas Rancangan Undang Undang dan Pemilihan
Anggota BPK
Tugas dan wewenang selanjutnya terkait pertimbangan RUU
anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU terkait pendidikan,
pajak, dan agama serta juga wewenang untuk memberikan sebuah
pertimbangan dalam pemilihan BPK kepada DPR.
3. Pengawasan atas Pelaksanaan Undang Undang
DPD memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi setiap
pelaksanaan UU terkait otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama, serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya Setelah itu menyampaikan hasil pengawasan yang
telah dilakukan kepada DPR.
4. Penyusunan Prolegnas
Program Legislasi Nasional menjadi tugas dan wewenang dari DPD
untuk mengurusi terkait otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pelaksanaan

23
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama, serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya.
5. Pemantauan dan Evaluasi Raperda dan Perda
DPD juga bertugas dan berwenang dalam pemantauan serta evaluasi
yang dilakukan dalam Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan
Daerah.

Alat Kelengkapan DPD


Dalam menunjang adanya pelaksanaan tugas yang optimal, Dewan
Perwakilan Daerah RI mempunyai alat kelengkapan sesuai dengan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 Nomor 2 ayat (9), yaitu :
1. Alat Kelengkapan Utama meliputi :
a. Pimpinan, satu kesatuan pimpinan yang memiliki sifat
kolektif-kolegial dengan 1 orang ketua dan 3 orang wakil
ketua. Memiliki tugas memimpin setiap sidang yang
dilakukan dan memberikan simpulan daripada hasil sidang
guna diputuskan, menjadi juru bicara atas DPD RI dan
memasyarakatkan terkait putusan-putusan DPD RI.
b. Komite I, memiliki tugas dalam bidang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pemukiman dan kependudukan, tata ruang
dan pertanahan, serta hukum, politik, dan HAM.
c. Komite II, memiliki tugas dalam bidang pertanian dan
perkebunan, perhubungan, kelautan dan perikanan, kehutanan
dan lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral,
pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal,
penanaman modal, perindustrian, perdagangan, dan pekerjaan
umum.
d. Komite III, memiliki tugas dalam bidang pendidikan,
kebudayaan, agama, pariwisata, kesehatan, pemuda dan
olahraga, pemberdayaan perempuan, kesejahteraan sosial,
dan ketenagakerjaan.
e. Komite IV, memiliki tugas dalam bidang anggaran
pendapatan dan belanja negara, lembaga keuangan dan
koperasi, pajak, perimbangan keuangan pusat dan daerah,
usaha mikro, kecil, dan menengah.

24
2. Alat Kelengkapan Penunjang meliputi :
a. Panitia Urusan Rumah Tangga, membantu menentukan
kebijakan dalam ranah kerumahtanggaan DPD RI.
b. Panitia Perancang Undang-Undang, menyiapkan RUU
inisiatif dari DPD RI yang nantinya diteruskan kepada DPR RI
c. Badan Urusan Legislasi Daerah, menelaah, analisis, dan
kajian terkait hasil dari pantauan Raperda dan Perda serta
pembahasan dan penyusunan rekomendasi DPD.
d. Badan Akuntabilitas Publik, menelaah pemeriksaan BPK
yang diteruskan kepada DPD RI.
3. Alat Kelengkapan Pendukung meliputi :
a. Badan Kehormatan, melakukan penyelidikan dan verifikasi
pengaduan anggota DPD serta mengevaluasi dan melakukan
penyempurnaan atas peraturan DPD terkait dengan Tatib dan Kode
Etik.
b. Panitia Musyawarah, bertugas merancang dan menetapkan
program serta arah dari kebijakan DPD.
c. Badan Kerja Sama Parlemen, melakukan pembinaan,
pengembangan, dan peningkatan hubungan kerja sama antar DPD
RI dengan lembaga sejenis, pemerintah, ataupun non-pemerintah
secara bilateral ataupun multilateral.
d. Kelompok DPD di MPR, melakukan peningkatan optimalisasi
kinerja daripada anggota DPD dengan MPR.
e. Panitia Khusus, bertugas menjalankan tugas tertentu dalam
waktu tertentu pula yang ditetapkan dalam pelaksanaan sidang
paripurna.

Konsep Perwakilan
Terdapat beberapa konsep perwakilan yang ada, antara lain : (1)
Microcosmic Representation, adanya kesamaan dari sifat yang diwakili
dengan pihak yang mewakili dan tidak ada permasalahan mengenai kuasa
wakil dan yang diwakilinya. (2) Simbolyc Representation, perwakilan
dimana mereka yang mewakili dianggap sebagai identitas dari golongan
yang sedang diwakili. (3) Elective Representation, belum tergambarnya
sebuah kuasa yang dilakukan oleh pihak yang mewakili dengan yang

25
diwakilkannya. (4) Party Representation, seseorang yang berada dalam
sebuah lembaga perwakilan adalah wakil daripada partai politik yang
diwakilkannya. (5) Delegted Representation, pihak yang mewakili adalah
perantara yang mewakili pihak yang diwakilkannya dan tidak boleh
bertindak diluar kuasa.
Berdasarkan pada hasil wawancara kepada narasumber DPD
Provinsi Banten menggunakan seluruh konsep perwakilan yang ada. Namun
lebih condong kepada Konsep Party Representation.

Kepentingan DPD
Kepentingan terhadap keberadaan dari Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia memiliki urgensi yang sangat tinggi dalam sebuah
sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia, pada dasarnya DPD ini
merupakan sebuah wijud perwakilan dari setiap daerah yang diharapkan
mampu menjadi penyeimbang dalam penguatan sistem parlemen di
Indonesia, DPD RI ini menjadi kamar kedua yang menjadi forum mediasi
aspirasi masyarakat dan daerah serta kepentingan lain di dalamnya selain
itu juga apabila dapat di perhatikan DPD ini pula menguatkan sistem
parlemen dalam proses legislasi. Adapun proses pembetukan DPD tak
terlepas dari gagan nya yang terdiri dari :
1) Dapat diperhatikan dengan kehadiran atas tuntutan demokrasi bahwa
pengisian keanggotaan lembaga negara diharuskan untuk
mengikutsertakan rakyat dalam pemilihannya, sehingga dari adanya utusan
dari daerag dengan kehadiran utusan golongan dalam pembentukan
formula MPR yang diawali ditunjuk melalui unsur pemerintahan dapat
tergantikan dengan membentuk sebuah Lembaga DPD.
2) Pembentukan DPD juga di imbangi denan dengan tuntutan
penyelenggaran atas otonom daerah yang apabila tidak dikendallikan
dengan baik akan menjadi sebuah tuntutan sparatisme, DPD pun terembani
dalam hakikat kelembagaan negara yang fungsinya terintegrasi dalam
amanat sila ketiga Pancasila yakni Persatuan Indonesia, sehingga
kepentingan atas daerah telah terikoridor pada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Kepentingan keberadaan DPD RI ini sebagai penyeimbang di
Republik Indonesia telah tercatut dalam hakikat keberadaan DPD
disamping pada Pasal 22 Undang-Undang yang diharuskan mengalir dari
pasal yang terkait dengan pemerintahan wilayah atau daerah, termasuk

