Anda di halaman 1dari 75

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON

PENUNTUN CLINICAL SKILLS


LABORATORIUM
BLOK KARDIOVASCULAR
Penyusun :
TIM CSL FK UNPATTI

2019
ANAMNESIS DAN KONSELING
PENYAKIT KARDIOVASKULAR

I. TUJUAN
Tujuan umum
Pada akhir latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan anamnesis
terpimpin dari pasien dengan keluhan penyakit kardiovaskular.
Tujuan Khusus
1. Menggali informasi dari keluhan utama penyakit kardiovaskular
2. Melakukan anamnesis terpimpin yang mengarah ke diagnosis penyakit kardiovaskular
3. Mencatat hasil anamnesis (resume) dengan jelas dan sistematis
4. Melakukan edukasi tentang penyakit kardiovaskular

II. TEORI
ANAMNESIS

Gejala-gejala yang umumnya ditemukan pada kelainan sistem kardiovaskular, antara lain:

- Nyeri dada atau discomfort - Sesak nafas, ortopneu, atau dispneu paroksismal
- Palpitasi - Edema
- Nyeri tungkai

Nyeri dada

1. Nyeri yang berasal dari jantung


Nyeri dada yang berasal dari jantung umumnya adalah rasa nyeri yang timbul karena
iskemia miokardium. Saat mendengarkan, keluhan pasien dengan nyeri dada, anda harus
memikirkan adanya angina pectoris, infark miokard, atau bahkan dissecting aortic
aneurysm (diseksi aorta).
 Untuk nyeri dada, perlu ditelusuri:
 Apakah nyeri berhubungan dengan aktivitas dan aktivitas seperti apa yang dapat
mencetus nyeri,
 Seberapa parah nyeri yang dirasakan dari skala 1 sampai 10,
 Apakah nyeri menjalar ke leher, bahu, pundak atau lengan,
 Apakah terdapat keluhan atau gejala lain yang berhubungan seperti sesak,
berkeringat, palpitasi atau mual,
 Apakah nyeri itu pernah menyebabkan pasien terbangun di malam hari,
 Apa yang pasien lakukan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri seperti
beristirahat atau mengonsumsi obat tertentu.

Biasanya angina pektoris tipikal mempunyai beberapa karakter yaitu:


 Biasanya di daerah substernal, tetapi dapat menjalar ke dada kiri atau kanan, bahu,
leher, mandibula, lengan, epigastrium, dan kadang-kadang ke punggung bagian
atas.
 Sifat nyerinya dalam, visceral, dan intens. Kadang pasien merasakan sensasi seperti
ditekan.
 Durasi nyerinya berlangsung dalam dalam hitungan menit atau lebih.
 Nyerinya biasanya dipresipitasi oleh aktivitas atau stress emosional.
 Nyerinya berkurang atau hilang jika beristirahat atau dengan pengobatan nitrat.
 Nyerinya tidak dipengaruhi oleh pernafasan dan pergerakan.
 Kadang diikuti sesak nafas.
 Gejala yang menyertai: mual, muntah, sesak, keringat dingin, cemas dan lemas.
Penyakitnya:

 Stable Angina Pectoris


- Gejala hanya dirasakan saat aktivitas dan segera berkurang saat istirahat.
- Nyeri yang pertama timbul biasanya terasa beberapa menit sampai kurang dari
20 menit. Kalau lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan
sebagai Unstable Angina Pectoris (UAP).
- Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrat sublingual dalam hitungan detik sampai
menit.
- Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas makin
bertambah atau berkurang. Nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang
hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina pectoris.
- Faktor resiko dapat berupa: Dislipidemia, DM, hipertensi, obesitas, kurangnya
latihan, dll.
 Unstable Angina Pectoris (UAP)
- Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekwensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari
- Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat nyeri dadanya,
sedangkan faktor presipitasi semakin ringan
- Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
- Faktor resiko penyakit jantung koroner.
 Non- ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
Perbedaan antara UAP dan NSTEMI adalah iskemia yang timbul cukup berat
sehingga menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya patanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa (troponin, CK-MB)
 ST- Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
Nyeri dada tipikal angina, gambaran ST elevasi pada EKG, dan kenaikan penanda
enzim jantung (troponin, CK-MB).

2. Diseksi Aorta
Nyeri pada diseksi aorta biasanya tanpa didahului gejala awal dan onsetnya mendadak, dan
sangat intens, tidak seperti pada angina pectoris yang berangsur-angsur dalam hitungan
menit. Intensitasnya sangat berat dan dirasakan ‘seperti dirobek-robek’. Kebanyakan
pasien menjelaskan nyeri ini merupakan intensitas nyeri ini yang paling berat yang pernah
dialami selama hidupnya

Lokasi nyeri tergantung pada daerah diseksi dan penyebaran nyeri menunjukkan bidang
diseksi sepanjang aorta. Pada diseksi aorta asendens biasanya di dada anterior, terjadi
sangat cepat (kurang dari beberapa menit), bergerak ke arah leher kemudian ke punggung.
Pada diseksi arkus aorta, nyeri mula-mula dirasakan di leher. Dan pada diseksi aorta
descendens, nyeri dirasakan di daerah interscapula atau bahu.

3. Nyeri Pleuritik
Nyeri pleuritik adalah nyeri dada yang ‘tajam’, ‘menjepit’, di eksaserbasi oleh respirasi,
khususnya inspirasi dalam, bila berat pasien harus bernafas pendek-pendek untuk
mengurangi nyeri. Ada 2 penyebab:
 Nyeri pleural
- Terjadi karena pleuritis dan biasanya dirasakan di salah satu dada
- Tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh
- Kadang terdengar pleural rub
- Sering disertai dengan pneumonia (demam, batuk, takipneu, dan pernapasan
bronkial), emboli paru (sesak napas, takikardia, sianosis, tanpa pernapasan
bronkial) dan pneomothoraks (tidak terdengar suara napas).
 Nyeri perikardial
- Seperti pleuritis, juga dipengaruhi oleh inspirasi dalam, namun lokasinya
biasanya di dada bagian tengah
- Dipengaruhi oleh posisi tubuh, biasanya lebih berat bila berbaring dan
berkurang bila duduk
- Dapat terdengar perikardial rub pada auskultasi
- Biasanya terjadi pada infeksi virus, pasca infark miokard dan pada penyakit
autoimun.

4. Nyeri dada muskuloskeletal


- Sangat sering dijumpai dan biasanya disertai riwayat cedera fisik atau latihan berat.
- Nyeri dipicu oleh pergerakan lengan/dada.
- Bisa berlangsung sampai berjam-jam.
- Istirahat tidak segera mengurangi nyeri.
- Pada pemeriksaan fisik bisa dijumpai nyeri lokal.
5. Nyeri gastroesofagus
Kunci diagnosis nyeri gastrointestinal adalah adanya hubungan yang jelas dengan
makanan, dan tidak ada hubungan antara onset nyeri dengan aktivitas
 Refluks esofagus
- Rasa terbakar di retrosternal, berjalan dari epigastrium ke atas.
- Bisa disertai dengan sering bersendawa, odinofagi, dan disfagi jika terjadi stiktur.
- Biasanya nyeri menghilang dengan pengobatan dengan obat untuk gastritis
 Spasme esofagus
- Sering diawali dengan refluks esofagus.
- Sulit dibedakan dengan nyeri jantung karena menyebabkan perasaan sesak/berat di
retrosternal.
- Biasanya nyeri berkurang setelah pemberian antasid atau minuman dingin.

6. Penyakit kandung empedu


- Kolik empedu biasanya dirasakan di epigastrium, dan kolesistitis di kuadran kanan atas
abdomen.
- Serangan nyeri intermitten, tidak berhubungan dengan aktivitas, dan bisa menjadi
berat.
- Makanan berlemak bisa memicu terjadinya nyeri.
- Lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria.
Sesak Napas

Sesak napas merupakan keluhan yang umumnya muncul dari pasien dan dapat berupa dispneu,
ortopneu, atau paroksismal nokturnal dispneu. Ortopneu biasanya dikuantitasi berdasarkan
jumlah bantal yang pasien gunakan agar merasa nyaman saat bernapas dan tidur. Paroksismal
nokturnal dispneu atau PND dideskripsikan sebagai episode dispneu atau ortopneu yang tiba-
tiba muncul dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-2 jam setelah pasien tidur,
memaksa pasien untuk duduk, berdiri, atau mencari udara segar. Kondisi ini dapat disertai
wheezing dan batuk.
Penyakit kardiovaskular yang umumnya menjadi penyebab sesak napas adalah:

1. Gagal jantung
- Sesak napas tidak berhubungan dengan mengi (wheezing), inilah yang membedakan
dengan PPOK (kecuali jika terjadi ‘asma kardial’- bronkospasme akibat edema paru)
- Ditemukan gejala penyakit jantung sebagai penyakit yang mendasari:
 Pada gagal jantung ringan sesak hanya terjadi saat aktivitas (exertional dyspnea)
 Pada gagal jantung yang lebih berat sesak juga terjadi bila berbaring (ortopnea),
langsung menghilang bila duduk atau berdiri (<5-10 menit), bila gejala ini berat
disebut ‘paroxismal nocturnal dyspnea’
 Sering disertai edema ditungkai bawah.
Etiologi Gagal jantung
Penyakit yang menyebabkan kerusakan atau beban berlebih pada kemampuan pompa
jantung menyebabkan gagal jantung, seperti:
- Aritmia (misalnya fibrilasi atrium) - Iskemi dan infark miokard
- Infeksi, (misalnya pneumonia, ISK) - Anemia
- Penyakit tiroid - Emboli paru

2. Diagnosis Differensial Sesak Napas

Palpitasi

Palpitasi adalah kesadaran subyektif dengan merasakan jantung berdebar. Perubahan


frekwensi denyut jantung (takiaritmia, bradiaritmia tidak menimbulkan palpitasi), irama, dan
kekuatan kontraksi dapat menyebabkan palpitasi. Untuk membantu menegakkan diagnosis
perlu diketahui onsetnya (mendadak atau dalam beberapa menit), kecepatan serta ritmenya.
1. Palpitasi karena sinus takikardia
- Denyut jantung normal, namun lebih kuat dari biasanya.
- Bisa terjadi saat istirahat, takut atau tekanan psikologis, termasuk kecemasan
- Palpitasi dimulai dan berhenti dalam beberapa menit, tidak seperti takiaritmia yang
muncul mendadak.
- Manuver vagal tidak membantu dan tidak pernah terjadi sinkop.
- Penyebab sinus takikardia:
 Fisiologis: olah raga, kecemasan
 Patologis: demam, nyeri, gagal jantung, anemia, tirotoksikosis, dsb.

