Anda di halaman 1dari 22

Kimia Instrumentasi

EKSTRAKSI

Disusun Oleh :

EKA ANGGRIANI ODJA H012201008


FILBERT H012202002

PROGRAM PASCA SARJANA KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan hidayat-Nya, makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Tujuan

penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem

Instrumentasi, dengan judul Ekstraksi.

Dalam penyelesaian makalah ini, penyusun banyak mengalami kendala,

terutama disebabkan kurangnya sumber referensi ilmu pengetahuan yang

menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai sarana dan

prasarana, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Penyusun sadar sebagai

seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya

saran maupun kritik yang bersifat positif guna penulisan makalah yang lebih baik

di masa yang akan datang. Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca.

Makassar, April 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam ilmu kimia, pemisahan merupakan proses yang digunakan untuk
mendapatkan produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia.
Senyawa kimia yang ditemukan di alam sebagian besar tidak murni. Untuk
memperoleh materi murni dari suatu campuran, kita harus melakukan
pemisahan. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan
campuran. Metode pemisahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah
menggunakan teknik ekstraksi.
Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan dua atau lebih komponen
dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat. Ekstraksi meliputi distribusi zat
terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umum
dipakai adalah air, pelarut organik seperti klorofom, eter, dan alkohol (Zubaidi
dan Sugianto, 2020).
Proses ekstraksi dapat dibedakan berdasarkan bentuk campurannya
menjadi dua jenis, yaitu padat-cair dan cair-cair. Zat yang akan diekstraksi
dalam ekstraksi padat-cair yaitu dalam bentuk padatan. Sedangkan pada
ekstraksi cai-cair, zat yang diekstraksi yaitu dalam bentuk cairan.
Dalam prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi diantara
lapisan air dan lapisan organik sesuai dengan perbedaan kelarutannya. Ekstraksi
lebih efisien apabila dilakukan berulang dengan jumlah pelarut lebih kecil
daripada bila pelarut banyak namun hanya dilakukan ekstraksi satu kali
(Sudjadi, 1988).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa
yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode dalam ekstraksi, target
ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Beberapa target ekstraksi adalah
sebagai berikut (Sarker dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara
struktural.

Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan


dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan


penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Ekstraksi?
2. Bagaimana prinsip dasar dari ekstraksi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian ekstraksi
2. Mengetahui prinsip ekstraksi secara umum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan suatu zat dalam larutan


oleh pelarut lain yang tak dapat bercampur untuk mencapai produk murninya
(Day dan Underwood, 2002). Keuntungan cara ekstraksi adalah waktu yang
diperlukan untuk pemisahan lebih cepat, bersifat lebih sederhana, bersih dan
mudah (Basset dkk., 1994). Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk
memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin menggunakan
gugus pengganggu dalam analisia secara keseluruhan. Kadang gugus
pengganggu ini diekstraksi secara selektif (Petrucci, 1987).

Menurut Suryanto (2012), ekstraksi dapat dilakukan secara mekanis,


yaitu dengan penekanan ataupun dilakukan secara kimia, yaitu dengan
pemanasan dan penggunaan pelarut. Hasil ekstrak sangat dipengaruhi oleh
pelarut yang dipilih untuk digunakan pada proses ekstraksi. Pemilihan pelarut
pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu selektivitas, kelarutan
dan titik didih.

Dalam prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi diantara


lapisan air dan lapisan organik sesuai dengan perbedaan kelarutannya. Ekstraksi
lebih efisien apabila dilakukan berulang dengan jumlah pelarut lebih kecil
daripada bila pelarut banyak namun hanya dilakukan ekstraksi satu kali.
Pemisahan secara ekstraksi ada dua macam, yaitu ekstraksi padat-cair dan
ekstraksi cair-cair (Sudjadi, 1988).
2.2 Tujuan Ekstrasi
Metode ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat di dalam simplisia. Prinsip ekstraksi didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari


organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses
atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini
diikuti dengan uji kimia atau kromatografi yang sesuai untuk kelompok
senyawa kimia tertentu.
3. Organisme (tanaman atau hewan) yang digunakan dalam pengobatan
tradisional biasanya dibuat dengan cara Tradisional Chinese Medicine
(TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan
dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru
sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau
kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi
penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat
timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang
dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk
mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.