26
Pasal 18 ayat 1 Amandemen ketiga Didirikan pada tahun 1945 bahwa:
“NKRI terbagi menjadi kedaerahan provinsi dan provinsi dibagi menjadi
kota dan kabupaten yang memiliki pemerintah daerah”. Maka dari itu
perlu ditekankan saat ini ada 34 provinsi dengan memiliki perbedaan
sumber daya alam dan sumber daya manusia, bahkan sumber daya dana
yang signifikan pelaksanaan otonomi daerah relatif sama. Dengan kata lain
setiap keanggotaan dari DPD terembani kondisi, situasi serta kepentingan
dari setiap provinsi yang memiliki keberagaman sehingga pada akhirnya
dapat memungkinkan mempengaruhi keutuhan NKRI sehingga
membutuhkan antisipasi guna terselenggaranya fungsi integrasi.
Target politik dari DPD ini sendiri merupakan mewujudkan
efektivitas serta efesiensi dalam mekanisme legislasi yang bermanfaat bagi
masyarakat daerahnya itu sendiri, anggotan dan pimpinan DPD ini sendiri
menjadi dakat guna menghimpun, menyerap, menampung serta
menindaklanjuti dari aspirasi guna melakukan pemenuhan tuntutan
berbangsa dan ber negara. Maka dari itu adapun keterwakilan DPD RI ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mewakili kepentingan daerah: DPD berperan sebagai wakil
daerah di tingkat nasional. Setiap provinsi di Indonesia memiliki
perwakilan di DPD yang bertugas mewakili dan memperjuangkan
kepentingan daerah yang diwakilinya. DPD memiliki peran khusus
dalam memajukan kepentingan daerah dan memastikan suara dan
aspirasi daerah terwakili dengan baik dalam proses pengambilan
keputusan nasional. 
2. Perlindungan otonomi territorial atau daerah: DPD berperan
penting dalam melindungi dan memperkuat otonomi daerah. Mereka
memastikan bahwa kebijakan nasional tidak mengabaikan
kepentingan daerah dan menghormati hak daerah untuk mengatur
urusan daerahnya sendiri, DPD dapat memantau kebijakan pemerintah
yang dapat mempengaruhi otonomi daerah. 
3. Memperkuat sistem demokrasi: DPD merupakan bagian
dari sistem demokrasi Indonesia yang diatur oleh konstitusi negara.
Dengan adanya DPD, kekuasaan legislatif dan perwakilan politik
lebih merata antara pusat dan daerah. DPD memberikan ruang bagi
daerah untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan
nasional yang mendorong terwujudnya prinsip-prinsip demokrasi yang
lebih inklusif. 
4. Meningkatkan Kerukunan Nasional: DPD juga berperan
dalam memantapkan perdamaian nasional. Dengan perwakilannya
dari berbagai daerah, DPD dapat menjadi forum diskusi dan negosiasi
antar daerah. Hal ini memungkinkan konflik atau ketidaksepakatan

27
untuk diselesaikan antar daerah dan mempromosikan kerja sama dan
solidaritas di antara mereka.
5. Menyuarakan kepentingan khusus atau spesifik: Selain
mewakili kepentingan umum daerah, DPD juga dapat menonjolkan
kepentingan khusus yang penting bagi daerah yang diwakilinya.
Mereka dapat mendiskusikan topik yang secara khusus mempengaruhi
wilayah mereka, seperti masalah lingkungan, pertanian, infrastruktur
atau budaya. DPD menawarkan wadah untuk memperjuangkan
kepentingan tersebut dan mencari solusi yang tepat.
Secara umum kepentingan DPD adalah mewakili dan
memperjuangkan kepentingan daerah, melindungi otonomi daerah,
memperkuat sistem demokrasi, memperkokoh kerukunan nasional dan
menonjolkan kepentingan khusus yang penting bagi daerah di Indonesia. 

Problematika Kinerja DPD


Problematika terkait kinerja DPD (Dewan Perwakilan Daerah) di
Indonesia meliputi beberapa hal berikut:
1. Kekuasaan dan otoritas terbatas: DPD hanya memiliki kewenangan
terbatas dalam proses pengambilan keputusan. Sebagian besar kekuasaan
legislatif masih berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kekuasaan yang terbatas tersebut dapat menghambat efektifitas DPD
dalam mewakili dan membela kepentingan daerah. 
2. Kurangnya daya tarik dan legitimasi: DPD seringkali kurang mendapat
legitimasi dibandingkan DPR. Pemilihan anggota DPD juga tidak
dilakukan langsung oleh rakyat, melainkan oleh wakil-wakil legislatif
daerah. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap kinerja
dan representasi DPD. 
3. Peran dan pengaruh kecil dalam pembuatan kebijakan: DPD biasanya
memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam proses pengambilan keputusan
dibandingkan dengan DPR. Keputusan-keputusan penting seringkali
dibuat oleh DPR, sedangkan DPD lebih fokus pada kontrol politik dan
pembelaan kepentingan daerah. 
4. Kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah: Meskipun DPD
memiliki tugas mewakili kepentingan daerah, kerjasama dan koordinasi
dengan pemerintah daerah terkadang tidak maksimal. Minimnya
komunikasi dan sinergi antara DPD dengan pemerintah daerah dapat
menghambat efektifitas perjuangan kepentingan daerah. 
5. Potensi politisasi: Seperti lembaga politik lainnya, DPD berpeluang
mengalami politisasi. Hal ini dapat mempengaruhi kemandirian dan

28
kemampuan DPD untuk mewakili kepentingan daerah secara netral dan
objektif. 
6. Partisipasi publik rendah: Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan DPD juga menjadi persoalan. Masyarakat
seringkali tidak dilibatkan atau tidak memahami peran dan fungsi DPD
dalam mewakili kepentingannya. Hal ini dapat mengurangi akuntabilitas
DPD terhadap masyarakat yang diwakilinya. 

Multikulturalisme umat beragama ialah salah satu karakteristik


negeri Indonesia dimana perbandingan lain semacam suku serta ras ialah
bagian dari warga Indonesia sendiri yang telah terdapat semenjak saat
sebelum terjadinya bangsa Indonesia. Bermacam- macam agama pasti
terdapat di negeri ini, salah satunya merupakan Indonesia. Indonesia ialah
negeri dengan bermacam suku, budaya serta agama. Di Indonesia sendiri,
kebanyakan penduduknya merupakan 85% Muslim, tetapi Indonesia
membagikan kebebasan kepada warganya buat memilah agamanya sendiri
sebab Indonesia merupakan negeri yang majemuk.
Tetapi bila menyangkut agama, di Indonesia kerap terjalin konflik
menimpa perbandingan agama yang dianutnya serta kebanyakan warga
muslim tidak ingin mendirikan tempat ibadah ataupun tempat yang
berhubungan dengan agama lain salah satunya merupakan terbuat.
merupakan agama. Ibadah umat Kristiani, sehingga dalam konflik ini ada
hak minoritas yang tidak terpenuhi, semacam yang terjalin di kecamatan
Citangkil, kota Cilegon, provinsi Banten, dalam konflik di desa Citangkil,
kota Cilegon, dimana kebanyakan Muslim dari desa Citangkil hidup aku
tidak mau pertumbuhan ibadah Kristen. Bagi informasi BPS tahun 2013,
Kota Cilegon mempunyai jumlah penduduk sebanyak 335. 913 jiwa yang
sebagian besar beragama Islam ialah 97, 64%, sebaliknya di Kota Cilegon
proporsi penganut agama lain menggapai 2, 36%.
Wajib terdapat kebanyakan serta minoritas di negeri ini.
Kebanyakan merupakan sekelompok orang yang memahami sesuatu
negeri ataupun daerah dengan ciri agama, suku, warga, serta budaya yang
sama. Sebaliknya minoritas merupakan orang ataupun kelompok yang
lebih kecil dari kebanyakan, sebab jumlah minoritas lebih sedikit dari
kebanyakan, sebab minoritas terkadang senantiasa didiskriminasi ataupun
dikalahkan oleh kebanyakan, sementara itu minoritas mempunyai hak
yang sama dengan kebanyakan negeri.
Kala kita berdialog tentang hak- hak minoritas semacam kebebasan
sosial, politik serta agama, ini merupakan hak asasi manusia yang tidak
bisa diperdebatkan ataupun dinegosiasikan (non- depreciable rights).
Proteksi hak asasi manusia diabadikan dalam Piagam PBB dalam Pasal 27,
28, 29, 30 serta 31 Undang- Undang Bawah Negeri Republik Indonesia

29
(1945). Menimpa hak minoritas dalam kaitannya dengan kebebasan
beragama, penerapannya berjalan baik, tetapi konflik antara minoritas
serta kebanyakan masih saja terjalin, semacam yang terjalin di Kecamatan
Citangkil, Kota Cilegon, Banten. Kala konflik ini timbul kala hendak
dibentuk tempat ibadah non- muslim ialah gereja, kebanyakan merasa
resah kala dibentuk tempat ibadah gereja di daerah mereka.
Demikian pula pemerintah wajib mengobati permasalahan ini,
spesialnya anggota DPD provinsi Banten Bunda Andiara wajib mengusut
permasalahan ini, supaya warga minoritas leluasa paling utama non-
muslim yang mau beribadah tiap pekan di Kota Cilegon tidak terdapat
gereja. Buat melindungi iman mereka, mereka wajib menaruh rahasia serta
ibadah di rumah mereka.

Tindakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah kinerja


DPD antara lain:
1. Penguatan kewenangan DPD agar lebih berperan signifikan dalam
pembuatan kebijakan.
2. Peningkatan legitimasi dan partisipasi publik dalam pemilihan anggota
DPD untuk memperkuat representative keterwakilan.
3. Memperkuat koordinasi dan kerjasama antara DPD dengan pemerintah
daerah.
4. Mendorong transparansi, tanggung jawab atau akuntabilitas dan integritas
anggota DPD.
5. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan peran DPD
dalam mewakili kepentingan daerah. 

Inisiatif-inisiatif tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas DPD


dalam mewakili kepentingan daerah dan memperkuat sistem demokrasi di
Indonesia. 
Selain dari kasus multikulturalisme yang terjadi permasalahan di Cilegon,
Lembaga Komisi I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
memegang peranan penting dalam merepresentasikan kepentingan daerah,
khususnya dalam hal ini Banten, dalam pemerintahan pusat. Komisi I yang
fokus pada urusan peraturan perundang-undangan dan keuangan daerah
memiliki hubungan yang signifikan dengan elemen-elemen daerah. Oleh
karena itu, keterlibatan dan dukungan dari organisasi lokal di daerah masing-
masing menjadi hal yang krusial dalam menjalankan fungsi dan tugas tersebut.
Untuk menganalisa lebih dalam mengenai hubungan antara Lembaga
Komisi I DPD RI dengan elemen daerah,

30
Pada tahun 2021, terdapat situasi serupa yaitu hubungan diantara
bagaimana organisasi menyokong DPD di Banten, dimana organisasi lokal
berperan penting dalam membantu anggota DPD mereka. Organisasi lokal
tersebut, yang merupakan gabungan dari beberapa asosiasi petani, pedagang,
dan kelompok masyarakat lainnya, berjuang untuk mempromosikan kebijakan
yang menguntungkan bagi mereka.
Dalam hal ini, mereka mendukung anggota DPD Banten dalam
mengadvokasi kebijakan yang mendukung pertanian lokal, termasuk alokasi
anggaran untuk peningkatan infrastruktur pertanian, dukungan pendidikan dan
pelatihan bagi petani muda, dan perlindungan terhadap produk lokal dari
persaingan internasional yang tidak sehat.
Sebagai balasannya, anggota DPD mereka berhasil mengamankan
kebijakan dan dukungan anggaran dari pusat yang mendukung industri
pertanian lokal. Ini menjadi bukti bahwa dukungan organisasi lokal dapat
mempengaruhi agenda dan keputusan politik di tingkat pusat.
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) merupakan
lembaga yang berfungsi untuk mewakili kepentingan daerah dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. DPD berperan dalam penyusunan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta hal-
hal yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Dalam menjalankan tugasnya,
dukungan dan partisipasi aktif dari elemen-elemen daerah, termasuk
organisasi masyarakat lokal, menjadi sangat penting.
Organisasi masyarakat lokal berperan sebagai perwakilan dari berbagai
kelompok dalam masyarakat di tingkat lokal. Mereka mewakili berbagai
sektor dan kepentingan, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan
hidup, dan banyak lagi. Dalam konteks ini, organisasi masyarakat lokal
memiliki peran penting dalam mengkomunikasikan kepentingan dan aspirasi
masyarakat kepada anggota DPD.
Anggota DPD, khususnya yang berada di Komisi I, kemudian dapat
mewakili dan menyuarakan kepentingan dan aspirasi tersebut dalam proses
pembuatan kebijakan di tingkat pusat. Sebagai contoh, anggota DPD dapat
mendorong kebijakan atau undang-undang yang mendukung pengembangan
infrastruktur di daerah, pengembangan industri lokal, peningkatan layanan
kesehatan, dan sebagainya.
Dalam hal ini, organisasi masyarakat lokal berperan sebagai 'jembatan'
antara masyarakat dan anggota DPD. Mereka membantu memastikan bahwa
suara dan kepentingan masyarakat di tingkat lokal dapat terwakili dengan baik
di tingkat pusat.

31
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan teori lembaga
perwakilan. Dalam demokrasi, penting bagi semua kelompok dalam
masyarakat untuk memiliki suara dan representasi dalam proses pengambilan
keputusan. Sementara itu, teori lembaga perwakilan menekankan pentingnya
adanya wakil yang dapat mewakili dan menyuarakan kepentingan dan aspirasi
masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.
Jadi, hubungan antara Komisi I DPD RI dan organisasi masyarakat lokal
merupakan contoh konkret dari penerapan teori lembaga perwakilan dalam
praktek. Hubungan ini memungkinkan adanya pertukaran informasi dan
aspirasi antara tingkat lokal dan pusat, dan membantu memastikan bahwa
kepentingan dan aspirasi masyarakat di tingkat lokal dapat terwakili dengan
baik dalam proses pembuatan kebijakan di tingkat pusat.
Maka, dalam konteks Banten, dapat diasumsikan bahwa organisasi lokal
memiliki peran yang sama pentingnya. Misalnya, jika organisasi lokal tersebut
adalah asosiasi petani, mereka mungkin akan mendukung anggota DPD
Banten yang mewakili kepentingan mereka, seperti pengembangan
infrastruktur pertanian atau perlindungan terhadap produk lokal. Atau jika
organisasi lokal tersebut adalah asosiasi usaha kecil dan menengah, mereka
mungkin akan mendukung anggota DPD yang mewakili kepentingan mereka,
seperti pengembangan infrastruktur dan regulasi yang mendukung
pertumbuhan usaha kecil dan menengah.
Dengan demikian, hubungan antara Lembaga Komisi I DPD RI dengan
elemen daerah tidak hanya terbatas pada representasi politik, tetapi juga pada
pertukaran keuntungan dan dukungan mutual yang dapat menguntungkan
kedua belah pihak. Pada akhirnya, hal ini dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Selain pertanian dan industri kecil, ada berbagai sektor lainnya di Banten
yang juga mendapat dukungan dari organisasi lokal dan dipresentasikan oleh
anggota DPD mereka. Ini mencakup sektor pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, dan lingkungan hidup.
Misalkan dalam sektor pendidikan, organisasi lokal seperti komite sekolah
dan asosiasi guru dapat mendukung anggota DPD Banten dalam
mengadvokasi peningkatan alokasi anggaran untuk pendidikan,
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan daerah, dan
penguatan infrastruktur pendidikan seperti pembangunan atau renovasi
sekolah.
Selain itu, dalam sektor kesehatan, organisasi lokal seperti asosiasi tenaga
medis dan komunitas kesehatan masyarakat dapat berkolaborasi dengan
anggota DPD Banten dalam mendorong kebijakan kesehatan yang

32
menguntungkan masyarakat, seperti peningkatan akses ke layanan kesehatan
berkualitas, peningkatan anggaran untuk fasilitas kesehatan di daerah, dan
program-program kesehatan masyarakat.
Tidak ketinggalan, dalam sektor infrastruktur, organisasi lokal seperti
asosiasi kontraktor dan komunitas pedagang dapat mendukung anggota DPD
Banten dalam mendorong pembangunan infrastruktur yang menguntungkan
masyarakat dan perekonomian daerah, seperti pembangunan jalan, pelabuhan,
dan pasar.
Terakhir, dalam sektor lingkungan hidup, organisasi lokal seperti
kelompok masyarakat peduli lingkungan dan asosiasi petani organik dapat
berkolaborasi dengan anggota DPD Banten dalam mempromosikan kebijakan
lingkungan yang berkelanjutan, seperti perlindungan hutan dan lahan gambut,
pengembangan pertanian organik, dan peningkatan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pelestarian lingkungan.
Secara keseluruhan, melalui berbagai kasus ini, kita dapat melihat bahwa
hubungan antara Lembaga Komisi I DPD RI dan elemen daerah tidak hanya
menguntungkan satu pihak, tetapi membantu dalam pencapaian tujuan
bersama. Oleh karena itu, penting bagi elemen-elemen daerah untuk terus
berpartisipasi dan mendukung anggota DPD mereka dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
IMPLIKASI HUBUNGAN ELEMEN MASYARAKAT DAN DPD RI
Pertama, sektor pendidikan. Organisasi lokal yang terlibat dalam
pendidikan, seperti komite sekolah dan asosiasi guru, memiliki kepentingan
dalam memastikan bahwa sistem pendidikan lokal mencerminkan kebutuhan
dan kepentingan masyarakat setempat. Dengan mendukung anggota DPD
mereka, mereka bisa berharap untuk melihat peningkatan alokasi anggaran
untuk pendidikan, perbaikan infrastruktur sekolah, dan pengembangan
kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan lokal. Implikasinya adalah
peningkatan kualitas pendidikan di Banten, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan peluang kerja dan daya saing ekonomi daerah. Namun pada
realitas nya berkebalikan dan tingkat pendidikan terendah masih ada di Banten
Kedua, sektor kesehatan. Organisasi lokal seperti asosiasi tenaga medis
dan komunitas kesehatan masyarakat berkepentingan dalam mendorong
peningkatan akses masyarakat ke layanan kesehatan berkualitas. Dukungan
mereka terhadap anggota DPD dapat membantu meningkatkan anggaran untuk
fasilitas kesehatan, pengembangan program kesehatan masyarakat, dan
kebijakan yang menargetkan isu kesehatan spesifik di daerah tersebut.
Implikasinya adalah peningkatan kesehatan masyarakat secara keseluruhan,
yang dapat berdampak positif terhadap produktivitas dan kualitas hidup

33
masyarakat. Namun hal tersebut berkebalikan dengan adanya kontekstual
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, terlihat bahwa fasilitas rumah sakit
dan pelayanan terpadu dan masih tinggi nya angkat kematian akibat kurang
memadai masih terjadi.
Ketiga, sektor infrastruktur. Organisasi lokal seperti asosiasi kontraktor
dan komunitas pedagang berkepentingan dalam pembangunan infrastruktur
yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Melalui dukungan terhadap
anggota DPD, mereka dapat mendorong pembangunan infrastruktur seperti
jalan, pelabuhan, dan pasar. Implikasinya adalah peningkatan aksesibilitas dan
mobilitas, yang dapat mendukung aktivitas ekonomi dan menciptakan
lapangan kerja baru. Namun hal tersebut berkelindan dengan banyaknya
pengangguran di Banten.
Keempat, sektor lingkungan hidup. Organisasi lokal seperti kelompok
masyarakat peduli lingkungan dan asosiasi petani organik berkepentingan
dalam mempromosikan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. Melalui
dukungan mereka terhadap anggota DPD, mereka dapat mendorong
perlindungan lingkungan, pengembangan pertanian organik, dan peningkatan
kesadaran masyarakat. Implikasinya adalah pelestarian lingkungan dan
peningkatan kualitas hidup melalui praktek-praktek yang lebih ramah
lingkungan. Pada sektor lingkungan hidup yang terjadi pada kondisi serta
dilapangan banyak terjadinya perusakan dan pembukaan lahan besar besaran
dialihfungsikan menjadi perumahan modern menjadi hal yang lumrah namun
tidak melihat aspek insfrastuktur.
Hubungan antara Komisi I DPD RI dan elemen daerah sangatlah penting,
tidak hanya bagi keberhasilan anggota DPD dalam melaksanakan tugas dan
fungsi mereka, tetapi juga bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di
daerah tersebut. Namun hal tersebut harus diiringi dengan kepentingan
masyrakat yang spesifik dan aktual tidak hanya segelintir saja.
Identifikasi kepentingan daerah biasanya melibatkan pengumpulan dan
analisis informasi tentang berbagai isu dan kebutuhan di tingkat lokal. Ini bisa
melibatkan berbagai metode, termasuk survei, konsultasi publik, dan diskusi
dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat
lokal, pejabat pemerintah daerah, dan warga biasa.
Organisasi masyarakat lokal memiliki peran penting dalam proses ini,
karena mereka seringkali memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-
isu lokal dan kebutuhan masyarakat. Mereka bisa membantu dalam
mengidentifikasi isu-isu krusial, seperti pembangunan infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, perlindungan lingkungan, dan banyak lagi.

34
Oleh karena itu, mereka memiliki alasan yang kuat untuk mendukung anggota
DPD RI menjadi pejabat publik. Berikut adalah beberapa alasan yang mungkin
mendorong organisasi lokal untuk melakukan hal tersebut (Kubangun,2007) :
1. Mewakili Kepentingan dan Aspirasi Lokal: Organisasi lokal mungkin
berkeinginan untuk mendukung anggota DPD menjadi pejabat publik
karena mereka percaya bahwa hal tersebut dapat membantu dalam
mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal di tingkat pusat.
Sebagai pejabat publik, anggota DPD dapat mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan dan berusaha untuk memastikan bahwa kebijakan
tersebut mencerminkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat.
2. Meningkatkan Pembangunan Daerah: Organisasi lokal juga mungkin
mendukung anggota DPD menjadi pejabat publik karena mereka percaya
bahwa hal tersebut dapat membantu dalam mempromosikan dan
mempercepat pembangunan di daerah mereka. Sebagai pejabat publik,
anggota DPD dapat memperjuangkan alokasi anggaran dan sumber daya
yang lebih besar untuk daerah mereka, yang pada gilirannya dapat
digunakan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
3. Meningkatkan Keterwakilan Daerah: Terakhir, organisasi lokal mungkin
mendukung anggota DPD menjadi pejabat publik karena mereka percaya
bahwa hal tersebut dapat membantu dalam meningkatkan keterwakilan
daerah di tingkat pusat. Dengan memiliki lebih banyak wakil di tingkat
pusat, daerah tersebut dapat memiliki suara yang lebih kuat dalam proses
pengambilan keputusan dan dapat mempengaruhi arah kebijakan nasional.
Dalam proses ini, dukungan dari organisasi lokal dapat mempengaruhi
jalannya karir politik anggota DPD, membantu mereka dalam membangun
reputasi dan memperoleh dukungan lebih luas. Dukungan tersebut juga dapat
memberikan legitimasi tambahan kepada anggota DPD, menunjukkan bahwa
mereka benar-benar mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat
(Toding,2017)
Artikulasi Kepentingan Daerah
Setelah kepentingan daerah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah
artikulasi, atau penyampaian kepentingan tersebut dalam bentuk yang dapat
dipahami dan diperjuangkan. Ini biasanya melibatkan pengembangan argumen
atau narasi yang menunjukkan pentingnya isu tersebut bagi masyarakat lokal,
dan mengapa perlu ada tindakan atau perubahan kebijakan di tingkat pusat.
Anggota DPD memiliki peran penting dalam artikulasi ini. Mereka harus
mampu mengkomunikasikan kepentingan daerah mereka dengan efektif

35
kepada pihak lain di tingkat pusat, termasuk anggota DPD dari daerah lain,
anggota pemerintah, dan publik luas.
Identifikasi dan artikulasi kepentingan daerah adalah proses yang penting
dan berkelanjutan. Ini membantu memastikan bahwa suara dan aspirasi
masyarakat di tingkat lokal terdengar dan dipertimbangkan dalam proses
pembuatan kebijakan di tingkat pusat.
Dominasi Kepentingan Tertentu dalam Konteks Lokal Banten
Dalam dinamika hubungan antara lembaga DPD RI dan elemen daerah,
terkadang ada potensi dominasi kepentingan tertentu. Konteks lokal di Banten,
sebagai salah satu provinsi di Indonesia, dapat digunakan sebagai contoh
untuk menguraikan fenomena ini.
Dalam konteks Banten, kepentingan tertentu yang mungkin mendominasi
bisa berkaitan dengan sektor ekonomi tertentu, kelompok etnis, atau kelompok
politik. Sebagai contoh, Banten dikenal dengan sektor industri dan
perdagangannya yang kuat. Oleh karena itu, kepentingan yang berkaitan
dengan sektor ini, seperti kebijakan infrastruktur atau insentif fiskal untuk
industri, mungkin cenderung mendominasi dalam diskusi dan kebijakan di
tingkat daerah dan juga dalam advokasi yang dilakukan oleh anggota DPD
dari Banten.
Selain itu, kepentingan politik juga bisa mendominasi, terutama dalam
tahun-tahun menjelang pemilihan. Kelompok politik atau individu dengan
sumber daya dan pengaruh yang besar bisa berusaha untuk mempengaruhi
kebijakan dan program dalam cara yang menguntungkan mereka, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Dominasi kepentingan tertentu ini bisa memiliki dampak negatif, karena
dapat mengakibatkan kepentingan dan aspirasi kelompok lain menjadi kurang
terwakili. Ini bisa menciptakan ketidakpuasan dan konflik, serta melemahkan
legitimasi dan efektivitas lembaga perwakilan.
Untuk mengatasi ini, penting untuk memastikan bahwa proses identifikasi
dan artikulasi kepentingan daerah melibatkan berbagai kelompok dan sektor
dalam masyarakat. Transparansi, partisipasi publik, dan mekanisme kontrol
dan akuntabilitas yang kuat juga penting untuk memastikan bahwa
kepentingan semua kelompok dalam masyarakat diwakili dengan adil dan
seimbang.
Dominasi Kepentingan dalam Konteks Organisasi Masyarakat:
Hubungan KNPI Banten

