Jeremy Walsen - 201883075 - Laporan Kasus - ODS Hipermetropia + Presbiopia
Jeremy Walsen - 201883075 - Laporan Kasus - ODS Hipermetropia + Presbiopia
DISUSUN
OLEH:
JEREMY WALSEN
NIM 201883075
KONSULEN :
1
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura | 2022
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. CT
• Usia : 69 Tahun
• Alamat : Latuhalat
• No RM : 02-28-33
2. Anamnesis Terpimpin:
• Pasien datang ke Klinik Mata Utama Maluku dengan keluhan pandangan mata kiri dan kanan kabur saat melihat dekat sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku
dirinya kesulitan saat membaca dalam jarak yang dekat. Pasien juga merasakan silau jika terkena sinar matahari dan sering merasa pusing serta mata kiri terasa
berat.
• Riwayat Penyakit Terdahulu: Pasien mengaku pernah mengalami stroke sekitar 10 tahun yang lalu serta memiliki riwayat hipertensi.
• Riwayat Penyakit Keluarga: pasien mengaku tidak ada anggota keluarganya yang memiliki keluhan seperti yang dialami oleh pasien.
• Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien mengaku sulit dalam membaca dekat dalam aktivitas sehari-hari.
• Riwayat Kacamata: Pasien mengaku telah menggunakan kacamata sejak sekitar 10 tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 80x/mnt
Pernapasan : 20x/mnt
Suhu : ± 36,5°C
2. Status Oftalmologi
a. Visus :
• PD : 66/64
• Add S + 3.00
PEMERIKSAAN FISIS
1. Perencanaan:
a. Diagnosa: -
a. Edukasi:
• Memberikan informasi kepada pasien bahwa pasien memiliki kelainan pembiasan pada mata yang membutuhkan koreksi dengan
lensa cembung (sferis). Menjelaskan bahwa gangguan penglihatan ini dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata.
Melakukan kontrol rutin, memeriksakan mata secara berkala tiap enam bulan atau bila mata bertambah kabur walaupun telah
memakai kacamata. Kemudian memberitahukan pasien untuk menghindari paparan kontak bahan iritan seperti sabun di mata,
mengurangi aktivitas dibawah sinar matahari, dan rutin menggunakan obat tetes mata setiap kali mata terasa kering.
1. Prognosis
seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks
hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola
mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
EPIDEMIOLOGI
2. Hipermetropia simple, biasanya lanjutan hipermetropia anak yang tidak berkurang pada perkembangannya jarang
3. Hipermetropia didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran lensa pada katarak (afakia)
3. Hipermetropia berat : ukuran dioptric lebih dari spheris +6,25 atau lebih
KLASIFIKASI
1. Hipermetropia manifest, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia
ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat
dilihat dengan koreksi kacamata maksimal.
2. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia
laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifest yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia
absolut, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifest.
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan pengelihatan normal maka otot
akomodasinya akan beristirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. Atropin adalah standar emas untuk
menghasilkan sikloplegia; Namun, karena komplikasinya, regimen sulit dan penurunan berkepanjangan dari penglihatan dekat, secara bertahap telah digantikan
oleh cyclopentolate, yang memiliki komplikasi minimal, lebih mudah untuk mengelola, dan memiliki durasi aksi yang lebih pendek
• Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibeirkan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih
memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6 maka
diberikan kacamata +3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat pada
anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberian sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
• Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang isitirahat.
• Hipermetropi pada pasien yang sudah tua sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan
maksimal. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata
dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis.
• Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi dan glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut
bilik mata
PRESBIOPI
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi presbiopia mencapai 35,6% pada usia 35 tahun, 40,3% pada usia
lebih dari 50 tahun, dan lebih dari 90% pasien presbiopia berada di negara
berkembang
ETIOLOGI
1. Teori Helmholtz: Sesuai teori ini, kontraksi otot siliaris menghasilkan relaksasi zonula dan
2. Teori Schachar: Teori ini, berbeda dengan teori Helmholtz, mengatakan bahwa kontraksi otot siliaris
menghasilkan peningkatan ketegangan serat zonular ekuatorial dengan relaksasi simultan serat zonular
anterior dan posterior. Konsep ini menghasilkan pendalaman bagian sentral anterior lensa dengan
3. Catenary theory of Coleman: Sesuai dengan teori ini, dengan kontraksi otot siliaris, terjadi
a. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama.