2. Palpitasi yang berhubungan dengan takiaritmia


- Denyut jantung lebih cepat dari biasanya atau adanya denyut tambahan
- Onset mendadak, yang berlangsung beberapa menit dan biasanya berhenti mendadak.
- Bisa disertai kecemasan, namun terjadi selama serangan, bukan sebelumnya
- Manuver vagal biasanya membantu (misalnya pada PSVT)
- Biasanya ada riwayat penyakit jantung
- Bisa disertai sinkop (VF, VT)
Differensial diagnosis palpitasi:

Edema

Edema berhubungan dengan akumulasi cairan di ruang interstitial dan bermanifestasi sebagai
pembengkakan. Edema dapat disebabkan karena proses lokal atau general karena beberapa
penyebab termasuk gangguan jantung dan pembuluh darah atau gangguan pada pembuluh
limfe atau gangguan pada ren atau liver. Perhatikan lokasi edema, kapan muncul edema, kapan
pembengkakan berkurang atau bertambah, apakah sepatu atau ikat pinggang semakin sempit
atau kelopak mata membengkak pada saat bangun tidur.
Nyeri pada tungkai

Deskripsi yang jelas tentang lokasi, sifat dan durasi nyeri, faktor yang memicu dan
meringankan, dan pemeriksaan fisis yang teliti biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis.
Penyebab umum nyeri pada tungkai adalah seperti tersebut di bawah ini.

1. Trombosis vena dalam /deep vein thrombosis (DVT)


- Nyeri pada betis unilateral (jarang di paha) yang semakin bertambah (biasanya dalam
hitungan jam) dan sering disertai bengkak betis (paha)
- Faktor resiko:
 Riwayat pembedahan dalam 12 minggu terakhir.
 Imobilisasi selama lebih dari 3 hari dalam 4 minggu terakhir.
 Pernah mengalami atau memiliki riwayat keluarga dengan DVT atau embolo paru.
 Fraktur ekstremitas bawah.
 Keganasan
 Pasca persalinan.
- Diagnosis dengan: laboratorium (D-dimer), venografi dan USG.

Differensial Diagnosis:

1. Selulitis
2. Penyakit arteri
- Insufisiensi arteri kronis disertai klaudikasio intermiten, yaitu: nyeri yang dirasakan
di kedua betis dan/atau pantat, timbul dengan cepat karena olah raga (kurang dari 1
menit), bisa dihilangkan dengan istirahat
- Pada pemeriksaan fisis ditemukan denyut arteri yang menurun atau menghilang.
3. Ulkus pada tungkai.
4. Artritis.
5. Penekanan serabut saraf.
KONSELING
Melakukan konseling pada pasien dapat mendukung usaha pengelolaan pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Bagaimanapun, faktor kebiasaan dan gaya hidup pasien sangat
mempengaruhi perjalanan penyakit pasien dan dapat membantu mencegah penyakit
kardiovaskular dan komplikasinya. Pasien dapat memahami bagaimana mempertahankan
level kolesterol, berat badan dan aktivitas yang optimal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk konseling dan pencegahan penyakit kardiovaskular
umumnya adalah tingkat kolesterol pasien, pengelolaan gaya hidup, dan tekanan darah.

Pertama, level kolesterol (LDL dan HDL) harus dikontrol pada setiap pasien dewasa usia 20
tahun ke atas setiap lima tahun untuk menilai adanya faktor risiko penyakit kardiovaskular
yang umumnya meningkat seiring dengan peningkatan LDL. LDL harus dipertahankan tidak
melebihi 100 mg/dL dan HDL di atas 40 mg/dL hingga 60 mg/dL serta kolesterol total tidak
melebihi 200 mg/dL.

Kedua, menggali faktor risik, yang perlu diperhatikan adalah:


- Merokok
- Dislipidemia (HDL kurang dari 40 mg/dL)
- Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau sedang terapi hipertensi
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner prematur (laki-laki pada usia
kurang dari 55 tahun, wanita pada udia kurang dari 65 tahun)
- Usia (laki-laki udia 45 tahun ke atas dan wanita udia 55 tahun ke atas)
- Menderita penyakit lain seperti diabetes mellitus, penyakit aterosklerosis lain,
penyakit vascular perifer, aneurisma aorta abdominal, penyakit arteri karotis, dll.

Ketiga, setelah mengetahui faktor-faktor risiko yang dimiliki pasien, konseling dapat
diberikan untuk mengurangi faktor-faktor risiko yang dapat diubah seperti perubahan gaya
hidup termasuk diet, pengurangan berat badan dan olahraga serta medikasi.

Konseling diet:
Diet yang direkomendasikan adalah diet rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, tinggi serat.
Beritahukan pada pasien prinsip diet sehat (lebih banyak makan buah-buahan, sayuran,
konsumsi produk yang rendah lemak¸ganti ayam dengan ikan jika memungkinkan, kurangi
makanan olahan dan makanan yang mengandung banyak garam dan gula. Telur harus dapat
dikurangi cukup 2-4 kali seminggu. Konsumsi lebih banyak sumber serat seperti pasta,
gandum, jagung, atau sereal dan sumber serat lainnya.

Konseling Berat Badan:


Beritahukan pasien bagaimana menilai indeks massa tubuh. Untuk mempertahankan berat
badan, energy yang digunakan tubuh harus sesuai dengan kalori yang dikonsumsi. Kalori yang
berlebih akan disimpan sebagai lemak. Seseorang dengan asupan lemak lebih dibanding
protein dan karbohidrat akan lebih sulit menurunkan berat badannya.

Konseling Olahraga Teratur:


Anjurkan pasien melakukan olahraga aerobik atau olahraga yang meningkatkan uptake
oksigen di otot. Pernapasan yang dalam, berkeringat pada suhu lingkungan yang dingin dan
takikardi fisiologis merupakan tanda seseorang melakukan olahraga aerobik. Olahraga yang
cukup dilakukan selama 20-60 menit setidaknya tiga kali seminggu secara teratur.

III. PROSEDUR LATIHAN


No. Prosedur

1. Mengawali anamnesis
a. Menyapa/memberi salam
b. Melakukan jabat tangan dan memperkenalkan diri
c. Mempersilahkan duduk
2. Anamnesis umum

Data pribadi: nama, umur, alamat, pekerjaan, status keluarga

3. Anamnesis terpimpin
a. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan utama)
b. Menggali keluhan utama:
 Onset dan durasi: sejak kapan, bagaimana timbulnya, lama dan frekuensinya
 Lokasi dan penyebaran
 Sifat gejala dan seberapa parah (mengganggu aktivitas dan istirahat)
 Faktor pencetus
c. Gejala lain yang menyertai keluhan utama
d. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya dan penyakit lain yang pernah diderita
e. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga
f. Riwayat kebiasaan (minum alkohol, merokok, konsumsi obat-obatan dsb):
frekuensi konsumsi (seberapa sering kebiasaan tersebut dilakukan)
g. Riwayat berobat dan respon pengobatan
4. Melakukan cross-check

5. Memberikan pertanyaan terbuka dan sikap mendengar

6. Membuat ringkasan (resume) hasil anamnesis

7. Menjelaskan diagnosis kerja kepada pasien

8. Memberi arahan dan nasehat kepada pasien sesuai penyakit pasien

9. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya atau mengungkapkan apa yang
belum jelas bagi pasien perihal penyakitnya

10. Melakukan konseling

- Menggali faktor risiko


- Melakukan konseling diet, berat badan dan olahraga
11. Mengakhiri anamnesis dan konseling

Langkah Kegiatan
1. Instruktur memberikan pengantar tentang anamnesis keluhan gastrointestinal
2. Seorang instruktur dan seorang mahasiswa berperan menjadi dokter-pasien dan
diperlihatkan kepada mahasiswa lain
3. Tanya jawab tentang anamnesis yang telah diperagakan
4. Mahasiswa dibagi berpasang-pasangan berperan menjadi dokter dan pasien untuk melatih
keterampilan anamnesis dan bertukar peran.
5. Instruktur melakukan koreksi selama proses latihan
6. Diskusi dan curah pendapat tentang latihan yang telah dilakukan
CONTOH PENCATATAN ANAMNESIS

No. Rekam medik :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

Tanggal/jam :

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Anamnesis Terpimpin :

Diagnosis :

(Nama dan ttd dokter)


PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULAR

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik kardiovaskular merupakan salah satu pemeriksaan yang membantu
penegakan diagnosis pasien dengan penyakit kardiovaskular atau penyakit lainnya yang
berhubungan dengan kardiovaskular. Keterampilan ini harus mampu dilakukan secara
mandiri sesuai level kompetensi. Namun, harus tetap diawali dengan anamnesis yang baik
agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan baik pula.

II. TUJUAN
Tujuan umum
Pada akhir latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan fisik kardiovaskular secara mandiri.

Tujuan Khusus
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan persiapan penderita dengan benar sebelum melakukan prosedur
pemeriksaan (termasuk penjelasan tentang alat yang digunakan, manfaat, risiko,
kerahasiaan, keamanan, serta hak penderita).
2. Mengetahui bagian-bagian dari lapangan pemeriksaan fisik kardiovaskular.
3. Melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskular dengan benar (inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi).
4. Mengetahui hasil pemeriksaan fisik kardiovaskular yang normal dan abnormal.