36
Dalam konteks hubungan antara Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI) dan elemen daerah, organisasi masyarakat, seperti
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), bisa menjadi aktor yang penting.
Meski demikian, ada kemungkinan kepentingan tertentu mendominasi,
terutama bila organisasi tersebut lebih cenderung mendukung kepentingan
elite ketimbang masyarakat secara luas.
KNPI, sebagai organisasi kepemudaan, seharusnya mewakili suara dan
aspirasi pemuda di tingkat lokal. Namun, dalam kasus Banten, jika KNPI
cenderung mendukung kepentingan elite politik atau ekonomi, hal ini bisa
menjadi isu yang serius Dominasi kepentingan elite ini bisa mempengaruhi
kebijakan dan program yang diajukan dan dipromosikan oleh KNPI, serta
advokasi mereka terhadap anggota DPD dari Banten.
Dampak dari dominasi ini bisa beragam. Salah satunya adalah partisipasi
masyarakat yang rendah, karena masyarakat merasa bahwa suara dan
kepentingan mereka tidak terwakili (Chaniago,2018). Kondisi ini bisa
melemahkan legitimasi dan efektivitas KNPI sebagai organisasi masyarakat,
dan juga anggota DPD yang mereka dukung. Selain itu, ini juga bisa
menciptakan ketidakpuasan dan konflik sosial, dan dalam jangka panjang, bisa
menghambat pembangunan dan kemajuan daerah.
Untuk mengatasi dominasi kepentingan ini, beberapa langkah yang bisa
diambil antara lain adalah memperkuat mekanisme partisipasi dan representasi
dalam KNPI sendiri, misalnya melalui pemilihan internal yang demokratis dan
inklusif. Selain itu, KNPI dan organisasi masyarakat lainnya juga perlu
memastikan bahwa mereka melibatkan masyarakat secara luas dalam proses
identifikasi dan artikulasi kepentingan daerah.
Akhirnya, anggota DPD juga memegang peran penting dalam hal ini.
Mereka harus memastikan bahwa mereka mewakili semua kelompok dan
kepentingan dalam masyarakat, bukan hanya yang didukung oleh organisasi
masyarakat tertentu. Dengan demikian, mereka bisa membantu mencegah
dominasi kepentingan dan memastikan bahwa semua suara dan aspirasi dalam
masyarakat terdengar dan dipertimbangkan dalam proses pembuatan
kebijakan.
Hubungan antara Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
dan organisasi masyarakat seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
biasanya bersifat simbiotis, di mana masing-masing pihak mendapatkan
manfaat tertentu dari kerja sama mereka. Berikut adalah beberapa contoh
potensial dari apa yang bisa diberikan oleh DPD RI kepada KNPI, dan
sebaliknya:

37
Akses ke Proses Pengambilan Kebijakan: DPD RI, sebagai bagian dari
lembaga perwakilan di tingkat pusat, dapat memberikan akses kepada KNPI
ke proses pengambilan kebijakan, baik melalui konsultasi formal maupun
melalui dialog dan diskusi informal.
Pengakuan dan Legitimasi: Dukungan dari DPD RI dapat memberikan
pengakuan dan legitimasi kepada KNPI, yang dapat meningkatkan status dan
pengaruh mereka di masyarakat.
Dukungan untuk Program dan Kegiatan: DPD RI juga bisa mendukung
program dan kegiatan KNPI, misalnya melalui dukungan politik, promosi,
atau bahkan pendanaan dalam beberapa kasus.
Keterhubungan antara KNPI dengan DPD tidak lain dengan adanya timbal
balik yang seharusnua dilakukan oleh KNPI berikan kepada DPD RI:
1. Suara dan Dukungan Masyarakat: Sebagai organisasi masyarakat,
KNPI dapat membantu anggota DPD mendapatkan dukungan dari
masyarakat, terutama dari kalangan pemuda.
2. Wawasan tentang Isu-isu Lokal: KNPI, dengan pengetahuan dan
pengalaman mereka di tingkat lokal, bisa memberikan wawasan penting
tentang isu-isu lokal dan kebutuhan masyarakat, yang bisa membantu
anggota DPD dalam pekerjaan mereka.
3. Pelayanan kepada Masyarakat: KNPI juga bisa membantu anggota DPD
dalam melayani masyarakat, misalnya melalui pelaksanaan program dan
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam hubungan semacam ini, penting bagi kedua pihak untuk
memastikan bahwa kerja sama mereka sejalan dengan kepentingan masyarakat
dan mematuhi prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang
baik. Ini akan membantu mencegah dominasi kepentingan dan memastikan
bahwa kerja sama mereka memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Kerjasama antara organisasi masyarakat seperti Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD
RI) tidak hanya melibatkan aspek formal, tetapi juga aspek informal, seperti
pengelolaan anggaran dan potensi konflik kepentingan. Berikut ialah aspek
informal yang dilakukan:
Pengelolaan Anggaran:
1. Dukungan Finansial: Salah satu aspek informal yang mungkin terjadi
dalam hubungan antara KNPI dan DPD RI adalah dukungan finansial.
Misalnya, KNPI mungkin mendapatkan dana dari DPD RI atau anggota

38
DPD tertentu untuk mendukung kegiatan dan program mereka. Hal ini
mungkin dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan yang berdampak
positif bagi masyarakat Banten, tetapi juga dapat menimbulkan potensi
konflik kepentingan jika dana tersebut digunakan untuk tujuan pribadi atau
politik.
2. Anggaran Indirek: DPD RI mungkin juga memberikan dukungan indirek
kepada KNPI dalam bentuk fasilitas atau layanan yang ditanggung oleh
anggaran DPD. Misalnya, DPD mungkin menyediakan ruang pertemuan
atau fasilitas lainnya untuk kegiatan KNPI. Meski mungkin bermanfaat,
praktik ini juga bisa menimbulkan konflik kepentingan jika tidak ditangani
dengan transparan dan akuntabel.
Konflik Kepentingan:
Dukungan Politik: KNPI bisa memberikan dukungan politik kepada
anggota DPD atau calon anggota DPD, misalnya melalui kampanye atau
dukungan lainnya. Meskipun ini mungkin legal dan sah, tetapi dapat
menimbulkan konflik kepentingan jika KNPI kemudian mendapatkan
preferensi atau perlakuan khusus dari anggota DPD tersebut.
Pengaruh dalam Kebijakan: KNPI juga bisa mencoba mempengaruhi
kebijakan atau keputusan DPD demi kepentingan mereka sendiri.
Misalnya, mereka mungkin berusaha mempengaruhi anggota DPD untuk
mendukung kebijakan yang menguntungkan organisasi mereka, atau
memberikan mereka akses ke sumber daya atau kesempatan. Praktik ini
bisa menimbulkan konflik kepentingan dan merusak integritas dan
efektivitas DPD dan KNPI.
Pengelolaan anggaran dan politisasi kepemimpinan dalam organisasi
seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) bisa menimbulkan
sejumlah dampak negatif, terutama dalam konteks hubungan mereka dengan
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Berikut contohnya:
Korupsi dan Penyalahgunaan Dana: Salah satu risiko utama dari
pengelolaan anggaran yang buruk adalah korupsi dan penyalahgunaan
dana. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk program dan
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat bisa disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi atau politik. Ini bisa merugikan masyarakat dan
merusak reputasi dan legitimasi KNPI dan DPD RI.
Ketidakadilan dan Ketidaksetaraan: Pengelolaan anggaran yang tidak
transparan dan tidak adil juga bisa menciptakan ketidakadilan dan
ketidaksetaraan. Misalnya, sumber daya mungkin hanya dialokasikan
kepada kelompok atau individu tertentu yang memiliki hubungan dekat

39
dengan KNPI atau DPD, sementara yang lain tidak mendapatkan manfaat
yang sama.
Politisasi Kepemimpinan KNPI:
Erosi Nilai dan Tujuan Organisasi. Politisasi kepemimpinan dalam KNPI
bisa merusak nilai dan tujuan organisasi. Sebagai organisasi kepemudaan,
tujuan KNPI seharusnya adalah untuk mewakili dan melayani kepentingan
pemuda. Namun, jika kepemimpinan organisasi terlalu politis, tujuan ini
bisa terabaikan dan organisasi bisa menjadi alat untuk kepentingan politik
tertentu.
Alienasi dan Kecemasan Anggota. Politisasi kepemimpinan juga bisa
menimbulkan alienasi dan kecemasan di antara anggota KNPI. Jika
anggota merasa bahwa kepemimpinan organisasi terlalu politis dan tidak
mewakili kepentingan mereka, mereka mungkin merasa tidak berdaya dan
kecewa, dan mungkin memutuskan untuk meninggalkan organisasi.
Dampak dari hubungan elemen organisasi lokal dengan DPD
Hubungan antara organisasi lokal dengan lembaga perwakilan seperti DPD
RI memiliki dampak dan perubahan yang dapat bersifat positif maupun
negatif. Berikut alasannya
Peningkatan Representasi. Organisasi lokal seperti KNPI dapat membantu
lembaga perwakilan dalam mengidentifikasi dan mewakili kepentingan
masyarakat setempat dengan lebih efektif, sehingga kebijakan yang
dihasilkan lebih reflektif terhadap kebutuhan masyarakat.
Peningkatan Keterlibatan Masyarakat. Hubungan ini dapat mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pengambilan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui peran aktif organisasi lokal seperti
KNPI.
Pembangunan Daerah yang Lebih Baik. Organisasi lokal dapat
berkolaborasi dengan lembaga perwakilan untuk mengadvokasi
pembangunan dan program-program tertentu yang menguntungkan daerah
mereka, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, dalam konteks
KNPI bisa mendulang arah pemuda kedepan termasuk cermin dari
organisasi tersebut.
Namun ketika ada perubahan dan membawa beberapa hal yang positif
namun dampak negatif dan cerminan dari studi kasus yang terjadi pada
KNPI berdampak signifikan,
Polarisasi Politik. Jika organisasi lokal seperti KNPI terlalu erat dengan
lembaga perwakilan tertentu, hal ini bisa menimbulkan polarisasi politik,

40
di mana masyarakat yang tidak sejalan dengan pandangan organisasi lokal
tersebut merasa tidak diwakili.
Potensi Korupsi dan Nepotisme. Dalam beberapa kasus, hubungan yang
terlalu erat antara organisasi lokal KNPI dan lembaga perwakilan dapat
berpotensi menciptakan ruang untuk korupsi, nepotisme, atau
penyalahgunaan kekuasaan.
Dominasi Kepentingan Tertentu. Jika organisasi lokal yang memiliki
sumber daya atau pengaruh besar mendominasi hubungan dengan lembaga
perwakilan, bisa jadi kepentingan kelompok lain menjadi kurang terwakili.
Jadi, sementara hubungan antara organisasi lokal dan lembaga perwakilan
memiliki banyak potensi positif, penting juga untuk mengenali dan mengelola
risiko negatifnya. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang luas
adalah kunci untuk memastikan bahwa hubungan ini memberikan manfaat
terbaik bagi semua pihak. (Amir, 2018). Hingga keterwakilan masyarakat bisa
terhubung dengan baik, agar aspek dominasi yang disebutkan tidak berdampak
pada nepotisme dan sifat dari koruptif, sehingga hanya menguntungkan
keberpelahan pihak sebagai formalitas belaka.

41
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kelahiran DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan bentuk
kebijakan guna mencari penyeimbang dalam tatanan pemerintahan, ini
juga sesuai dengan perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Tujuannya adalah memperluas
partisipasi daerah dalam kehidupan nasional dan memperkuat
persatuan negara. DPD memiliki fungsi legislasi, pengawasan,
penganggaran. Dalam fungsi legislasi, DPD dapat mengajukan RUU,
memberikan pendapat, dan membahas RUU bersama DPR. Dalam
fungsi pengawasan, DPD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang dan menerima hasil pemeriksaan
keuangan negara. DPD RI memiliki tugas dan wewenang yang
mencakup pengajuan usul dan pembahasan RUU, pertimbangan atas
RUU dan pemilihan anggota BPK, serta pengawasan pelaksanaan
undang-undang.
DPD dibentuk untuk meminimalisir terjadinya respon pusat yang
tidak sigap. Dengan adanya DPD diharapkan seluruh aspirasi dari
masyarakat melalui daerah nya masing-masing dapat didengar secara
menyeluruh dan ditindaklanjuti. Sementara tugas dan fungsi seringkali
menjadi formalitas belaka, kita tidak boleh lupa bahwa politisasi
kepentingan masyarakat yang tidak terartikulasi menjadi hal yang
sering terjadi. Adanya organisasi sebagai jembatan kepentingan
masyarakat kerap menjadi multitafsir, dimana kepentingan dilihat
hanya dari sisi timbal balik apa yang diberikan kepada DPD RI, bukan
pada manfaat yang sesungguhnya untuk masyarakat. Dalam hal ini,
KNPI sebagai ranah organisasi pemuda belum sepenuhnya mewakili
suara dan kebutuhan masyarakat maupun kaum pemuda. Kekuatan
mereka seharusnya tidak hanya sebatas pada politik pasir semata,
melainkan berkontribusi pada pembangunan karakter dan
kepemimpinan generasi muda.
Untuk meningkatkan artikulasi kepentingan masyarakat, kita harus
lebih fokus pada permasalahan umum yang sering kali menimpah
masyarakat tersebut. Pendekatan ini memastikan bahwa kepentingan
atas diawasi dengan baik dan dapat mendorong adanya solusi yang
berorientasi pada masyarakat. Selain itu, peran aktif masyarakat
sangat penting dalam hal ini. Masyarakat yang aktif bukan hanya

42
membantu memonitor dan mengevaluasi pemerintahan, tetapi juga
berpartisipasi dalam menciptakan perubahan yang mereka inginkan.
Penting bagi kita untuk menggali lebih dalam tugas dan fungsi
organisasi seperti DPD RI dan KNPI dalam mewakili dan merespon
kepentingan masyarakat. Selain itu, peran aktif masyarakat harus terus
ditingkatkan, karena ini adalah kunci untuk memastikan bahwa
kepentingan mereka terwakili dan isu-isu yang menimpah mereka
ditangani dengan efektif. Hanya dengan begitu kita dapat memastikan
bahwa kepentingan masyarakat benar-benar diperjuangkan, dan bukan
hanya menjadi formalitas belaka.
Dominasi kepentingan seringkali menimbulkan tantangan dalam
sistem pemerintahan dan organisasi sosial. Kepentingan individu atau
kelompok tertentu yang mendominasi, dapat menciptakan
ketidakseimbangan dan menghalangi kemajuan sektor lainnya. Ini
juga berpotensi merusak prinsip demokrasi yang berusaha untuk
mewakili kepentingan semua anggota masyarakat, bukan hanya
sekelompok orang tertentu.
Ketika dominasi kepentingan menjadi ciri khas suatu organisasi
atau pemerintahan, keadilan dan kesetaraan menjadi terancam.
Masyarakat menjadi terpecah oleh batas-batas yang dibuat oleh
dominasi ini, yang memperdalam jurang antara mereka yang memiliki
kekuatan dan mereka yang tidak. Misalnya, dalam konteks DPD RI
dan KNPI, jika kepentingan tertentu terus mendominasi, maka suara
dan kebutuhan masyarakat luas dan kaum muda bisa terabaikan.
Seharusnya, dominasi kepentingan seharusnya bisa dihindari dan
dikelola dengan baik. Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan
mekanisme kontrol dan keseimbangan, yang memastikan bahwa setiap
kepentingan diberi kesempatan yang adil untuk diwakili dan
dipertimbangkan. Selain itu, masyarakat juga harus diajarkan untuk
menjadi aktif dan berpartisipasi dalam proses politik dan sosial,
sehingga mereka dapat menyuarakan kepentingan mereka dan
menghindari dominasi oleh sekelompok orang atau kepentingan
tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

43
Toding, A. (2017). DPD dalam Struktur Parlemen Indonesia: Wacana
Pemusnahan Versus Penguatan. Jurnal Konstitusi, 14(2), 295-314.
Amir, A. M. (2021). PERAN ELIT PARTAI DALAM PENENTUAN CALON
ANGGOTA LEGISLATIF 2019 (STUDI KASUS PARTAI AMANAT DAPIL 1
KOTA MAKASSAR) (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Utami, B. (2022). KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH (Doctoral
dissertation, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu).
Chaniago, P. S. (2018). Dinamika Politik dan Tarik-Menarik Kepentingan Elite
Politik Dalam Penguatan Fungsi DPD RI. Communitarian: Jurnal Prodi Ilmu
Politik, 1(1).
Jayadi, H., & Nugraha, L. G. Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Dalam
Sistem Parlemen Indonesia Berdasarkan UUD 1945.
Nugroho, J., Mau, H. A., & Candra, M. (2022). PENGUATAN
KELEMBAGAAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. SEIKAT: Jurnal Ilmu
Sosial, Politik dan Hukum, 1(2), 88-93.
Mahfud, M. Q. SIKAP TOLERANSI DAN FENOMENA KONFLIK
KEHIDUPAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KOTA CILEGON DALAM
PERSPEKTIF HADIS.
Wati, F. M. (2023). Perlawanan Hidden Transcript oleh Kaum Minoritas
terhadap Dominasi Praktik Intoleransi: Studi Kasus di Kutomojo (Doctoral
dissertation).
Darma, M. (2016). Pentingnya Keberadaan DPD RI sebagai Lembaga
Penyeimbang di Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 4(1), 10-14.
Bahari, M. A., & Hidayat-Sardini, N. (2022). PERANAN ANGGOTA DPD RI
DAPIL JATENG DALAM MENINGKATKAN FUNGSI-FUNGSI
PERWAKILAN DAERAH (Studi Kasus Anggota DPD Jawa Tengah Periode
2014-2019). Journal of Politic and Government Studies, 12(1), 349-368.
ROSANDY, N., Yunindyawati, Y., & Randi, R. (2022). PERAN ANGGOTA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD RI SUMSEL) DALAM
MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN DAERAH SUMATERA
SELATAN (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

44
Widiyanto, Y. P., & Anita, A. (2022). PENERAPAN SISTEM STRONG
BICAMERALISM: SOLUSI PENGUATAN DPD DITENGAH GEMPURAN
PANDANGAN PEMBUBARANNYA. Jurnal Jendela Hukum, 9(2), 107-116.
GEOFALIN, A. (2023). FUNGSI KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN
DAERAH REPUBLIK INDONESIA DALAM KEIKUTSERTAAN
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-PERUNDANGAN
TERKAIT DENGAN KEPENTINGAN DAERAH MENURUT UNDANG-
UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
WEBSITE RESMI DPD RI (www.dpdri.go.id)
Undang-Undang Dasar RI No. 22D Ayat 1 Tahun 1945
Rosandy, Novri. (2022). Peran Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI
SUMSEL) dalam Memperjuangkan Kepentingan Daerah Sumatera Selatan.
Sriwijaya University.
Widodo, Wahyu. 2014. Peran dan Fungsi DPD RI dalam Rangka Menuju
Sistem Bikameral yang Efektif melalui Amandemen UUD 1945 Ke-5. Jurnal
Pembaharuan Hukum, 1(2), 121-131.
Tewernussa, Susana. 2017. Konsep Ideal Dean Perwakilan Daerah di
Indonesia. Ilmu Hukum Pascasarjana UKSW.
Purnama, Eddy. 2014. Lembaga Perwakilan dan Chcks and Balances dalam
Kekuasaan Negara. Jurnal Ilmu Hukum, 16(2), 259-275.
Kadir, Andi Gau. 2016. Transparansi Llegislatif dalam Lembaga Perwakilan
Rakyat. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Indonesia. 1(1), 35-40.
Golap, Milyadi. 2017. Eksistensi Fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dalam Sistem Ketatangaraan Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar
Nnegra Republik Indonesia 1945. Jurnal Noken : Ilmu-ilmu Sosial, 2(2), 50-
67.
Toding, Adventus. 2017. DPD dalam Struktur Parlemen Indonesia: Wacana
Pemusnahan Versus Penguatan. Jurnal Konstitusi, 14(2), 295-314.
Setio, Stevanus Eevan. 2013. Fungsu Legislasi DPD dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana, 2(2), 44210.

45
LAMPIRAN
Dokumentasi Foto

(Gambar 1, 2, 3, dan 4 : Sidang Paripurna DPD RI)

46
(Gambar 5 : Kedatangan Kedua ke Kantor DPD Provinsi Banten)

(Gambar 6 : Kedatangan Pertama ke Kantor DPD Provinsi Banten)

(Gambar 7 : Surat Izin Mencari Data)

47
Transkip Wawancara
N : narasumber
M : mahasiswa

M: setelah sebelumnya berdiskusi dengan humas dpd prov banten untuk


mempersingkat waktu juga izin untuk masuk sesi wawancara ya ibu

N: boleh, silahkan

M: izin memperkenalan diri saya Revaldi Naufal Zahir mahasiswa untirta


jurusan ilmu pemerintahan ibu bersama teman saya febri dan annisa ingin
menanyakan pertanyaan pertama kami yaitu terkait karir politik ibu
andiara?

N: ya karir politik saya setelah lulus studi saya memang langsung


mengarah dpd ya, saya di tahun 2014 sudah mencalonkan diri sebagai
anggota dpd ri provinsi banten kebetulan yang paling muda pada saat itu
25 tahun dan alhamdulillah di percaya untuk mengemban amanah.
Kemudian pada tahun 2019 saya mencalonkan lagi untuk periode ke 2
alhamdulillah lagi saya masih di percaya dan mendapatkan suara
terbanyak pada saat itu dan bismillah di periode yang akan datang saya
akn mencalonkan lagi dan sudah melalui proses di KPU.

M: baik, artinya memang karir politik ibu yang pertama langsung di dpd ri
ya bu dan sudah 2 periode.

N: betul, karna dpd ini kan memang kalau di amerika senator ya


representasi dari tiap daerah dan di indonesia ini memang di wakili oleh 4
perwakilan di tiap daerah kalo di provinsi banten ini ada saya, pak habib,
pak abi, dan pak ali ridho

M: oke baik ibu, selanjutnya kita sebagai mahasiswa pemerintahan kan


belajar terkait kebijakan, bagaimana strategi pemilu, pemilu itu sendiri nah
yang mau saya tanyakan adalah bagaimana strategi pemilu yang ibu
lakukan selama 2 periode dan alhamdulillah bisa dipercaya masyarakat,
apakah ada strategi - strategi khusus ibu mohon izin?

N: ya jadi untuk strategi selama saya di amanahi 2 periode ini dan


mendapatkan suara terbanyak sekitar 1 juta 2 ratus jiwa di banten dan ini
juga adalah suara terbanyak selama dpd itu hadir tentunya juga dijadikan
sebagai modal dalam mewakili banten adapun strategi itu adalah trust ya
kepercayaan yang saya bangun di masyarakat dan sampai saat ini terus
meningkat, selain kepercayaan juga sampai saat ini saya membina
organisasi - organisasi kedaerahaan seperti PMI, karangtatruna, knpi,
kemudian organisasi khas di banten seperti jawara, pendekar, debus, dll
nah sejauh ini saya membina mereka yang mempunyai kiprah di
masyarakat dan saya memperoleh elektoral dari sana. Selain itu karena di
banten ini memiliki kultur ulama maka saya turut menggandeng para

48
ulama dan pondok pesantren di banten, nah kepercayaan ini mungkin
bentuk impresi juga ya dari masyarakat jadi alhamdulillah saya bisa
menang.

M: oke baik ibu artinya memang ibu menggandeng organisasi dan unsur
unsur lokal ya bu selain itu juga tadi ada kultur ulama dan pondok
pesantren.

N: iya betul

M: baik pertanyaan ketiga ibu, adakah hambatan yang ibu hadapi dalam
mengahadapi kontestasi politik dalam konteks pemilu karna sejujurnya
kami ingin tahu hambatan di dalam pemilu tu hambatan yang seperti apa
ibu untuk menjadi seorang anggota dpd di banten?