b. Membaca dengan cara menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
a. Ada berbagai penjelasan tentang patofisiologi presbiopia. Di antara semua konsep, peningkatan kekakuan lensa kristal adalah yang paling populer dan diterima
secara luas. Presbiopia adalah kondisi fisiologis di mana terjadi penurunan fungsional progresif dalam kapasitas akomodatif lensa kristal. Secara klinis, ini
bermanifestasi sebagai kesulitan progresif dalam membaca pada jarak membaca biasa. Dalam studi in-vitro oleh Glasser dan Campbell, mereka melihat tidak
ada perubahan dalam panjang fokus, dengan ketegangan dan relaksasi zonula yang disimulasikan.
b. Biasanya, nukleus lebih kaku daripada korteks pada lensa yang lebih tua, sedangkan pada individu muda, korteks lebih kaku daripada nukleus. Namun,
kekakuan nukleus dan korteks setara antara 35 hingga 40 tahun; dan ini mungkin penyebab timbulnya gejala presbiopia sekitar usia 40 tahun. Faktor penting
lainnya yang terkait dengan presbiopia adalah perubahan relatif dalam bentuk lensa dengan bertambahnya usia (peningkatan ketebalan lensa), sehingga gaya
vektor yang diberikan oleh zonula di ekuator menyebar ke wilayah yang lebih luas di sekitar ekuator. Hal ini menghasilkan efek minimal pada bentuk lensa
a. Visus, dimana pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan snellen chart
b. Refraksi, memeriksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger
dan menentukan kalimat terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c. Motilitas ocular, penglihatan binocular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-
d. Penilaian kesehatan ocular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa
menyebabkan presbiopi
e. Pemeriksaan ini termasuk reflex cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraocular, dan pemeriksaan
B. Bedah
A. Non-bedah
1. Prosedur kornea
1. Kacamata
2. Prosedur sklera
mata belakang
• Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk
memfokuskan objek-objek yang dekat. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan
subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30 Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00D. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat
1. 40 tahun +1.00 D
2. 45 tahun +1.50 D
3. 50 tahun +2.00 D
4. 55 tahun +2.50 D
5. 60 tahun +3.00 D
DIAGNOSIS BANDING
kelainan.
4. Hipermetropia
5. Astigmatisme
KOMPLIKASI
membaca dekat tetapi juga menyebabkan kantuk dan sakit kepala. Dengan
Presbiopia tidak dapat dihindari dan biasanya dimulai sekitar usia 40 tahun.
Pasien lebih baik dengan kacamata dan lensa kontak. Pilihan bedah dengan
• Pasien perempuan berusia 69 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kiri maupun mata kanan kabur sejak 2
bulan yang lalu ketika melihat jauh maupun dekat. Pasien merasakan dirinya kesulitan membaca dalam jarak dekat.
pasien juga mengeluhkan matanya terasa berat, silau saat dibawah matahari dan merasa pusing. Pasien mengaku telah
menggunakan kacamata lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien mengaku memiliki riwayat stroke pada 10 tahun yang lalu
• Pemeriksaan oftalmologi, didapatkan hasil visus pasien mata kanan 0.3 dan visus mata kiri 0.7, TIO OD: 15
mmHg OS: 14 mmHg. Edema palpebral (-), Konjungtiva hiperemis (-), pterigium pada kornea (-), pupil jernih dan lensa
jernih.
• Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi didapatkan diagnosis ODS Hipermetropia + Presbiopia.
Untuk tatalaksana yang diberikan adalah dengan pemberian kacamata lensa OD S +1,25, OS S+0.50 ditambah koreksi
kacamata baca S +3,00. Kemudian pasien juga diberikan artificial tears 4x1 ODS sebagai air mata buatan untuk
• Prognosis Quo ad Vitam pada pasien ini umumnya bonam karena tidak
mengancam kehidupan. Untuk prognosis Quo ad functionam juga bonam
karena keluhan pasien tidak sampai mengganggu fungsi atau aktivitas pasien
dan prognosis Que ad sanationam adalah dubia ad bonam karena tingkat
keparahan pada keluhan pasien dapat berkurang apabila pasien menaati segala
larangan untuk mencegah perburukan pada kondisi hipermetropia dan
presbiopia pasien.