2.3 Jenis-jenis Ekstraksi


2.3.1 Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut
(inert) dengan menggunakan pelarut cair (Prayudo dkk., 2015). Metode
ekstraksi padat-cair berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstrasi cara panas
(Hamdani, 2009):
a. Ekstraksi cara dingin: Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama
proses ekstraksi berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan
tidak menjadi rusak. Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, yaitu:
1. Maserasi
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem
tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, sehingga
untuk metode ini pelarut dan sampel tidak mengalami proses
pemanasan. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat
digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas
(Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan
cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan
tanpa pemanasan.
(a) (b)
Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi pengaduk

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan


pelarut diam atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada suhu
ruangan. Metoda ini dapat dilakukan dengan cara merendam bahan
dengan sekali-sekali dilakukan pengadukan. Pada umumnya
perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan
pelarut baru. Maserasi juga dapat dilakukan dengan pengadukan secara
sinambung (maserasi kinetik). Kelebihan dari metode ini yaitu efektif
untuk senyawa yang tidak tahan panas (terdegradasi karena panas),
peralatan yang digunakan relatif sederhana, murah, dan mudah didapat.
Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu
ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak,
dan adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak
karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang (Sarker dkk., 2006).

2. Perkolasi

Menurut Guenther dalam Irawan (2010), perkolasi adalah cara


penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah
dibasahi. Perkolasi adalah metode ekstraksi cara dingin yang
menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Jadi, perkolasi adalah
suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang
telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.

Prosedur metode ini yaitu bahan direndam dengan pelarut,


kemudian pelarut baru dialirkan secara terus menerus sampai warna
pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak
ada lagi senyawa yang terlarut. Kelebihan dari metode ini yaitu tidak
diperlukan proses tambahan untuk memisahkan padatan dengan ekstrak,
sedangkan kelemahan metode ini adalah jumlah pelarut yang
dibutuhkan cukup banyak dan proses juga memerlukan waktu yang
cukup lama, serta tidak meratanya kontak antara padatan dengan pelarut
(Sarker dkk., 2006)

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan


yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum,
larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat,
sedangkan sisa setelah dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa
perkolasi.

Gambar 2. Alat Perkolasi

Perkolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk


pembuatan ekstrak cair, perkolator berbentuk paruh biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar tinggi, perkolator
berbentuk corong biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau
tingtur dengan kadar rendah.
Ukuran perkolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan
jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3
tinggi perkolator. Perkolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau
bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau cairan
penyari.
Perkolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain,
yang berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi
dengan lubang bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan
menggesernya. Pada beberapa perkolator sering dilengkapi dengan botol
yang berisi cairan penyari yang dihubungkan ke perkolator melalui pipa
yang dilengkapi dengan keran. Aliran perkolator diatur oleh keran. Pada
bagian bawah, pada leher perkolator tepat di atas keran diberi kapas
yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau di atas gabus
bertoreh yang telah dibalut kertas tapis
Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak
mengandung lemak. Untuk menampung perkolat digunakan botol
perkolat, yang bermulut tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan.

b. Ekstraksi cara panas: Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung. Adanya panas secara otomatis akan mempercepat
proses ekstraksi dibandingkan dengan cara dingin. Beberapa jenis metode
ekstraksi cara panas, yaitu:
1. Refluks
Refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik
didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu
dengan adanya pendingin balik (kondensor). Refluks adalah teknik yang
melibatkan kondensasi uap dan kembali kondensat ini ke sistem dari
mana ia berasal.
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen
kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu
alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali
setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
(Akhyar, 2010).

Gambar 3. Alat Refluks

Kelebihan metode refluks adalah padatan yang memiliki tekstur


kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat diekstrak dengan
metode ini. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan jumlah pelarut
yang banyak (Irawan, 2010).

2. Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang
dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan
dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Soxhletasi merupakan
penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu
alas bulat setelah melewati pipa sifon (Lazuardi, 2010).

Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan


pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik
(kondensor). Pada metode ini, padatan disimpan dalam alat soxhlet dan
dipanaskan, sedangkan yang dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut
didinginkan dalam kondensor, kemudian mengekstraksi padatan.