N: ya kalo kontestasi pemilu itu ibaratkan mata uanh itu ada 2 sisi tentu
selain dari strategi kita medapatkan eleksi juga kita punya tantangan ya
kalo saya nyebutnya karna kalau hambatan terlalu "bagaimana", nah
hambatan itu saya transformasi menjadi tantangan sejauh ini memang
yang kami temukan di lapangan tentu ya selain rivalitas karna di politik
juga kn ada rivalitas yakarna kan yang mencalonkan bukan 1-2 orang
untuk di banten selalu diatas 20 orang dan yang dipilih hanya 4 orang nah
hambatan selanjutnya adalah medan dan jarak ya karena banten ini kan
sangat luas ya seperti lebak itu kan di paling ujung ya yang secara domisili
saya kan tangsel jadi secara medan dan jarak itu juga menjadi tantangan,
begitu.

M: oke baik ibu memang di politik ini rivalitasnya agak "seru" jadi bisa
menjadi hambatan juga, nah selanjutnya ibu saya ingin bertanya
sebetulnya ini pertanyaan yang normatif sih tapi saya ingin tahu menurut
anggota dpd langsung apasih tugas dan wewenang dpd yang meburut ibu
superior dan krusial?

N: secara umum ya, jadi di indonesia ini dpd termasuk yang paling muda
ya dari MPR dan DPR ya jadi dpd memang baru berusia 18 tahun nah dpd
ini memang secara fungsi berbeda ya di negara lain yang menggunakan
sistem perwakilan daerah contohnya yang tadi saya sebutkan amerika
serikt disana senator itu penentu elektoral presiden amerika tapi di
indonesia memang konteksnya dpd tidak merepresentasikan elektoral,
dpd ini sebatas representasi daerah bagaimana para anggota dpd ini
memperjuangkan daerah masing masing baik dari pengawasan atas
pelaksanaan UU, kemudian relasi pusat dan daerah, dan sejauh ini impian
desentralisasi kan memang ada keistimewaan seperti aceh, jogja, dan
papua nah keistimewaan ini memang harus dilihat lebih jernih sebagai
keragaman indonesia. Contoh di banten saya dan 3 anggota lainnya
sering melakukan pendampingan dan advokasi daerah saya sering terjun
langsung untuk mengatasi yang menjadi bagian dari komite 1 seperti
penyiaran saya mendistribusikan STB karena laporan dari diskominfo

49
setempat sebanyak 80ribu STB tidak di sebarkan maka saya panggil
menkominfo april kemarin untuk pemerataan hal tersebut, ini salah satu
tugas dpd komite 1 jadi kmi terus awasi ini.

M: baik itu artinya dpd secara general dan tadi juga menyinggungn soal
tugas fungsi komite 1, nah berbicara soal komite 1 tugas dan fungsi apa
yang paling krusial atau ada target yang diamanatkan negara tidak bu di
banten ini?

N: oke sesuai yang ada di undang undang tugas komite 1 itu terkait
otonomi daerah, tentang hukum dan HAM nah sejauh ini target atau
sidang paripurna yang akan kita lihat sama - sama nanti kan membacakan
taarget target capaian hasil dari aspirasi masyarakat atau reses kan nah
kemudian kita formulasikan melalui kajian akademik kemudian
disampaikan di sifang paripurna nanti, komite 1 di banten sejauh ini masih
memperjuangkan urusan pertahanan tata ruang karna banyak laporan dari
kementrian agraria dan BPN setidaknya 135 ribu pertahun konflik
pertahanan itu terjadi nah inilah yang menjadi target kami di komite 1
dalam penyelesaian konflik pertanahan atau lahan karna sering kali
menjadi konflik dan tidak jarang memakan korban maka kami di rapat
pimpinan selalu berdiskusi terkait pertahanan ini. Kemudian selain HAM
saya juga konsen sekali di pengawasan pemilu dan netralitas ASN karena
saya sadari di banten ini masih sangat minim soal netralitas ASN maka
saya berkordinasi dengan kesbangpol dan sekda terkait isu ini. Lalu
tentang HAM juga saya gencar memanggil kapolri terkait ini backing
membacking yang sudah bukan menjadi rahasia umum.

M: baik ibu, selanjutnya mungkin saya ingin bertanya bagaimana si


mekanisme atau proses seorang anggota dpd dalam menyerap aspirasi
masyarakat karna kan setahu saya koreksi jika salah ibu di banten ini
mahasiswa belum aktif dilibatkan dalam hal ini?

N: oke baik, dpd itu punya jadwal dalam menyerap aspirasi atau reses di
banten ini 8 kabupaten kota nah penyerapan ini memang ada di tempat
tempat yang kami rasa memerlukan saluran aspirasi. Contoh di lebak
disana itu permasalahannya adalah imigrasi karena orang lebak tidak bisa
membuat pasport kecuali di pandeglang dan itu juga menjadi aspirasi
ternyata dan sudah saya sampaikan oleh dirjen imigrasi yang kebetulan
mantan dirut krakatau steel nah memang untuk mahasiswa ini belum ya
tapi sebetulnya reses ini dikampus juga tapi mungkin memang untuk
untirta belum ya semoga bisa jadi usulan ya

M: boleh banget ibu karena kan kitw sebagai mahasiswa lokal mungkin
punya aspirasi dari hasil anaisa seorang mahasiswa banten dan siapa tau
anggota dpd ini memiliki solusi apalagi serang itu kan ibu kota banten ya
bu dan ini juga menjadi catatan oleh banyak orang terkait kondisi saat ini,
baik ibu selanjutnya saya ingin bertanya tadi kan kita berbicara tentang
HAM ya ibu nah tapi di banten ini mungkin saya mewakili juga suara

50
minoritas masih banyak penentangan penentangan pembangunan rumah
ibadah selain masjid ya ibu sedangkan beragama dan beribadah
merupakan hak semua masyarakat, nah terkait isu ini apa yang sudah dpd
lakukan ibu?

N: oke pertanyaan yang menarik dan memang agak sensitif ya, ya jadi
ketika reses kami menemukan aspirasi masyarakat kristen bahwa
bagaimana hak beribadah mereka sampai saat ini dan memang yang sulit
nya di banten ini ada perjanjian dahulu kala tentang pelarangan ini nah
tapi kamu bersama FKUB terus memperjuangkan hak mereka sambil
meminimalisir gejolak masyarakat yang selalu muncul disaat isu ini
dibahas dan memang pembangunan rumah ibadah itu perlu menempuh
persyaratan persyaratan dari beberapa kementrian ya maka kami
bersama pemkot dan pemuka agama terus berkomunikasi dan bersinergi
terkait pembangunan dan perizinan tersebut.

M: baik ibu, karena memang kasus di cilegon dan pandeglang ini memang
sangat menjamur ya sampai ada statement dari pendeta pandeglang lebih
baik kami beribadah di rumah sederhana dengan aman dan nyaman
daripada ibadah di gereja dengan hati yang tidak tenang. Baik terakhir ibu
mungkin harapan ibu kepada mahasiswa ilmu pemerintahan seperti kami
dalam konteks politik?

N: ya saya sangat bangga ya ada mahasiswa banten yang bisa sampai


senayan karena ibi pertama kalinya biasanya hanya ketum organisasi saja
yang bisa sampai kesini maka dari itu besar harapan saya kalian bisa
terus belajar dan menganalisa terkait provlematika yang ada dibanten
setelah kalian pelajari materi silahkan implementasikan nah setelah itu
kalian jangan pernah takut untuk terjun langsung seperti sekrang ini
karena materi saja tidak cukup pengalaman juga dibutuhkan maka cari lah
pengalaman sebanyak banyak nya dan kalau pun ingin sering sering
datang kesini untuk berdiskusi, menyampaikan aspirasi, dan mengikuti
kegiatan saya sangat welcome dan justru bangga karena kalian akan
menjadi generasi penerus.

M: baik ibu sangat menarik sesi wawancara dan diskusi kali ini semoga
ilmu serta pengalaman yang ibu berikan bisa bermanfaat untuk kami, saya
Revaldi mewakili temen temen izin menyudahi sesi wawancara ini dan
mohon izin ibu untuk mengikuti kegiatan rapat paripurna DPD RI.

N: baik sama sama Revaldi, silahkan.

51

Anda mungkin juga menyukai