III. TEORI
Dalam melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskular, perlu diketahui topografi jantung
dan pembuluh darah dalam tubuh. Jantung termasuk dalam kavitas toraks. Oleh sebab itu,
mahasiswa perlu mengetahui topografi jantung di toraks untuk membantu menilai kondisi
jantung dan efeknya di seluruh tubuh saat pemeriksaan fisik.
Toraks membentuk suatu kotak tulang yang mengandung dan melindungi paru-paru,
jantung dan esofagus. Rangka dada terdiri dari 12 vertebra torakal, 12 pasang iga, klavikula
dan sternum. Bagian dada yang mempunyai arti klinis yang penting adalah sebagai berikut:
1. Sternum
2. Klavikula
3. Incisura suprasternalis
Bagian ini terletak pada puncak sternum dan dapat diraba sebagai cekungan di dasar
leher.
4. Angulus sternomanubrial/louis
Tonjolan tulang ini terletak kira-kira 5 cm di bawah incisura suprasternalis.
Untuk menentukan daerah-daerah di permukaan dada, dibuat beberapa garis khayal
pada dada depan dan belakang:
1. Linea midsternal
Garis ini dibuat melalui bagian tengah sternum.
2. Linea midklavikula
Garis ini dibuat melalui bagian tengah klavikula dan sejajar dengan linea midsternal.

3. Linea aksilaris anterior


Linea aksilaris anterior adalah garis vertikal yang dibuat sepanjang lipatan aksilaris
anterior dan sejajar dengan linea midsternal.
4. Linea aksilaris media
Linea aksilaris media dibuat melalui puncak aksila sejajar dengan linea midsternal.
5. Linea aksilaris posterior
Linea aksilaris posterior berjalan vertikal sepanjang lipatan aksilaris posterior dan
sejajar dengan linea midsternal.

6. Linea skapularis
Garis ini sejajar dengan linea midsternal dan berjalan melalui sudut bawah skapula.
7. Linea midspinal
Garis ini merupakan garis vertikal yang berjalan melalui prosesus spinosus posterior
vertebra.
Bila anda menggerakkan jari anda menjauhi angulus louis/ludovici ke arah lateral, iga
di dekatnya adalah iga kedua. Ruang di bawah iga kedua adalah sela iga kedua. Pada toraks
posterior, sayap bawah skapula terletak setinggi iga atau sela iga ketujuh. Bila pasien
memfleksikan lehernya, bagian yang paling menonjol adalah prosesus spinosus servikal
sementara vertebra prominens adalah bagian yang menonjol dari vertebra servikal ketujuh.
Iga yang membentuk persendian dengan sternum adalah iga pertama sampai ketujuh.
Iga kedelapan sampai kesepuluh membentuk persendian dengan tulang rawan di atasnya. Iga
kesebelas dan keduabelas adalah iga melayang dan mempunyai bagian anterior yang bebas.
Rongga toraks dapat dibagi menjadi bagian medial dan lateral. Bagian medial disebut
mediastinum dan paru serta pleura terletak di bagian lateral. Mediastinum merupakan pemisah
yang mudah bergerak dan meluas ke atas sampai apertura thoracis inferior dan pangkal leher,
dan ke bawah sampai diaphragma. Mediastinum terbagi menjadi mediastinum superius dan
inferius. Mediastinum inferius terbagi menjadi mediastinum medium, anterius dan posterius.
Jantung dan pericardium terletak di mediastinum medium di midsternalis.
Pericardium merupakan kantong fibroserosa yang membungkus jantung dan pangkal
pembuluh-pembuluh besar. Fungsinya adalah membatasi pergerakan jantung yang berlebihan
secara keseluruhan dan menyediakan pelumas sehingga bagian-bagian jantung yang berbeda
dapat berkontraksi.
Jantung merupakan organ muskular yang berbentuk piramid. Apeks jantung terletak
setinggi spatium intercostal V sinistra, 9 cm dari garis tengah. Batas kanan jantung dibentuk
oleh atrium dextra, batas kiri atas oleh auricula sinistra dan kiri bawah oleh ventriculus
sinistra. Batas bawah jantung dibentuk oleh atrium dextra, ventriculus dextra dan ventriculus
sinistra.
Apeks Jantung
ICS 5-Linea
miklavikularis

Sistem Sirkulasi termasuk jantung, darah dan pembuluh darah, limfe dan salurannya. Darah
dari ekstremitas memasuki jantung lewat vena cava inferior dan darah dari lengan dan kepala
melalui vena jugular dan axilar yang menyatu di vena brachiocephalica dan vena cava superior
di mediastinum.
Sistem Konduksi Jantung
Pacemaker normal jantung terletak di nodus sinoatrial (SA Node) di dinding atrium kanan
yang mengatur irama eksitasi yang akan menyebar melalui kedua atrium ke nodus
atrioventrikular (AV Node) di dekat tepi posterior septum interatrial. Nodus AV
memperlambat konduksi selama atrium berkontraksi (atrial systole). Impuls ini kemudian
menuju berkas His (bundle of His) yang terbagi dua cabang (right and left bundle branches)
yang menuju otot ventrikel kiri dan kanan melalui serat purkinje.
Auskultasi Jantung
Jantung membutuhkan banyak oksigen dan energi sehingga sangat sensitif terhadap
menurunnya suplai oksigen dan darah. Darah yang mengalir ke jantung dan paru tergantung
dari kerja ruang jantung, septum interatrial dan interventrikular yang intak, serta fungsi katup
jantung itu sendiri. Penutupan katup, tubulensi darah, dan kontraksi mekanik jantung dapat
dirasakan dan diauskultasi melalui dinding dada.
Arteri Perifer
Darah didistribusi ke tubuh melalui aorta yang dapat dinilai dengan mudah di dada (arteri
karotis dan axilar) atau lewat arteri femoralis. Pengukuran tekanan darah dan perkiraan aliran
darah lewat percabangan arteri dapat dilakukan lewat pemeriksaan fisik.
Vena Ekstremitas
Pengetahuan tentang fungsi anatomi normal vena ekstremitas sangat penting. Vena safena
besar dimulai dari sisi mediodorsal kaki dan naik melalui tepi medial tibia, melewati lutut di
medial dari condyl femoral. Di paha, vena ini melanjutkan diri melalui canalis femoralis
menuju vena femoral.
Vena safena kecil dimulai di sisi lateral kaki, melewati malleolus lateralis dan naik menjadi
vena popliteal. Katup vena membantu aliran darah vena dari superfisial ke bagian yang lebih
dalam dibantu oleh kontraksi otot di sekitar vena.
.
IV. PROSEDUR LATIHAN
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Stetoskop
2. Spigmomanometer
3. Penggaris
Pemeriksaan fisik kardiovaskular terdiri dari:
1. Persiapan
Setelah anamnesis, jelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan. Mintalah pasien mengambil posisi di tempat tidur dengan cahaya yang
memadai sementara pemeriksa mencuci tangan. Tanyakan kepada pasien apakah
terdapat nyeri agar pemeriksa lebih berhati-hati pada daerah yang nyeri saat
pemeriksaan nanti. Kemudian posisikan pasien pada posisi berbaring dengan sudut 45
derajat dan dada terekspos secara adekuat. Pastikanlah pasien menyetujui tindakan
pemeriksaan yang akan dilakukan.
Posisi pasien di tempat tidur
2. Memeriksa Keadaan Umum
Periksalah keadaan umum apakah pasien tampak baik atau tampak sakit, kesulitan
bernapas dan sianosis, status gizi yang tampakdan kondisi umum lainnya. Pasien dengan
gangguan kardiovaskular dapat menunjukkan tanda di bagian tubuh lain yang dapat
tampak pada pemeriksaan fisik. Perhatikan dari kepala hingga kaki (head to toe) apakah
tampak kelainan seperti warna kulit dan mukosa termasuk konjungtiva, bibir dan lidah:
apakah tampak pucat, sianosis atau kemerahan.
 Mata: Perhatikan mata pasien. Xantholasma menandakan adanya peningkatan
kolesterol yang kronis. Tarik konjungtiva inferior ke arah caudal dengan jari untuk
mengamati konjungtiva (anemis atau tidak). Jangan lupa meminta izin pasien setiap
melakukan tindakan pemeriksaan.
 Bibir dan Lidah: Perhatikan bibir pasien dan mintalah pasien menjulurkan lidahnya
untuk memeriksa adanya sianosis.
3. Memeriksa Jugular Venous Pressure (JVP)

Pada posisi berdiri, level atrium kanan terletak setinggi ICS 4. Dari posisi ini, vena cava
superior mendapat aliran dari vena subclavia dan vena jugular. Vena jugular menjadi
lebih superfisial setelah melewati tepi superior klavikula sehingga dapat dilihat saat
pemeriksaan fisik.
Bila tekanan vena normal, pada posisi berdiri, darah mengisi vena cava superior
sehingga vena melebar hingga setinggi 10 cm di atas atrium kanan. Vena perifer di
bawah level ini terisi oleh darah dan di atas level ini menjadi kolaps.
Pada kebanyakan orang normal, jarak tepi atas klavikula dengan atrium kanan kurang
lebih 13-18 cm, sehingga vena jugular akan tampak kolaps ketika pasien berdiri.
Saat pasien berbaring 45 derajat, level darah di vena jugular menjadi lebih tinggi
sehingga dapat diinspeksi.
Pada posisi horizontal, semua vena terisi darah sehingga tidak tampak level kolaps.
Oleh sebab itu, peningkatan level kolpas ini dapat menandakan adanya peningkatan
tekanan vena hingga ke atrium kanan. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tekanan intratorakal, seperti batuk, tertawa, menangis, dan manuver
valsalva.
Dengan demikian, mengukur tekanan vena jugular dilakukan untuk menilai tekanan
dalam jantung kanan. Vena-vena servikalis membentuk suatu manometer berisi darah
yang berhubungan dengan atrium kanan. Vena-vena ini juga memberikan informasi
mengenai bentuk gelombang pada atrium kanan.
Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum (angulus
ludovici). Umumnya, tekanan tersebut setinggi sudut sternum. Bila tekanan >4 cm di
atas sudut sternum pada pasien yang berbaring pada sudut 45 derajat, tekanan jelas
meningkat. JVP yang meningkat mencerminkan peningkatan tekanan diastol-akhir pada
ventrikel kanan. Bila JVP sangat meningkat, tetapi vena servikal tidak tampak
berdenyut, perlu dicurigai adanya obstruksi vena kava superior.
Mintalah pasien menoleh ke arah berlawanan dengan pemeriksa sehingga daerah vena
jugular tereskpos baik.

4. Memeriksa Tangan
Periksa kedua tangan pasien. Apakah terdapat kelainan seperti perubahan suhu, sianosis,
clubbing finger, hemoragik splinter, osler’s nodes atau janeway lesions. Lakukan
penekanan kuat pada kuku selama 5 detik untuk menilai capillary nailbed pulsation
yang normal bila kuku kembali memerah selama paling lama 2 detik.
Cara memeriksa kedua tangan

Clubbing Finger (Jari tabuh)

 Memeriksa Nadi Radialis:


Perhatikan kecepatan, irama, volume dan karakter nadi. Denyut
radialis biasanya diukur dalam 15 detik, 30 detik atau satu
menit. Irama denyut normalnya teratur. Volume denyut
berhubungan dengan isi sekuncup dan curah jantung. Karakter
denyut mengacu pada bentuk gelombang denyut yang sangat
dipengaruhi oleh transmisi melalui percabangan arteri. Nadi
juga dapat diraba pada arteri lainnya, seperti arteri temporalis,
arteri carotis, arteri brachialis, arteri femoralis, arteri popliteal,
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior.
5. Memeriksa Tekanan Darah
 Pilihlah cuff yang sesuai dengan lingkar lengan pasien.
 Lakukan palpasi pada arteri brachial.
 Lingkarkan cuff pada lengan pasien (bagian bladder tepat menutupi arteri brachial)
dengan bagian bawah cuff berada kurang lebih 2.5 cm dari fossa antecubiti. Beritahu
pasien untuk tidak berbicara.
 Tutup katup putar dan kembangkan cuff sambil meraba denyut sistolik pada arteri
radialis hingga denyutnya tidak teraba lagi. Tandai titik dimana denyut tidak teraba
lagi (maximum inflation point)
 Kempiskan cuff dengan membuka tutup katup putar dan tunggu 15-30 detik.
 Gunakan stetoskop dan letakkan bel pada arteri brachial.
 Kembangkan cuff hingga 30 mmHg lebih tinggi dari maximum inflation point.
 Kempiskan cuff 2-3 mmHg per detik.
Dengarkan bunyi sistolik. Saat cuff dikembangkan, darah pada pembuluh distal
terhambat dan berhenti mengalir. Saat cuff dikempiskan, tekanan darah perlahan
kembali ke tekanan yang dihasilkan oleh kontraksi jantung dan mulai mengalir
kembali. Aliran ini menghasilkan bunyi korotkoff.
 Dengarkan bunyi diastolik. Bunyi korotkoff terdiri dari lima fase dimana fase kelima
adalah fase dimana bunyi sudah tidak terdengar lagi.
 Catat hasil pengukuran tekanan darah, posisi pasien (duduk atau berbaring), ukuran
cuff, dan lengan mana yang diukur.
 Tunggu 1-2 menit untuk mengukur kembali pada lengan yang sama. Bila tekanan
darah yang kedua lebih tinggi dari yang pertama, lakukan kembali dua kali
pengukuran dengan interval 1-2 menit.
6. Memeriksa Jantung
a. Inspeksi
Inspeksi prakordium biasanya tidak bermanfaat. Pulsasi apeks pun biasanya tidak
tampak pada orang normal kecuali pada yang kurus. Adanya jaringan parut, misalnya
bekas valvotomi mitralis di bawah payudara kiri atau celah sternum perlu dicatat.
Voussure Cardiaque merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah
precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan
pulsasi jantung. Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung
organis, kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum
penulangan sempurna, hipertrofi atau dilatasi ventrikel.
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi
ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus
kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis.
Pulsasi pada suprasternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi
ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah
epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada
punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian
bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

b. Perkusi
Perkusi dapat dilakukan untuk menilai batas-batas jantung dan menentukan letak
apeks jantung bila tidak tampak pulsasi pada inspeksi. Perkusi dilakukan dari sela iga
ketiga, keempat dan kelima.
Untuk menentukan tepi kiri jantung, lekukan perkusi di ICS 3-5 dari linea aksilaris
anterior sinistra ke linea aksilaris anterior dekstra.
Tepi kanan jantung secara normal sulit untuk ditentukan karena perubahan suara
sonor ke redup terletak di belakang sternum.

c. Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas
mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari
pulsasi yang teraba.
Ictus cordis adalah titik terjauh ke arah kiri dan bawah, tempat impuls jantung masih
jelas teraba yang seyogyanya ditentukan melalui palpasi menggunakan telapak
tangan dan ujung jari dengan pasien tetap berbaring 45 derajat. Lokasi normal
terletak di intercostal 5 midklavikularis sinistra. Nilai pula kualitas denyut dan
frekuensinya. Hipertrofi ventrikel kiri memberikan denyut/dorongan yang kuat pada
ictus cordis dan menetap.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular
heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-
pukulan serentak diseubt ”ventricular lift”.
Hipertrofi ventrikel kanan dideteksi dengan menekankan telapak tangan pada
parasternal sinistra. Denyut yang teraba perlu dikonfirmasi dengan menggunakan
pemeriksaan bimanual, yaitu meletakkan telapak tangan kiri di atas sternum dengan
tangan kanan meraba ictus cordis. Bila kedua ventrikel membesar, teraba dua denyut
yang terpisah. Saat palpasi prekordium, dapat teraba thrill yang lebih mudah
diketahui dengan auskultasi.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung
dan gesekan pericard.
BUNYI JANTUNG
Untuk mendengar bunyi jantung, diperhatikan :
1) Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut:
- Ictus cordis: untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- Sela iga II kiri: untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
- Sela iga II kanan: untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum: untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.

Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi
jantung ke dinding dada.
2) Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung:
- Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal.
Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistol ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal
dan tanda dimulainya fase diastol ventrikel.
- Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri
carotis.
3) Intensitas bunyi dan kualitasnya
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan
adanya cairan dalam rongga pericard.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelan atau kerasnya bunyi
yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II
di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M1) lebih keras dari M2,
sedang didaerah basal P2 lebih besar dari P1, A2 lebih besar dari A1. Hal ini
karena :
M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.
M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang
bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidak langsung).
Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung II merupakan bunyi jantung
langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan.
Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.
- Intensitas bunyi jantung melemah pada :
* orang gemuk * emfisema paru
* efusi perikard * payah jantung akibat infark myocarditis
- Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
* demam * morbus basedow (grave’s disease)
* orang kurus (dada tipis)
- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :
* hipertensi sistemik * insufisiensi aorta
- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
* stenosis aorta * emfisema paru
* orang gemuk
- Intensitas P 2 mengeras pada :
* Atrial Septal Defect (ASD) * Ventricular Septal Defect (VSD)
* Patent Ductus Arteriosus (PDA) * Hipertensi Pulmonal
- Intensitas P 2 menurun pada :
* Stenosis pulmonal * Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada
siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan miokard yang memburuk.
Perhatikan pula kualitas bunyi jantung. Pada keadaan splitting (bunyi jantung
yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan katup mitral dan
trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal.
Bunyi jantung II yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu
inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi
jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini
biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle Branch Block
(RBBB).
4) Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung III dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir
pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.
Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam
keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah
jantung dan myocarditis. Bunyi jantung I, II dan III memberi bunyi seperti derap
kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung IV terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat
kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak
dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada AV block
dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung IV disebut presistolik
gallop.
5) Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi.
Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia
cordis. Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian
dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung
masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi
kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi
lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan
rangsang susunan saraf otonom pada SA node sebagai pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama
jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih
cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang
(compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral
pada stenosis mitral, atau stenosis pulmonal.
Irama teratur dengan frekuensi yang cepat (di atas 100 kali permenit) biasanya
ditemukan pada:
- Sinus takikardi
- Takikardi atrial atau nodus (supraventrikular takikardi/SVT)
- Flutter atrium dengan respons ventrikel teratur
- Takikardi ventrikel
Irama yang teratur dengan frekuensi 60-100 kali permenit ditemukan pada:
- Irama sinus normal
- AV blok derajat 2
- Flutter atrium dengan respons ventrikel teratur
Irama teratur dengan frekuensi lambat (kurang dari 60 kali permenit) ditemukan
pada:
- Sinus bradikardi
- AV blok derajat 2
Irama tidak teratur biasanya ditemukan pada:
- Sinus aritmia
- Fibrilasi atrial
- Flutter atrial dengan blok yang bervariasi

BISING JANTUNG
Bising Jantung (cardiac murmur) disebabkan :
- aliran darah bertambah cepat
- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising:
1) Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling
keras (punctum maximum). Dengan menentukan punctum maximum dan
penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
2) Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi
dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosis aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
3) Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 4 tingkatan :
Tingkat I: bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi.
Tingkat II: bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi.
Tingkat III: sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV: bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskop belum
menempel di dinding dada.
4) Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada fase bising timbul :
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung II). Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui
bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkan pada
stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui
bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya
pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung II dan bunyi
jantung I), dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis
mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung II. misalnya pada
insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung
I, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara
kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pada PDA.
5) Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis. Beberapa
sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada
posisi telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang
bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya
fungsionil. Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- demam - anemia - kehamilan
- kecemasan - hipertiroidi - beri-beri
- atherosclerosis.
6) Kualitas dari Bising
Apakah bising yang terdengar itu bertambah keras (crescendo) atau bertambah
lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang
(rumbling).

GERAKAN PERICARD
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard
visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat proses
peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan
diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja.
Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam)
dan kemudian menghllang. Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4.

7. Memeriksa pembuluh darah perifer


Lakukan inspeksi pada perubahan kulit, bekas luka, tanda-tanda gangren, ulkus, oedem,
dan vena varikosa (diperiksa saat pasien berdiri).
Lakukan palpasi untuk membandingkan suhu kedua kaki dan lakukan penekanan pada
oedem bila tampak oedem untuk menilai apakah oedem pitting atau tidak.
Dapat dilakukan palpasi denyut nadi perifer pada arteri femoralis di ligamen inguinal, arteri
popliteal di fossa popliteal, arteri dorsalis pedis di dorsum pedis dan arteri tibialis posterior
di sebelah malleolus medialis.

Lakukan tes buerger’s dengan melakukan elevasi kaki 45 derajat dan perhatikan perubahan
warna yang terjadi. Bila telah terjadi perubahan warna, mintalah pasien untuk
menggantungkan kakinya di tepi tempat tidur. Normal bila perubahan warna kembali
dalam waktu 10 detik.
Mintalah pasien untuk berdiri untuk menilai adanya vena varikosa yang akan terasa nyeri
pada palpasi.

Setelah selesai memeriksa, beritahu pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan pastikan
pasien merasa nyaman. Cucilah tangan dengan sabun dan air mengalir atau dengan larutan
alkohol. Kemudian beritahukan hasil pemeriksaan pada pasien dan menanyakan informasi
apa yang belum jelas bagi pasien mengenai hasil pemeriksaan yang telah dijelaskan.
V. REFERENSI
1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.
2. LeBlond RF, Brown DD, DeGowin RL. DeGowin’s Diagnostic Examination 9th
edition. New York: Mc GrawHill Inc; 2009.
3. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat
kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.
4. Dacre J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004.
5. Morton PG. Panduan pemeriskaan kesehatan dengan dokumentasi SOAPIE. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Buku acuan peserta skills lab. Sistem
kardiovaskular seri 1: pemeriksaan fisik jantung. Makassar: FKUH; 2007.
7. Burton NL, Birdi K. Clinical Skills for OSCEs second edition. United Kingdom:
Infroma Healthcare; 2006.
PEMASANGAN DAN INTERPRETASI EKG

I. LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular di indonesia
maka diharapkan seluruh tenaga kesehatan dapat berperan aktif menangani hal tersebut.
Salah satu hal yang sangat penting dalam hal ini adalah adanya pengetahuan tentang
pemeriksaan rutin pada penyakit kardiovaskular seperti Elektrokardiografi (EKG).
Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan pengetahuan mengenai pemasangan dan
pembacaan EKG sudah harus diketahui oleh semua dokter.

II. TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah latihan keterampilan klinis ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan persiapan,
pemasangan, serta mengetahui patokan dalam pembacaan dan interpretasi EKG.

Tujuan Khusus
Setelah latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan, alat yang
digunakan, prosedur, manfaat, keamanan, kerahasiaan dan hak pasien.
2. Melakukan persiapan alat dan bahan
3. Melakukan pemasangan EKG 12 lead
4. Mengopersikan alat EKG
5. Melakukan pembacaan dan interpretasi EKG (penyakit pada kompetensi 3 & 4)

III. TEORI
KOMPONEN-KOMPONEN INSTRUMEN EKG
1. Mesin EKG
Menurut banyaknya saluran (channel) pencatat, mesin EKG dapat dibagi menjadi single,
triple atau multiple channel.
Semua mesin EKG dilengkapi dengan tombol seleksi baseline stabilizer, centering
device, standardization control device (untuk mengatur kecepatan rekaman dan voltase)
dan alat pencatat.
Mesin yang lebih modern, disebut page writer, dilengkapi dengan sistem komputer yang
memungkinkan semua sadapan (lead) dapat secara sekaligus merekam kompleks EKG
dari satu denyut jantung yang sama
Ada mesin EKG yang dilengkapi dengan layar/monitor (screen), misalnya yang dipakai
di dalam coronary care unit, kamar operasi atau kamar exercise test. Halter monitoring
dan telemetry merupakan mesin EKG kecil yang dipakai untuk mengamati aktivitas
jantung sehari-hari dalam jangka waktu tertentu. Mesin ini digantung pada tubuh
penderita sedangkan aktivitas bioelektrik jantung yang direkam ke dalam kaset atau
monitor yang hasilnya kemudian dianalisa dengan komputer.

2. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang dibagi dengan garis tipis (1mm x 1mm) dan
garis yang agak tebal (5 mm x 5 mm) secara horizontal dan vertikal.
Aksis horizontal mewakili kurun waktu. Telah ditetapkan bahwa kecepatan mencatat
mesin EKG adalah 25 mm/detik, dengan demikian setiap 1 mm horizontal mewakili 0,04
detik sedangkan 5 mm mewakili 0,2 detik. Di sisi sebelah atas kertas grafik EKG, setiap
75 mm juga diberi indikator yang berupa segi tiga atau garis kecil yang mewakili waktu
tiga detik.
Semua tanda-tanda ini memudahkan dokter untuk secara cepat menentukan laju jantung
adalah 300 dibagi jumlah skala diantara dua gelombang R. Dalam keadaan frekuensi
denyut jantung yang tinggi, maka kecepatan rekaman dapat dirubah menjadi 50 mm/detik.
Aksis vertikal mewakili voltase. Standarisasi baku untuk voltase (amplitudo) adalah 1,
artinya 10 kotak kecil vertikal (1 cm) mewakili 1 mV. Standarisasi ini harus selalu
konsisten agar dengan melihat amplitudo gambaran EKG, dokter dapat mengetahui ada
tidaknya perubahan voltase dari konduksi jantung.
Apabila kompleks EKG yang terekam terlalu kecil, maka standarisasi amplitudo dapat
dirubah menjadi 1/2, artinya ½ cm mewakili 1 mV. Apabila kompleks EKG terlalu besar,
maka standarisasi amplitudo dapat dirubah menjadi 2, artinya 2 cm mewakili 1 mV.

3. Eletroda-elektroda
Dibuat dari materi yang dapat menjamin resistensi yang rendah antara kulit dan
permukaan elektroda. Bentuknya bermacam-macam, yang paling umum adalah suction
electrode, flat lim electrode dan self adhesive silver/silver chloride electrode. Menurut
polaritasnya, maka elektroda-elektroda EKG dapat dibagi menjadi elektroda positif
(anode), negatif (katode) dan netral (ground electrode).
Untuk memperoleh gambaran EKG dapat direkam dari dua kutub (satu positif dan satu
negatif) yang dipasang dimana saja di permukaan tubuh dengan sebuah elektroda netral
sebagai kontak ketiga (biasanya dipasang di tungkai kanan) untuk menyalurkan arus
listrik yang berlebihan ke tanah. Namun ada beberapa tempat yang telah ditentukan
sebagai kutu-kutub sadapan EKG. Dalam hal ini, EKG 12 sadapan telah diterima secara
internasional sebagai EKG standar, yang mana hasil perekaman pada tempat-temapt ini
dianggap mampu memberikan gambaran aktivitas bioelektrik jantung secara keseluruhan.
TEKNIK PEREKAMAN
Teknik perekaman merupakan hal kecil namun penting dalam membuat gambaran EKG
yang baik. Perlu diketahui bahwa hanya gambaran yang baik yang dapat memberikan
interpretasi yang tepat.
1. Persiapan penderita
Penderita yang direkam harus berada dalam keadaan santai, diam dan berbaring
terlentang, karena dalam posisi ini kedudukan jantung berada dalam keadaan sebenarnya.
Badan yang kotor atau penuh minyak harus dibersihkan terlebih dahulu dan sebaiknya
penderita tidak dalam keadaan terlalu kenyang atau lapar.
2. Ruangan dan tempat pemeriksaan
Kamar EKG harus sejuk, tenang dan nyaman. Tidak boleh berdekatan dengan alat-alat
X-ray, mesin bermotor atau mesin bertegangan listrik tinggi. Selama perekaman
berlangsung, benda-benda listrik seperti radio, TV, pemanas ruangan (heater), AC dan
sebagainya yang ada di dalam kamar harus dimatikan. Tempat tidur untuk pasien
sebaiknya terbuat dari kayu atau bahan non-konduktor dan tempat tidur tersebut tidak
boleh bersentuhan dengan dinding yang mengandung kabel yang belarilan listrik.
3. Instrumen EKG
Mesin EKG harus diletakkan pada meja yang kokoh. Kabel listrik mesin EKG tidak boleh
melewati badan penderita atau dibawah tempat tidur penderita karena hal-hal tersebut
akan menimbulkan AC interference.
4. Prosedur perekaman
Pertama-tama mengatur standarisasi 1 mV untuk semua sadapan, dengan demikian
apabila nantinya voltase berubah karena gelombang yang terekam terlalu besar atau
terlalu kecil, maka voltase EKG yang sebenarnya masih dapt diketahui. Kemudian
mengatur centering agar baseline berada ditengah-tengah kertas EKG. Harus diperhatikan
pula apakah semua elerktroda sudah pada tempatnya yang tepat. Pembubuhan jelly pada
semua elektroda harus merata. Apabila ada elektroda yang terlalu banyak dibubuhi jelly
sedangkan yang lain terlalu sedikit, maka perbedaan resistensi antara elektroda ini akan
mengakibatkan konfigurasi EKG yang terekam berlainan dengan yang sebenarnya.
SADAPAN EKG STANDAR

Rekaman standar EKG 12 sadapan terdiri dari tiga sadapan ekstremitas standar, tiga sadapan
ekstremitas diperkuat (augmented) dan enam sadapan prekordial. Masing-masing sadapan
elektroda dihubungkan ke alat yang mengukur perbedaan potensial antara eletroda tertentu
dan menghasilkan gambaran karakteristik tertentu EKG.

Sadapan ekstremitas standar (sadapan bipolar)

Sadapan bipolar standar terdiri dari sadapan I, II, dan III yang mengukur perbedaan
potensial listrik antara lengan kanan dan lengan kiri (sadapan I), lengan kanan dan tungkai
(sadapan II) serta lengan kiri dan tungkai kiri (sadapan III). Ketiga sadapan ini membentuk
segitiga sama sisi dan jantung berada di tengah yang disebut segitiga Einthoven. Jika ketiga
sadapan dipisah, maka sadapan I merupakan aksis horizontal dan membentuk sudut 0 0,
sadapan II membentuk sudut 600 dan sadapan III membentuk sudut 1200 jantung. Aksis
listrik ini disebut sistem referensi aksial dan digunakan untuk menghitung aksis jantung.
Sadapan ektremitas diperkuat (augmented)

Sadapan unipolar (VR, VL dan VF) dan sadapan prekordial diperkenalkan pada
EKG klinik tahun 1932. Alat EKG modern dapat memperbesar amplitudo defleksi VR,
VL, dan VF sekitar 50%. Sadapan-sadapan ini dinamakan sadapan ekstremitas unipolar
yang diperkuat dan diberi tanda aVR (augmented Voltage Risght arm), aVL
(augmented Voltage left arm) dan aVF (augmented Voltage Left Foot). Pada praktek
sehari-hari, sadapn unipolar ekstremitas yang diperkuat telah digunakan secara luas
karena lebih mudah dibaca.
Sadapan prekordial (sadapan unipolar)

Menurut perjanjian, posisi sadpan prekordial adalah:

Lead V1 : ruang interkostal IV, tepi sternum kanan

Lead V2 : ruang interkostal IV, tepi sternum kiri

Lead V3 : pertengahan antara V2 dan V4

Lead V4 : ruang interkostal V, garis midklavikularis kiri

Sadapan selanjutnya (V5-V9) diambil dalam bidang horizontal seperti V4

Lead V5 : garis aksilaris anterior kiri

Lead V6 : garis midaksilaris kiri

Lead V7 : garis aksilaris posterior kiri

Lead V8 : garis skapularis posterior kiri

Lead V9 : batas kiri kolumna vertebralis

Lead V3R-9R : dada sisi kanan dengan tempat sama seperti sadapan V3-9 sisi kiri.
EKG yang rutin dipakai terdiri dari 12 sadapan: I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1,
V2, V3, V4, V5, dan V6.

KONFIGURASI EKG

Secara sistematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:

1. Ritme atau irama jantung


Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti
bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin
fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama junctional, takikardi ventrikel, dan
lain-lain.
2. Frekuensi (laju QRS)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60-100 x/menit, kurang dari 60
x disebut sinus bradikardi, lebih dari 100 x disebut sinus takikardi. Laju QRS lebih
dari 150 x/menit biasanya disebabkan oleh takikardi supraventrikuler (kompleks
QRS sempit, atau takikardi venrtrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV
derajat tiga, selain laju QRS selalu dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).
Ada 3 metode menetukan frekuensi jantung yaitu:
1. 300 dibagi jumlah kotak besar antar R-R.
2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R-R.
3. Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau
dalam 12 detik dikalikan dengan 5.

3. Regularitas
EKG normal selalu reguler. Irama yang tidak reguler ditemukan pada fibrilasi
atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun
ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
4. Aksis Jantung
Aksis jantung normal selalu terdapat antara -30o sampai + 110o. lebih dari -30o
disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +30o disebut deviasi aksis kanan dan bila lebih
dari +180o disebut aksis superior.
Menentukan aksis jantung:
Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan menghitung jumlah resultan defleksi
positif dan negatif kompleks QRS rata-rata di sadapan I sebagai sumbu X dan
sadapan aVF sebagai sumbu Y.
Beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung
(aksis) berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan sadapan II
positif: aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka deviasi aksis ke kiri
(LAD= left axis deviation), berada pada sudut -30o sampai -90o.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis ke
kanan (RAD= right axis deviation) berada pada sudut +110 o sampai +180o.
d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi aksis kanan
atas, berada pada sudut -90o sampai +180o. Disebut juga no man’s land.
5. Gelombang P
Gelombang P merupakan sebuah gelombang kecil yang terekam sewaktu atrium
mengadakan depolarisasi. Pada keadaan normal tingginya kurang dari 2,5 mm
(0,25 mV), dan lebarnya kurang dari 2,5 mm.
Gelombang P yang normal dapat berupa:
a. Defleksi positif pada sadapan lateral (I, aVL, V5, V6) dan sadapan inferior
(aVF).
b. Biasanya bifasik pada sadapan V1.
c. Defleksi negatif pada sadapan aVR.
d. Bervariasi pada sadapan III, V2-V4.
P-pulmonal

P-pulmonal adalah suatu kelainan gelombang P akibat arus depolarisasi


atrium kanan yang lebih besar dari normal. Gambaran ini ditemukan pada
penderita-penderita penyakit jantung bawaan, penyakit katup trikuspid dan
hipertensi pulmonal yang disertai yang disertai hipertrofi atau pembesaran atrium
kanan.

Kriteria-kriteria EKG untuk mendiagnosis pembesaran atrium kanan:

a. Gelombang P yang tingginya lebih dari 2,5 mm ditemukan pada sadapan II, III
dan aVF dengan lebar yang normal.
b. Aksis P pada bidang frontal lebih besar dari 75o.
c. Defleksi positif dari gelombang P di sadapan V1 dan V2 lenih besar dari 1,5
mm.

P-mitral

P-mitral adalah gelombang P yang berbentuk bifida dengan lebar lebih dari
3 mm (0,12 detik). Gambaran ini merupakan tanda khas dari hipertrofi atau
pembesaran atrium kiri yang disebabkan oleh penyakit-penyakit katup mitral atau
aorta.
Kriteria-kriteria EKG dalam mendiagnosis pembesaran atrium kiri adalah:

a. Terdapat gambaran P-mitral pada berbagai sadapan.


b. Gelombang P negatif atau defleksi negatif pada bagian akhir gelombang P di
sadapan V1.
c. Rasio antara lebarnya gelombang P dan interval segmen PR lebih dari 1,6.
d. Terjadi deviasi aksis gelombang P ke kiri (lebih dari 15 O) pada bidang frontal.

Gabungan P-pulmonal dan P-mitral

Gabungan antara P-pulmonal dan P-mitral menunjukkan adanya


pembesaran kedua atrium.

Ekstrasistol atrium

Pada keadaan dimana sebuah fokus di luar nodus SA tiba-tiba mencetuskan


potensial aksi, maka akan terjadi ekstrasistol atrium. Arus depolarisasi yang baru
timbul ini biasanya berjalan tidak searah dengan arus depolarisasi yang berasal dari
modus SA sehingga menimbulkan sebuah gelombang P yang bentuknya berlainan
dari gelombang P yang sudah ada.

Aritmia Atrial

Pada keadaan dimana terjadi gangguan pembentukan impuls dari nodus SA


atau gangguan konduksi di atrium, maka nodus AV dapat bertindak sebagai
pacemaker dominan untuk mencetuskan aksi potensial. Apabila impuls dari nodus
AV dikonduksikan secara retrograd ke atrium, maka atrium akan mengalami
depolarisasi oleh arus yang datangnya berlawanan dengan arus yang dibentuk dari
nodus SA, maka terbentuklah gelombang P terbalik (inverted P) yang dapat muncul
sebelum atau sesudah kompleks QRS bergantung pada asal mula impuls dari nodus
AV.

Tidak terlihat gelombang P

Adanya gelombang P yang diikuti setiap kompleks QRS menandakan


bahwa denyut jantung adalah irama sinus, sedangkan kebalikannya menunjukkan
denyut jantung bukan sinus. Dua keadaan yang menyebabkan hilangnya gelombang
P di dalam EKG yaitu:

a. Memang tidak ada gelombang P, dengan kata lain tidak ada impuls yang
dibentuk dari nodus SA (sinus arrest).
b. Gelombang P sebenarnya ada namun tertutup oleh kompleks QRS yang lebar,
misalnya pada junctional tachycardia dan takikardi supraventrikular.

Premature Atrial Contraction (PAC)


Supraventrikular Tachycardia (SVT)

Paroxismal Supraventricular Tachycardia (PSVT)

Atrial Flutter (AF)


Atrial Fibrilation (A-Fib)

6. Interval PR
Interval PR menggambarkan waktu mulai dari awal depolarisasi atrium
sampai awal depolarisasi ventrikel. Interval ini mencakup perlambatan konduksi
yang terjadi pada nodus AV. Interval PR biasanya berlangsung selama 0,12 sampai
0,2 detik (sepanjang 3-5 mm pada kertas EKG).
Nilai normal dari PR interval adalah 0,12-0,20 detik. Lebih atau kurang dari
nilai ini disebut perpanjangan atau perpendekan interval PR. Selain perpanjangan
atau perpendekan, ditemukan pula bentuk lain yaitu interval PR yang berubah-
ubah.

Perpanjangan Interval PR

Perpanjangan intervak PR paling sering disebabkan oleh gangguan


konduksi di dalam nodus AV. Kelainan ini dapat dibagi menjadi dua:

a. Interval PR tetap pada setiap kompleks EKG. Kelainan ini disebut blok AV
derajat satu.
Blok AV Derajat I
b. Nilai interval tidak tetap pada setiap kompleks EKG. Jika ditemukan interval
PR yang semakin memanjang yang berlanjut hingga akhirnya satu kompleks
QRS menghilang, kelainan ini disebut blok AV derajat dua Mobitz type I.
Terdapat bentuk lain dari blok AV derajat dua yaitu Mobitz tipe II. Pada tipe
ini tiba-tiba satu kompleks QRS menghilang tanpa adanya perpanjangan
interval PR.
Blok AV derajat II Mobitz tipe I

Blok AV Derajat II Mobitz Tipe II


Perpendekan Interval PR

Kelainan ini terjadi karena impuls dari nodus SA melewati jalur tambahan
(accessory pathway) sehingga akan lebih cepat mencapai berkas His. Contohnya
pada Wolff-Parkinson-White Syndrome.

Interval PR yang berubah-ubah (tidak bisa ditentukan)

Pada keadaan ini gelombang P yang berbaris sepanjang strip irama dengan
frekwensi seperti biasa (60-100 denyut permenit) tetapi tidak mempunyai
hubungan dengan kompleks QRS yang muncul dengan frekwensi lolos yang jauh
lebih lambat. Keadaan seperti ini disebut disosiasi AV atau disebut juga Blok AV
derajat III (Blok AV total).

Blok AV Derajat III (Blok AV Total)


7. Kompleks QRS
Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh gambaran
EKG, karena kompleks QRS mewakili depolarisasi ventrikel.

Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini:

a. Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif.


b. Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau tidak
disertai gelombang Q.
c. Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R.
Pada saat menganalisis kompleks QRS ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Durasi (interval QRS)
Interval QRS menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi ventrikel
melalui berkas His dan serabut Purkinje. Interval QRS dihitung dari permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang S. Nilai normal untuk dewasa adalah
0,06-0,11 detik.
Interval QRS yang bernilai 0,12 detik atau lebih merupakan tanda adanya
gangguan konduksi intraventrikular. Gangguan ini bisa disebabkan oleh Bundle
Brunch Block, Escape rhytm yang letaknya di bawah nodus AV atau aritmia
ventrikular.

Right Bundle Branch Block (RBBB)


Pada RBBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri adalah normal,
sedangkan depolarisasi ventrikel kanan terjadi perlambatan akibat blok di RBB.
Kriteria RBBB adalah:
1. Deviasi aksis kanan.
2. Interval QRS lebih dari 0,12 detik.
3. Bentuk rSR’ (rabbit ear appearance) di sadapan V1 dan V2 dengan
gelombang S yang besar di sadapan V5 dan V6.
4. Segmen ST dan T terbalik di sadapan V1.
5. Amplitudo kompleks QRS yang besar.
Left Bundle Branch Block (LBBB)

Apabila konduksi di LBB terganggu, maka arus depolarisasi septum hanya


dibentuk dari komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel kiri. Gambaran
QRS pada LBBB adalah kebalikan dari RBBB, dimana di V1 berbentuk qrS
dan di V5 menjadi RsR’.

Kriteria LBBB:

1. Deviasi aksis kiri.


2. Interval QRS lebih dari 0,12 detik.
3. Tidak tampak gelombang q di sadapan I, V5 dan V6.
4. Gelombang R besar di sadapan i, V5 sampai V6.
5. Depresi segmen ST dan terbalik di V4 sampai V6.
6. Amplitudo kompleks QRS yang besar.

Aritmia Ventrikel

Apabila karena suatu sebab tercetus impuls dari dinding ventrikel di luar
impuls asal nodus SA, hal ini disebut ekstrasistol ventrikel.

Kriteria ekstrasistol ventrikel:

1. Interval QRS lebih dari 0,12 detik.


2. Beramplitudo besar.
3. Gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS.
4. Terdapat masa kompensasi penuh, yaitu jarak antara 2 siklus jantung
termasuk denyut ekstrasistol adalah sama dengan jarak antara 2 siklus
normal.

Premature Ventricular Contraction (PVC)

Ventricular Tachycaerdia (VT)


Ventricular Fibrilation (VF)

b. Amplitudo
Amplitudo komplek QRS menggambarkan besarnya voltase arus
depolarisasi ventrikel. Voltase QRS dipengaruhi oleh beberapa hal seperti usia
dan bentuk dada. Usia muda dan dada yang kurus akan memberikan gambaran
voltase yang lebih besar dibanding dengan orang tua atau yang berbadan
gemuk.

Amplitudo kecil
Telah disepakati amplitudo yang kurang dari 5 mm pada ketiga sadapan
ekstremitas standar disebut Low Voltage. Kedaan ini biasanya ditemukan pada
penyakit-penyakit arteri koroner yang difus, gagal jantung, efusi perikardial,
miksedema, kerusakan miokard yang luas.
Di sadapan prekordial, amplitudo minimum adalah 5 mm pada V1 dan V6,
7 mm pada V2 dan V5, 9 mm pada V3 dan V4.
Pola amplitudo gelombang R normalnya meningkat secara progresif dari
kanan ke kiri pada sadapan prekordial, hal ini disebut R-wave progression.
Gelombang R paling kecil pada sadapan V1, dan paling besar di V5.

Amplitudo Besar
Amplitudo kompleks QRS yang besar dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan, antara lain:
1. Irama ventrikular
Apabila terjadi fokus ektopik yang berasal dari ventrikel, maka waktu dan
arus depolarisasi antara kedua ventrikel akan berbeda dan tidak saling
meniadakan. Sebagai akibat, terbentuk arus bervoltase besar dan terekam
sebagai amplitudo besar di EKG. Keadaan ini biasanya terjadi pada
ventrikel ekstrasistol, takikardi ventrikel, RBBB dan LBBB.
2. Hipertrofi/dilatasi ventrikel
Hipertrofi maupun dilatasi ventrikel menghasilkan arus depolarisasi yang
besar dan memberi gambaran amplitudo kompleks QRS yang besar
terutama di sadapan prekordial.
Hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan:
a. Deviasi aksis kanan (right axis deviation), merupakan tanda awal.
b. Gelombang R yang tinggi disertai depresi segmen ST dan gelombang T
terbalik di sadapan II, III, aVF. Sadapan aVR sering menunjukkan
tingginya gelombang R yang dapat berupa qR, QR atau hanya R.
c. Gelombang R yang tinggi terlihat pada V1. Pada V1, rasio R/S > 1 atau
durasi gelombang R lebih dari 0,03 detik. Durasi QRS bisa melebar
menyerupai pola bundle branch block.
d. Gelombang S menetap (persistent S) di sadapan V5 dan V6.
Hipertrofi/dilatasi ventrikel kiri:

a. Tinggi gelombang R di V5 atau di V6 > 27 mm. Dalamnya gelombang


S di V1 + tinggi gelombang R di V5 atau V6 > 35 mm.
b. Depresi segmen ST dan inversi gelombang T asimetris di V5 dan V6
(ventricular strain).
c. Ada tendensi deviasi aksis kiri (LAD= left axis deviation).
Pembesaran ventrikel kiri

Homogenitas kompleks QRS

Pada gambar EKG normal, morfologi setiap kompleks QRS pada sadapan
yang sama tidak akan berubah. Apabila pada sadapan yang sama terlihat kompleks-
kompleks QRS yang berlainan morfologinya, keadaan ini menandakan adanya
fokus depolarisasi yang berlainan daripada yang berasal dari nodus SA. Interval
QRS lebih besar dari 0,12 detik menandakan fokus ektopik terdapat di bagian distal
dari percabangan berkas His. Sebaliknya kalau kurang dari 0,12 detik menandakan
fokus ektopik terdapat di bagian proksimal dari percabangan berkas His.
Ada tidaknya gelombang Q

Gelombang Q adalah defleksi negatif yang ditimbulkan oleh arus


depolarisasi yang berjalan menjauhi sadapan yang bersangkutan. Gelombang Q
yang harus diperhatikan pada pembacaan EKG adalah gelombang Q patologis yang
merupakan tanda adanya suatu infark miokard transmural.

Tanda-tanda gelombang Q patologis yaitu lebarnya melebihi 0,04 detik dan


dalamnya melebihi sepertiga dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang
sama disertai gelombang T terbalik.

8. Segmen ST
Segmen ST merupakan garis horizontal kadang-kadang sedikit mencekung
ke atas diantara titik J (J= Junctional point, titik dimana gelombang S berakhir) dan
permulann gelombang T. Segmen ini menggambarkan waktu mulai dari akhir
depolarisasi ventrikel sampai awal repolarisasi ventrikel.
Pada keadaan normal segmen ST berada pada garis isoelektrik atau
mungkin sedikit deviasi positif (1-2 mm) pada sadapan ektremitas bipolar.
Segmen ST yang abnormal baru akan memberi arti diagnostik bila disertai
gejala klinis atau disertai bentuk abnormal dari kompleks EKG yang lain.
Keadaan abnormal dari ST segmen dapat berupa elevasi atau depresi.
Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi > 1 mm pada sadapan ekstremitas dan 2
mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap daerah
anatomi jantung yang sama. Elevasi segmen ST paling sering menandakan adanya
Infark miokard akut. Penyebab lain elevasi segmen ST adalah: Early repolarization,
perikarditis, aneurisma ventrikel, emboli paru, dan perdarahan intrakranial.
Depresi segmen ST biasanya menunjukkan adanya iskemia miokard.
Penyebab yang lain adalah: hipertrofi ventrikel, pengaruh obat digitalis, perubahan
resiprokal pada lead yang berlawanan pada infark mikard. Kemungkinan terjadi
iskemia jika depresi segmen ST lebih dari 0,5 mm di bawah garis isoelektrik dan
0,04 detik dari J point.
Ada tiga bentuk dari depresi segmen ST yaitu: upslope, horizontal dan
downslope.
Depresi Segmen ST (contoh gambaran EKG pada iskemia miokard)

Elevasi ST segmen (contoh gambaran EKG pada infark miokard)


Penentuan Lokasi Iskemi Dan Infark Miokard

9. Gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel, gelombang
ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST.
Pada jantung yang normal, repolarisasi biasanya dimulai dari daerah
jantung yang paling terakhir berdepolarisasi, kemudian berjalan mundur ke arah
yang berlawanan dengan arah gelombang depolarisasi. Karena gelombang
depolarisasi yang mendekat maupun gelombang repolarisasi yang menjauh akan
menghasilkan defleksi positif pada EKG.
Amplitudo atau tinggi gelombang T yang normal adalah sepertiga sampai
dua pertiga gelombang R`yang sebelumnya
Bila terdapat T terbalik yang lebar dan dalam kemungkinan besar
menunjukkan suatu iskemia miokard. Sedangkan bila terdapat gelombang T yang
sangat tinggi menunjukkan adanya hiperkalemia dan hiperkalsemia. Gelombang T
yang tinggi juga terdapat pada infark miokard stadium hiperakut, dimana
gelombang T yang sangat tinggi akan muncul sebelum terjadi perubahan kompleks
QRS dan segmen ST.
10. Interval QT
Interval QT dimulai dari awal depolarisasi ventrikel sampai akhir
repolarisasi ventrikel. Oleh karena itu, ia meliputi semua peristiwa-peristiwa listrik
yang terjadi di dalam ventrikel. Dari segi durasi, interval QT lebih banyak
didominasi oleh repolarisasi ventrikel daripada depolarisasi.
Interval QT diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang
T, normalnya 0,38 – 0,42 detik.
11. Gelombang U
Gelombang U adalah gelombang kecil yang kadang-kadang terlihat sesudah
gelombang T. Gelombang ini merupakan bagian akhir dari fase repolarisasi yang
sebenarnya masih termasuk bagian dari gelombang T. Mekanisme timbulnya
gelombang ini belum diketahui dengan pasti. Gelombang ini bervoltase rendah
(lebig kecil dari gelombang P) sehingga sering diabaikan.

SISTEMATIKA INTERPRETASI EKG

Secara sistematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan :

1. Ritme atau irama jantung


2. Frekuensi (laju QRS)
3. Morfologi gelombang P (mencari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
4. Interval PR
5. Kompleks QRS:
a. Aksis jantung
b. Amplitudo (mencari tanda hipertrofi ventrikel kiri atau ventrikel kanan)
c. Durasi
d. Morfologi ( ada atau tidak adanya gelombang Q patologis atau gelombang R tinggi
di V1)
6. Segmen ST (apakah ada tanda iskemia, injuri atau infark miokard)
7. Geelombang T
8. Interval QT
9. Gelombang U
IV. PROSEDUR LATIHAN
Alat dan Bahan
1. Mesin EKG dilengkapi dengan 3 kabel
1. Kabel untuk sumber listrik (power)
2. Kabel untuk bumi (ground)
3. Kabel untuk pasien terdiri 10 cabang elektroda
2. 4 cabang elektroda ekstremitas dengan plat penjepit
3. 6 cabang elektroda dada dengan balop pengisap
4. Kertas EKG yang terpasang pada mesin EKG
5. Jelly untuk menghubungkan antara elektroda dan pasien
6. Kertas tissu untuk membersihkan jelly

Persiapan Pasien

1. Penjelasan tentang tujuan pemeriksaan


2. Pakaian yang menutupi dinding dada harus dibuka
3. Semua aksesoris yang terbuat dari logam harus dilepaskan
4. Pasien dibaringkan telentang dalam keadaan tenang
5. Memberikan jelly pada tempat yang akan ditempelkan elektroda

Cara Penempatan Elektroda

1. Penempatan sadapan yang benar perlu untuk menjamin kualitas EKG.


2. Elektroda ekstremitas dipasang pada :
 Pergelangan tangan kanan dan kiri
 Pergelangan kaki kiri dan kanan
1. Merah (RA) :Lengan kanan

2. Kuning (LA) :Lengan kiri

3. Hijau (LF) :Kaki kiri

4. Hitam (RF) :Kaki kanan


3. Elektroda prekordial dipasang pada: (tambahkan gambar)

 V1 ditempatkan di ruang intercostal IV, tepi kanan sternum


 V2 ditempatkan di ruang intercostal IV, tepi kiri sternum
 V4 ditempatkan di ruang intercostal V, pada garis midclavicula
 V3 ditempatkan di antara V2 dan V4
 V5 ditempatkan di ruang intercostal V, pada linea aksillaris anterior
 V6 ditempatkan di ruang intercostal V, pada linea aksillaris media

Proses Perekaman
1. Pastikan mesin sudah tersambung ke sumber listrik dan hidupkan mesin EKG
2. Periksa kembali standarisasi EKG:
- Kalibrasi 1 mV ( 10 mm)
- Kecepatan 25 mm/ dtk
3. Lakukan kalibrasi dengan cara menekan tombol run /start dan setelah kertas
bergerak tombol kalibrasi ditekan 2-3 kali kemudian diperiksa apakah tinggi
amplitudanya 10 mm
4. Dengan memindahkan lead selector,buat perekaman EKG berturut-turut lead I, II,
III, aVR, aVL, aVF, V1-V6. (sesuaikan dengan alat) (satu lead direkam sebanyak
2-4 kompleks)
5. Setelah perekaman, tutup kembali dengan kalibrasi. Setelah itu, mesin EKG di
matikan.
6. Lepaskan semua sadapan
7. Bersihkan bekas-bekas jelli pada tubuh pasien
8. Catat dipinggir kiri atas: Nama pasien, jenis kelamin, umur, tanggal dan jam, serta
nama dokter yang merawat
Beberapa hal yang perlu diperhatikan

1. Sebelum bekerja, periksa dahulu tegangan alat EKG.


2. Alat selalu dalam posisi off bila tidak digunakan.
3. Perekaman setiap sadapan dilakukan 2-4 kompleks
4. Kalibrasi dipakai ½ mV bila defleksi terlalu besar atau 2 mV bila defleksi terlalu
kecil
5. Jika ditemukan irama yg tidak teratur / irregular (aritmia) sebaiknya dibuat lead II
panjang.
6. Hindari gangguan listrik dan mekanik seperti jam tangan, tremor, batuk, dan lain
sebagainya.
7. Petugas yang membuat perekaman sebaiknya menghadap ke pasien.

V. DAFTAR TILIK

No Prosedur

1 Mempersiapkan seluruh alat dan bagan yang diperlukan


2 Mempersiapkan pasien
 Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan
 Membuka pakaian yang menutupi dinding dada pasien
 Membuka assesoris pasien yang terbuat dari logam
 Membaringkan pasien telentang dan dalam keadaan tenang
3 Memberikan jelly pada tempat yang akan dipasangkan elektroda
4 Pemasangan elektroda
 Pemasangan elektroda ektremitas
- Memasang elektroda (RA) di pergelangan tangan kanan
- Memasang elektroda (LA) di pergelangan tangan kiri
- Memasang elektroda (RF) di pergelangan kaki kanan
- Memasang elektroda (LF) di pergelangan kaki kiri
 Pemasangan elektroda prekordial
- Memasang elektroda V1 di ruang interkostal IV, di tepi kanan sternum
- Memasang elektroda V2 di ruang interkostal IV, di tepi kiri sternum
- Memasang elektroda V4 di ruang interkostal V, di garis midklavikularis
- Memasang elektroda V3 di antara V2 dan V4
- Memasang elektroda V5 di ruang interkostal V, di garis aksillaris anterior
- Memasang elektroda V6 di ruang interkostal V, di garis aksillaris media
5 Proses perekaman
 Memastikan mesin EKG sudah terpasang ke sumber listrik
 Menghidupkan mesin EKG
 Melakukan kaliberasi mesin EKG
 Melakukan perekaman EKG setiap lead, berturut-turut lead I, II, III, aVR, aVL, aVF,
dan V1 sampai V6 (satu lead direkam sepanjang 2- 4 kompleks)
 Setelah merekam, mesin EKG dimatikan
 Melepaskan semua sadapan elektroda dari tubuh pasien
 Membersihkan bekas-bekas jelly pada tubuh pasien
 Mencatat dipinggir kiri atas hasil rekaman EKG: Nama pasien, jenis kelamin, umur,
tanggal dan jam, serta nama dokter yang merawat
6 Melakukan interpretasi hasil rekaman EKG secara sistematis
 Menentukan irama jantung
 Menentukan frekuensi (laju QRS)
 Menilai gelombang P
 Menilai interval PR
 Menilai kompleks QRS:
- Menentukan aksis jantung
- Menilai amplitudo
- Menilai durasi
- Menilai morfologi
 Menilai segmen ST
 Menilai gelombang T
 Menilai interval QT
 Menilai gelombang U
 Membuat kesimpulan hasil interpretasi EKG
DAFTAR PUSTAKA

1. Karim S, Kabo P. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung Untuk


Dokter Umum. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.
2. Jones Shirley A. ECG Notes: Interpretation and Management Guide. Philadelphia.
F.A. Davis Company. 2005.
3. Moris F, Edhouse J, Brady W, Camm J. ABC of Clinical Electrocardiography.
London. BMJ Books. 2003.
4. Green JM, Chiaramida AJ. 12-Lead EKG Confidence. New York. Spinger
Publishing Company. 2010.
5. Surawitz, Knilans. Chou’s Electrocardiography In Clinical Practice. Philadelphia.
Saunders.2008.
6. Thaler MS. Satu-satunya Buku EKG yang anda perlukan. Jakarta. EGC. 2007.
7. Dharma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta. EGC. 2009.
8. Alkatiri J, Mappahya AA, Kabo P, dkk. Buku Panduan Pelatihan EKG Dasar Bagi
Dokter. Makassar. PERKI CABANG MAKASSAR. 2010.

Life is short, the art long, opportunity fleeting,


experiment treacherous, judgement difficult.
Hippocrates (c. 460-370 Be). Aphorisms, Aph. 1.

Anda mungkin juga menyukai