Adapun prinsip dari sokletasi yaitu pemisahan yang berulang-


ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan
relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya
diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode
sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat
melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi
tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Sokletasi digunakan
pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap
yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan membasahi sampel,
secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan
membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang
telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan
dengan rotari evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi
bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada
suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut
yang diinginkan (Ketaren, 1985).
Kelebihan metode soxhlet adalah proses ekstraksi berlangsung
secara kontinu, memerlukan waktu ekstraksi yang lebih sebentar dan
jumlah pelarut yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode
maserasi atau perkolasi. Kelemahan dari metode ini adalah dapat
menyebabkan rusaknya solute atau komponen lainnya yang tidak tahan
panas karena pemanasan ekstrak yang dilakukan secara terus menerus
(Sarker dkk., 2006; Tiwari dkk., 2011).

Gambar 4. Alat Shoxhletasi

2.3.2 Ektraksi Cair-Cair


Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik dimana suatu larutan
(biasanya air) dibuat kontak dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik),
yang pada hakikatnya tak bercampur dengan larutan pertama, sehingga satu
atau lebih zat terlarut (solute) dari larutan pertama berpindah ke dalam pelarut
kedua. Pemisahan dengan cara ini bersifat sederhana, bersih, cepat, dan
mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok
kedua larutan dalam sebuah corong pisah selama beberapa menit. Teknik ini
dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari tingkat runutan maupun yang dalam
jumlah banyak (Jeffery dkk., 1978).
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode
pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan
ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Pada prinsipnya,
metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon
tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.

Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan
banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga
untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,
maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan
yang memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau
biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali
diperlukan hanya sebuah corong pemisah. Sering pemisahan secara ekstraksi
solvent dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan
untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara
ekstensif untuk isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat
sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-
material industri yang dalam jumlah ion (Day dan Underwood, 2002).

Ekstraksi cair-cair atau yang dikenal dengan ekstraksi solvent


merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan
zat terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak
(solvent). Aplikasi ekstraksi cair-cair terbagi menjadi dua kategori yaitu
aplikasi yang bersaing langsung dengan operasi pemisahan lain dan aplikasi
yang tidak mungkin dilakukan oleh operasi pemisahan lain. Apabila ekstraksi
cair-cair menjadi operasi pemisahan yang bersaing dengan operasi pemisahan
lain, maka biaya akan menjadi tolak ukur yang sangat penting (Mirwan, 2013).
Distilasi dan evaporasi merupakan operasi pemisahan yang produknya
berupa senyawa-senyawa murni sedangkan operasi ekstraksi cair-cair
menghasilkan campuran senyawa-senyawa sebagai produk. Campuran ini harus
dipisahkan lagi dengan operasi pemisahan lain seperti distilasi ataupun
evaporasi. Hal inilah yang menyebabkan ekstraksi relatif lebih mahal
dibandingkan dengan operasi pemisahan lain. Akan tetapi ekstraksi cair-cair
menjadi operasi pemisahan yang unggul ketika larutan-larutan yang akan
dipisahkan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisikanya yaitu titik didih yang
perbedaannya relatif kecil. Keunggulan lain dari ekstraksi cair-cair ini adalah
dapat beroperasi pada kondisi ruang, dapat memisahkan sistem yang memiliki
sensitivitas terhadap temperatur, dan kebutuhan energinya relatif kecil (Mirwan,
2013).

Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakkan suatu


larutan dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible)
dengan pelarut asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan
terbentuk dua fasa beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini
menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut
pengekstrak (solvent). Perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut baru yang
diberikan, disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force) yang muncul
akibat adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut. Sehingga proses
ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan massa yang berlangsung
secara difusional (Laddha dan Degaleesan, 1978).

Proses ekstraksi cair-cair berlangsung pada suatu alat yang dirancang


sedemikian rupa sehingga mempunyai luas permukaan yang mencukupi untuk
terjadinya kontak antar fasa-fasa yang terlibat (fasa kontinyu yang berisi zat
terlarut dan fasa dispersi) sehingga distribusi komposisi dalam kedua fasa
menjadi lebih sempurna dan berhasil dengan baik (Ariono dkk., 2006)
Gambar 5. Ekstraksi cair-cair

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi (Zubaidi dan Sugianto,


2020)
2.4.1 Ukuran Partikel

Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.


Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.

2.4.2 Zat Pelarut


Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan
naik dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan
berkurang dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.

2.4.3 Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi)
di dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.

2.4.4 Rasio Pelarut dan Bahan Baku


Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar jumlah
senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Akan
tetapi semakin banyak pelarut, proses ekstraksi juga semakin mahal. digunakan
maka proses hilirnya akan semakin mahal.

2.5 Pemilihan Pelarut

Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam


proses ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi
mempengaruhi jenis komponen aktif bahan yang terekstrak karena masing-
masing pelarut mempunyai selektifitas yang berbeda untuk melarutkan
komponen aktif dalam bahan. Menurut Perry dkk. (1984), berbagai syarat
pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut:

1. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut
harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin
dan sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.
2. Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan
komponen yang akan diekstrak.
3. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen
bahan ekstraksi.
4. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
5. Tidak korosif.
6. Tidak beracun.
7. Tidak mudah terbakar.
8. Stabil secara kimia dan termal.
9. Tidak berbahaya bagi lingkungan.
10. Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah untuk dialirkan.
11. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
12. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan suatu zat dalam campuran
oleh pelarut untuk mencapai produk murninya.
2. Prinsip dasar ekstraksi berdasarkan selektivitas, kelarutan dan titik didih.

3.2. Saran
Perlu untuk menentukan terlebih dahulu jenis pelarut yang akan
digunakan sebelum melakukan ekstraksi. Pelarut yang tepat dapat mengekstrak
komponen yang diinginkan dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Mirwan, A. 2013. Keberlakuan Model Hb-Gft Sistem N-Heksana – Mek – Air Pada
Ekstraksi Cair-Cair Kolom Isian. Universitas Lambung Mangkurat,
Balikpapan.

Akhyar. 2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Fakultas
Farmasi UNHAS, Makassar.

Ariono, D., D. Sasongko, dan P. Kusumo. 2006. Dinamika Tetes Dalam Kolom Isian.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia FPUO. 14: 1-5.

Basset, J., R. C. Denny, G. H. Jeffrey, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Terjemahan A.
Handayana P. dan L. Setyono. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam.


Terjemahan Iis Sopyan. Erlangga, Jakarta.

Hamdani, S. 2009. Metoda Ekstraksi [Online]. Sumber: http://catatankimia.com.


Diakses pada 18 April 2021.

Hamdani. 2014. Maserasi [Online]. http://catatankimia.com. Diakses pada 18 April


2021.

Irawan, B. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi
pada Berbagai Komposisi Pelarut [Tesis]. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Jeffery, G. H., J. Bassett, J. Mendham, dan R. C. Denney. 1988. Vogel’s: Textbook of
Quantitative Chemical Analysis. Fifth Edition. Longman Scientific &
Technical, UK.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.

Laddha, G. S. dan T. E. Degaleesan. 1976. Transfort Phenomena in Liquid


Extraction. Tata Mc-Graw Hill Publishing Co. Ltd, New Delhi.

Lazuardi, R. N M. 2010. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit


Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Berbagai Jenis Pelarut [Skripsi].
FT Universitas Pasundan, Bandung.

Perry, R. H., D. W. Green, dan J. O. Maloney. 1984. Perry’s Chemical Engineers’


Handbook. 6th Edition. McGraw-Hill, New York.

Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Edisi keempat.
Terjemahan Suminar Achmadi. Erlangga, Jakarta.

Prayudo, A. N., O. Novian, Setyadi, dan Antaresti. 2015. Koefisien Transfer Massa
Kurkumin dari Temulawak. Jurnal Ilmiah Widya Teknik. 14(1): 26-31.

Sarker, S. D., L. Zahid, dan I. G. Alexander. 2006. Natural Products Isolation.


Humana Press, New Jersey.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius, Yogyakarta.

Suryanto, E. 2012. Fitokimia Antioksidan. Putra Media Nusantara, Surabaya.

Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur, dan H. Kaur. 2011. Phytochemical


Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia.
1(1): 98-106.
Zubaidi, A dan B. Sugianto. 2020. Ekstraksi Antosianin dari Biji Alpukat sebagai
Pewarna Alami. UPN Veteran, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai